Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

Karsinoma Tiroid

Disusun oleh :

Har Rawishwar Singh Dhilion

112015309

Pembimbing : dr. Agus Sutarman Sp.B(K)Onk

Diajukan sebagai salah syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


JAKARTA

KEPANITERAAN DEPARTEMEN BEDAH

RUMAH SAKIT KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO

Periode 17 Oktober– 24 Desember 2016


BAB II
STATUS PASIEN

II.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. AS
No. RM : 839991
Usia : 41 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Perum Putra Moro Indah II F/14 RT 003/015 Batam

Status perkawinan : Menikah


Tanggal masuk perawatan: 2 November 2016

II.2 ANAMNESA
Dilakukan autoanamnesa terhadap pasien
Keluhan Utama:
Benjolan di leher sebelah kanan + 5cm sejak 1 tahun lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Benjolan dirasakan tidak membesar.Pasien mendapat terapi bisoprolol dan
thyrozol selama 8 bulan dari dokter penyakit dalam, namun benjolan tetap ada. Pasien
dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto karena fasilitas operasi tidak memadai. Nyeri (-),
gangguan menelan (-), suara serak (-), berdebar-debar (-), tidak mudah lelah, tidak mudah
keringat, gangguan siklus menstruasi (-), BAB dan BAK normal, tidak ada penurunan
berat badan maupun nafsu makan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Penyakit jantung : disangkal
 Diabetes melitus : disangkal
 Hipertensi : disangkal
 Riwayat asma &alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Pasien mengatakan keluarga dari pihak ibu pernah ada yang mengalami hal serupa
Riwayat Pribadi dan Kebiasaan:
 Makanan : Pola makan teratur, menggunakan garam beriodium, setiap hari
memakan masakan rumah
 Tidak ada riwayat terapi menggunakan sinar atau masuk kedalam ruang gelap
untuk di sinar
 Tidak merokok

II.3 PEMERIKSAAN FISIS


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Composmentis
 GCS : 15 (E5 M6 V5)
Tanda Vital
 Tekanan darah: 110/70
 Nadi: 84x/menit
 Frekuensi nafas: 20x/menit
 Suhu: 36,70 C
 BB: 64 kg
 TB: 155 cm
 IMT: 26.6 (Obesitas I)
 Status Generalis
Kepala : Normocephali
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+
 Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-), sekret (-)
 Hidung : Normosepta, sekret (-), epitaksis (-), pernafasan cuping hidung (-)
 Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
Thorax
 Pulmo
Inspeksi: tidak ada pergerakan dada tertinggal saat statis atau dinamis, sela iga tidak
melebar, tidak ada retraksi sela iga
Palpasi: Vocal fremitus +/+ diseluruh lapang paru
Perkusi: sonor +/+ pada seluruh lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, tidak ada ronchi dan wheezing
 Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ 1-2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, Distensi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Perkusi : Nyeri tekan abdomen (-), massa (-)
Ekstremitas: Edema -/-, deformitas (-), massa (-), tremor (-)

Status Lokalis
 Regio Colli Anterior Dextra: Benjolan 8x7 cm konsistensi padat, rata, batas tegas,
nyeri (-), tidak ikut gerak saat menelan, tanda-tanda radang (-)
 Tanda-tanda mata: exophtalmus (-) , stellwag (-), von grafe (-), morbius (-),
jeffroy (-), rossenbach (-)
 Tidak ada pembesaran KGB

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. FNAB (tanggal 05-09-2016):

Makroskopis: Cairan koloid bercampur darah

Mikroskopis: Sediaan biopsy aspirasi tiroid dextra menunjukkan gambaran hiposeluler


terdiri dari sedikit jaringan fibrin dan massa koloid amfofilik. Diantaranya tampak
beberapa sel-sel folikel bentuk bulat, oval, berkelompok, inti sel polimorfi ringan,
kromatin halus. Tidak tampak sel tumor ganas
Kesimpulan Struma Adenomatosa Dextra

B. CT Scan leher non-kontras (tanggal 23-09-2016)

Kesan: Massa solid heterogen di thyroid dextra, suspect nodular goitre

C. Laboratorium (Tanggal 14 Oktober 2016)


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,0 12-16 g/dl
Leukosit 7220 4800-10.800μL
Eritrosit 4,8 4.3-6.0 juta/μL
Hematokrit 40 37-47 %
Trombosit 428000 150000-400000
MCV 83 80-96 fL
MCH 27 27-32 pg
MCHC 33 32-36g/dl
FAAL HEMOSTASIS KOAGULASI
Waktu Perdarahan 2’15” 1-3 menit
Waktu Pembekuan 4’00” 1-6 menit
KIMIA KLINIK
dan SEROLOGI
Alkali fosfatase 87 42-98 U/L
Ureum 21 20-50 mg/dl
Kreatinin 0.6 0.5-1.5 mg/dl
Glukosa Darah 73 < 140 mg/dL
(2jam pp)
Glukosa Darah 89 70-100 mg/dl
(puasa)
SGOT 18 < 35 U/L
SGPT 21 <40 U/L
Urin Lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.025 1.000-1.030
Ph 6.0 5.0-8.0
Protein - -
Glukosa - -
Keton - -
Darah - -
Bilirubin - -
Uroblinogen 0.1 0.1-1.0 mg/dl
Nitrit - -
Leukosit esterase - -
Sedimen urin
Leukosit 1-0-1 <5/LPB
Eritrosit 0-0-0 <2/LPB
Silinder -/LPK
Epitel +1
Kristal -
Lain-lain -
Tiroid
T3 RIA 2.2 ng/ml 0.8-2.0
FT4 RIA 1.08 ng/dl 0.8-1.7
TSH RIA 2.41 μiu/ml 0.3-5.0

D. Foto Thorax (Tanggal 21 Oktober 2015)

Kesan : Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru


E. USG Tiroid (Tanggal 21 Oktober 2016)
- Kesan : Trakea ke kiri
- Tiroid kanan: membesar, tampak nodul iso-echoic, berdiameter 4.7 cm x 3.8 cm x
3.1 cm
- Tiroid kiri: besar dan bentuk normal, internal echostructure normal, tidak tampak
lesi focal
- Tidak tampak pembesaran KGB leher
- Kesan: Struma nodusa lobus kanan tiroid

II.5 RESUME
Seorang wanita berusia 41 tahun dirawat dengan keluhan benjolan di leher sebelah
kanan + 5cm sejak 1 tahun lalu. Benjolan dirasakan tidak membesar.Pasien mendapat
terapi bisoprolol dan thyrozol selama 8 bulan dari dokter penyakit dalam, namun benjolan
tetap ada. Pasien dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto karena fasilitas operasi tidak
memadai. Nyeri (-), gangguan menelan (-), suara serak (-), batuk (-), berdebar-debar (-),
tidak mudah lelah, tidak mudah keringat, gangguan siklus menstruasi (-), BAB dan BAK
normal, tidak ada penurunan berat badan maupun nafsu makan.
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital:
Tekanan darah: 110/70
Nadi: 84x/menit
Frekuensi nafas: 20x/menit
Suhu: 36,70 C
2. Status Lokalis
Regio Colli Anterior Dextra: Benjolan 8x7 cm konsistensi padat, rata, batas tegas,
nyeri (-), tidak ikut gerak saat menelan, tanda-tanda radang (-)
Pemeriksaan Penunjang

3. FNAB: Struma Adenomatosa Dextra


4. CT Scan leher non kontras: Massa solid heterogen di thyroid dextra, suspect
nodular goitre

5. Tiroid Studies
T3 RIA 2.2 ng/ml 0.8-2.0
FT4 RIA 1.08 ng/dl 0.8-1.7
TSH RIA 2.41 μiu/ml 0.3-5.0
6. USG Tiroid
o Kesan : Trakea ke kiri
o Tiroid kanan: membesar, tampak nodul iso-echoic, berdiameter 4.7 cm x
3.8 cm x 3.1 cm
o Tiroid kiri: besar dan bentuk normal, internal echostructure normal, tidak
tampak lesi focal
o Tidak tampak pembesaran KGB leher
o Kesan: Struma nodusa lobus kanan tiroid

II.6 DIAGNOSIS:
Struma Nodusa Non Toksik
II.7 TERAPI:
 Tindakan pembedahan: pro subtotal tiroidektomi - PA
 Konsultasi departemen paru, jantung, anestesi untuk persetujuan bedah
 Terapi post operasi
 IVFD Asering 20 tpm
 Pirofion IV 2X1gr
 Kebese 3x1 tab PO
 Cataflam 3x1 PO
 Ukur produksi drain/24 jam
Prognosis
 Quo ad Vitam: dubia ad bonam
 Quo ad Functinam: dubia ad malam
 Quo ad Sanactionam: dubia ad bonam
II.8 LAPORAN OPERASI:
Nama: Ny AS
No. RM: 839991
Jenis kelamin: Wanita
Tanggal pembedahan: 2 November 2016
Ahli bedah: dr. Marina T Gultom Sp.B(K)Onk
Diagnosa pra bedah: Struma Nodusa Non Toxic
Tindakan pembedahan: Subtotal tiroidektomi – PA
Macam pembedahan: khusus 2 , berencana, bersih

Diagnosa pasca bedah: Post Op Struma Nodusa Non Toxic


Jam mulai: 11.30
Jam selesai: 15.10
Uraian Pembedahan:
 Tindakan asepsis & antisepsis
 Doek steril menutup sekitar sayatan operasi
 Irisan collar + 2cm proximal dari manubrium sterni
 Dibuat flap ke proximal 2, distal 2, pisahkan M. sternocleidomastoideus dextra
 Pisahkan strap muscles di linea mediana
 Dilakukan subtotal tiroidektomi – PA setelah mempreservasi N. recurrens
laryngeus
 Rawat perdarahan dan rekonstruksi otot-otot
 Pasang drain pipa dan tutup luka operasi
 Perdarahan post op 100 cc

II.9 LAPORAN FOLLOW UP


Tanggal 3 September 2016
S : Nyeri post operasi (+) VAS 3, Suara serak (+)
O :
- KU : sakit sedang
- Kesadaran CM
- GCS 15 (E4M6V5)
- TD : 110/80mmHg, Nadi : 84x/menit, Pernapasan : 20x/menit, Suhu: 36
- Status lokalis: rembesan (-), drain 35 cc/24 jam
A : Post operasi subtotal tirodektomi + PA
P :
- KSR Tab 2x1
- Cefixim 2x200
- Kebese 3x1 tab PO
- Cataflam 3x1 PO
Anatomi
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan organ
yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah
anterior trakea (Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak
vaskularisasinya, Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah
besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan melingkari
trakea dua pertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. Kelenjar ini terdiri atas dua
buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang
tipis sejajar kartilago krikoidea II-III di leher, dan kadang-kadang terdapat lobus
piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.
Lobus lateralis tiroid kanan dan kiri terbagi atas 3 bagian, diantaranya ialah apex,
basis dan 3 facies. Apex berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea,
terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan M.Sternothyroideus (dilateral),
batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus, di apex A. Thyroidea superior dan
N.Laringeus superior berpisah, arteri berada di superficial dan nervus masuk lebih ke
dalam dari apex. Basis letaknya sejajar dengan cincin trachea 5 atau 6, berhubungan
dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus recurrent yang berjalan di depan atau
belakang atau di antara cabang-cabang arteri tersebut.Facies Anterolateral berbentuk
konveks ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :M. Sternothyroideus, M.
Sternohyoideus, M. Omohyoideus venter superior, Bagian bawah M.
Sternocleidomastoideus. Facies Posteromedial berhubungan dengan : 2 saluran : laring
yang berlanjut menjadi trakea, dan faring berlanjut menjadi esofagus, 2 otot : M.
Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus, 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N.
Laryngeus recurrent. Facies Posterolateral berhubungan dengan carotid sheath (selubung
carotid) dan isinya yaitu A. Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari
medial ke lateral).
Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan
trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis .
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis 1,
terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk
seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea,
dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang ± 5 cm,
lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara
10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi
(± 5 ml/menit/gram tiroid).
Sistem vaskularisasi kelenjar tiroid amat luas, berikut adalah sistem arteri dan
sistem vena yang mensuplai pendarahan kelenjar tiroid. A. Thyroidea superior, adalah
cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan superficial kelenjar, mendarahi
jaringan connective dan capsule. A. Thyroidea inferior adalah cabang trunchus
thyreocervicalis dan masuk ke lapisan dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan
propia kelenjar. A. Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang
arcus aorta atau A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus. A. Thyroidea acessorius,
adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan Tracheal yang masuk ke facies posteromedial.
V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena jugularis
interna (kadang-kadang V. Facialis). V. Thyroidea inf.; muncul dari margo bawah istmus
dan berakhir pada V. Brachiocephalica sinistra. V. Thyroidea media; muncul dari
pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V. Jugularis interna. Ascending Lymphatic;
Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada membrane
cricothyroidea. Lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph node.
Descending Lymphatic, Medial, mengalir ke pretracheal grup di trakea. Lateral, mengalir
ke Gl. Recurrent chain pada N. Laryngeus recurrent
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan
satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh epitel kubus dan
diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut koloid. Sel-sel epitel
folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan pelepasannya dalam
sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan tempat hormon tiroid disintesis dan pada
akhirnya disimpan.7 Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid
yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan dengan
membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat
merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan
homeostasis kalsium.Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin
(T3) mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak
dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3
merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.7
Fisiologi

Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh
epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut

koloid.7,8

Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan


mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan tempat

hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan.7 Dua hormon tiroid utama yang
dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel
pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat pada
dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon
kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan

demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.6,7

Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)


mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan
dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan hormon

yang lebih aktif daripada T4.7

Fungsi

Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas


metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan
mempercepat proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan metabolisme sering
ditimbulkan oleh peningkatan kadar enzim-enzim spesifik yang turut berperan dalam
konsumsi oksigen, dan oleh perubahan sifat responsif jaringan terhadap hormon yang
lain. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan
otak. Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk
pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon

tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang penting.6 Kelenjar tiroid berfungsi
untuk mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal
sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi O2 pada
sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat,
8
dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal.

Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan


dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat genomic, melalui pengaturan ekspresi
gen, dan yang tidak bersifat genomic, melalui efek langsung pada sitosol sel, membran
sel, dan mitokondria. Hormon tiroid juga merangsang pertumbuhan somatis dan
7
berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Hormon ini tidak esensial
bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental
dan fisik, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul
retardasi mental dan kecebolan (dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan
menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan
8
pembentukan panas.

Sistem Hormon

Dua jenis hormon berbeda yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid membentuk
hormon tiroid yaitu tiroksin dan triiodotironin. Kedua hormon ini merupakan asam
amino dengan sifat unik yang mengandung molekul iodium yang terikat pada struktur
6,8
asam amino.

Tiroksin (T4)

Hormon tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam setiap


6,7
molekulnya. Hormon ini disintesis dan disimpan dalam keadaan terikat dengan
protein di dalam sel-sel kelenjar tiriod; pelepasannya ke dalam aliran darah terjadi
ketika diperlukan. Kurang lebih 75% hormon tiroid terikat dengan globulin pengikat-
protein (TBG; thyroid-binding globulin). Hormon tiroid yang lain berada dalam
6
keadaan terikat dengan albumin dan prealbumin pengikat tiroid. Bentuk T4 yang
terdapat secara alami dan turunannya dengan atom karbon asimetrik adalah isomer L. D-
8
Tiroksin hanya memiliki sedikit aktivitas bentuk L.
Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma,
7
diantaranya :

(1) Globulin pengikat tiroksin (TBG).


(2) Prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).
(3) Albumin pengikat tiroksin (TBA).

Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling
spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein
7
pengikat ini di bandingkan dengan triiodotironin. Secara normal 99,98% T4 dalam
plasma terikat atau sekitar 8 µg/dL (103 nmol/L); kadar T 4 bebas hanya sekitar 2 ng/dL
(Gambar 2). Hanya terdapat sedikit T4 dalam urin. Waktu paruh biologiknya panjang
(6-7 hari), dan volume distribusinya lebih kecil jka dibandingkan dengan cairan ekstra
8
seluler (CES) sebesar 10L, atau sekitar 15% berat tubuh.

Triiodotironin (T3)

Hormon yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung
molekul iodium yang terikat pada asam amino ini hanya mengandung tiga atom iodium
6,7
saja dalam setiap molekulnya. Hormon tiroksin juga di bentuk di jaringan perifer
melalui deiodinasi T4. Hormon triiodotironin (T3) lebih aktif daripada hormon tiroksin
(T4). T4 dan T3 disintesis di dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul-
molekul tirosin yang terikat pada linkage peptida dalam triglobulin. Kedua hormon ini
tetap terikat pada triglobulin sampai disekresikan. Sewaktu disekresi, koloid diambil
oleh sel-sel tiroid, ikatan peptida mengalami hidrolisis, dan T 3 serta T4 bebas
dilepaskan ke dalam kapiler.

Triiodotironin mempunyai afinitas yang lebih kecil terhadap protein pengikat


TBG dibandingkan dengan tiroksin, menyebabkan triiodotironin lebih mudah
berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktivitas
7
metabolik triiodotironin lebih besar.

T3 mugkin dibentuk melalui kondensasi monoidotirosin (MIT) dengan


diidotirosin (DIT). Dalam tiroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa
beriodium untuk T3 adalah 7%. Kelenjar tiroid manusia mensekresi sekitar 4 µg (7
nmol) T3. Kadar T3 plasma adalah sekitar 0,15 µg/dL (2,3 nmol/L), dari 0,15 µg/dL
yang secara normal terdapat dalam plasma, 0,2% (0,3 ng/dL) berada dalam keadaan
bebas. Sisa 99,8% terikat pada protein, 46% pada TBG dan sebagian besar sisanya
pada albumin, dengan pengikatan transtiretin sangat sedikit (Tabel 1).

Tabel 1. Pengikatan Hormon Tiroid Pada Protein Plasma Orang Dewasa


8
Normal

Jumlah Hormon Terikat yang


Konsentrasi
Protein Berikulasi (%)
Plasma (mg/dL)
ss T4 T3

Globulin pengikat
2 67 46
tiroksin (TBG)

Transiterin (Praalbumin
pengikat tiroksin, 15 20 1
TBPA)

Albumin 3500 13 53

Defenisi Struma

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.20

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial
kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga
mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan
disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi
serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang
besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
Patogenesis Struma

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat


pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan
dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis
mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-
sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel,
dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium
maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih
besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.20

Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang


menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit
Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan
sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma
endemik).

Klasifikasi Struma

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang


disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter
atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat
mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.25,26
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara
dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar,
rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan
27,28
kemampuan bicara. Gambar penderita hipotiroidisme dapat terlihat di
bawah ini.

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat


didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. 29 Keadaan ini dapat timbul spontan
atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid,
sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar
tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun,
nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara
dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar,
tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid
tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.27,28

Berdasarkan Klinisnya

a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke
jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan
(struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme
karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam
darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak
ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.31

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah


diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar
dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan
kelenjar tiroid hiperaktif. 32

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan


peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon
tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan
antibodi tetapi buka n mencegah pembentukyna.32 Apabila gejala gejala
hipertiroidisme bertambah ber at dan mengancam jiwa penderita maka akan
terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual,
muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat
meninggal.20

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non
toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut
sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.31

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka


pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat


ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam
keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama
dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang
dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-<
20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

B. Nodul Tiroid
1. Klasifikasi Nodul tiroid
a. Benigna
1. Follicular adenoma
Lain-lain : Hurtle cell adenoma, teratoma
b. Maligna
Follicular carcinoma, Medullary carcinoma, Papillary carcinoma,
Anaplastic carcinoma
c. Nonepithelial tumors
d. Malignant lymphomas
e. Miscellaneous tumors
f. Secondary tumors
g. Unclassified tumors
h. Tumor-like lession
1. Hiperplastik goiter: graves disease, plummer’s disease
2. Thyroid cystic
3. Solid cell nest
4. Ectopic thyroid tissue
5. Thyroiditis: hashimoto thyroiditis, de Quervain thyroiditis,
subacute limfotitic thyroiditis, Riedel’s thyroiditis (Scopa, 2004;

Kumar, 2007).
Epidemiologi Nodul Tiroid

Nodul tiroid pada umumnya jinak. Prevalensi yang dilaporkan penyakit tiroid
nodular tergantung pada populasi yang diteliti dan metode yang digunakan untuk
mendeteksi nodul. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia dan angka kejadian
tinggi pada wanita dengan faktor resiko defisiensi yodium dan setelah paparan radiasi.
Sejumlah penelitian menunjukkan prevalensi 2-6% terdiagnosis dengan palpasi, 19-
35% dengan USG dan 8-65% dalam data otopsi (Dean, 2008).

Prevalensi gondok nodular meningkat seiring bertambahnya usia dari 2,7%


pada wanita dan 2,0% pada pria menjadi 8,7% pada wanita dan 6,7% pada pria
dengan rentang usia 26-30 tahun. Sedangkan usia 36-40 tahun bisa meningkat menjadi
14,1% wanita dan 12,4% pria. Untuk usia 45-50 tahun bisa mencapai 18,0% pada
wanita dan 14,5% pada pria (Wolters Health, 2013; Reiners, 2004).

Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan tersering.


National Cancer Institute dalam survei yang telah dilakukan melaporkan bahwa dari
100.000 orang ditemukan kasus karsinoma tiroid sebesar 12,9% per tahun baik pria
maupun wanita. Angka kematian yaitu 0,5% dari 100.000 orang per tahun. Insidensi umur
karsinoma tiroid yaitu umur <20 tahun sebesar 1,8%, 20-34 tahun sebesar 15,1%, umur
35-44 tahun sebesar 19,6%, umur 75-84 tahun turun sampai 1,4% dan puncaknya pada
umur 45-54 tahun yaitu 24,2%. Angka kematian tertinggi terletak pada umur 75-84 tahun
yaitu 28,9%. Estimasi kasus baru karsinoma tiroid adalah 62.980 orang pada tahun
2014. Sedangkan estimasi kematian pada tahun 2014 sebesar 1.890 orang (National
Cancer Institute, 2011).

Angka insidensi tahunan kanker tiroid bervariasi di seluruh dunia yaitu dari
0,5-10% per 100.000 populasi. Karsinoma tiroid mempunyai angka prevalensi yang
sama dengan multipel mieloma. Karsinoma tiroid ini merupakan jenis keganasan
jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin.

Diagnosis

Langkah pertama dalam mendiagnosis adalah dengan melakukan anamnesis.


Pada langkah anamnesis awal, kita berusaha mengumpulkan data untuk menentukan
apakah nodul tiroid tersebut toksik atau non toksik. Biasanya nodul tiroid tidak
disertai rasa nyeri kecuali pada kelainan tiroiditis akut/subakut. Sebagian besar
keganasan pada tiroid tidak memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik
yang sangat cepat membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan
nodul tiroid yang besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada
esofagus dan trakea.

Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya,


terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-benjol, berjumlah
tunggal atau ganda, memiliki batas yang tegas atau tidak dan keadaan mobilitas nodul.
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum ada
yang khusus.

Kecuali karsinoma medular, yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker) dalam

serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid


dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. Human Thyroglobulin (HTG) Tera dapat
dipergunakan sebagai penanda tumor terutama pada karsinoma berdiferensiasi baik.
Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk karsinoma tiroid, namun peninggian HTG
setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif.

Setelah dilakukan anamnesis, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan fisik nodul mencakup tujuh kriteria. Nodul diidentifikasi berdasarkan
konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan
nodul rata atau berdungkul-dungkul, berjumlah tunggal atau multipel, memiliki batas
yang tegas atau tidak dan keadaan mobilitas nodul. Secara klinis, nodul tiroid
dicurigai ganas apabila:

a. Usia penderita dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun


b. Ada riwayat radiasi leher pada masa anak-anak
c. Disfagia, sesak nafas, dan perubahan suara
d. Nodul soliter, pertumbuhan cepat dan konsistensi keras
e. Ada pembesaran kelenjar getah bening leher (jugular,
servikal, atau submandibular)
f. Ada tanda-tanda metastasis jauh

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam langkah menegakkan diagnosis klinis meliputi:


1. Pemeriksaan laboratorium
Hormon (TSH) tiroid stimulating hormon harus diperiksa pada pasien
untuk menentukan orang-orang dengan tirotoksikosis atau hipotiroid.
Ketika tingkat TSH normal, aspirasi harus dipertimbangkan. Ketika kadar
hormon rendah, diagnosis hipertiroidisme harus dipertimbangkan. Serum
kalsitonin harus diukur pada pasien dengan riwayat keluarga kanker tiroid
meduler. Tes fungsi tiroid tidak boleh digunakan untuk membedakan
apakah nodul tiroid jinak atau ganas. T4, antibodi peroksidase antitiroid
dan tes tiroglobulin tidak membantu dalam menentukan apakah nodul
tiroid jinak atau ganas, tetapi mungkin membantu dalam diagnosis
penyakit Graves atau tiroiditis Hashimoto.
2. Pemeriksaan radiologi (Rontgen dan USG)

a. Foto rontgen

Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan sinar rontgen ke paru


pada posisi anteroposterior (AP) untuk dapat menilai dan berperan dalam
menentukan luasnya tumor dan ada metastasis atau tidak.

b. Ultrasonography (USG)

Pemeriksaan dilakukan dengan posisi transduser yaitu secara


transversal mulai dari pole bawah digeser ke arah cephalad sampai pole
atas sehingga seluruh tiroid dapat dinilai. Kemudian dapat dilakukan
pemeriksaan dengan posisi transduser longitudinal atau oblik dimulai dari
lateral ke arah medial. Dilakukan pemotretan dengan foto polaroid atau
film multiformat, serta diambil ukuran tiroid dan ukuran tumor yang
nampak.

3. Pemeriksaan sidik tiroid

Dasar pemeriksaan ini adalah pengambilan dan pendistribusian


yodium radioaktif dalam kelenjar tiroid yang dapat dilihat dari
pemeriksaan ini adalah besar, bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta
distribusi dalam kelenjar serta dapat diukur pengambilan yodiumnya
dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam (Clark, 2005).

4. Pemeriksaan FNAB
Penggunaan pemeriksaan sitologi ini sebagai alat bantu diagnostik dapat
digunakan untuk menegakkan diagnostik karsinoma tipe papilar, anaplastik,
medular, tiroiditis dan kebanyakan koloid nodul jinak. Namun demikian FNAB
tidak bisa membedakan adenoma folikular dan karsinoma folikular dan nodul
koloid yang hiperseluler.
5. Pemeriksaan histopatologi

Merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Jaringan diperiksa setelah


dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi. Kemudian di warnai
degangan Hematoksilin Eosin (HE) dan diamati di bawah mikroskop lalu
ditentukan diagnosa berdasarkan gambaran pada peparat.

Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan biopsi patologi anatomi atau disebut juga dengan biopsi


insisional merupakan metode diagnostik pilihan dan merupakan gold standard dalam
menentukan jenis nodul tiroid. Pemeriksaan ini bersifat invasif dengan mengambil
sebagian jaringan untuk kemudian diperiksa menggunakan mikroskop oleh ahli
sitologi. Kelebihan teknik biopsi dibandingkan dengan biopsi aspirasi jarum halus
adalah biopsi insisi dapat memperoleh hasil lebih luas dan memperoleh sampel berupa
jaringan sehingga didapatkan hasil yang lebih sensitif dan spesifik. Kelemahan dari
teknik ini adalah karena memerlukan proses yang lebih rumit dan biaya yang lebih
besar.

Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan adanya gambaran morfologi sel


dan jaringan. Gambaran umum nya menggambarkan tumor jinak. Nilai akurasi
pemeriksaan histopatologi anatomi adalah sensitifitas sebesar 97% dan spesifisitas
sebesar 100% dengan nilai keakuratan sebesar 92-97% seperti terlihat pada table
dibawah ini :
Tabel 2. Nilai ketepatan antara biopsi aspirasi dan histopatologi

Teknik Sensitivitas(%) Spesifisitas(%) Keakuratan(%)

Biopsi aspirasi/ bajah 80-93,5 56-94 79,6-92

Potong beku 60-97 97-100 92-97

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) Kelenjar Tiroid

Biopsi jarum sebagai pendiagnosaan pada nodul tiroid pertama kali


diperkenalkan oleh Martin dan Ellis pada tahun 1930 dengan menggunakan jarum
ukuran 18-gauge. Metode ini awalnya banyak yang menolaknya karena kekhawatiran
akan implan sel-sel ganas pada jarum, hasil yang negatif palsu dan komplikasinya
yang serius. Hingga akhirnya Scandinavian memperkenalkan biopsi aspirasi tiroid
dengan jarum halus pada tahun 1960, dan mulai banyak dipergunakan secara luas
sejak tahun 1980 (Thyroid Disease Manager, 2012).

Pada prinsipnya FNAB bertujuan untuk memperoleh sampel sel-sel nodul tiroid
yang teraspirasi melalui penusukan jarum ke jaringan nodul tiroid. Untuk itu dibutuhkan
jarum steril 23-25G serta semprit. Pertama kelenjar tiroid harus dipalpasi secara hati-hati
dan nodul diidentifikasi dengan baik dan benar. Kemudian, pasien ditempatkan pada
posisi supinasi dengan leher hiperekstensi, untuk mempermudah tempatkan bantal pada
bawah bahu.

Pasien tidak diperbolehkan menelan, bertanya, dan bergerak selama prosedur.


Setelah mengidentifikasi nodul yang akan diaspirasi, kulit tersebut dibersihkan dengan
alkohol. Semprit 10cc dipasangkan ke syringe holder dan dipegang dengan tangan kanan.
Jari pertama dan kedua tangan kiri menekan dan memfiksasi nodul, sehingga dapat
mempertahankan arah tusukan jarum oleh tangan lainnya yang dominan. Tangan kanan
memegang jarum dan semprit tusukkan dengan tenang. Waktu jarum sudah berada dalam
nodul, dibuat tarikan 2-3cc pada semprit agar tercipta tekanan negatif. Jarum ditusukkan
10-15 kali tanpa mengubah arah, selama 5-10 detik. Pada saat jarum akan dicabut dari
nodul, tekanan negatif dihilangkan kembali. Setelah jarum dicabut dari nodul, jarum
dilepas dari sempritnya dan sel-sel yang teraspirasi akan masih berada di dalam lubang
jarum. Kemudian isi lubang ditumpahkan keatas gelas objek. Buat 6 sediaan hapus, 3
sediaan hapus difiksasi basah dan dipulas dengan Papanicoulau. Sediaan lainnya
dikeringkan di udara untuk dipulas dengan May Gruenwald Giemsa/DiffQuick. Kemudian
setelah dilakukan FNAB daerah tusukan harus ditekan kira-kira 5 menit, apabila tidak ada
hal-hal yang dikhawatirkan, daerah leher dibersihkan dan diberi small bandage. FNAB
sangat aman, tidak ada komplikasi yang serius selain tumor seeding, kerusakan saraf,
trauma jaringan, dan cedera vaskular. Mungkin komplikasi yang paling sering terjadi
adalah hematoma, ini disebabkan karena pasien melakukan gerakan menelan atau
berbicara saaat tusukan. Komplikasi lainnya yang perlu diperhatikan adalah vasovagal dan
jarum menusuk trakea.

Pada sekarang ini, pemeriksaan FNAB pada kelenjar tiroid merupakan suatu
test diagnostik yang dapat diandalkan, murah, mudah dilaksanakan, dapat segera
dilakukan pengambilan ulang kembali dan akurat yang dapat dilakukan sebagai
langkah awal dalam mengevaluasi kelainan-kelainan nodular pada kelenjar tiroid
dengan komplikasi yang minimal seperti infeksi dan perdarahan. Pada penelitian dari
American Thyroid Association terbukti hampir 96% nodul tiroid dilakukan FNAB
untuk pendiagnosaan (Thyroid Disease Manager, 2012). FNAB terutama
diindikasikan pada nodul tiroid soliter atau nodul dominan pada multinodul goiter.
Empat sampai tujuh persen orang dewasa memiliki nodul tiroid yang dapat diraba dan
angka ini meningkat dengan Ultrasonography atau pada pemeriksaan otopsi (>60%).

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) merupakan test yang sensitif dan spesifik
untuk diagnosis tumor tiroid dan telah banyak publikasi yang mengkonfirmasi keunggulan
dari FNAB ini. Akan tetapi, walaupun merupakan test yang akurat dan sering tanpa
komplikasi, FNAB juga memiliki keterbatasan yaitu ketidakmampuan FNAB untuk
memberikan diagnosis banding nodul pada hypercellular goitre dan neoplasma folikular
jinak dan ganas. Keterbatasan ini menyebabkan ahli sitologi sering mendiagnosisnya
sebagai suspect (4-24%) dan mengharuskan penderita untuk melakukan lobectomy untuk
diagnosis yang lebih obyektif (Clark, 2005).

Teknik FNAB Tiroid

a. Perlengkapan Aspirasi, Jarum, dan Metode


Ada berbagai variasi jarum yang digunakan pada FNAB tiroid. Biasanya
digunakan jarum dengan ukuran 22-27G, dimana untuk biopsi awal digunakan jarum
ukuran 25-27G. Selain itu ada berbagai variasi syringe yang digunakan, dahulu sering
dipakai syringe yang mirip seperti pistol yang biasa disebut the cameco syringe gun.
Prinsip utama dari FNAB tiroid ialah ketika jarum diinsersi ke tumor
menggunakan palpasi manual atau dengan menggunakan bantuan Ultrasonography
(USG). Ketika divisualisasi dengan USG, tumor dengan massa yang besar dapat
diketahui. Nodul yang kompleks dapat dikenal dengan adanya dinding, elemen yang
padat, dan area yang mengalami kalsifikasi (Baloch et al, 2008).
b. Teknik Biopsi

Belum ada penelitian yang menjelaskan secara pasti tentang keamanan


FNAB, tetapi diperkirakan aman dan insidensi komplikasi yang dijumpai juga
sedikit. Jumlah area yang dibiopsi berbeda-beda, tidak dapat ditentukan secara
spesifik untuk setiap kasus. Biasanya dilakukan 2 sampai 5 area berbeda untuk
mendapatkan sampel yang adekuat (Clark, 2010).

Klasifikasi hasil pemeriksaan FNAB :

Tabel 1. Klasifikasi diagnosis Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

Kategori Sitologi

FNAB

Kategori 1 Bahan tidak cukup

(Insufficient material)

Kategori 2 Jinak (nodul goiter)

( Benign (nodular goitre)

Kategori 3 Curiga suatu neoplasma

(Suspicious of neoplasm (Folikular))

Kategori 4 Curiga keganasan (papilari/medular/anaplastik)

(Suspicious of malignancy (Papilar/medullary/anaplastik))

Kategori 5 Positif ganas

(Definite malignancy)

1. Non Diagnostik
Kategori non diagnostik dilaporkan mencapai 10-30% kasus
bagaimanapun angka non diagnostik lebih besar dari 20% yang akan
mendapatkan evaluasi pasien dengan kriteria tersebut. Serta usaha dan proses,
sebagaimana kriteria diagnostik yang ada, untuk mengoptimalkan sistem.

2. Benigna
Kategori FNAB benigna tiroid mencapai perkiraan 70% dari semua
kasus FNAB tiroid. Nodul yang dominan adalah nodul adenoma atau nodul
koloid. Karena angka negatif palsu untuk kategori ini rendah (<3%),
sebagaian pasien diterapi tanpa intervensi operasi.

3. Curiga Neoplasma (folikular)


FNAB pada kategori ini adalah seluler dan predominan mikrofolikular.
Kategori ini bisa mencapai predominan dari Hurthel cells. Resiko menjadi
maligna adalah 15-30%. Konsekuensinya adalah sebagian besar pasien akan
dioperasi dengan lubektomi. Histologi preparat akan bervariasi tetapi akan
menunjukkan folikular adenoma, adenomatous hyperplasia, sebagian kecil
Papillary Thyroid Carcinoma (PTC) dan follicular carcinoma.

4. Curiga Maligna
Kategori curiga keganasan berisi tumor yang heterogen/ bervariasi,
dimana resiko menjadi maligna 60-70%. Karena resiko akan meningkat
mengarah ke maligna maka hampir semua pasien dilakukan eksisi bedah, bisa
lubektomi atau tiroidektomi.

5. Maligna
FNAB tiroid yang sudah kategori maligna mencapai 5-10% dari
semua kasus, dan sebagian besar adalah karsinoma tiroid papilar. karena
positif palsu sangat rendah (1-3%) dari kategori maligna, maka pasien dengan
kategori ini biasa nya diterapi dengan operasi tiroidektomi (Clark, 2010).

Akurasi Diagnosa FNAB

Sensitivitas dan spesifisitas FNAB masing-masing sebesar 90% dan 80%. Nilai duga
negatif dan positif masing-masing sebesar 97% dan 40%. Gharib dkk melaporkan bahwa
FNAB mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas 92%. Angka negatif palsu kurang
dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%. Tjahjono melaporkan mendapati nilai
sensitivitas sebesar 85,89%, spesifisitas 89,69%, dan akurasi 87,3% (Subekti dkk, 2009). Hal
ini membuktikan FNAB cukup handal digunakan sebagai alat diagnostik preoperatif.
Penatalaksanaan
Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang berat kecuali jenis
anaplastik yang cepat membesar dalam hitungan minggu. Sebagian kecil pasien khususnya dengan
nodul yang besar mengeluhkan penekanan pada esofagus dan trakea. Biasanya nodul tiroid
tidak nyeri kecuali adanya perdarahan dalam nodul atau kelainan tiroiditis akut/subakut. Salah
satu keluhan pada keganasan tiroid adalah suara serak (Subekti dkk, 2009). Saat ini telah
ditemukan beberapa metode terapi yang tepat dalam penatalaksanaan karsinoma tiroid, yaitu :

1. Terapi pembedahan (Operatif)

Bila diagnosis kemungkinan telah ditegakkan dan operabel,


operasi yang dilakukan adalah lobektomi sisi yang patologik atau
lobektomi subtotal dengan risiko bila ganas kemungkinan ada sel-sel
karsinoma yang tertinggal. Pembedahan umumnya berupa tiroidektomi
total. Enukleasi nodulnya saja adalah berbahaya karena bila ternyata
nodul tersebut ganas, telah terjadi penyebaran (implantasi) sel-sel tumor
dan operasi ulang untuk tiroidektomi secara teknis akan menjadi lebih
sukar.

2.Terapi radiasi
Apabila keadaan tumor sudah inoperabel atau pasien menolak operasi
lagi untuk lobus kontralateral, maka dapat dilakukan :
a. Radiasi interna dengan Iodine 131
b. Radiasi eksterna

Lakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut


suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas
apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel.
Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan
pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking
dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut
operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
- Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
- Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
- Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan
radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna
dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin
didapat yaitu :
a. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell” dilakukan
tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
b. Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6
bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan
observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya
dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
Bagan 1. Penatalaksanaan Nodul Tiroid
Bagan 2 Penatalaksanaan Alternatif Nodul Tiroid
Penatalaksanaan alternatif dipilih, apabila pusat pelayana kesehatan tidak memiliki
fasilitas pemeriksaan potong beku. Urutan dari pemeriksaan blok paraffin hingga ebawah
dapat diikuti sebagai alternatif.

 Penatalaksanaan Karsinoma Tiroid Dengan Metastasis Regional.


 Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau inoperabel.
Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksterna atau
dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 50-60mg/m2 luas
permukaan tubuh ( LPT ).
 Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening
terhadap jaringan sekitar.
 Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan “ Functional RND”
 Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar.
 Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n.Ascesorius
dilakukan TT + RND modifikasi 1.
 Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND
modifikasi 2.

Bagan 3.
Penatalaksanaan Karsinoma Tiroid dengan Metastasis Regional

 Penatalaksanaan Karsinoma Tiroid Dengan Metasasis Jauh


 Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau
buruk.
 Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin.
 Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131 kemudian
dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi
supresi / subtitusi.
 Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid
normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio
jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan
jaringan radioaktif .
 Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin.
 Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.
Bagan 4.
Penatalaksanaan Karsinoma Tiroid dengan Metastasis Jauh

Prognosis

Prognosis dari karsinoma tiroid tergantung jenis keganasan. Khusus untuk karsinoma
tiroid berdifferensiasi baik dapat digunakan skor AMES (Age, Metastasis, Ekstension, Size),
AGES (Age, Grades, Ekstension, Size), atau MACIS (Metastases, Age, Complete excision,
Invasion, Size) (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005). Secara umum, prognosis lebih baik pada
pasien-pasien yang lebih muda dibanding dengan pasien-pasien usia diatas 40 tahun. Pasien-
pasien dengan karsinoma papilar yang disertai tumor primer memiliki prognosis sangat baik,
hanya 1 dari setiap 100 pasien akan mati disebabkan karsinoma tiroid. Prognosis menjadi
tidak baik pada pasien di atas usia 40 tahun, atau pasien dengan diameter tumor lebih dari 4
cm.

Anda mungkin juga menyukai