PENDAHULUAN
A. Latar belatakang
Pelayanan kesehatan pada saat ini harus terus di tingkatkan oleh setiap penyedia
pelayanan kesehatan baik klinik, puskesmas, ataupun rumah sakit sebagai pusat pelayanan
kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kepada klien.
Terkhususnya rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan harus terus
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari berbagai aspek seperti sarana dan prasarana,
dan tenaga kerja yang dimiliki. Menurut penelitian tjahjono kuncoro (2007) rumah sakit
harus mampu menunjuka akuntabilitasnya dengan penilaian kerjanya yagn mengarah pada
perbaikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu menurut data profil kesehatan di nusa
tenggara timur pelayanan terkhususnya rumah sakit semakin meningkat dimana dapat dilahat
meningkatnya kebutuhan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, jumlah rumah sakit (umum dan
khusus) dari tahun 2013 - 2015 mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 rumah sakit umum
sebanyak 45 buah dan rumah sakit khusus 5 buah dimana pada tahun 2013 meiliki tempat tidur
sebanyak 2.505, 2014 sebanyak 2.063 , dan terakhir 2015 sebanyak 2.647. Profil pelayanan kesehatan
di NTT (2015)
Tenaga kesehatan di dalam rumah sakit harus terdiri dari dokter, apoteker, ahli gizi,
dan perawat sebagaimana yang sudah di atur dalam peraturan mentri kesehatan tahun 2014
dimana standar bagi rumah sakit pada kelas paling rendah ya itu kelas D setidaknya harus
memiliki tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, dan
tenaga nonkesehatan. Peraturna kemenkes no 56 tahun 2014.
Dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari peran perawat, karena
Perawat merupakan sumber daya manusia yang ikut mewarnai pelayanan kesehatan di rumah
sakit, selain jumlahnya yang dominan, juga merupakan profesi yang memberikan pelayanan
yang konstan dan terus menerus selama 24 jam kepada pasien setiap hari. Dimana renggo
purnomo (2013) mengungkapkan bahwa berperan dalam proses interpersonal yang berupaya
untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkontrbusi pada fungsi yang terintegrasi
dan juga perawat adalah memberi peertolonagan ke pada orang sakit sesuai dengan ketidak
mampuanya merawat diri dan memberi pengobatan atas petunjuk dokter dengan maksud
menyembuhkan atau sekurang kurangnya mengurangi penderitaan. Selain itu perawat juga sebagai
bentuk advokasi menurut etty (2013) Perawat diharapkan dapat mengoptimalkan perannya
sebagai advokat yaitu dengan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien, menjadi
penghubung antara pasien dan tim kesehatan lain, membela hak-hak pasien dan melindungi
pasien dari tindakan yang merugikan. Oleh karena itu pelayanan keperawatan memberi
konstribusi dalam menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Sehingga setiap upaya
untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit harus juga disertai upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan salah satunya dengan peningkatan kinerja
perawat.
Untuk meningkatkan mutu peran perawat, perawat harus memiliki kompetensi yang
dibuktikan dengan kepemilikan seperti (surat tanda registrasi) STR, pengalaman kerja yang
cukup, memiliki riwayat kesehatan sesuai standar dimana hal ini sudah diatur pada kemenkes
nomor 17 tahun 2013 pada pasal 3 bahwa perawat harus menempuh jenjang pendidikan
perawat seminimal mungkin DII keperawatan, harus memiliki Surat Ijin praktik perawat
(SIPP) dan dan surat ijin kerja perawat (SIKP) hal ini bertujuan untuk menjadi standar atau
tanda bukti seorang perawat memiliki kopetensi yang cukup.
Sementara menurut Winardi (2009) Kompetensi terbentuk adanya keselarasan antara
kemampuan mental dan ketrampilan fisikal. Sehingga tidak jarang dijumpai ada karyawan
yang sangat termotivasi, namun tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan yang
diperlukan, tidak bisa bekerja dengan baik. Dengan demikian, orang yang unggul dalam
melaksanakan tugas menunjukkan kompetensi pada skala yang tinggi. Sementara orang yang
unggul dalam melaksanakan tugas pada dasarnya adalah orang yang memiliki kinerja yang
baik.
Setelah memiliki kompetensi yang cukup. Perawat harus memperhatikan keadaan
psikologinya agar mencapai kepuasan kerja dan jobs performans yang berkualitas sehingga
perawat merasa sejahtera dalam menjalankan tugasnya. Dari hasil penelitian Syaiin (2008)
kepuasan terhadap gaji (insentif) dan pengawasan (supervisi) berpengaruh terhadap kinerja
perawat dan sebagaimana telah dijelaskan bahwa gaji/insentif dan pengawasan merupakan
bagian dari hygiene faktor dari kepuasan. Untuk itu, disarankan agar Rumah Sakit perlu
memperhatikan masalah kepuasan kerja perawat kalau mau meningkatkan kinerja perawat
terutama yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar perawat selama ia bertugas
karena hampir sebagian besar belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya selama
menjalankan pelayanan (81.25%) dan yang perlu diperhatikan lagi adalah berkaitan dengan
kompetensinya karena sebagaian besar merasa belum diimbangi dengan peningkatan
kompetensi (68.75%).Karena itu, Rumah Sakit perlu memberi kesempatan kepada perawat
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan secara intensif.
Individu yang bekerja, banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan aktivitas
yang berhubungan dengan pekerjaannya (Harter, Schmidt, & Keyes, 2003). Psychological
well-being individu yang bekerja dipengaruhi oleh kesejahteraan yang didapatkan dari tempat
kerjanya. Ryff (1989), mendefinisikan psychological well-being yaitu kondisi dimana
individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat
keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur
lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat
hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Psychological well-being (Keyes, Hysom, & Lupo, dalam Rasulzada, 2007) merujuk pada
persepsi karyawan terhadap kualitas kehidupan, membangun hubungan sosial dan psikologis
mereka. Berdasarkan beberapa pendapat, dapat disimpulkan psychological well-being adalah
kemampuan individu mengoptimalkan fungsi psikologisnya dan kondisi tercapainya
kebahagiaan tanpa adanya gangguan psikologis.
Masalah :
Dari latar belakang peneliti tertarik ingin mengetahui apakah ada hubungan antara
kompetensi yang dimiliki perawat dengan keadaan psikologisnya.
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
korelasi.
Populasi dan sampel
Dalam penelitian ini partisipan penelitian menggunakan teknik purposive sampling (Sugiyono, 2013).
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung:
Alfabeta; 2013.
Partisipan tidak diambil secara acak tetapi sesuai dengan kriteria penelitian. Kriteria yang digunakan :
- Perawat di RSJ Sumba Tengah
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kuisioner, wawancara dan observasi (Sastroasmoro, 2011). Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
Analisa Data
Analisa data yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis Univariat bertujuan untuk
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi yang disajikan dalam bentuk frekuensi jumlah dan presentase (Notoatmodjo, 2010).
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. Data yang disajikan
meliputi tingkat depresi dan tingkat kemampuan dalam perawatan diri. Selanjutnya, analisis bivariat
digunakan untuk menyatakan analisis terhadap dua variabel yaitu satu variabel independent dan satu
variabel dependent (Sastroasmoro, 2011). Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto; 2011. Analisa ini dilakukan untuk mengukur
hubungan kompetensi perawat dengan psikologis well being dengan menggunakan SPSS dengan uji
pearson dengan tingkat kemaknaan sig (α= 0,05) bila hasil yang diperoleh sig (α= < 0,05 maka Ho
diterima berarti ada hubungan kompetensi perawat dengan psikologis well being kemudian jika (α= >
0,05 maka Ho ditolak berarti tidak ada hubungan kompetensi perawat dengan psikologis well being