Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN STANDAR PRAKTEK BIDAN DENGAN HUKUM DAN UNDANG-UNDANG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak
adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mend
ampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sa
ngat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat,
membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu da
pat merawat bayinya dengan baik.
Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang
berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang d
iperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika mo
ral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada dal
am posisi yang lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut peran advokasi.
Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerj
a berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar p
raktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya.
(Untukmu.blogspot.com : makalah profesi kebidanan)
Negara hukum (rechtstaat), mengandung sekurang-kurangnya 2 (dua) makna, yang per
tama adalah pengaturan mengenai batasan-batasan peranan negara atau pemerintahan
dalam mencampuri kehidupan dan pergaulan masyarakat, sedangkan yang ke-dua adal
ah jaminan-jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil atau hak-hak pribadi (individu
al rights), hak-hak politik (political rights), maupun hak-hak sebagai sebuah ke
lompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi yang melekat secara alamiah pada se
tiap insan, baik secara pribadi atau kelompok.
Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang sedang melaks
anakan pembangunan di segala bidang. Hal ini disebabkan adanya suatu tujuan nasi
onal yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pa
ncasila dan Undang - Undang Dasar 1945. Indonesia termasuk dalam kategori negara
berkembang dengan pendapatan perkapita yang masih rendah, sehingga kebanyakan p
enduduknya hidup secara sederhana.
Kecenderungan universal di negara berkembang bahwa pada kondisi awal pertumbuhan
negara tersebut, dimensi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik menduduki
posisi sentral dalam pembangunan nasional. Namun pada tahap pembangunan selanjut
nya, dimensi-dimensi pembangunan lain akan merupakan bagian integral dari realit
as pembangunan yang bersifat multidimensional.
Dalam era pembangunan dewasa ini, peran masyarakat di bidang kesehatan sangat pe
nting dalam menunjang pembangunan yang diharapkan. Hal tersebut perlu disadari b
ahwa pembangunan nasional- membutuhkan tenaga masyarakat yang sehat dan kuat. Se
lain faktor tersebut, dalam rangka mneningkatkan derajat kesehatan yang optimal,
maka diperlukan tenaga kesehatan yang professional.
(www.lawskripsi.com : Pelanggaran Profesi Bidan)
1.2 Tujuan
Tujuan khusus dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian bidan
2. Pengertian hukum
3. Pengertian undang-undang
4. Hukum kesehatan
5. Kaitan standar profesi kebidanan dengan hukum dan undang-undang

BAB II
HUBUNGAN STANDAR PROFESI KEBIDANAN DENGAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
2.1. Pengertian Bidan
Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti “with woman”(bersama wanita, mid
= together, wife = a woman. Dalam bahasa Perancis, sage femme (Bidan) berarti “ wa
nita bijaksana”,sedangkan dalam bahasa latin, cum-mater (Bidan) bearti ”berkaitan de
ngan wanita”.
Bidan adalah ” a health worker who may or may not formally trained and is a physic
ian, that delivers babies and provides associated maternal care” (seorang petugas
kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan bukan seorang dokter, ya
ng membantu pelahiran bayi serta memberi perawatan maternal terkait).
(Menurut Churchill)
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, yang terakredit
asi, memenuhi kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mend
apat lisensi untuk praktek kebidanan. Yang diakui sebagai seorang profesional ya
ng bertanggungjawab, bermitra dengan perempuan dalam memberikan dukungan, asuhan
dan nasehat yang diperlukan selama kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilita
si kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi
baru lahir dan anak.
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lu
lus ujian sesuai persyaratan yang berlaku.
(KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1)
Bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program pendidikan
kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis, dimana ia ditempatkan da
n telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan prak
tek kebidanan.
(Menurut WHO)
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui ole
h negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk melaksanakan praktek
kebidanan di negara itu.
(INTERNATIONAL CONFEDERATION of MIDWIFE)
2.2. Pengertian Hukum
Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hukum
a. Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut k
esusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta seb
agai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
b. Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan un
tuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus mem
atuhinya.
c. Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaks
a dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lem
baga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
d. Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan peraturan-p
eraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan
tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
e. Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang be
nar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yan
g dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis y
ang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan de
ngan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.
2.3. Pengertian Undang-Undang
Undang-undang dalam politik dan perundangan, merupakan satu sistem peraturan ata
u norma yang cuba diikuti oleh ahli-ahli masyarakat. Biasanya ini adalah peratur
an sesuatu negara. Jika peraturan-peraturan ini dilanggar, orang yang melanggar
peraturan tersebut mungkin dihukum atau didenda oleh mahkamah. Peraturan ini bia
sanya dibuat oleh pemerintah negara tersebut supaya rakyatnya boleh hidup, beker
ja dan bersosial antara satu sama lain. Kadangkala, undang-undang juga dibuat ol
eh sekumpulan orang yang berfikiran sama.
2.4. Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan meliputi semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan
pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum pidana, dan hukum
pedoman internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu dan literatur, menjadi sumber hukum k
esehatan.
Hukum kesehatan meliputi :
a. Hukum kedokteran
b. Hukum keperawatan
c. Hukum kebidanan
d. Hukum fsrmasi
e. Hukum rumah sakit
f. Dsb
2.5. Hubungan Standar Praktik Kebidanan Dengan Hukum Dan Undang-Undang
Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi.
Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam PERMENKES RI No. HK. 02.
02/MENKES/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.
2.5.1. Lingkup Praktek Kebidanan
Lingkup prakek kebidanan yang digunakan meliputi asuhan mandiri/ otonomi pada an
ak-anak perem, remaja putri dan wanita desa sebelum, selama kehamilan dan selanj
utnya. Hal ini berarti bidan membeirkan pengawasan yang diperlukan asuhan serta
nasehat bagi wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas.
2.5.2. Standar Praktek Kebidanan
Standar I : Metode asuhan
Metode asuhan meliputi : pengumpulan data, penentuan diagnosa perencanan pelaksa
naan, evaluasi dan dokumentasi.
Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan kli
en.
Standar VI : Partisipasi Klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/ partisipasi klien dan keluarga dal
am rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Standar VII : Pengawasan
Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujua
n untuk mengetahui perkembangan klien.
Standar VII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan keb
idanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang tidak dirumuskan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebid
anan yang diberikan.
(www.blogspot.com : rahma wardah)
2.5.3. Landasan hukum dalam praktik bidan :
Adapun keterkaitan antara standar praktik kebidanan dengan hukum dan undang-unda
ng bagi bidan dalam melaksanakan praktik, tugas ataupun pelayanannya yaitu :
Landasan hukum dalam praktik bidan :
• UU RI No 23 thn. 1992 tentang kesehatan
Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang D
asar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban diunia yang berdasarkan kemerdekaan, pe
rdamaian abadi, dan keadilan social.
Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa tersebut diselenggarakan pembangunan nasi
onal di semua bidang kehidupan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangka
ian pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah. Pemabangunan kesehatan se
bagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran
, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewuj
udkan derajat kesehatan yang optimal.
Pembangunan kesehatan pada dasarkan menyangkut semua segi kehidupan, baik fisik
mental maupun social ekonomi, Dalam perkemnbangan pembangunan kesehatan selama i
ni, telah terjadi perubahan orientasi, baik tata nilai maupun pemikiran terutama
mengenai upaya pemecahan masalah dibidang kesehatan yang dipengaruhi oleh polit
ik , ekonomi social budaya, pertahanan dan keamanan serta ilmu pengetahuan dan t
eknologi. Perubahan orientasi tersebut akan mempengaruhi proses penyelenggaraan
pembangunan kesehatan. Di samping hal tersebut dalam pelaksanaan pembangunan kes
ehatan perlu memperhatikan jumlah penduduk Indonesia yang besar, terdiri dari be
rbagai suku dan adapt istiadat, menghuni ribuan pulau yang terpencar-pencar deng
an tingkat pendidikan dan social yang beragam.
Penyelenggaraan Pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan sumber dayany
a, harus dilakkan secara terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil yang o
ptimal. Upaya kesehatan yangsemula dititkberatkan pada upaya penyembuhan penderi
ta secara berangsur-angsur berkembang kearah keterpaduan upaya kesehatan yang me
nyeluruh.
Oleh karena itu, pembangunan kesehatan yang menyangkut upaya peningkatan kesehat
an (promotif) pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), d
an pemulihan kesehatan (rehabilitatif) harus dilaksanakan secara menyeluruh, ter
padu dan berkesinambungan, dan dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan masyar
akat.
Peran serta aktif masyarakat termasuk swasta perlu diarahkan, dibina dan dikemba
ngkan sehinhgga dapat melakukan fungsi dan tanggung jawab sosialnya sebagai mitr
a pemerintah. Peran pemerintah lebih dititik beratkan pada pembinaa, pengaturan,
dan pengawasan untuk terciptanya pemerataan pelayanan kesehatan dan tercapainya
kondisi yang serasi dan seimbang antara upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan masyarakat termasuk swasta.
Kewajiban untuk melakukan pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi se
luruh lapisan masyarakat, tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Keberhasilan pembangunan diberbagai bidang dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tek
nologi telah meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat dan kesadaran akan hidu
p sehat.
Hal ini mempengaruhi meningkatnya kebutuhan pelayanan dan pemerataan yang mencak
up tenaga, sarana, dan prasarana baik jumlah maupun mutu. Karena itu dperlukan p
engaturan untuk melindungi pemberi da penerima jasa pelayanan kesehatan.
Dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahka
n dan memberi dasar bagi pembangunan kesehatan diperlukan perangkat hukum keseha
tan yang dinamis. Bagi pemberi jasa pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman ha
sil produksi rumah tangga yang masih dalam pembinaan Pemerintah, pelaksanaan huk
um diberlakukan secara bertahap. Perangkat hukum tesebut hendaknya dapat menjang
kau perkembangan yang makin komplek yang akan terjadi dalam kurun waktu mendatan
g. Untuk itu perlu penyempurnaan dan pengintegrasian perangkat hukum yang sudah
ada.
Dalam Undang-undang ini diatur tentang :
1. Asas dan tujuan yang menjadi landasan dan pemberi arah pembangunan keseh
atan yang dilaksanakan melalui upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kem
auan, dan kemampuan hidup sehat bagi orang sehingga terwujud derajat kesehatan m
asyarakat yang optimal tanpa membedakan status sosialnya;
2. Hak dan kewajiban setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang o
ptimal serta wajib untuk ikut serta di dalam memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan;
3. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah pada dasarnya adalah mengatur , memb
ina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan serta menggerakkan peran sert
a masyarakat;
4. Upaya kesehatan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinamb
ungan melalui pendekatan peningkaan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit, dan pemulihan kesehatan;
5. Sumber daya kesehatan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan,
harus tetap melaksanakan fungsi dan tanggung jawab sosialnya dengan pengertian
bahwa sarana pelayanan kesehatan harus tetap memperhatkan golongan masyarakat ya
ng kurang mampu dan tidak semata-mata mencari keuntungan;
6. Ketentuan pidana untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan ke
sehatan bila terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini.
Undang-undang ini hanya mengatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang ber
sifat teknis dan operasional diatur dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan pel
aksanaannya.
• PP No. 32 thn. 1996, tentang tenaga kesehatan
BAB V
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagian Kesatu
Standar Profesi
Pasal 21
1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mema
tuhi standar profesi tenaga kesehatan.
2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) dit
etapkan oleh Menteri.
Pasal22
1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan: tugas. profesin
ya berkewajiban untuk:
a. menghormati hak pasien;
b. menjaga kerahasian identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang aka
n dilakukan
d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. membuat dan memelihara rekam medis.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) diatur lebih l
anjut oleh Menteri.
Pasal23
1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang dib
erikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 mengakibatkan t
erganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesalahan atau ke
lalaian.
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (I) dilaksanakan sesuai dengan pera
turan perundang-undangan yang berlaku.
• KepMenKes No.900 tahun 2002, tentang registrasi dan praktik bidan
BAB V
PRAKTIK BIDAN
Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang mel
iputi :
a. pelayanan kebidanan;
b. pelayanan keluarga berencana;
c. pelayanan kesehatan masyarakat.
Pasal 15
1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujuka
n kepada ibu dan anak.
2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehami
lan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval).
3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, mas
a bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.
Pasal 16
1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :
a. penyuluhan dan konseling;
b. pemeriksaan fisik;
c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abort
us iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan
;
e. pertolongan persalinan normal;
f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus ma
cet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan
post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post te
rm dan pre term;
g. pelayanan ibu nifas normal;
h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan d
an infeksi ringan;
i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputiha
n, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi :
a. pemeriksaan bayi baru lahir;
b. perawatan tali pusat;
c. perawatan bayi;
d. resusitasi pada bayi baru lahir;
e. pemantauan tumbuh kembang anak;
f. pemberian imunisasi;
g. pemberian penyuluhan.
Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan
dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak ses
uai dengan kemampuannya.
Pasal 18
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal16 berwenang un
tuk :
a. memberikan imunisasi;
b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas;
c. mengeluarkan placenta secara manual;
d. bimbingan senam hamil;
e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi;
f. episiotomi;
g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm;
i. pemberian infus;
j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;
k. kompresi bimanual;
l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya;
m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
n. pengendalian anemi;
o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu;
p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
q. penanganan hipotermi;
r. pemberian minum dengan sonde /pipet;
s. pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai de
ngan Formulir VI terlampir;
t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
Pasal 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam p
asal 14 huruf b, berwenang untuk :
a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi
dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom;
b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi;
c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim;
d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit;
e. memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan k
esehatan masyarakat.
Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 huruf c, berwenang untuk :
a. pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak;
b. memantau tumbuh kembang anak;
c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
d. melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan
memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika P
sikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 21
1) Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan sela
in kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamata
n jiwa.
Pasal 22
Bidan dalam menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang melip
uti tempat dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan kelengk
apan administrasi.
Pasal 23
1) Bidan dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya harus memi
liki peralatan dan kelengkapan administratif sebagaimana tercantum dalam Lampira
n I Keputusan ini.
2) Obat-obatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktik sebagaimana ter
cantum dalam Lampiran II Keputusan ini.
Pasal 24
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningka
tkan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarg
a berencana.
Pasal 25
1) Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dibe
rikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan be
rdasarkan standar profesi.
2) Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam mela
ksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus :
a. menghormati hak pasien;
b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlak
u;
d. memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan;
e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
f. melakukan catatan medik (medical record) dengan baik.
Pasal 26
Petunjuk pelaksanaan praktik bidan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Kepu
tusan ini.
• Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 6 thn 2004 tentang tunjangan jabat
an fungsional bidan
Dari sudut hukum, profesi bidan dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan huk
um perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi.
Proses regulasi sebelum bidan melakukan kegiatan praktek pelayanan (entry to mar
ket) terdapat pada keputusan Presiden no.77 tahun 2000 tentang pengangkatan bida
n sebagai pegawai tidak tetap (PTT), yakni keharusan memiliki izin bagi bidan ya
ng akan melaksanakan praktek setelah selesai masa bakti. Demikian pula Keputusan
Menteri Kesehatan No. 900 tahun 2002 tentang registrasi dan praktek bidan mewaj
ibkan bidan yang akan melaksanakan praktek memiliki surat izin praktek bidan (SI
PB), pasal 22 KepMenkes No. 900 tahun 2002, bidan yang akan melaksanakan pelayan
an praktek harus memiliki ruangan praktek, tempat tidur, peralatan dan obat-obat
an dan kelengkapan administratip sesuai dengan standar-standar.
Regulasi yang dilakukan pada saat bidan sudah melaksanakan praktek pelayanan (Qu
ality and safety), terdapat dalam Kep Menkes No.900 tahun 2002, bidan dalam menj
alankan praktek harus sesuai dengan yang menjadi kewenangannya, yaitu memberikan
pelayanan kebidanan ibu dan anak, keluarga berencana dan pelayanan kesehatan ma
syarakat, dan dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut sudah diatur masalah pe
mbinaan dan pengawasan bidan yang melaksanakan praktek dilakukan oleh pihak peme
rintah yaitu Dinas Kesehatan dan Organisasi profesi Ikatan Bidan .
Peraturan Undang-Undang No. 23 tentang kesehatan tahun 1992, bahwa penggunaan da
n penyebaran tenaga kesehatan dalam rangka pemerataan, menjadi tanggng jawab pem
erintah3. Regulasi penetapan tarif (price), dari jasa layanan bidan praktek, dap
at mengacu kepada Surat Keputusan Dirjen Binkesmas No.664 tahun 1987, mengatur t
arif jasa pelayanan dan komponen biaya, sedangkan rincian besaran tarif setiap k
omponen disusun dan diajukan oleh Pemerintah Daerah setempat untuk persetujuanny
a.
Regulasi yang menyangkut layanan Informasi Publik (Publik Information and Advert
ising), terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan no.900 tahun 2002 mengatur se
tiap tindakan yang dilakukan bidan, terlebih dahulu bidan harus memberikan infor
masi mengenai manfaat, kemungkinan resiko yang akan timbul, alternatif tindakan
lain yang bisa dilakukan dan meminta persetujuan dari pasien atau keluarganya se
cara tertulis1. Surat Keputusan Dirjen Binkesmas no.66 tahun 1987, mewajibkan pe
ngelolaan sarana pelayanan kesehatan untuk melakukan pencatatan dan pelaporan. K
eputusan Menteri Kesehatan No. 572 tahun 1966, mengatur papan nama praktek bidan
harus memuat, nama bidan, Nomor Surat Izin Praktek Bidan (SIPB), dan waktu prak
tek. Dalam ruangan praktik harus mencantumkan Surat Izin Praktek Bidan (SIPB), d
an apabila bidan menutup prakteknya selama 7 (tujuh) hari berturut-turut harus m
engumumkan secara tertulis di tempat prakteknya.
(Neni Haryani : 2002)
Pemerintah dalam mengatur jalannya pemerintahan tidak terlepas dengan instansi-i
nstansi yang dapat membantu untuk melancarkan pembangunan, antara lain dengan me
mbentuk Kementerian Kesehatan (KEMENKES) dalam bidang kesehatan. Selain membentu
k Kemenkes, pemerintah juga membuat kelompok-kelompok profesi. Hal ini dilakukan
mengontrol terhadap pembangunan di bidang kesehatan, sehingga bisa mempertegas
peranan pemerintah dalam mengusahakan perkembangan kesehatan yang lebih baik. Pe
merintah juga mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan kesehatan, yaitu UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tindakan, kewenangan, sanksi, maupun pertanggungj
awaban tarhadap kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
sebagai subyek peraturan tersebut.
Menurut Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang dimaksud
dengan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakuka
n upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 50 UU Kesehatan adalah bertugas menyelenggara
kan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kew
enangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Sedangkan mengenai ketentuan mengena
i kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Tenaga medis;
b. Tenaga keperawatan dan bidan;
c. Tenaga kefarmasian;
d. Tenaga kesehatan masyarakat;
e. Tenaga gizi;
f. Tenaga keterapian fisik; dan
g. Tenaga keteknisian medis.
Dalam rangka penempatan terhadap jenis tenaga kesehatan tertentu ditetapkan kebi
jaksanaan melalui pelaksanaan masa bakti terutama bagi tenaga kesehatan yang san
gat potensial di dalam kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan. Disamping itu
tenaga kesehatan tertentu yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan
kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya
, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibarnya. Kompetensi dan kewenangan t
ersebut menunjukan kemampuan professional yang baku dan merupakan standar profes
i untuk tenaga kesehatan tersebut.
Dari sejumlah tenaga medis tersebut, bidan merupakan salah satu unsur tenaga med
is yang berperan dalam mengurangi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan, b
aik dalam proses persalinan maupun dalam memberikan penyuluhan atau panduan bagi
ibu hamil. Melihat besarnya peranan bidan tersebut, maka haruslah ada pembatasa
n yang jelas mengenai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan b
idan tersebut. Maka, dibuatlah Kode Etik bidan, dimana kode etik tersebut merupa
kan suatu pernyataan kemprehensif dan profesi yang memberikan tuntutan bagi angg
ota untuk melaksanakan praktek profesinya, baik yang berhubungan dengan klien se
bagai individu, keluarga, masyarakat, maupun terhadap teman sejawat, profesi dan
diri sendiri, sebagai kontrol kualitas dalam praktek kebidanan.
Untuk melengkapi peraturan yang ada, maka dibuatlah sebuah kode etik yang dibuat
oleh kelompok-kelompok profesi yang ada di bidang kesehatan, dengan ketentuan p
okok bahwa peraturan yang dibuat tersebut tidak bertentangan dengan peraturan ya
ng ada di atasnya. Contoh kode etik profesi adalah kelompok dokter yang mempunya
i kode etik kedokteran, dan untuk kelompok bidan mempunyai kode etik kebidanan.
Dalam kode etik tersebut terdapat pengenaan sanksi apabila ada pelanggaran yang
berupa sanksi administratif, seperti penurunan pangkat, pencabutan izin atau pen
undaan gaji.
Proses implementasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai tindakan-tindakan baik da
ri institusi pemerintah maupun swasta atau kelompok masyarakat yang diarahkan ol
eh keinginan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan. Se
dangkan implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu p
rogram dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus perhatian inplementasi kebijaka
n mencakup kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah diberlaku
kannya kebijakan negara, baik usaha untuk mengadministrasikannya maupun akibat/d
ampak nyata pada masyarakat. Kebijakan ditransformasikan secara terus menerus me
lalui tindakan-tindakan implementasi sehingga secara simultan mengubah sumber-su
mber dan tujuan-tujuan yang pada akhirnya fase implementasi akan berpengaruh pad
a hasil akhir kebijakan.
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan ke
pada masyarakat, seorang bidan harus melakukan tindakan dalam praktek kebidanan
secara etis, serta harus memiliki etika kebidanan yang sesuai dengan nilai-nilai
keyakinan filosofi profesi dan masyarakat. Selain itu bidan juga berperan dalam
memberikan persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mem
punyai pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman
dan bersih.
(PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PERMENKES NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002 BAG
I BIDAN DALAM MENJALANKAN PROFESINYA DI KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDU
L)
Dalam melakukan praktek kebidanan, seorang bidan juga berpedoman pada PERMENKES
RI NOMOR HK. 02.02/MENKES/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bida
n.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang tel
ah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyele
nggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3. Surat Izin Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti te
rtulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjala
nkan praktik kebidanan.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam me
njalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi dan standar o
perasional prosedur.
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertu
lis yang diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang memiliki sertifi
kat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat di
peroleh tanpa resep dokter.
7. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang
dapat diperoleh tanpa resep dokter.
8. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
1. Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan
2. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) me
liputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik ma
ndiri.
3. Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2
) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan.
Pasal 3
1. Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB
2. Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik
pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang menj
alankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa.
Pasal 4
1. SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemeri
ntah Daerah Kabupaten/ Kota.
2. SIPB berlaku selama STR masih berlaku.
Pasal 5
1. Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus me
ngajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir
b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin Prakti
k;
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik
d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan
e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi
2. Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seb
agaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir)
3. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) t
empat praktik.
4. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Form
ulir II terlampir
Pasal 6
1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan melip
uti tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan
2. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
lampiran peraturan ini.
3. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bi
dan wajib memasang nama praktik kebidanan
Pasal 7
SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB
2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
3. Dicabut atas perintah pengadilan
4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi
5. Yang bersangkutan meninggal dunia
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 9
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan
kepada ibu dan bayi
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi
kan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.
3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberik
an pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.
Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (
2) meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal
2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat
(3) meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
f. Pemberian penyuluhan
Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 hu
ruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan peru
jukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif k
ala III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dima
ksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam ra
him dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan p
emerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa
pranikah dan prahamil.
Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan ba
yi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Men
ular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainny
a (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 14
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tida
k ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di lu
ar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
2. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter
, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan
di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ada
lah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Ka
bupaten/Kota.
4. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokt
er, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
Pasal 15
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan
pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai den
gan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh
sertifikat.
Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bida
n dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I
kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.
Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningka
tkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang
dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan
kelahirana dan kematian.
2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan p
rofesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesua
i dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluar
ganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar
pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 20
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan
mengikutsertakan organisasi profesi.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan un
tuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat te
rhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Pasal 21
1. Dalam rangka melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20
, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan tindakan administratif kepad
a bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik da
lam peraturan ini.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pencabutan SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d. Pencabutan SIPB selamanya.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
1. SIPB yang dimiliki Bidan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9
00/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan masih tetap berlaku s
ampai masa SIPB berakhir.
2. Pada saat peraturan ini mulai berlaku, SIPB yang sedang dalam proses per
izinan, dilaksanakan sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menk
es/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berk
aitan dengan perizinan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahu
inya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
(PERMENKES 2010)
Hal yang dilematis yang sering terjadi di masyarakat, ketika kebutuhan masyaraka
t terhadap pelayanan kesehatan meningkat, terutama pelayanan bidan, tidak disert
ai oleh keahlian dan keterampilan bidan untuk membentuk suatu mekanisme kerja pe
layanan yang baik. Masih sering dijumpai pelayanan bidan dengan seadanya, lamban
dengan disertai adanya pemungutan biaya yang mahal. Oleh karena itu, diperlukan
penegakan hukum terhadap pelanggaran kode etik bidan.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi.
Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam PERMENKES RI No. HK. 02.
02/MENKES/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.
Dalam menjalankan praktiknya harus berpedoman pada suatu aturan hukum dan undang
-undang yang berlaku sesuai dengan negara yang didudukinya. Seperti di Indonesia
, yang merupakan negara hukum. Negara hukum (rechtstaat), mengandung sekurang-ku
rangnya 2 (dua) makna, yang pertama adalah pengaturan mengenai batasan-batasan p
eranan negara atau pemerintahan dalam mencampuri kehidupan dan pergaulan masyara
kat, sedangkan yang ke-dua adalah jaminan-jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil
atau hak-hak pribadi (individual rights), hak-hak politik (political rights), m
aupun hak-hak sebagai sebuah kelompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi yang
melekat secara alamiah pada setiap insan, baik secara pribadi atau kelompok.

by. Cici Pratiwi

Anda mungkin juga menyukai