HALAMAN JUDUL
MEMAHAMI BENTUK-BENTUK TRADISI UMAT ISLAM DI
NUSANTARA KELAS 3 MTs
Disusun oleh :
Devia Permata Sari
NIM. 1801112308
Ilham Maulana Fatiha
NIM. 1801112257
Samsiyah
NIM. 1801113292
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Zainap Hartati, M.Ag.
selaku dosen mata kuliah Telaah materi SKI MTs/MA yang telah memberikan bimbingan dan
kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Serta semua pihak yang
memberikan inspirasi dan motivasi kepada penulis dalam menulis makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan makalah ini untuk
kesempurnaan makalah ini serta sebagai acuan untuk dalam pembuatan karya ilmiah
selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................2
A. Telaah Subtansi...................................................................................................................9
B. Telaah Formatif..................................................................................................................9
BAB VI PENUTUP......................................................................................................................12
A. Kesimpulan........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................13
iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Islam ada yang sudah menganut agama
Hindu Budha maupun menganut kepercayaan adat setempat, Islam harus menyesuaikan diri
dengan budaya lokal maupun kepercayaan yang sudah dianut daerah tersebut.
Selanjutnya terjadi proses akulturasi (pencampuran budaya). Prose ini menghasilkan
budaya baru yaitu perpaduan antara budaya setempat dengan budaya Islam. Setiap wilayah di
Indonesia mempunyai tradisi yang berbeda, oleh karena itu proses akulturasi budaya Islam
dengan budaya setempat di setiap daerah terdapat perbedaan.
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia yang diperkirakan telah berlangsung selama
tiga belas abad, menunjukkan ragam perubahan pola, gerakan dan pemikiran keagamaan
seiring dengan perubahan sejarah bangsa. Keragaman demikian juga dapat melahirkan
berbagai bentuk studi mengenai Islam di negeri ini yang dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang. Islam dilihat dari perkembangan sosial umpamanya, hampir dalam setiap periode
terdapat model-model gerakan umat Islam. Sebagaimana terjadi pada zaman atau periode
modern dan kontemporer yang mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Tradisi Islam nusantara adalah sesuatu yang menggambarkan suatu tradisi Islam dari
berbagai daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan Islam dari daerah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk-bentuk tradisi Lokal yang bercorakkan Keislaman?
2. Bagaimana perbandingan Nilai-Nilai Tradisi Umat Islam di Nusantara?
3. Bagaimana Pengaruh Ajaran Islam terhadap Adat Istiadat Lokal?
1
BAB II PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN
2. Adat Melayu
Kehidupan orang Melayu (Riau) selalu diwarnai dengan upacara adat sebagai warisan
tradisi nenek moyang mereka. Masuknya agama Islam sedikit banyak mempengaruhi dalam
pelaksanaan upacara adat tersebut. Misalnya, kelahiran anak hingga masuk usia dewasa.
Anak yang baru lahir, jika bayi itu laki-laki segera diazankan, sedangkan bayi
perempuan diiqamahkan. Khusus bayi perempuan, lidahnya ditetesi madu dengan kain.
Beberapa hari setelah kelahiran, diadakan aqiqah sesuai ajaran Islam. Ketika bayi berusia tiga
bulan Upacara yang disebut mengayun budak. Bagi perempuan diadakan pelubangan
ditelinganya atau disebut dengan batindik untuk di pasang perhiasan. Pada usia enam bulan,
diadakan upacara turun tanah, yaitu ketika bayi itu menjejakkan kakinya pertama kali di
tanah. Pada masuk usia tujuh tahun, orangtuanya akan mengantarkan kepada guru ngaji
2
untuk belajar Al Qur'an, bersilat, dan menari Zapin. Pada saat itu tiba waktunya seorang anak
dikhitan (bersunat), baik laki-laki maupun perempuan. Dalam acara bersunat, pesat
perayaannya dimeriahkan dengan kesenian gazal dan langgam. Khusus anak laki-laki, khitan
dilakukan setelah ia tamat (khatam) Al-Qur'an ditandai dengan upacara berkhatam ngaji.
3. Adat Minang
Menurut adat Minang, anak laki laki yang sudah menginjak usia akil balig harus
segera dikhitan dan belajar ngaji. Masyarakat Minang mempunyai adat kebiasaan dalam
rangka mengantarkan anak laki-lakinya menuju masa kedewasaan. Misalnya upacara
khitanan, upacara tersebut sebagai tanda bahwa anak laki-laki tersebut sudah dianggap
dewasa, sekaligus untuk mengislamkan dirinya. Adapun untuk anak perempuan yang masuk
usia dewasa diadakan upacara merias rambut ( men
ata konde). Upacara itu diadakan ketika anak perempuan tersebut haid pertama.
4. Adat Bugis
Di Bugis, ada jenis tarian adat yang disebut tari pergaulan. Tari itu dapat dimainkan,
baik oleh penari tunggal maupun kelompok. Tarian yang dimainkan secara berkelompok,
biasanya dimainkan oleh sekelompok perempuan atau sekelompok laki-laki. Jadi, tidak ada
kelompok laki laki dan perempuan menjadi satu. Tarian yang dimainkan oleh sekelompok
perempuan disebut dengan tari Pakarena Baine. Tarian yang dimainkan oleh sekelompok
laki-laki disebut Parakena Burakne. Kedua jenis tarian itu menggambarkan kehalusan
putra/putri Bugis. Tari pergaulan sering kali disajikan dalam berbagai upacara seperti
pernikahan, khitanan atau hajatan lainnya. Tarian itu bertujuan untuk memeriahkan jalannya
upacara.
5. Adat Madura
6. Adat Sunda
Masyarakat Jawa Barat sebagian besar menganut agama Islam. Meski demikian,
banyak adat yang masih berlaku. Sunda memiliki berbagai macam adat yang bernapaskan
Islam, di antaranya setelah kelahiran hingga menjelang dewasa.
Kelahiran bayi merupakan suatu peristiwa yang didambakan oleh kedua orang
tuanya. Di Sunda, apabila bayi yang lahir laki-laki ia akan segera diazankan di telinga kanan
dan diiqamahkan di telinga kiri. Apabila ia bayi perempuan ia cukup diiqamahkan. Dengan
harapan bayi yang baru lahir sudah mendengar kebesaran nama Allah SWT sehingga kelak
menjadi anak yang saleh, bijaksana, pandai, dan taat menjalankan perintah agama. Kelahiran
bayi ditandai dengan penyembelihan kambing. Upacara aqiqah sebagai bentuk rasa syukur
kepada ALLAH SWT. Kedewasaan seorang anak laki-laki, ditandai dengan upacara yang
disebut khitanan atau sunatan. Khitan biasanya dilakukan ketika anak berusia 7-8 tahun.
1. Adat Jawa
Salah satu istiadat yang berkembang di Tanah Jawa adalah sekaten. Sekaten dikenalkan
oleh Raden Patah di Demak pada abad XVI M. Sitilah sekaten berasal dari kata syahadatain
yang berarti dua kesaksian, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad saw, adalah utusan Allah Swt. Dengan mengucap dua kalimat syahadat itu maka
seseorang telah masuk Islam.
Tradisi membaca syahadatain juga berlaku ketika pasangan yang ingin melangsungkan
pernikahan, maka dengan mengucapkan dua kalimat syahadat berarti kedua mempelai benar-
benar memeluk agama Islam yang merupakan salah satu sahnya suatu pernikahan secara
Islam. Bahkan tradisi mengucapkan dua kalimat syahadat juga berlaku ketika seorang anak
menjalankan khitan.
4
2. Adat Melayu
Dalam adat melayu, bayi laki-laki yang baru lahir harus diazankan, sedangkan bayi
perempuan cukup diikamahkan. Akan tetapi, menurut ajaran Islam Nabi Muhammad saw,
mengajarkan bahwa bayi laki-laki dan perempuan yang baru lahir sebaiknya diazankan di
telinga kanan dan diikamahkan di telinga kirinya. Dengan adanya tradisi tersebut, orang tua
telah mengajarkan keimanan terhadap putra dan putri, sehingga dharapkan di masa yang akan
datang sang anak akan menjadi anak yang saleh dan salihah.
Adat melayu yang berlaku untuk bayi perempuan lidahnya diberi madu dengan harapan
anak tersebut agar dalam tutur katanya manis seperti madu. Menurut tuntunan Nabi, baik
bayi laki-laki atau perempuann lidahnya di tahnik atau ditetesi dengan madu dengan harapan
agar ucapan atau tutur kata yang baik seperti madu.
Dalam adat melayu lainnya, ketika menyembelih dua ekor kambing atas lahirnya bayi
laki-laki dan satu ekor kambing atas lahirnya bayi perempuan, kemudian dipotong rambutnya
dan diberi nama yang dikenal dengan istilah akikah. Akan tetapi, menurut tuntunan Nabi
Muhammad swa., hampir sama dengan adat melayu tersebut, yang membedakan adalah acara
akikah menurut syariat Islam ada pada hari yang ketujuh dari kelahiran akan, sifatnya sunnah
atau anjuran menyembelih kambing dua ekor kambing bagi satu bayi laki-laki dan satu ekor
kambing untuk satu bayi perempuan.
Demikian dalam adat melayu anaka yang akan dikhitan harus sudah khatam Al-Qur`an,
tetapi menurut tuntunan Islam tidak ada ketentuan harus khatam Al-Qur`an terlebih dahulu.
3. Adat Minang
Dalam adat minang memberlakukan khitan bagi anak laki-laki yang sudah berusia balig
atau dewasa, tetapi menurut syari`at Islam mengkhitankan anak laki-laki tidak harus sudah
dewasa, bahkan anak laki-laki yang baru berusia satu, dua, atau tiga tahun sudah boleh
dikhitankan.
Demikian pula upacara merias rambut bagi adat minang diselenggarakan bagi anak
perempuan yang mengalami haid yang pertama, perbuatan seperti menurut tuntunan Islam
justru tidak ada. Merias rambut bagi anak perempuan menurut nilai-nilai umat Islam waktuya
kapan saja, terutama setiap akan pergi, bahkan bagi anak perempuan yang sudah dewasa
harus memakai kerudung atau berilbab sehingga rambut kepalanya tidak tampak dari luar.
4. Adat Bugis
5
Tarian adat Bugis yang diperankan kaum perempuan disebut Pakarena Burakne yang
dimainkan kelompok laki-laki dan disebut Pakarena Baine. Dalam syari`at Islam teri-tarian
tersebut tidak ada, yang ada dalam seni budaya lokal adalah perpaduan dengan kesenian Rab,
yaitu Kasidah dan hadrah.
5. Adat Madura
Adat Madura Timur terdapat beberapa kesenian adat, misalnya Sandur. Sandur adalah
nyanyian yang menirukan suara gamelan dengan mulut dan tata cara bersenandung sifatnya
menghibur diri. Sedangkan di Madura Barat, khususnya di Bangkalan, sandur mempeunyai
arti suatu pertunjukan teater komedi yang dulu diseut Slabadan, yang akhir-akhir ini disebut
Sandur Madura. Sandur ini dilakukan oleh kaum laki-laki. tema diangkat dari konflik rumah
tangga. Dan sandur ditampilak dengan kesederhanaan, blak-blakan, lagu dan komedi. Sandur
memiliki kesamaan seperti jenis kesenian jawa, ketoprak, ludruk, dan teater daerah.
Dibandingkan dengan nilai-nilai umat Islam bahwa seni Sandur yang ada di madura itu
selama tidak bertentangan dengan norma-norma Islam, maka sah-sah saja. Selama seni
terbuet bertujuan untuk mendidik masyarakat.
6. Adat Sunda
Terdapat berbagai macam adat mulai dari lahirnya seorang bayi sampai bayi itu dewasa
dengan diadakannya upacara bagi anak. Menurut adat sunda, bayi laki-laki segera diazankan
pada telinga kana dan diikamahkan ditelinga kiri. Adat tersebut sebagaimana berlaku pada
syariat Islam.
Dalam adat sunda juga terdapat tradisi khitanan sebagaimana dalam syariat Islam.
Menurut adat sunda, khitanan dilangsungkan pada anak laki-laki yang sudang berumur 7 atau
8 tahun. Menurut syariat Islam, tidak ada ketentuan tentang batasan umur, anak laik-laki lahir
yang umurnya kurang dari 7 atau 8 tahun atau bahkan umurnya lebih dari 7 atau 8 tahun bisa
dikhitankan yang terpenting sebelum anak itu menginjak usia balig.
Kemudian, dalam adat sunda anak yang akan dikhitan harus berendam terlebih dahulu,
tetapi menurut syariat Islam tidak ada ketentuan tersebut.
7
BAB III TELAAH MATERI
BAB III
TELAAH MATERI
A. Telaah Subtansi
Menurut kami materi pembelajaran SKI tersebut mudah dipahami oleh peserta didik pada
tingkat MA sesuai dengan kemampuan peserta didik pada jenjang tersebut. Setiap materi
disesuaikan dengan tingkatan kelasnya. Namun didalam buku materi ini, tidak dicantumkan
gambar sebagai contoh dari tradisi-tradisi yang disebutkan.
B. Telaah Formatif
1. Telaah SK/KD
Menurut kami Mudul Pembelajaran SKI MTs IX telah sesuai dengan SK dan KD yang
telah ada. Setelah menelaah SK-KD dan uraian materi SKI MTS, dapat kita klasifikasikan
secara global kompetensi – kompetensi sesuai dalam tiga domain :
1. Domain Kognitif
2. Domain Psikomotorik
Domain yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu, maka kompetensi yang masuk dalam
domain ini adalah kompetensi yang redaksinya berbunyi antara lain : menerapkan
menunjukan sikap sosial tertentu.
3. Domain Afektif
Domaim yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku
seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Berdasarkan penjelasan tersebut ada
kompetensi yang secara khusus menyuratakan muatan ranah afektif antara lain keteladanan.
8
2. Telaah Metode
Menurut kami Metode yang tepat adalah Diskusi dan Inkuiri walaupun kita tahu bahwa
tidak ada satupun metode yang tepat digunakan dalam pembelajaran, kenapa kami memilih
Metode Diskusi dan Inkuiri karena didalam Metode Diskusi karena Kurangnya minat siswa
mempelajari Sejarah Islam disebabkan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung secara
imposisi. Hal ini mengakibatkan kejenuhan pada anak didik. Oleh karena itu, salah satu
metode yang tepat digunakan oleh guru adalah metode diskusi. Penerapan metode diskusi
dalam pembelajaran Sejarah Islam mampu membangkitkan keaktifan siswa sehingga suasana
kelas menjadi lebih hidup. Dan Metode Inquiri Dalam kegiatan belajar mengajar, metode
inkuiri merupakan suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan para peserta didik untuk
mendapatkan jawabannya sendiri seperti pengaruh masuknya islam terhadap kebudayaan
atau peradaban bangsa Indonesia, dan tak lupa juag Metode Ceramaha metode tradisional
yang tak mungkin juga ditinggalkan.
3. Telaah Bahasa
Menurut kami bahasa yang digunakan dalam modul pembelajaran SKI kelas IX mudah
untuk dipahamai siswa karena didalamnya menggunkan bahasa yang mudah dipahami.
4. Telaah Media
Menurut kami media yang cocok adalah menggunakan Slide Show yang mana gambar
tersebut membantu guru dalam menjelaskan materi yang disampaikan antara lain tradisi yang
ada di Indonesia
5. Telaah Evaluasi
Menurut kami evaluasi yang dilakukan sudah bagus yang mana dalam buku sudah
mewakili materi yang telah dibuat.
6. Alokasi Waktu
Untuk alokasi watktu sudah cukup bagus yaitu 2x40 karena waktu itu cukup untuk
menyampaikan materi.
9
BAB VI PENUTUP
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telaah berdasarkan beberapa aspek diatas, bahwa SK-SD dan materi SKI MTs memiliki
kelebihan dan kelemahan. Kelemahan tersebut lebih kepada pengejawantahan yang ada pada
hal ini masuk ranah afektif dan psikomotori-nilai-nilai yang ada dalam Mata Pelajaran SKI.
Namun hal tersebut dapat disiasati dengan lebih aktifnya guru terhadap perkembangan sikap
dan perilaku peserta didik baik ketika di madrasah maupun dirumah.
10
DAFTAR PUSTAKA
H. Datsono & T Ibrahim. 2017. Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Tiga
SerangkaiChomaidi & Salamah.2018. Pendekatan dan Pengajaran Sterategi Pembelajaran
sekolah. Jakarta: Grasindo
11