Anda di halaman 1dari 70

HUBUNGAN KADAR SGOT DAN SGPT DENGAN

DBD DERAJAT I DAN II PADA PASIEN DEWASA


RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU)
KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:
AHMAD SISJUFRI M
NIM: 1113103000088

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016

i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini penyusun menyatakan bahwa :


1. Penelitian ini merupakan hasil karya asli penyusun yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang penyusun gunakan dalam penulisan ini telah
dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
penyusun atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, penyusun
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 1 Oktober 2016

Ahmad Sisjufri M

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN KADAR SGOT DAN SGPT DENGAN DBD DERAJAT I DAN


II PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM
(RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh
Ahmad Sisjufri M
NIM : 1113103000088

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH dr. Silvia Dewi, Sp. PD
NIP. 19731005 200604 2 001 NIP. 19770403 200804 2 007

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN KADAR SGOT DAN SGPT


DENGAN DBD DERAJAT I DAN II PADA PASIEN DEWASA RAWAT
INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2014-2015 yang diajukan oleh Ahmad Sisjufri M (NIM:
1113103000088), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan pada Oktober 2016. Laporan Penelitian ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter.
Ciputat, Oktober 2016
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH


NIP. 19731005 200604 2 001
Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH dr. Silvia Dewi, Sp.PD
NIP. 19731005 200604 2 001 NIP. 19770403 200804 2 007

Penguji 1 Penguji 2

dr. Merry Nitalia Sp.PK dr. Meizi Fachrizal Ahmad, M.Biomed


NIP. 19781230 200604 2 001

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSKPD FKIK UIN

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT
NIP. 19650808 198803 1 002 NIP. 19780507 200501 1 005

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “HUBUNGAN KADAR SGOT
DAN SGPT DENGAN DBD DERAJAT I DAN II PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG
SELATAN TAHUN 2014-2015” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
jenjang program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tak lupa pula penulis
sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW, suri tauladan kita dengan
sebaik-baiknya akhlak.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terwujud karena adanya
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT, selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH, selaku dosen pembimbing 1 dan
dr. Silvia Dewi, Sp.PD, selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing peneliti dari awal hingga akhir terselesaikannya penelitian
ini.
4. dr. Merry Nitalia, Sp.PK, selaku dosen penguji I dan dr. Meizi Fachrizal
Achmad, M.Biomed, selaku dosen penguji II yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji , mengarahkan, serta memberi
masukan untuk penelitian ini.

v
5. dr. Flori Ratnasari, Ph.D, selaku penanggung jawab riset program studi
kedokteran dan profesi dokter 2013.
6. Kedua orang tua saya, H. Muliadi dan Hj. Sumiati,yang senantiasa
mendoakan, memberi semangat dan motivasi, serta memberikan dukungan
baik moral maupun material. Tak lupa juga terimakasih kepada adik Saya,
Ahmad Asyraf, Kakek, Nenek, dan seluruh keluarga Saya yang telah
menjadi motivasi Saya selama ini.
7. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Pihak RSU Kota Tangerang Selatan, Direktur rumah sakit beserta
jajarannya, Bu fina, dan seluruh staf rekam medis rumah sakit yang telah
membantu berlangsungnya penelitian ini.
9. Teman-teman seperjuangan riset, Raudya Iwana, Nur Khakimatul F,
Rohman Sungkono, Azmi Jabbar NST, dan Charifa Sama yang sejak awal
hingga selesai selalu membantu dalam melewati berbagai hal dalam
penelitian ini. Rekan kesmas Saya Achmad dan Sri Purwanti yang
bersedia diajak berdiskusi mengenai SPSS dan metodologi penelitian saya.
10. Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
angkatan 2013 yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam laporan


penelitian ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi penelitian ini.Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga
penelitian ini dapat memberi banyak manfaat bagi kita semua.

Ciputat, Oktober 2016

Ahmad Sisjufri M

vi
ABSTRAK

Ahmad Sisjufri M. Program Studi Kedokteran dan Profesi


Dokter.Hubungan Kadar SGOT Dan SGPT dengan DBD Derajat I dan II
pada Pasien Dewasa Rawat Inap di Rumah Sakit Umum (Rsu) Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014-2015.
Latar Belakang: Disfungsi hepar adalah salah satu akibat dari infeksi dengue
yang sering muncul dalam bentuk hepatomegali dan peningkatan ringan-sedang
kadar enzim aminotransferase (SGOT & SGPT). Enzim aminotransferase
cenderung lebih tinggi seiring dengan beratnya penyakit.Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara peningkatan kadar SGOT & SGPT dengan
derajat penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan II
(berdasarkan kriteria WHO2011).Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik
observasional dengan pendekatan cross sectional. Data diperoleh dari rekam
medis pasien DBD dewasa yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang
Selatan dari tahun 2014 – 2015 dengan teknik consecutive sampling.Uji statistik
yang digunakan adalah uji Chi Square dan Kolmogorov-Smirnov.Hasil: Dari 157
sampel, pasien yang mengalami peningkatan SGOT dan SGPT masing-masing
sebanyak 91,1% dan 65,6%.Berdasarkan hasiluji statistiktidak ditemukan
hubungan bermakna antara derajat penyakit infeksi virus dengue DBD derajat I &
II baik dengan kadar SGOT (p = 0,326) maupun dengan SGPT (p =
0,664).Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar SGOT
dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue DBD derajat I &II
Kata Kunci: Demam berdarah dengue (DBD), DBD derajat I, DBD derajat II,
SGOT, SGPT, disfungsi hepar.

vii
ABSTRACT

Ahmad Sisjufri M. School of Medicine. The Association between SGOT &


SGPT Levels and Grade of Severity of Dengue Infection (DHF grade I & II)
among hospitalized adult patientsin General Hospital of South Tangerang in
2014 – 2015.
Background: Hepar dysfunction is one of the effects of dengue infection that often
manifested as hepatomegaly and mild-moderate increase of aminotransferase
enzyme (SGOT & SGPT). This Aminotransferase enzyme tend to increase along
with the severity of disease.This study aim to know the association between
increasedserum SGOT & SGPT levels and grade of severity of DHF, especially in
DHF grade I and II (based on WHO 2011 classification).Methods: This study is
an analytic observational study with cross sectional approach. Data was collected
from medical record of adult DHF patients who were hospitalized in General
Hospital of South Tangerang in 2014 – 2015 by using consecutive sampling
method. Chi Square and Kolmogorov-Smirnov Statistic test were used in this
study. Results: Of 157 samples, patients who have increased level of SGOT and
SGPT are 91,1% and 65,6%, respectively. Based on statistical test result, there is
no significant association between grade of severity of dengue infection(DHF
grade I & II) and SGOT levels (p = 0,326) as well as SGPT levels (p =
0,664).Conclusion: There is no significant association between SGOT & SGPT
levels and grade of severity of dengue infection, especially DHF grade I & II.
Keywords: Dengue hemorrhagic fever (DHF), DHF grade I, DHF grade II,
SGOT, SGPT, hepar dysfunction.

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL………………………………………………………………..i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK…… ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI…. .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv
BAB 1: PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3Hipotesis. ................................................................................................ 2
1.4Tujuan Penelitian.................................................................................... 2
1.4.1Tujuan Umum ............................................................................. 2
1.4.2Tujuan Khusus.............................................................................. 3
1.5Manfaat Penelitian.................................................................................. 3
1.5.1Manfaat Penelitian bagi Peneliti .................................................. 3
1.5.2Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi................................... 3
1.5.3Manfaat Penelitian bagi RSU Kota Tangerang Selatan ............... 3
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
2.1Demam Berdarah Dengue ...................................................................... 4
2.1.1Definisi ......................................................................................... 4
2.1.2Etiologi ......................................................................................... 4
2.1.3Epidemiologi ................................................................................ 5
2.1.4Patogenesis dan Patofisiologi ....................................................... 6
2.1.5Manifestasi Klinis ...................................................................... 10
2.1.6Diagnosis .................................................................................... 12
2.1.7Pemeriksaan Laboratorium ........................................................ 13
2.1.8Penatalaksanaan ......................................................................... 15
2.2Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue ................................................ 20
2.3Enzim Aminotransferase (SGOT dan SGPT) ...................................... 22

ix
2.4Keterlibatan Organ Hepar pada Infeksi Virus Dengue ........................ 23
2.5Kerangka Teori ..................................................................................... 29
2.6Kerangka Konsep ................................................................................. 30
2.7Definisi Operasional ............................................................................. 30
BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 33
3.1Desain Penelitian .................................................................................. 33
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 33
3.3Populasi dan Sampel ............................................................................ 33
3.3.1Populasi Target ........................................................................... 33
3.3.2Populasi Terjangkau ................................................................... 33
3.3.3Sampel ........................................................................................ 33
3.3.4Besar Sampel .............................................................................. 33
3.3.5Cara Pengambilan Sampel ......................................................... 34
3.3.6Kriteria Sampel .......................................................................... 34
3.4Cara Kerja Penelitian ........................................................................... 35
3.5Manajemen Data .................................................................................. 35
BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 36
4.1Deskripsi Data Penelitian ..................................................................... 36
4.1.1Karakteristik Responden ............................................................ 36
4.1.2Sajian Data Penilitian ................................................................. 38
4.2Analisis Bivariat ................................................................................... 41
4.3Pembahasan .......................................................................................... 43
4.4Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 45
BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 46
5.1Simpulan…........................................................................................... 46
5.2Saran……… ......................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48
LAMPIRAN….. ................................................................................................... 51

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya (WHO 2009) .....20
Tabel 2.2. Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya (WHO 2011) .....21
Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan usia .....................................................31
Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin ......................................32
Tabel 4.3. Distribusi sampel berdasarkan derajat penyakit infeksi dengue .........32
Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan kadar SGOT .......................................33
Tabel 4.5. Karakteristik pasien yang mengalami peningkatan SGOT ................34
Tabel 4.6. Distribusi sampel berdasarkan kadar SGPT ........................................35
Tabel 4.7. Karakteristik pasien yang mengalami peningkatan SGPT .................35
Tabel 4.8. Hubungan kadar SGOT dengan derajat penyakit infeksi dengue .......36
Tabel 4.9. Hubungan kadar SGPT dengan derajat penyakit infeksi dengue ........37

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema virion dengue .....................................................................4


Gambar 2.2. Skema patogenesis DSS/ DHF .......................................................7
Gambar 2.3. Patogenesis demam berdarah, demam berdarah dengue, dan
sindrom renjatan dengue ................................................................8
Gambar 2.4. Perjalanan penyakit dengue ...........................................................9
Gambar 2.5. Time-line infeksi primer dan sekunder virus dengue dan metode
diagnostik yang bisa digunakan untuk mendeteksi infeksi ..........14

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Output SPSS


Lampiran 2. Surat Izin Penelitian
Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup

xiii
DAFTAR SINGKATAN

CFR : Case fatality rate


CRT : Capillary refill time
DD : Demam dengue
DBD : Demam berdarah dengue
DF : Dengue fever
DHF : Dengue hemorrhagic fever
DSS : Dengue syok syndrome
ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay
GGT : gamma glutamyl transferase
Hb : Haemoglobin
Ht : Hematokrit
IR : Incidence rate
NSD : Non-severe Dengue
NK : Natural Killer
PGE : Prostaglandin E
SD : Severe Dengue
SSD : Sindrom syok dengue
SGOT : Serum Glutamic Oxaloasetik Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Piruvate Transaminase
TNF : Tumor necrosis factor
WHO : World Health Organization

xiv
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) merupakan


penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue.Virus dengue ini ditularkan
melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan Aedes
albopictus). Manifestasi klinis utama penyakit ini berupa demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, limfadenopati, ruam,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik.[1]

Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi tiap tahunnya.Di Indonesia


sendiri penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius. Menurut World
Health Organzation (WHO), Indonesia yang dimana lebih dari 35% populasinya
tinggal di daerah urban, telah dilaporkan 150.000 kasus pada tahun 2007 (rekor
tertinggi) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat
[2]
. Di Indonesia sendiri ditemukan prevalensi tertinggi pada kelompok usia 25-34
[3]
tahun yaitu sebesar 0,7% . Sejak tahun 1968 sampai tahun 2009, WHO
mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus demam berdarah dengue
tertinggi di Asia Tenggara [4]

Jumlah penderita DBD di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebanyak


112.511 kasus dengan angka kematian 871 orang dengan Incidence Rate sebesar
45,85 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,77%. Hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi peningkatan kasus pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012
yang sebesar 90,245 kasus dengan IR 37,27 [5]. Peningkatan kasus setiap tahunnya
puberhubungan dengan sanitasi lingkungan yang buruk dengan tersedianya tempat
perkembangbiakan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih [1]

Disfungsi hepar merupakan salah satu akibat dari infeksi dengue yang
sering muncul dalam bentuk hepatomegali dan peningkatan ringan-sedang kadar
enzim aminotransferase walaupun jaundice dan gagal hepar akut jarang terjadi.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Trung dkk (2010) ditemukan hanya 3%
pasien dengue yang memiliki kadar SGOT & SGPT normal. Selain itu kadar

1
2

SGOT ditemukan lebih tinggi jumlahnya dibanding kadar SGPT pada pasien
dengue.[6]

Penelitian lain oleh Souza dkk (2007) menemukan dari total 169 sampel
pasien dengue, 65,1% mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT dengan
rincian 48,5% meningkat <3 kali nilai normal, 14,8% meningkat 3-10 kali nilai
normal, dan 1,8% meningkat >10 kali nilai normal.[7]

Di Indonesia sendiri masih sedikit studi mengenai peningkatan kadar enzim


SGOT dan SGPT pada pasien dengan infeksi virus dengue. Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut, penelitian ini ditulis untuk mengetahui studi mengenai
hubungan antara kadar SGOT dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus
dengue pada pasien rawat inap di RSU Tangerang Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kadar SGOT dan SGPT dengan derajat
penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan DBD derajat II pada
pasien rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan?

1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar SGOT dan SGPT dengan
derajat penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan DBD derajat
II pada pasien rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara kadar SGOT dan SGPT dengan


derajat penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan DBD derajat
II pada pasien rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan.
3

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik (berdasarkan usia dan jenis kelamin) dan


proporsi pasien yang mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT
pada pasien DBD yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2014 – 2015.
2. Mengetahui gambaran kadar SGOT dan SGPT pada pasien DBD yang
menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014 –
2015.
3. Mengetahui gambaran derajat penyakit infeksi virus dengue pada
pasien DBD yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2014 – 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti

1. Menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana


kedokteran di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Menjadi salah satu bentuk perwujudan penelitian dalam melaksanakan
kewajiban mahasiswa Tri Dharma Perguruan Tinggi.

1.5.2 Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi

1. Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syarif Hidayatullah


Jakarta di bidang kedokteran.
2. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan kadar SGOT dan SGPT dengan derajat penyakit infeksi
virus dengue di masa depan.

1.5.3 Manfaat Penelitian bagi RSU Kota Tangerang Selatan

1. Memberikan informasi mengenai gambaran peningkatan kadar SGOT


dan SGPT pada pasien demam berdarah dengue derajat I dan II yang
menjalani rawat inap di rumah sakit, khususnya RSU Kota Tangerang
Selatan.
2 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue


2.1.1 Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/ DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis
hemoragik.[1]

2.1.2 Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue.Virus yang
termasuk kedalam genus Flavivirus ini memiliki 4 serotipe (DEN 1-4) yang
semuanya dapat menyebabkan penyakit DBD. Serotipe yang paling banyak
ditemukan di Indonesia adalah DEN-3.[1]

Virion dengue merupakan virus ssRNA sensitif positif sebagai


genomnya.berbentuk sferis dengan diameter sekitar 50 nm. Protein virus ini terdiri
dari protein C untuk kapsid dan core, M untuk protein membran, E untuk protein
selubung dan NS untuk protein non-struktural. Protein non-struktural NS-1 sering
digunakan sebagai antigen diagnostik di awal fase penyakit.[8,9]

Gambar 2.1.Skema virion dengue.


Sumber: Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran Edisi Revisi.

4
5

Virus ini ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti dan sedikit oleh
Aedes albopictus. Masa laten infeksi in vitro virus ini kira-kira 12-16 jam, setelah
itu virus dapat ditemukan di ekstrasel. Virus dengue terutama menyerang sel-sel
yang termasuk sistem retikuloendotelial, yaitu sel monosit dan progenitornya, sel
limfosit B, sel Kupfer, dan juga makrofag.[9]

2.1.3 Epidemiologi
Virus dengue merupakan virus yang paling cepat menyebar di duni a.[2]
Virus ini tersebar di benua Afrika, Asia, Amerika, dan Australia dengan
kombinasi tipe virus yang berbeda-beda.[9]Peningkatan insidens terjadi sebesar 30
kali lipat dengan peningkatan perluasan geografis ke negara-negara barudalam 50
tahun terakhir. Diperkirakan 50 juta kasus infeksi dengue terjadi setiap
tahunnya.[2]

Penyakit DBD berhubungan dengan kondisi lingkungan dan perilaku


masyarakat. Faktor lingkungan yang terutama berpengaruh adalah tersedianya
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih seperti
kaleng bekas, bak mandi, dan tempat penampungan air lainnya.[1] Penyakit ini
dapat menyerang seluruh kelompok usia dan bisa muncul sepanjang tahun.[10]

Menurut data profil kesehatan Indonesia tahun 2014, jumlah penderita


DBD yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak
907 orang (IR/Angka kesakitan = 39,8 per 100.000 penduduk dan CFR/angka
kematian= 0,9%). Jika dibandingkan dengan tahun 2013 (112.511) terjadi
penurunan kasus sebesar 10,8%.[10]

Bali adalah daerah dengan angka kesakitan DBD tertinggi pada tahun
2014 yaitu sebesar 204,22, disusul oleh Kalimantan Timur 135,46, dan
Kalimantan Utara 128,51 per 100.000 penduduk. Angka kesakitan di daerah DKI
Jakarta sebesar 83,34 dan Banten 25,37 per 100.000 penduduk.[10]

Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan transmisi virus


dengue yaitu [1]:

1. Vektor: kebiasaan menggigit, perkembangbiakan vektor, kepadatan


vektor di lingkungan, dan transportasi vektor dari satu tempat ke
tempat lainnya.
6

2. Hospes: terdapatnya penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan


paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin.
3. Lingkungan: curah hujan, suhu, kepadatan penduduk, dan sanitasi.

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi


Virus dengueyang terdapat dalam darah orang yang telah terinfeksi akan
berpindah ke dalam tubuh vektor, Aedes aegypti, ketika nyamuk ini menghisap
darah orang tersebut. Virus masuk ke dalam lambung vektor dan berkembang biak
dalam suatu periode tertentu.Virus nantinya akan berada dalam kelenjar ludah
vektor dan siap menularkannya ke manusia. Kira-kira diperlukan waktu sekitar 8-
10 hari untuk mencapai fase ini dimulai dari awal nyamuk menghisap darah.[9]

Selanjutnya ketika nyamuk tersebut menghisap darah manusia yang lain,


virus dengue ini akan berpindah ke sirkulasi darah manusia tersebut. Saat nyamuk
menusuk kulit manusia, virus bisa tersebar ke lapisan epidermis dan dermis.Disini
virus menginfeksi sel Langerhans imatur dan keratinosit. Sel-sel yang telah
terinfeksi tersebut kemudian bermigrasi ke limfonodus, dimana monosit dan
makrofag berada yang nantinya akan menjadi target infeksi selanjutnya. Virus pun
mereplikasikan diri dan infeksi semakin menyebar melalui sistem limfatik. [11]

Dalam suatu penelitian pada tikus AG129 disebutkan bahwa virus dengue
ini bisa menginfeksi sel mononuklear di darah dan sel-sel yang berada di limpa,
limfonodus, hati dan sumsum tulang. Pada primata bukan manusia juga ditemukan
infeksi virus dengue pada sel leukosit.[11]

Mekanisme terjadinya demam berdarah dengue masih kontroversial.


Dalam sebuah fenomena yang ditemukan oleh Halstead disebutkan bahwa
manusia yang memiliki imunitas terhadap salah satu serotipe virus dengue, baik
secara alamiah didapat maupun dari antibodi maternal, memiliki resiko yang lebih
tinggi untuk mengalami demam berdarah dengue dan/ atau Dengue Shock
Syndrome (DSS) pada infeksi sekunder selanjutnya oleh serotipe virus dengue
yang berbeda. Fenomena ini disebut Antibody Dependent Enhancement
(ADE).[1,12]
7

Pada fenomena ini, kompleks antibodi dan virus berikatan pada reseptor
FC imunoglobin kemudian terjadi penetrasi kompleks ke dalam sel
retikuloendotelial dan terjadi replikasi virus di dalamnya, dengan kata lain
mempermudah infeksi virus. Akibatnya, terdapat lebih banyak jumlah sel
retikuloendotelial yang terinfeksi. Dengan lebih banyaknya sel yang terinfeksi
lebih banyak pula sitokin pro-inflamasi yang dilepaskan sehingga memperberat
gejala klinis.[9]

NS1 diduga berperan penting dalam aktivasi sistem komplemen. Sel yang
terinfeksi akan melepaskan NS1 yang nantinya secara langsung dapat
mengaktifkan sistem komplemen. Produksi kompleks C5b-C9 dapat merangsang
reaksi seluler dan produksi sitokin-sitokin inflamatorik yang nantinya berperan
dalam timbulnya DBD/DSS. [11]

Gambar 2.2.Skema patogenesis DSS/ DHF.


Sumber: Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi
8

Gambar 2.3.Patogenesis demam berdarah, demam berdarah dengue, dan sindrom


renjatan dengue.
Sumber: Martina, Byron E. E. Dengue Virus Pathogenesis: an Integrated View. 2009.
9

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini secara umum
teridiri dari 3 fase yaitu: fase demam (febrile), kritis (critical), dan penyembuhan
(recovery).[2]

Gambar 2.4.Perjalanan penyakit dengue.


Sumber: WHO Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Preventation and
Control. 2009.

Di hari ke 3 – 7 sakit biasanya merupakan fase kritis dimana terjadi


penurunan suhu ke 37,5 – 38o C. Pada fase ini terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler yang diikuti dengan peningkatan nilai hematokrit. Periode kebocoran
plasma yang signifikan ini dapat berlangsung selama 24-48 jam. Di fase ini pula
biasanya terjadi kerusakan organ termasuk gangguan hati maka dari itu penelitian
ini terutama mengambil data pasien yang datang pada hari ke 3 -7 onset demam
dan diperiksa kadar SGOT dan SGPT nya.[2]
10

2.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bervariasi tergantung dari
strain virus dan faktor pejamu seperti usia, status imun, dll. Manifestasi klinis
dapat berupa asimtomatik, viral syndrome, demam dengue (DD), demam berdarah
dengue (DBD), termasuk sindrom renjatan dengue/ dengue shock syndrome
(DSS). Infeksi oleh satu macam serotipe virus dengue bisa memberikan imunitas
sepanjang hidup namun pada serotipe virus yang berbeda hanya bertahan dalam
waktu yang singkat.[13]

Dengue virus infection

Asymptomatic Symptomatic

Undifferentiated Dengue haemorrhagic Expanded dengue


Dengue
Fever (viral fever (DHF) (with syndrome/ Isolated
fever (DF)
syndrome) plasma leakage) organopathy (unusual
manifestation)

Without With unusual


haemorrhage haemorrhage

DHF non- DHF with shock/ Dengue


shock shock syndrome (DSS)

a. Undifferentiated fever
Orang yang terinfeksi virus dengue terutama saat pertama kali/ infeksi
primer akan mengalami gejala demam yang sulit dibedakan dari infeksi
virus lainnya. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah ruam
makulopapular, gejala saluran napas atas, dan gejala gastrointestinal.[13]
11

b. Dengue fever
Dengue fever atau demam dengue paling sering ditemukan pada anak yang
lebih tua, remaja, atau dewasa.Demam bersifat akut, tinggi, dan biasanya
bifasik.Demam bisa bertahan 2-7 hari dan biasanya disertai mual, muntah,
dan penurunan nafsu makan.Sakit kepala hebat, nyeri retro-orbital, nyeri
otot, nyeri sendi, ruam, leukopenia, dan trombositopenia juga sering
ditemukan.
c. Dengue haemorrhagic fever
Dengue haemorrhagic fever atau demam berdarah dengue lebih sering
terjadi pada anak usia < 15 tahun terutama pada daerah hiperendemis
karena infeksi berulang virus dengue ini. Namun fenomena ini juga
nampaknya sudah mulai meningkat pada orang dewasa.
Gejala yang sering muncul berupa diathesis hemoragik seperti tes
tourniquet (+), petekie, dan perdarahan saluran cerna pada kasus yang
berat.[13] Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan
hematokrit >20% (dibandingkan standar usia & jenis kelamin atau bila
dibandingkan dengan nilai Hematokrit sebelumnya). Adanya efusi pleura,
asites, maupun hipoproteinemia menandakan telah terjadi kebocoran
plasma.[1]
d. Dengue Shock Syndrome
Leukopenia progresif yang diikuti oleh penurunan kadar trombosit dengan
cepat biasanya mendahului kebocoran plasma. Bila permeabilitas kapiler
meningkat dapat terjadi kebocoran plasma yang nantinya jika volume
plasma berkurang drastis akan terjadi syok. Syok pada pasien DBD yang
biasa disebut dengue shock syndrome (DSS) sering terjadi pada hari ke 4-5
penyakit (2). DSS akan muncul dengan gejala nadi yang cepat dan lemah,
bahkan dalam keadaan berat bisa tidak teraba, tekanan darah turun (<20
mmHg), hipotensi, CRT >2 detik, kulit dingin dan lembab disertai
gelisah.[1]
12

Jika pasien mampu bertahan dalam 24-48 jam fase kritis, akan terjadi
reabsorpsi bertahap cairan ekstravaskular ke intravascular dalam 48-72
jam berikutnya.[2]
e. Expanded dengue syndrome
Pada beberapa kasus, infeksi dengue dapat terjadi tanpa adanya tanda-
tanda kebocoran plasma.Namun terdapat manifestasi yang jarang
ditemukan yang dapat melibatkan hati, ginjal, otak, atau jantung. Diduga
hal ini berubungan dengan koinfeksi, komorbiditas, atau komplikasi dari
syok berkepanjangan.[13]

2.1.6 Diagnosis
Menurut WHO 2011, diagnosis infeksi virus dengue dapat ditegakkan
melalui kriteria berikut:

 Demam Dengue:
Demam akut disertai minimal 2 dari tanda berikut:
 Sakit kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia
 Arthralgia
 Ruam
 Manifestasi perdarahan
 Leukopenia ≤ 5000 sel/ mm3
 Trombositopenia < 150.000 sel/ mm3
 Peningkatan hematokrit 5 – 10 %

Dan minimal 1 dari tanda berikut:

 Tes serologi positif


 Terdapat kasus DBD di waktu dan lokasi tempat tinggal yang sama
dengan pasien

 Demam Berdarah Dengue


Semua tanda di bawah ini:
13

 Demam akut 2 – 7 hari


 Manifestasi perdarahan yang tampak sabagai: tes ourniquet (+),
petekie, ekimosis atau purpura, atau perdarahan mukosa, saluran
cerna, atau lokasi lainnya.
 Hitung trombosit ≤ 100.000 sel/ mm3
 Tanda kebocoran plasma: peningkatan hematokrit/
hemokonsentrasi ≥ 20%, efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia/
albuminemia

 Sindrom Syok Dengue


Kriteria demam berdarah dengue seperti di atas dengan tanda-tanda syok
seperti:
 Takikardia, akral dingin, CRT > 2 detik, nadi lemah, letargi,
 Tekanan nadi ≤ 20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik,
contoh 100/80 mmHg.
 Hipotensi berdasarkan usia. Tekanan sistolik < 80 mmHg untuk
usia< 5 tahun atau < 80 – 90 untuk anak yang lebih tua dan orang
dewasa.

2.1.7 Pemeriksaan Laboratorium


Dalam menegakkan diagnosis pasti infeksi virus dengue, terutama dalam
periode demam (<5 hari onset sakit), dapat dilakukan isolasi virus (cell culture),
deteksi RNA virus dengan tes amplifikasi asam nukleat (NAAT), atau dengan
mendeteksi antigen virus dengan tes ELISA atau rapid test lainnya. Namun
karena tes-tes tersebut membutuhkan biaya yang mahal dan juga rumit, maka
tidak rutin dilakukan. Uji deteksi antigen NS1 adalah yang paling memungkinkan
untuk dilakukan di laboratorium dengan peralatan terbatas dan hasilnya bisa
didapatkan dalam hitungan beberapa jam.

Selain deteksi NS1, tes lain yang biasa dilakukan adalah tes serologis berupa
deteksi antibodi spesifik terhadap virus dengue berupa antibodi total, IgM maupun
IgG. Dari hasil tes IgM dan IgG virus dengue kita dapat membedakan infeksi
tergolong infeksi sekunder atau primer.
14

IgG primary infection

Gambar 2.5.Time-line infeksi primer dan sekunder virus dengue dan metode
diagnostik yang bisa digunakan untuk mendeteksi infeksi.
Sumber: WHO Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Preventation and Control.
2009.
 IgM: Kadar IgM pada infeksi sekunder lebih rendah daripada IgM pada
infeksi primer. IgM biasanya mulai terdeteksi pada hari ke 3-5, memuncak
pada minggu ke 2-3 setelah onset gejala, dan menghilang setelah 60-90
hari.[1,2]
 IgG: Pada infeksi primer kadar IgG mulai terdeteksi pada akhir minggu
pertama sampai minggu kedua penyakit. Kadarnya lebih rendah
dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada infeksi sekunder kadarnya
mulai terdeteksi pada hari ke-2. Kadar IgG ini dapat terdeteksi hingga
beberapa bulan bahkan seumur hidup.[1,2]

Selain pemeriksaan virologis & serologis diatas, beberapa pemeriksaan lain juga
perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis dan memantau perjalanan penyakit
pasien
15

- Leukosit: dapat normal atau menurun. Limfositosis relatif dapat ditemukan


mulai hari ke-2. Limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
leukosit yang pada fase syok akan meningkat juga dapat ditemukan.
- Trombosit: Trombositopenia < 100.000 sel/mm3 dapat dijumpai diantara
hari ke-3 dan 8 dari onset penyakit.
- Hematokrit: Hematokrit yang meningkat > 20% dari kadar awal
menunjukkan bahwa telah terjadi hemokonsentrasi. Hal ini menandakan
hipovolemia karena peningkatan permeabilitas vaskular dan kebocoran
plasma.
- Protein/ albumin: hipoproteinemia dapat terjadi akibat kebocoran plasma.
- SGOT/SGPT: kadarnya dapat meningkat bila terjadi disfungsi hati akibat
infeksi dengue ini.
- Ureum, kreatinin: jika ditemukan gangguan fungsi ginjal.
- Elektrolit: untuk memantau pemberian cairan.

2.1.8 Penatalaksanaan
Prinsip utama dalam menangani kasus DBD adalah terapi suportif berupa
memelihara volume cairan sirkulasi. Saat ini terdapat 5 protokol penatalaksanaan
DBD pada pasien dewasa yang telah disusun oleh PAPDI bersama Divisi infeksi
tropic & divisi hemato-onkologi FKUI

 Protokol 1. Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok


Keluhan DBD
(Kriteria WHO 1997)

Hb, Ht, Hb, Ht normal. Hb, Ht normal. Hb, Ht↑.


Trombosit Trombosit Trombosit<100 Trombosit
normal 100.000-150.000 .000 normal/turun

Observasi Observasi
Rawat jalan Rawat jalan Rawat Rawat
Periksa Hb, Periksa Hb,
Ht, Leuko, Ht, Leuko,
trombosit / trombosit /
24 jam 24 jam
16

 Protokol 2. Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat


Suspek DBD
Perdarahan spontan massif (-)
Syok (-)

- - Hb, Ht normal - - Hb, Ht meningkat 10-20%


- - Trombosit < 100.000 - - Trombosit < 100.000 - - Hb, Ht meningkat > 20%
- - Infus kristaloid* - - Infus kristaloid* - - Trombosit < 100.000
- - Hb, Ht, Tromb tiap - - Hb, Ht, Tromb tiap 24 jam** -
24 jam **

- Protokol pemberian cairan DBD


dengan Ht meningkat ≥ 20%
-
- *Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan:
- Sesuai rumus 1500 + 20 x ( KgBB – 20 )
- Contoh volume rumatan untuk berat badan 55 kg: 1500 + 20 x (55-20) = 2200 ml
-
- ** Pemantauan disesuaikan dengan fase/ hari perjalanan penyakit dan kondisi klinis
-
- - Hb, Ht, Tromb tiap 24 jam **
17

 Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

5% deficit cairan

Terapi awal cairan intravena


kristaloid 6-7 ml/Kg/jam

Evaluasi
3-4 jam
Perbaikan Tidak membaik
Ht dan frekuensi nadi turun, Ht dan nadi meningkat
tekanan darah membaik, Tekanan darah menurun < 20 mmHg
produksi urin meningkat Produksi urin menururn

Kurangi infus Tanda vital


Infus kristaloid
kristaloid dan Ht
10 ml/kg/jam
5 ml/kg/jam memburuk

Perbaikan Tidak membaik


Perbaikan

Infus kristaloid
Kurangi infus 15 ml/kg/jam
kristaloid
3 ml/kg/jam
Kondisi memburuk
Tanda syok
Perbaikan

Tatalaksana sesuai
Terapi cairan
Perbaikan protokol syok dan
dihentikan 24 – 48 jam
perdarahan
18

 Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa


Kasus DBD:
Perdarahan spontan dan masif: - Epistaksis tidak terkendali
- Hematemesis melena
- Perdarahan otak
Syok (-)

Hb, Ht, Trombosit, Leukosit, Pemeriksaan hemostasis (KID)


Golongan darah, Cross-match test

KID (+) KID (-)

Transfusi komponen darah: Transfusi komponen darah:


*PRC (Hb < 10 g/dL) *PRC (Hb < 10 g/dL)
*FFP *FFP
*TC (Trombosit < 100.000) *TC (Trombosit < 100.000)
**Heparinisasi 5000 – 10000 / 24 jam drip *Pemantauan Hb, Ht, Trombosit tiap 4-6 jam
*Pemantauan Hb, Ht, Trombosit tiap 4-6 jam *Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam
*Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian
kemudian

Cek APTT tiap hari, target 1,5 – 2,5 kali


kontrol
19

 Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa

Kristaloid, guyur 10-20 ml/KgBB 20-30 menit


O2 2-4 L/menit
AGD, Hb, Ht, elektrolit, Ur, Kr, gol darah

Perbaikan
Kristaloid
# Kristaloid Guyur 20-3 ml/ KgBB
7 ml/ KgBB/Jam 20-30 menit

Tanda vital/
Perbaikan Ht menurun
Kristaloid Tetap syok
Kembali
5 ml/ KgBB/Jam
ke awal Ht ↑ Ht ↓

Koloid 10-20 ml/KgBB Transfusi darah segar


Kristaloid Tetes cepat 10 – 15 10 ml/KgBB dapat
3Perbaikan
ml/ KgBB/Jam menit diulang sesuai
kebutuhan

24-48 jam setelah


syok teratasi Perbaikan Koloid (hingga
tanda vital/ Ht stabil # maksimal 30 ml/KgBB)
Diuresis cukup

Stop infus Perbaikan Pasang PVC


#

Koreksi ganggguan Hipovolemik Normovolemik


asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder Koreksi ganggguan
asam basa, elektrolit,
Kristaloid
hipoglikemia, anemia,
Dipantau
Perbaikan KID, Infeksi sekunder
10-15 menit

Kombinasi Perbaikan : - Inotropik


koloid ↓bertahap - Vasopresor
kristaloid vasopresor - Afterload
20

2.2 Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Berdasarkan WHO 2009, derajat keparah infeksi dengue secara umum


dibagi menjadi 2 kategori yaitu dengue tidak berat (non-severe dengue) dan
dengue berat (severe dengue). Dengue tidak berat dibagi lagi menjadi dengue
dengan tanda peringatan (dengue with warning signs) dan dengue tanpa tanda
peringatan (dengue without warning signs).[2] Kriteria derajat penyakit infeksi
virus dengue menurut WHO 2009 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.1.Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya (WHO 2009).


Dengue tidak berat
Dengue tanpa tanda Dengue dengan tanda Dengue berat
peringatan peringatan
Probable dengue Pasien yang memenuhi Pasien yang memenuhi
Tinggal di / bepergian ke kriteria dengue ditambah kriteria dengue dengan
area endemis dengue. dengan tanda peringatan tambahan gejala
Demam dan mengalami sebagai berikut: Kebocoran plasma
minimal 2 gejala berikut:  Nyeri perut berat dapat
 Mual, muntah  Muntah persisten menyebabkan:
 Ruam kulit  Gambaran klinis  Syok (SSD)
 Nyeri kepala/ akumulasi cairan  Akumulasi cairan
retroorbital  Perdarahan mukosa dengen distress
 Tes tourniquet (+)  Letargi, restlessness pernapasan.
 Leukopenia  Pembesaran hepar > Perdarahan berat

2 cm
Dengue yang  Lab: peningkatan Keterlibatan organ
terkonfirmasi hematokrit yang berat:
pemeriksaan bersamaan dengean  Hepar: SGOT atau
laboratorium (penting penurunan cepat SGPT ≥ 1000
saat tidak ada tanda hitung trombosit.  SSP: penurunan
kebocoran plasma) kesadaran
 Jantung &organ lain

Sumber: WHO Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Preventation and


Control. 2009.
21

Selain berdasarkan kriteria WHO 2009 diatas, terdapat juga klasifikasi


derajat keparah infeksi dengue berdasarkan WHO 2011 yang membagi tingkat
keparahannya menjadi 5 tingkat yaitu demam dengue (DD) serta demam berdarah
dengue (DBD) derajat I, II, III, dan IV. Kriteria untuk masing-masing tingkatan
dapat dilihat dalam tabel dibawah ini[13] :

Tabel 2.2.Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya (WHO 2011).

DD/DBD Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium

DD Demam dengan 2 dari tanda  Leukopenia ( leukosit ≤

berikut: 5000 sel/mm3)


 Trombositopenia
 Sakit kepala
(trombosit <150.000
 Nyeri retro-orbital
sel/mm3)
 Nyeri otot
 Peningkatan hematokrit
 Nyeri sendi
(5 – 10%)
 Ruam
 Tidak ada tanda
 Manifestasi perdarahan
kehilangan plasma
 Tidak terdapat tanda
kebocoran plasma

DBD I Demam dan manifestasi Trombositopenia < 100.000


perdarahan (tes tourniquet sel/mm3, Hematokrit
positif) dan terdapat tanda meningkat ≥ 20%
kebocoran plasma

DBD II Seperti pada derajat I Trombositopenia < 100.000


ditambah perdarahan sel/mm3, Hematokrit
spontan meningkat ≥ 20%

DBD III Seperti pada derajat I atau Trombositopenia < 100.000


II ditambah kegagalan sel/mm3, Hematokrit
sirkulasi (nadi lemah, meningkat ≥ 20%
tekanan nadi sempit ≤ 20
mmHg, hipotensi,
22

restlessnesss)

DBD IV Seperti pada derajat III Trombositopenia < 100.000


ditambah syok yang berat sel/mm3, Hematokrit
dengan tekanan darah dan meningkat ≥ 20%
nadi yang tidak teraba

Sumber: Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and


Dengue Haemorrhagic Fever. 2011.

Untuk DBD derajat III dan IV digolongkan juga sebagai sindrom syok dengue
(SSD)

2.3 Enzim Aminotransferase (SGOT dan SGPT)

Organ hepar terdiri dari ribuan enzim yang dimana beberapa dari enzim-
enzim tersebut terdapat di plasma dalam konsentrasi yang sangat rendah.
Peningkatan kadarenzim-enzim tersebut dalam plasmaterutama menggambarkan
peningkatan laju masuknya enzim tersebut dari sel hepar yang rusak ke dalam
plasma darah. Enzim aminotransferase merupakan indikator yang sensitif untuk
mendeteksi adanya nekrosis hepatoselular dan sangat membantu dalam mengenali
penyakit-penyakit hepatoselular seperti hepatitis.[14]

Enzim aminotransferase hepar terdiri dari SGOT (Serum Glutamic


Oxaloasetik Transaminase) atau disebut juga AST (Aspartat Aminotransferase)
dan SGPT (Serum Glutamic Piruvate Transaminase) atau disebut juga ALT
(Alanin Aminotransferase).[15]

SGOT terdapat dalam hepar, otot jantung, otot rangka, ginjal, otak,
pancreas, paru, leukosit, dan eritrosit. Penyakit yang menyebabkan perubahan,
kerusakan, atau kematian sel pada jaringan tersebut akan mengakibatkan
terlepasnya enzim ini ke sirkulasi.[15]

SGPT terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di hepar walaupun juga


terdapat dalam jumlah kecil di otot jantung dan rangka, dan ginjal.SGPT lebih
spesifik menunjukkan fungsi hepar daripada SGOT. SGPT banyak digunakan
23

untuk menegakkan diagnosis penyakit hepatik, sirosis postneurotik, dan efek


hepatotoksik obat.[15]

Pada kerusakan hepatoselular, kadar SGPT biasanya melebihi kadar SGOT.


Keadaan ini disebut tipe inflamatorik. Berbeda dengan tipe inflamatorik, pada
nekrosis selular yang berkaitan dengan destruksi mitokondria, kadar SGOT
melebihi SGPT. Perjalanan penyakit akan lebih parah dan prognosisnya lebih
serius jika rasio SGOT/SGPT lebih dari 1 yang biasa disebut tipe nekrotikans.[16]
Biasanya kadar SGOT>SGPT ditemukan pada hepatitis alkoholik, sirosis,
penyakit hepar infiltratif, dan sirosis non-bilier sedangkan SGPT>SGOT
ditemukan pada hepatitis viral dan obat, hepatitis C kronis, dan kolestasis.[17]

Enzim aminotransaminase paling berguna dalam penegakan diagnosis dan


monitoring penyakit hepatoselular.Selain itu kadarnya juga bisa sangat tinggi pada
penyakit-penyakit stasis kandung empedu. Peningkatan mencolok juga dapat
ditemukan pada hipotensi akut yang berat dan gagal jantung akut. Kadarnya bisa
normal pada sirosis kompensata, hepatitis C kronis, dan obstruksi bilier inkomplit
kronik.[17]

Keadaan ekstrahepatik yang dapat menyebabkan peningkatan kadar SGOT


adalah infark miokard, pankreatitis akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit
ginjal akut, luka bakar parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid,
eritromisin, dan kontrasepsi oral. Penurunan kadarSGOT dapat terjadi pada pasien
asidosis dengan diabetes mellitus. Penyebab ekstrahepatik peningkatan kadar
SGPT adalah obesitas, preeklamsi berat, acute lymphoblastic leukemia (ALL).[15]

2.4 Keterlibatan Organ Hepar pada Infeksi Virus Dengue

Pada infeksi virus dengue walaupun hepar bukan target organ utama, namun
pada beberapa kasus ditemukan keterlibatan organ hepar. Keterlibatan hepar
dalam kasus infeksi dengue pada umumnya bersifat ringan dengan manifestasi
utama berupa hepatomegali, nyeri hipokondrium dekstra, dan peningkatan ringan-
sedang enzim hepar.[7,18,19]Selain itu pada kasus yang jarang bisa ditemukan
jaundice dan gagal hepar akut.[6,8]
24

Patogenesis terjadinya disfungsi hepar pada infeksi dengue masih belum


sepenuhnya dipahami. Berbagai macam spektrum keterlibatan hepar yang terjadi
kemungkinan disebabkan oleh apoptosis hepatosit baik secara primer sebagai efek
selular dari virus maupun secara sekunder akibat respons imun pejamu yang
terlalu agresif terhadap virus dengue atau bahkan merupakan interaksi yang
kompleks dari dua mekanisme tersebut.[6,20] Selain itu cedera hipoksia akibat
gangguan perfusi hepar saat terjadinya syok juga diduga berperan dalam hal ini
walaupun gagal hepar akut sebenarnya tak selalu dibarengi dengan terjadinya
syok. Seperti yang ditemukan pada penelitian Samitha dkk bahwa semua sampel
yang tergolong severe dengue (SD) mengalami disfungsi hepar walaupun tak da
diantaranya yang mengalami syok.[20]

Pada organ hepar, sel yang menjadi target utama infeksi virus dengue adalah
hepatosit dan sel Kupffer.Infeksi sel hepar oleh virus dengue akan berujung pada
apoptosis sel tersebut. Hal tersebut dibuktikan pada pemeriksaan biopsi dan
autopsi pada kasus yang lebih fatal yakni ditemukan nekrosis hepatosit dan
hiperplasia sel Kupffer.Beberapa mekanisme dipercaya berperan dalam apoptosis
sel hepar diantaranya: disfungsi hipoksik mitokondria, akibat respons imun, dan
viral cytopathy. Setelah apoptosis, tersisalah Councilman Bodiesyang juga sering
ditemukan pada pemeriksaan histopatologis.[6,8,11,20]

Apoptosis yang terjadi lebih awal pada hepatosit yang terinfeksi virus
dengue diikuti dengan klirens yang cepat oleh sel fagositik sekitar membantu
dalam pencegahan penyebaran virus yang lebih luas. Hal inilah yang mungkin
menyebabkan kerusakan hepar pada infeksi dengue tidak seberat yang terjadi pada
Yellow fever (infeksi golongan flavivirus yang sama-sama ditularkan oleh Aedes
aegypti).[19]

Salah satu faktor yang dipercaya mempengaruhi pola dari kerusakan hepar
terutama pada pasien dewasa adalah adanya penyakit kronis hepar sebelumnya.
Pada pasien dengan riwayat hepatitis B atau C, kemungkinan disfungsi hepar yang
terjadi akibat infeksi dengue bisa lebih parah dibanding orang yang tidak memiliki
riwayat infeksi tersebut.[8]
25

Selama infeksi dengue, monosit, sel B, sel T dan sel mast menghasilkan
sitokin dalam jumlah banyak.Konsentrasi TNF alfa, IL-2, IL-6, dan IFN gamma
mencapai kadar tertinggi dalam serum pada 3 hari pertama penyakit sedangkan
IL-10, IL-5, dan IL-4 cenderung muncul belakangan. Sel T CD4+ dan CD8+
spesifik virus dengue mungkin menyebabkan kerusakan sel hepar melalui sitolitik
langsung dan/ atau dimediasi sitokin.[19]

Pada penelitian yang mengamati infeksi dengue pada model tikus


ditemukan kadar IL-22 dan IL-17 berhubungan dengan tampilan klinis yang berat
terutama cedera hepar. Selain itu gangguan hepar yang terjadi menurun secara
signifikan setelah reseptor IL-17 dihambat. Kadar SGPT pun berhubungan secara
signnifikan dengan kadar IL-17.Infiltrasi jaringan hepar oleh sel NK diikuti
dengan sel T juga ditemukan dan berhubungan dengan apoptosis sel hepar. Kadar
IL-10 yang tinggi juga ditemukan berhubungan dengan kadar enzim transaminase
hepar yang tinggi pada pasien dengue anak.[20]

Pada pemeriksaan histologis hepar pasien yang terinfeksi virus dengue


ditemukan:

1. Steatosis mikrovesikular
2. Nekrosis hepatoseluler
3. Hiperplasia dan destruksi sel Kupffer
4. Councilman bodies
5. Infiltrat seluler pada saluran porta

Nekrosis sel hepar secara umum mengenai area midzona namun terkadang
juga ditemukan pada area sentrolobular.Hal ini mungkin disebabkan hepatosit
pada area ini lebih sensitif terhadap anoksia atau produk-produk dari respons imun
(sitokin dan kemokin). Protein dan RNA virus dengue telah ditemukan di sel
hepatosit area midzona.[19]

Dalam beberapa penilitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang


signifikan antara pasien demam dengue (DD) dengan demam berdarah dengue
26

(DBD).Kadar rerata bilirubin serum, SGPT, SGOT ditemukan lebih tinggi pada
pasien demam berdarah dengue.[18]

Menurut penelitian yang dilakukan Shukla dkk ditemukan nilai rata-rata


SGPT adalah 133 unit/L sedangkan nilai rata-rata SGOT adalah 267 unit/L.
Meskipun ditemukan kadar rerata SGOT yang lebih tinggi namun tidak terdapat
perbedaan signifikan rerata kadar SGOT dan SGPT pada pasien DD dan DBD
pada penelitian ini. Selain itu kadar alkalin phosphatase (ALP) rata-rata adalah 89
unit/L. Seratus persen pasien mengalami peningkatan kadar SGOT sedangkan
91% pasien mengalami peningkatan kadar SGPT. [21]

Jnaneshwari dkk menemukan terdapat hubungan bermakna antara derajat


penyakit dengan kadar SGOT (p<0,001) dan SGPT (p<0,001). Disfungsi hepar
lebih parah terjadi pada pasien DBD dan DSS.Sepuluh persen pasien DBD dan
100% pasien DSS mengalami peningkatan SGOT >10 kali nilai normal.
Peningkatan kadar SGPT > 10 kali nilai normal ditemukan pada 88,9% pasien
DSS.[22]

Pancharoen dkk dalam penelitiannya mendapatkan SGOT dan SGPT secara


signifikan lebih tinggi sedangkan kadar globulin lebih rendah pada pasien dengan
derajat penyakit yang lebih parah.[23]Penelitian yang dilakukan oleh Kuo dkk di
Taiwan menemukan terdapat perbedaan rerata yang bermakna kadar SGOT dan
SGPT antara pasien dengue dengan perdarahan dan tanpa perdarahan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Samitha dkk, ditemukan kadar puncak
SGOT pada hari ke-6 dan SGPT pada hari ke-7 sakit. Kadar SGOT lebih tinggi
pada pasien SD daripada NSD dengan perbedaan yang paling jelas pada hari ke 5
dan 6. Berikut ini adalah grafik gambaran peningkatan kadar SGOT dan SGPT
dari penelitian Samitha dkk:
27

Gambar 2.6. Perubahan kadar enzim transaminase selama perjalanan


penyakit infeksi akut virus dengue.
Sumber: Samitha dkk. Pattern and cause of liver involvement in acute
dengue infection. 2016.

Secara umum kadar SGOT meningkat lebih cepat dan kadar puncaknya
lebih tinggi dari SGPT, kemudian menurun kadarnya ke nilai normal lebih cepat
dibanding SGPT. Hal ini tergolong tidak biasa dan berbeda dari apa yang sering
ditemukan pada hepatitis akut akibat virus hepatitis.[6,19]

Kadar SGOT yang tinggi kemungkinan tak hanya berasal dari kerusakan
hepar yang terjadi tetapi juga dapat berasal dari cedera myosit mengingat gejala
28

muskuloskeletal yang sering menyertai infeksi dengue seperti nyeri otot/ sendi.
Walaupun hal tersebut belum dapat dipastikan namun kadar kreatinin kinase
memang ditemukan meningkat pada fase akut infeksi dengue.[6,24,22]

Selain SGOT dan SGPT, kadar gamma glutamyl transferase (GGT) juga
ditemukan meningkat pada 90,9% pasien SD dan 72,7% NSD. Kadarnya pun
ditemukan lebih tinggi pada pasien SD dibandingkan pada pasien NSD. Bilirubin
yang kadarnya biasa meningkat pada kolestasis dan gangguan gangguan kandung
empedu ditemukan normal pada hampir seluruh pasien dengue. Hal ini
menunjukkan kolestasis dan stasis bilier tidak terjadi secara signifikan pada kasus
gangguan hepar terkait dengue.[20]
29

2.5 Kerangka Teori[11, 19]

Infeksi virus dengue

Sel endotel Sumsum Makrofag Hepar


tulang jaringan
Disfungsi
Replikasi virus
endotel ↓ Hemopoiesis
Sitokin Pro- di hepatosit dan
inflamasi sel Kupffer
↑ Trombositopenia
permeabilitas&
fragilitas Kematian sel
pembuluh hepar
darah Gangguan PGE
koagulasi IL-1 Pelepasan enzim
Ekstravasasi
(Koagulopati) TNF-α aminotransferase
cairan plasma
ke dalam darah

Hemokon- Manifestasi
sentrasi perdarahan Demam ↑ SGOT ↑ SGPT

↑ Hematokrit

Derajat penyakit

Demam DBD DBD DBD DBD


dengue (DD) derajat I derajat II derajat III derajat IV
30

2.6 Kerangka Konsep

Kategori A
(normal)

Kategori B
(meningkat
Derajat penyakit Kadar enzim ringan)
infeksi virus SGOT dan
dengue SGPT
Kategori C
(meningkat
sedang)

Kategori D
(meningkat
berat)

2.7 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Cara pengukuran Skala

Derajat penyakit Rekam medis Berdasarkan diagnosis Ordinal


Derajat
yang disebabkan yang tercatat di rekam
penyakit
infeksi virus medis. Terdiri dari:
infeksi
dengue sesuai Demam Berdarah Dengue
virus
kriteria beratnya derajat I dan Demam
dengue
penyakit menurut Berdarah Dengue derajat II
[13]
WHO 2011.
SGOT (Serum Rekam medis Berdasarkan hasil
SGOT Ordinal
Glutamic (hasil pemeriksaan laboratorium
Oxaloasetik pemeriksaan yang dilakukan di hari
Transaminase) laboratorium) pertama pasien dirawat di
adalah enzim yang RS pada rentang hari ke 3
terdapat di sel sampai 7 onset demam.
hepar, sel Terdiri dari [7] :
miokardium, sel a. Kategori A: kadar
otot rangka, ginjal, SGOT normal
dll yang akan b. Kategori B: kadar
meningkat SGOT meningkat < 3
kadarnya jika kali nilai normal.
31

terdapat kematian c. Kategori C: kadar


sel-sel tersebut. SGOT meningkat 3
sampai < 10 kali nilai
normal.
d. Kategori D: kadar
SGOT meningkat ≥
10 kali nilai normal

SGPT (Serum Rekam medis Berdasarkan hasil


SGPT Ordinal
Glutamic Piruvate (hasil pemeriksaan laboratorium
Transaminase) pemeriksaan yang dilakukan di hari
adalah enzim yang laboratorium) pertama pasien dirawat di
terutama terdapat RS pada rentang hari ke 3
dalam sel hepar sampai 7 onset demam.
yang akan Terdiri dari [7] :
meningkat bila a. Kategori A: kadar
terjadi gangguan SGPT normal
fungsi hepar. b. Kategori B: kadar
SGPT meningkat < 3
kali nilai normal.
c. Kategori C: kadar
SGPT meningkat 3
sampai < 10 kali nilai
normal.
d. Kategori D: kadar
SGPT meningkat ≥ 10
kali nilai normal

Lama hidup pasien Rekam medis Berdasarkan data yang Ordinal


Usia
dihitung dari saat didapat pada kolom
lahir sampai ulang identitas pasien.
tahun terakhir saat Dikategorikan menjadi:
pencacatan rekam  18 – 24
medis  25 – 34
 35 – 44
 45 – 54
 55 – 64
 ≥ 65
32

Perbedaan biologis Rekam medis Berdasarkan data yang Nominal


Jenis
pada fisik manusia didapat pada kolom
kelamin
identitas pasien.
Dikategorikan menjadi:
 Laki-laki
 Perempuan
3 BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional dengan


pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara kadar SGOT dan
SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue khususnya DBD derajat I dan
II.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang


Selatan.Pengumpulan data dilaksanakan di bagian instalasi rekam medis pada
bulan Mei-Juli 2016.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Target

Pasien penderita demam berdarah dengue (DBD) derajat I dan II.

3.3.2 Populasi Terjangkau

Pasien penderita demam berdarah dengue (DBD) derajat I dan II yang


menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

3.3.3 Sampel

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan


eksklusi.

3.3.4 Besar Sampel

𝑍𝛼 2 𝑃𝑄
𝑛=
𝑑2

33
34

1,962 𝑥0,65𝑥0,35
𝑛=
(0,1)2

n = 87,4

keterangan:

n = jumlah sampel

Zα = nilai Z pada derajat kemaknaan

P = proporsi yang diperkirakan suatu kasus tertentu terhadap


populasi

Q = 1-P

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan

dengan rumus diatas didapatkan jumlah sampel minimal yang harus didapatkan
pada penelitian ini adalah sebanyak 87.[7,25]

3.3.5 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada peneilitian ini dilakukan dengan cara


consecutive sampling.

3.3.6 Kriteria Sampel

A. Kriteria inklusi
1. Pasien demam berdarah dengue yang berusia ≥18 tahun.
2. Pasien yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan
3. Pasien yang diperiksa kadar SGOT & SGPT nya pada hari ke 3, 4,
5, 6, atau 7 onset demam.
B. Kriteria eksklusi
1. Pasien yang menderita kelainan hati selain yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue (seperti virus hepatitis, tifoid, sirosis hepatis,
hepatocellular carcinoma).
35

2. Pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap.

3.4 Cara Kerja Penelitian

1. Peneliti datang ke bagian instalasi rekam medis RSU Kota Tangerang


Selatan.
2. Peneliti memilih dan menetapkan sampel.
3. Peneliti mengumpulkan data dari rekam medis pasien.
4. Melakukan analisis data dengan menggunakan uji chi-square dan uji
Kolmogorov-Smirnovpada aplikasi SPSS 22.

Rekam medis populasi terjangkau (Pasien


rawat inap DBD di RSU Kota Tang-Sel)

Consecutive sampling
dengan memperhatikan
kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel

Kadar SGOT & Derajat penyakit infeksi dengue


SGPT

DBD derajat I DBD derajat II

Analisis data, Uji Statistik

3.5 Manajemen Data

Data dalam penelitian ini dianalisis dengan metode statistik uji Chi Square
dan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan aplikasi SPSS 22 dengan uji bivariat:
Hubungan kadar SGOT dan SGPT (kategorik) dengan derajat penyakit infeksi
virus dengue (kategorik) khususnya DBD derajat I dan II pada pasien rawat inap
di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014-2015.
4 BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data Penelitian


4.1.1 Karakteristik Responden

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam (IPD) RSU


Kota Tangerang Selatan.dengan subjek penelitian adalah pasien dewasa yang
menjalani rawat inap karena penyakit demam berdarah dengue. Populasi sampel
pada penelitian ini merupakan pasien yang menjalani rawat inap di RSU Kota
Tangerang Selatan dalam kurun waktu 2 tahun yaitu 2014-2015.Dari populasi
tersebut, dengan menggunakan teknik consecutive sampling didapatkan sampel
yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 157 orang.

Distribusi sampel berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:

Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan usia


Usia Jumlah Persentase (%)
18 – 24 41 26,1
25 – 34 43 27,4
35 – 44 34 21,7
45 – 54 24 15,3
55 – 64 11 7,0
≥ 65 4 2,5
Total 157 100

Dari tabel diatas dapat dilihat sampel terbanyak berasal dari kategori 25 –
34 tahun sebanyak 43 orang (27,4%). Hal ini sama dengan data dari Riskesdas
2007 bahwa prevalensi tertinggi di Indonesia yaitu pada usia 25-34 tahun. Sampel
yang paling sedikit adalah kategori ≥ 65 tahun sebanyak 4 orang (2,5%). Usia
terendah sampel adalah 18 tahun dan yang tertinggi adalah 86 tahun dengan rata-
rata usia adalah 35 ± 13,96.

36
37

Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin


Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)
Laki-laki 77 49
Perempuan 80 51
Total 157 100

Dari tabel diatas ditemukan bahwa sampel terbanyak berasal dari jenis
kelamin perempuan sebesar 80 orang (51%) sedangkan sampel laki-laki tidak
berbeda jauh yaitu sebesar 77 orang (49%).

Kriteria derajat penyakit infeksi yang digunakan pada penelitian ini


berdasarkan kriteria WHO 2011 yang membagi derajat infeksi dengue menjadi 5
kriteria yaitu: demam dengue (DD), demam berdarah dengue derajat I (DBD I),
demam berdarah dengue derajat II (DBD II), demam berdarah dengue derajat III
(DBD III), dan demam berdarah dengue derajat IV (DBD IV). Namun pada
populasi sampel hanya ditemukan pasien rawat inap dengan DBD derajat I dan II
seperti ditunjukkan pada tabel 3.Data derajat penyakit infeksi virus dengue pada
penelitian ini didapatkan dari diagnosis yang tertulis di rekam medis.

Tabel 4.3. Distribusi sampel berdasarkan derajat penyakit infeksi dengue


Derajat Penyakit Infeksi Virus Jumlah Persentase (%)
Dengue
DBD derajat I 66 42
DBD derajat II 91 58
Total 157 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa derajat penyakit infeksi dengue yang
terbanyak adalah DBD derajat II sejumlah 91 orang (58%) sedangkan sampel
dengan DBD derajat I lebih sedikit yaitu 66 orang (42%).
38

4.1.2 Sajian Data Penilitian

4.1.2.1 Kadar SGOT

Data kadar SGOT pada penelitian ini didapatkan dari rekam medis
pasien yang diukur pada hari pertama pasien dirawat dengan acuan nilai
normal < 37 U/L[24]. Peningkatan kadar SGOT pada penelitian ini
digolongkan menjadi 4 kategori yaitu:

1. Kategori A = Normal (< 37)


2. Kategori B = Meningkat ringan, < 3 kali nilai normal (37 -107)
3. Kategori C = Meningkat sedang, 3 sampai < 10 kali nilai
normal (108-359)
4. Kategori D = Meningkat berat, ≥ 10 kali nilai normal (≥ 360)

Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan kadar SGOT


Kadar SGOT Jumlah Persentase (%)
Kategori A 14 8,9
Kategori B 74 47,1
Kategori C 60 38,2
Kategori D 9 5,7
Total 157 100

Dari tabel diatas ditemukan bahwa 74 orang (47,1%) mengalami


peningkatan SGOT < 3 kali nilai normal (37 -107 U/L). Enam puluh
pasien (38,2%) mengalami peningkatan 3 sampai < 10 kali nilai normal
(108-359 U/L) sedangkan untuk peningkatan ≥ 10 kali nilai normal (≥ 360)
ada 9 orang(5,7%). Hanya 14 orang (8,9%) yang memiliki kadar SGOT
normal. Kadar SGOT terendah yang ditemukan adalah 13 U/L sedangkan
tertinggi mencapai 1835 U/L dengan rata-rata kadar SGOT adalah 154,97
± 226,45 U/L.
39

Adapun karakteristik jenis kelamin dan usia pasien yang


mengalami peningkatan SGOT dalam berbagai darajat disajikan dalam
tabel dibawah ini:

Tabel 4.5. Karakteristik pasien yang mengalami peningkatan SGOT

Kadar SGOT

Karakteristik Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D


(n = 14) (n = 74) (n = 60) (n = 9)

Jenis Kelamin

Laki-laki 7 (50%) 37 (50%) 26 (43,3%) 7 (77,8%)

Perempuan 7 (50%) 37 (50%) 34 (56,7%) 2 (22,2%

Usia

18 – 24 2 (14,3%) 25 (33,8%) 10 (16,7%) 4 (44,4%)

25 – 34 4 (28,6%) 18 (24,3%) 20 (33,3%) 1 (11,1%)

35 – 44 4 (28,6%) 15 (20,3%) 13 (21,7%) 2 (22,2%)

45 – 54 2 (14,3%) 7 (9,5%) 13 (21,7%) 2 (22,2%)

55 – 64 2 (14,3%) 6 (8,1%) 3 (5%) 0 (0%)

≥ 65 0 (0%) 3 (4,1%) 1 (1,7%) 0 (0%)

Berdasarkan tabel di atas tidak ditemukan perbedaan derajat peningkatan


SGOT bila dilihat dari jenis kelamin sampel. Perbedaan yang mungkin sedikit
mencolok adalah pada peningkatan berat (kategori D) kadar SGOT ditemukan
lebih banyak pada laki-laki (77,8%) dibanding perempuan (22,2%). Berdasarkan
golongan usia, nilai normal kebanyakan didominasi dari usia 25 – 34 dan 35 – 44
tahun masing-masing 28,6% sedangkan yang mengalami peningkatan berat justru
44,4%-nya dari kelompok usia 18 – 24 tahun.
40

4.1.2.2 Kadar SGPT

Data kadar SGPT pada penelitian ini didapatkan dari rekam medis
pasien yang diukur pada hari pertama pasien dirawat dengan acuan nilai
normal < 41 U/L. Peningkatan kadar SGPT pada penelitian ini
digolongkan menjadi 4 kategori yaitu:

1. Kategori A = Normal (< 41)


2. Kategori B = Meningkat ringan, < 3 kali nilai normal (41 -119)
3. Kategori C = Meningkat sedang, 3 sampai < 10 kali nilai
normal (120-399)
4. Kategori D = Meningkat berat, ≥ 10 kali nilai normal (≥ 400)

Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.6. Distribusi sampel berdasarkan kadar SGPT


Persentase
Kadar SGPT Jumlah
(%)
Kategori A 54 34,4
Kategori B 59 37,6
Kategori C 40 25,5
Kategori D 4 2,5
Total 157 100

Tabel diatas menunjukkan peningkatan kadar SGPT terbesar yaitu


pada kategori B (41 -119 U/L) sebanyak 59 orang (37,6%). Peningkatan
kategori C (120-399 U/L) terdapat pada 40 orang (25,5%) sedangkan yang
meningkat ≥ 10 kali nilai normal (≥ 400 U/L) hanya 4 orang (2,5%).
Pasien yang memiliki kadar SGPT normal cukup banyak yaitu 52 orang
(33,1%). Kadar SGPT terendah yang ditemukan adalah 10 U/L sedangkan
tertinggi adalah 676 U/L dengan rata-rata kadar SGPT adalah 95,03±
63,00 U/L.
41

Adapun karakteristik jenis kelamin dan usiapasien yang mengalami


peningkatan SGPT dalam berbagai derajat disajikan dalam tabel dibawah
ini:

Tabel 4.7. Karakteristik pasien yang mengalami peningkatan SGPT

Kadar SGPT

Karakteristik Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D


(n = 54) (n = 59) (n = 40) (n = 4)

Jenis Kelamin

Laki-laki 25 (46,3%) 28 (47,5%) 22 (55%) 2 (50%)

Perempuan 29 (53,7%) 37 (52,5%) 18 (45%) 2 (50%)

Usia

18 – 24 21 (38,9%) 12 (20,3%) 8 (20%) 0 (0%)

25 – 34 16 (29,6%) 12 (20,3%) 14 (35%) 1 (25%)

35 – 44 5 (9,3%) 17 (28,8%) 10 (25%) 2 (50%)

45 – 54 5 (9,3%) 13 (22%) 5 (12,5%) 1 (25%)

55 – 64 6 (11,1%) 3 (5,1%) 2 (5%) 0 (0%)

≥ 65 1 (1,9%) 2 (3,4%) 1 (2,5%) 0 (0%)

Dapat kita amati pada tabel diatas bahwa persentase peningkatan SGPT
tidak terlalu berbeda baik dari jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Untuk
peningkatan ringan SGPT 28,8% (terbanyak) berasal dari kelompok 35-44 tahun.
Tidak ditemukan sampel berusia >54 tahun yang mengalami peningkatan berat
kadar SGPT.

4.2 Analisis Bivariat

Setelah dilakukan uji Chi Square dengan SPSS 22 ditemukan tidak ada
hubungan yang bermakna antara peningkatan kadar SGOT dengan derajat
42

penyakit infeksi virus dengue dengan nilai p > 0,05 yaitu p = 0,326. Hal ini
disajikan dalam tabel 6.

Tabel 4.8. Hubungan kadar SGOT dengan derajat penyakit infeksi dengue
Derajat penyakit Kadar SGOT*
P
infeksi dengue Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D

DBD derajat I 9 (13,6%) 31 (47,0%) 23 (34,8%) 3 (4,5%)


0,326
DBD derajat II 5 (5,5%) 43 (47,3%) 37 (40,7%) 6 (6,6%)

*Ket: Kategori A = Normal (< 37); Kategori B = Meningkat < 3 kali nilai normal (37 -107);
Kategori C = Meningkat 3 sampai < 10 kali nilai normal (108-359); Kategori D = Meningkat
≥ 10 kali nilai normal (≥ 360).

Hal yang sama juga ditemukan pada analisis hubungan antara peningkatan
kadar SGPT dengan derajat penyakit infeksi virus dengue menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov yaitu tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan nilai
p > 0,05 yaitu p = 0,664. Hal ini disajikan dalam tabel 7.

Tabel 4.9. Hubungan kadar SGPT dengan derajat penyakit infeksi dengue
Derajat penyakit Kadar SGPT*
P
infeksi dengue Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D

DBD derajat I 27 (40,9%) 16 (24,2%) 23 (34,8%) 0 (0%)


0,664
DBD derajat II 27 (29,7%) 43 (47,3%) 17 (18,7%) 4 (4,4%)

*Ket: Kategori A = Normal (< 41); Kategori B = Meningkat < 3 kali nilai normal (41-119);
Kategori C = Meningkat 3 sampai < 10 kali nilai normal (120-399); Kategori D = Meningkat
≥ 10 kali nilai normal (≥ 400).

Pada uji Chi Square yang dilakukan pada data diatas (lihat lampiran 1)
ditemukan expected count yangkurang dari 5 sebesar > 20% yaitu 25% sehingga
syarat uji Chi Square tidak dapat dipenuhi. Maka dari itu pada analisis kadar
SGPT ini dilakukan uji alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov.[26]
43

4.3 Pembahasan

Pada penelitian ini ditemukan bahwa 91,1% pasien mengalami


peningkatan kadar SGOT (Tabel 4) sedangkan 65,6% pasien mengalami
peningkatan kadar SGPT (Tabel 5). Jumlah pasien yang mengalami peningkatan
SGOT lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pasien yang mengalami
peningkatan SGPT. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shukla
dkk yang menemukan: 100% pasien mengalami peningkatan SGOT; 91% pasien
mengalami peningkatan SGPT dan juga penelitian oleh Kuo dkk yang
menemukan: 93,3% pasien mengalami peningkatan SGOT; 82,2% pasien
mengalami peningkatan SGPT.[21,24]

Peningkatan SGOT dan SGPT pada pasien dengue merupakan akibat dari
cedera sel hepar mengingat virus dengue menyerang sistem retikuloendotelial dari
pejamu. Cedera hepar ini selain karena efek langsung dari virus, juga dapat
diakibatkan oleh respons imun pejamu.[27[]

Beberapa teori berkembang mengenai patogenesis terjadinya kerusakan hepar


pada infeksi dengue.Salah satunya adalah keterlibatan sel T sitotoksik CD4+.
Sitotoksisitas sel CD4+ terjadi melalui dua jalur:

1. Pelepasan perforin dan granzim dari sel T yang telah teraktivasi.


2. Interaksi ligan Fas pada sel T dengan Fas pada sel target. Interaksi ini
dapat menyebabkan destruksi sel-sel yang mempresentasikan antigen virus
maupun sel yang tidak mempresentasikan antigen pada sel sekitar yang
juga mengekspresikan Fas

Selain mekanisme diatas, sel T juga diduga menghasilkan sitokin/kemokin yang


dapat merusak sel hepar. Pada penelitian yang dilakukan Sung dkk (2012)
ditemukan peningkatan ekspresi gen CXCL10 pada infeksi virus dengue dimana
diketahui bahwa CXCL10 dapat menyebabkan perekrutan sel NK (Natural Killer)
ke organ hepar yang menyebabkan kematian hepatosit.[19,28]

Kadar SGOT rata-rata yang ditemukan pada penelitian ini adalah 154,97 ±
226,45 U/L sedangkan nilai rata-rata untuk peningkatan SGPT adalah 95,03 ±
63,00 U/L. Hal ini sama dengan apa yang ditemukan pada penelitian yang
44

dilakukan oleh Samitha dkk, Jnaneshwari dkk, Shukla dkk, dan Kuo dkk yaitu
rata-rata peningkatan SGOT juga lebih tinggi daripada SGPT. Hal ini bisa
disebabkan karena SGOT tak hanya terdapat pada sel hepar melainkan juga dari
sel-sel lain seperti sel otot rangka, otot jantung, ginjal dll. Maka dari itu pada
pasien demam berdarah dengue kemungkinan kerusakan sel otot juga turut serta
berperan dalam peningkatan kadar SGOT.Berbeda dengan SGOT, SGPT lebih
spesifik untuk melihat derajat kerusakan sel hepar karena terutama bersumber dari
sel tersebut. [21,24,20,22]

Penelitian lain yang dilakukan Djossou dkk juga menemukan kadar SGOT
meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar SGPT namun cenderung kembali ke
nilai normal lebih cepat dari kadar SGPT. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
waktu paruh SGOT yang lebih singkat (12,5 – 22 jam) daripada SGPT (32 – 43
jam).[29]

Hal yang membedakan DBD derajat I dan II yaitu terdapatnya manifestasi


perdarahan spontan pada pasien DBD derajat II. Penelitian yang dilakukan Sanusi
dkk menemukan bahwa pada pasien DBD dengan perdarahan, rerata kadar SGPT-
nya lebih tinggi dibanding pasien DBD tanpa perdarahan. Hal yang sama juga
ditemukan pada penelitian oleh Jnaneshwari dkk dan Rajoo dkk.[18,22,30] Pada
penelitian ini ditemukan rata-rata kadar SGPT pada pasien DBD derajat I adalah
83,64 sedangkan pada derajat II adalah 103,3, namun berdasarkan uji Mann-
Whitney perbedaan rerata tersebut tidak signifikan (p = 0,385).

Peningkatan SGOT dan SGPT pada penelitian ini ditemukan tidak


memiliki hubungan yang bermakna dengan derajat infeksi DBD derajat I dan
II.Bila dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Samitha dkk yang membedakan
kategori derajat keparahan menjadi non-severe dengue (NSD) dan severe dengue
(SD), penelitian tersebut menemukan tidak ada perbedaan peningkatan SGPT
yang signifikan diantara keduanya. Penelitian tersebut justru menemukan
perbedaan yang signifikan pada peningkatan kadar SGOT, yaitu lebih tinggi pada
SD dibandingkan NSD.[20]
45

4.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Trung dkk (2010) dan Souza dkk (2007)
menemukan terdapat hubungan antara peningkatan SGOT dan SGPT dengan
derajat penyakit infeksi dengue.Bila dibandingkan dengan penelitian tersebut,
keterbatasan dalam penelitian ini yaitu kategori derajat penyakit yang ditemukan
pada populasi terjangkau terbatas pada DBD derajat I dan II.Sedangkan pada
penelitian-penelitian tersebut menemukan sampel dalam spektrum yang lebih luas
yaitu demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), sampai sindrom syok
dengue (SSD).

Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah desain penelitian yang masih
cross sectional sehingga tidak dapat melihat peningkatan kadar SGOT dan SGPT
yang dinamis dari hari ke hari. Cara pengambilan sampel yang masih
menggunakan teknik consecutive sampling dan juga menggunakan data sekunder
juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.Selain itu sampel yang digunakan
tidak dilakukan tes serologi terlebih dahulu untuk menyingkirkan kemungkinan
pasien mengalami komorbid infeksi virus hepatitis.
5 BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:

1. Pada pasien demam berdarah dengue (DBD) dewasa yang dirawat di


RSU Kota Tangerang Selatan, sebanyak 91,1% mengalami
peningkatan kadar SGOT dan 65,6% mengalami peningkatan SGPT.
2. Pada penelitian ini sebagian besar peningkatan kadar enzim
transaminase yang ditemukan adalah bersifat ringan-sedang (kategori
B dan C), yaitu 51,7% dan 42% pada peningkatan kadar SGOT dan
pada peningkatan kadar SGPT yaitu 57,3% dan 38,8%.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara derajat penyakit
infeksi virus dengue (DBD derajat I dan II) dengan peningkatan kadar
SGOT (p = 0,326).
4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara derajat penyakit
infeksi virus dengue (DBD derajat I dan II) dengan peningkatan kadar
SGPT (p = 0,664).

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan derajat infeksi yang


ditemukan pada sampel lebih bervariasi mencakup demam dengue
(DD), DBD derajat I & II, serta DBD derajat III & IV (SSD).
2. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan data primer
sehingga didapatkan data yang lebih lengkap mencakup seluruh pasien
yang datang ke rumah sakit.
3. Perlu dilakukan penelitian dengan studi desain kohort atau kasus
kontrol untuk mendapatkan hasil yang lebih baik mengenai hubungan
antara peningkatan kadar SGOT dan SGPT dengan berbagai derajat
infeksi virus dengue.

46
47

4. Perlu dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT pada setiap pasien


demam berdarah dengue (DBD) yang menjalani rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, dkk. Demam berdarah dengue dalam: buku ajar


ilmu penyakit dalam. Ed 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. H.539-48.
2. World Health Organization. Dengue guidelines for diagnosis, treatment,
preventation and control. France: WHO; 2009. H.5, 10-1, 25-8, 91-2, 97-9.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.H. 103.
4. Pusat data dan surveilans epidemiologi. Buletin jendela epidemiologi: topik
utama demam berdarah dengue. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2010. H.1.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan indonesia tahun
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014. H. 149.
6. Trung DT, Thao LTT, Hien TT, dkk. Liver involvement associated with
dengue infection in adults in Vietnam. Am J Trop MedHyg.2010;83(4):774-
80.
7. Souza LJ, Nogueira RMR, dkk. The impact of dengue on liver function as
evaluated by aminotransferase levels. Brazilian Journal of Infectious
Diseases. 2007;11(4):407-10.
8. Samanta Jayanta, Sharma Vishal. Dengue and its effects on liver. World J
Clin Cases. 2015 Feb 16;3(2):125-31.
9. Sjahrurachman, Agus. Flaviviridae dalam: buku ajar mikrobiologi
kedokteran. Ed rev. Tangerang: Binarupa Aksara. H.424-34.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan indonesia tahun
2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015. H.153-55.
11. Martina BEE, Koraka P, Osterhaus ADME. Dengue virus pathogenesis: an
integrated view. Clinical Microbiology Reviews. 2009;22(4):564-81.
12. Piche DL. Immunopathogenesis of dengue hemorrhagic fever. The Journal of
Young Investigators. 2009 Nov;19(17):1-7.
13. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.

48
49

14. Schiff Eugene R, Sorrel Michael F, Maddrey Willis C. Schiff’s Disease of


The Liver 10th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. H.35-6.
15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman interpretasi data
klinik. Kemenkes RI; 2011. H.58-9.
16. Kuntz E, Kuntz HD. Hepatology principles and practice. 2nd Ed. Germany:
Springer; 2006. H.95-6.
17. Provan D, Krentz A. Oxford handbook of clinical and laboratory
investigation. Oxford: Oxford University Press; 2002. H.326.
18. Sanusi Sahrir, dkk. A comparison of the pattern of liver involvement in
dengue hemorrhagic fever with classic dengue fever. Southeast Asian J Trop
Med Public Health. 2000 Jun;31(2):259-63.
19. Seneviratne SL, Mlavige GN, Silva HJD. Pathogenesis of liver involvement
during dengue viral infections. Royal Society of Tropical Medicine and
Hygiene. 2005;100(2006):608-614.
20. Samitha F, Ananda W, dkk. Patterns and causes of liver involvement in acute
dengue infection. BMC Infectious Diseases. 2016;16(319):1-9.
21. Shukla Vaibhav, Chandra Ashok. A study of hepatic dysfunction in dengue.
Journal of The Association of Physicians of India. 2013 Jul;61:460-1.
22. Jnaneshwari M, Jayakumar S, dkk. Study of serum aminotransferase levels in
dengue fever. J of Evolution of Med and Dent Sci. 2014;3(10):2445-55.
23. Pancharoen C, Rungsarannont A, Thisyakom U. hepatic dysfunction in
dengue patients with various severity. J Med Assoc Thai. 2002;85(1):298-
301.
24. Kuo Chung-Huang, Tai Dar-in, dkk. Liver biochemical test and dengue fever.
Am J Trop Med Hyg.1992;47(3):265-270.
25. Dahlan M Sopiyudin. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam
penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009. H.34-5.
26. Dahlan M Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika; 2009.
27. Asim Ahmed, Aftab HA, dkk. Assessment of dengue fever severity through
liver function tests. Journal of the College of Physicians and Surgeons
Pakistan. 2014;24(9):640-44.
50

28. Sung Jui-Min, Lee Chien-Kuo, Wu-Hsieh BA. Intrahepatic infiltrating NK


and CD8 T cells cause liver cell death in different phases of dengue virus
infection. PLoS ONE. 2012; 7(9):1-9.
29. Djossou Felix, Vesin G, Walter G, dkk. Incidence and predictive factors of
transaminase elevation in patients consulting for dengue fever in Cayenne
Hospital, French Guiana. Trans R Sac Trop Med Hyg. 2016;110:134-140.
30. Rajoo SC, Omesh G, dkk. Liver function test in patients with dengue viral
infection. Dengue Buletin. 2008;32:110-17.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Output SPSS

1. Hasil analisis data


a. Grafik gambaran peningkatan kadar SGOT pada pasien demam berdarah
dengue (DBD) derajat I dan II

51
52

(Lanjutan)
b. Grafik Gambaran peningkatan kadar SGPT pada pasien demam berdarah
dengue (DBD) derajat I dan II

c. Uji Chi Square hubungan kadar SGOT dengan derajat penyakit DBD

Derajat_Infeksi * Kadar_SGOT Crosstabulation

Kadar_SGOT

Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D Total

Derajat_Infeksi DBD Derajat 1 9 31 23 3 66

13.6% 47.0% 34.8% 4.5% 100.0%

DBD Derajat 2 5 43 37 6 91

5.5% 47.3% 40.7% 6.6% 100.0%


Total 14 74 60 9 157

8.9% 47.1% 38.2% 5.7% 100.0%


53

(Lanjutan)

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 3.462 3 .326
Likelihood Ratio 3.432 3 .330
Linear-by-Linear Association 2.317 1 .128
N of Valid Cases 157

a. 1 cells (12.5%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 3.78.

d. Uji Chi Square hubungan kadar SGPT dengan derajat penyakit DBD

Derajat_Infeksi * K_SGPT_4_Kategori Crosstabulation

K_SGPT_4_Kategori

Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D Total

Derajat_Infeksi DBD Derajat 1 27 16 23 0 66

40.9% 24.2% 34.8% 0.0% 100%

DBD Derajat 2 27 43 17 4 91

29.7% 47.3% 18.7% 4.4% 100%


Total 54 59 40 4 157

34.4% 37.6% 25.5% 2.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 13.620 3 .003
Likelihood Ratio 15.279 3 .002
Linear-by-Linear Association .081 1 .776
N of Valid Cases 157

a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 1.68.
54

(Lanjutan)

e. Uji Kolmogorov-Smirnov hubungan kadar SGPT dengan derajat penyakit


infeksi virus dengue

a
Test Statistics

Kadar_SGPT

Most Extreme Differences Absolute .118

Positive .118

Negative -.112
Kolmogorov-Smirnov Z .728
Asymp. Sig. (2-tailed) .664

a. Grouping Variable: Derajat_Infeksi


55

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian


56

Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama : Ahmad Sisufri M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Makassar, 30 Desember 1995
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Bersih No. AA5, Kel. Pannampu Kec. Tallo
Makassar
Nomor Telepon/HP : 08990712960
Email : ahmadsisjufri@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
1) Tahun 2001 – 2007 : Sekolah Dasar Hang Tuah Makassar
2) Tahun 2007 – 2010 : Madrasah Tsanawiyah An-Nahdlah Makassar
3) Tahun 2010 – 2013 : Madrasah Aliyah An-Nahdlah Makassar
4) Tahun 2013 – sekarang : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai