Anda di halaman 1dari 3

Nama : Elisabeth Sitorus

Kelas/No. Absen : 6-13/12

NPM : 1302170460

Analisis Video Introduction of Ethics

Menurut Albert Camus, seorang manusia yang tidak memiliki etika sama seperti seekor
binatang liar yang dibiarkan lepas di dunia. Etika secara garis besar diartikan sebagai sebuah
ilmu yang mempelajari tentang moralitas. Penjelasan lebih lanjut didapat dari buku
Introduction to Ethics karya John Deigh. Dalam buku Introduction to Ethics, etika diartikan
sebagai sebuah ilmu tentang apa yang baik dan buruk yang dapat diikuti dalam kehidupan
dan apa yang benar dan yang salah untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan
utamanya adalah untuk menentukan bagaimana seseorang harus hidup dan perilaku yang
harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini juga membantu dalam menjelaskan moralitas. John Deigh mengartikan moralitas
sebagai standar yang benar dalam berperilaku yang ditentukan oleh akal dibandingkan
dengan kebiasaan.

Terdapat dua perbedaan pendapat mengenai etika. Menurut moral philosophers, etika bersifat
normatif artinya etika digunakan untuk menentukan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh
manusia. Contohnya dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) karena dapat
merugikan orang lain. Menurut ahli antropologi, etika bersifat deskriptif artinya etika berguna
untuk mengamati, menggambarkan, dan menjelaskan tindakan dan perilaku individu.
Contohnya pada saat berkumpul bersama orang yang lebih tua seharusnya berbicara dan
bersikap santun dan sopan.

Terdapat beberapa pertanyaan yang sering sekali diajukan mengenai etika, seperti :

1. Apa yang membuat sebuah tindakan dinilai bermoral, baik atau buruk, dan benar atau
salah?
2. Mengapa seseorang harus berperilaku sesuai dengan etika?

Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan tentang natur dari etika dijelaskan dengan ilmu Meta-
ethics. Pertanyaan terbesar dalam meta-ethics adalah apakah moralitas bersifat objektif.
Menurut para filsuf, objektivitas dari moralitas dinilai ketika pendapat tersebut memiliki nilai
kebenaran yang tidak bergantung pada pendapat pribadi.
Orang-orang yang menolak bahwa pendapat moral dapat dikategorikan benar atau salah
disebut moral subjectivism. Moral subjectivism mengatakan bahwa pendapat moral
bergantung pada preferensi dan pendapat pribadi. Sedangkan menurut moral realist atau
moral objectivists, pendapat dapat dinilai benar atau salah dan berlaku sama untuk seluruh
dunia. Pertanyaan mengenai objektivitas moral berhubungan dengan “is-ought problem”. Is-
ought problem dikemukakan oleh David Hume, seorang filsuf Skotlandia, dan sebagai dasar
dari Hume’s Law. Pada dasarnya “is-ought problem” membahas mengenai apakah seseorang
dapat memperoleh kesimpulan tentang yang seharusnya terjadi dari apa yang sebenarnya
terjadi. Secara umum filsuf menafsirkan Hume’s seperti ini : kamu tidak bisa mendapat
kesimpulan tentang apa yang seharusnya terjadi dari apa yang terjadi secara logis.

Perbedaan selanjutnya mengenai etika adalah pertanyaan apa yang baik dan buruk antara
teori teleologi dan deontologi. Perbedaan teleologi dan deontologi menurut Robert Almender
dari bukunya Human Happiness and Morality : A Brief Introduction to Ethics adalah
teleologi disebut juga teori konsekuensi menggambarkan moralitas dari suatu tindakan adalah
suatu konsekuensi dan kecenderungan konsekuensi tersebut menghasilkan kesenangan, rasa
sakit, kebaikan, atau kebahagiaan. Dalam teleologi, tujuan dari tindakan dianggap paling
penting kemudian dievaluasi aspek moralitasnya tergantung pada apakah tindakan tersebut
membantu atau menghambat untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan teori deontologi
menggambarkan moralitas tidak ada hubungannya dengan konsekuensi dari tindakan tersebut
sehingga seseorang harus mematuhi tindakan yang dianggap bermoral bukan karena
konsekuensi yang timbul tetapi karena berkewajiban untuk berbuat demikian. Contoh dari
perbedaan etika teleologi dan deontologi adalah seorang hakim memutuskan bahwa
narapidana harus dihukum mati karena sudah melakukan tindakan kriminal. Menurut etika
teleologis hal ini dianggap salah karena menimbulkan kesedihan dan penderitaan bagi
keluarga yang ditinggalkan, sedangkan menurut etika deontologis hal ini dianggap benar
karena hakim memiliki kewajiban menjatuhkan hukuman atas narapidana tersebut.

Kesimpulan :

Etika dan moralitas erat kaitannya dengan aspek objektif dan subjektif dari suatu kejadian
bahkan para ahli dapat memberikan pernyataan yang berbeda mengenai suatu kejadian yang
sama. Pada dasarnya apa yang dianggap sekelompok orang benar belum tentu dianggap benar
oleh kelompok yang lainnya. Seperti pendapat Immanuel Kant, dalam etika kita tidak selalu
berspekulasi tetapi menerapkan pengetahuan kita. Dalam etika, kita tidak dapat menerapkan
hal yang sama pada daerah yang berbeda ataupun pada orang yang berbeda. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan latar belakang, adat istiadat, budaya, dan kultur dari daerah
tersebut. Suatu kejadian dinilai objektif jika kejadian tersebut menghasilkan pendapat yang
sama pada situasi-situasi yang berbeda. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan agar dapat
menyamakan pandangan dari beberapa orang sehingga ditemukan satu pendapat yang sama
mengenai ukuran etika dan moralitas atas suatu kejadian.

Anda mungkin juga menyukai