Etika Profesi FIXX
Etika Profesi FIXX
Etika Profesi FIXX
Oleh Kelompok 4:
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui isi kode etik ahli gizi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui peran ahli gizi sebagai tenaga kerja professional.
3. Untuk mengetahui peran ahli gizi di bidang masyarakat.
4. Untuk mengetahui isi kode etik profesi gizi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kode Etik Ahli Gizi di Indonesia
Ahli Gizi yang melaksanakan profesi gizi mengabdikan diri dalam upaya
memelihara dan memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan dan
kesejahteraan rakyat melalui upaya perbaikan gizi, pendidikan gizi,
pengembangan ilmu dan teknologi gizi, serta ilmu-ilmu terkait. Ahli Gizi dalam
menjalankan profesinya harus senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan
nilainilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik profesinya
(Persagi, 2010).
a. Kewajiban Umum
1. Meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam
meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat
2. Menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap,
perilaku, dan budi luhur serta tidak mementingkan diri sendiri
3. Menjalankan profesinya menurut standar profesi yang telah ditetapkan.
4. Menjalankan profesinya bersikap jujur, tulus dan adil.
5. Menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi terkini, dan
dalam menginterpretasikan informasi hendaknya objektif tanpa membedakan
individu dan dapat menunjukkan sumber rujukan yang benar.
6. Mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama
dengan pihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan.
7. Melakukan profesinya mengutamakan kepentingan masyarakat dan
berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenarnya.
8. Berkerjasama dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun
lainnya berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-
baiknya.
b. Kewajiban terhadap Klien
1. Memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi
pelayanan gizi atau di masyarakat umum.
2. Menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang dilayaninya baik pada saat
klien masih atau sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah
klien meninggal dunia kecuali bila diperlukan untuk keperluan kesaksian
hukum.
3. Menjalankan profesinya senantiasa menghormati dan menghargai
kebutuhan unik setiap klien yang dilayani dan peka terhadap perbedaan
budaya, dan tidak melakukan diskriminasi dalam hal suku, agama, ras,
status sosial, jenis kelamin, usia dan tidak menunjukkan pelecehan seksual.
4. Memberikan pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat.
5. Memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas, sehingga
memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan sendiri berdasarkan
informasi tersebut.
6. Apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan berkewajiban
senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang mempunyai
keahlian.
Di Indonesia, Ahli Gizi termasuk Ahli Madya Gizi sebagai pekerja profesional
harus memiliki persyaratan sebagai berikut :
1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau
spesialis.
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga professional.
3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.
4. Mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah.
5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas.
6. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur.
7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah.
8. Memiliki etika.
9. Ahli Gizi.
10. Memiliki standar praktek.
11. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi
sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
12. Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.
b. Konselor gizi
Konselor gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang lain (klien)
mengenali mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan mendorong klien untuk
mencari dan memilih cara pemecahan masalah gizi secara mudah sehingga
dapat dilaksanakan oleh klien secara efektif dan efisien. Konseling biasanya
dilakukan lebih privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor dan klien
yang bertujuan untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi pasien
dalam upaya perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan (Magdalena,
2010).
c. Penyuluh gizi
Penyuluh gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang
merupakan suatu upaya menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah
bahan makanan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
perorangan atau masyarakat dalam mengonsumsi makanan sehingga
meningkatkan kesehatan dan gizinya (Kamus Gizi, 2010). Penyuluhan gizi
sebagian besarnya dilakukan dengan metode ceramah (komunikasi satu arah),
walaupun sebenarnya masih ada beberapa metode lainnya yang dapat
digunakan. Berbeda dengan konseling yang komunikasinya dilakukan lebih
pribadi, penyuluhan gizi disampaikan lebih umum dan biasanya dapat
menjangkau sasaran yang lebih banyak.
Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang
yang sudah mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi
kesehatan manapun, karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain,
tidak dapat dipisahkan. Dengan adanya peran ahli gizi di dalam masyarakat,
diharapkan dapat membantu memperbaiki status kesehatan masyarakat,
khususnya melalui berbagai upaya preventif (pencegahan).
Melalui ahli gizilah salah satu caranya masyarakat dapat mengetahui
berbagai informasi-informasi dan isu-isu kesehatan, khususnya yang
berhubungan dengan gizi. Jika dilakukan tatap muka, masyarakat pun dapat
langsung berinteraksi dengan ahli gizi dan berkonsultasi langsung dengan
mudah mengenai permasalahan gizi yang mereka hadapi. Ahli gizi yang
memberikan penyuluhan dan konseling pun hendaknya memiliki bekal
pengetahuan dan wawasan yang cukup yang harus terus ditambah dan
diperbaharui setiap waktu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kode etik adalah aturan tertulis yang harus dipatuhi oleh profesi yang terkait.
Sedangkan ahli gizi adalah seseorang yang memiliki kehalian khusus dalam
bidang makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. Oleh karena itu kode
etik ahli gizi adalah peraturan yang harus dilakukan ahli gizi dalam
berinteraksi dengan orang lain baik itu klien maupun teman seprofesi.
Disetiap negara mempunyai kode etik ahli gizi yang berbeda-beda.
2. Dalam menerapkan kode etik, ahli gizi wajib melakukannya sesuai kewajiban
yang meliputi kewajiban umum, kewajiban terhadap klien, kewajiban
terhadap masyarakat, kewajiban terhadap teman seprofesi dan mitra kerja
serta kewajiban terhadap profesi dan diri sendiri. Kode etik ahli gizi ini dibuat
atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah
anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya.
3. Ahli gizi atau Registered Dietitien (RD) adalah sarjana gizi yang telah
mengikuti pendidikan profesi gizi (dietetic internship) dan dinyatakan lulus
setelah mengikuti ujian kompetensi profesi gizi, yang kemudian diberi hak
untuk mengurus ijin memberikan pelayanan dan menyelenggarakan praktek
gizi. RD bertugas melakukan pengkajian gizi, menentukan diagnosa gizi,
menentukan dan mengimplementasikan intervensi gizi, dan kemudian
melakukan visite berkala untuk memonitor dan mengevaluasi perkembangan
kondisi pasien.
4. Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai
dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi. Ketiga peran itu
hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah
mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan
manapun, karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak
dapat dipisahkan.
DAFTAR PUSTAKA
ADA. 2009. American Dietetic Association/Commission on Dietetic Registration
Code of Ethics for the Profession of Dietetics and Process for Consideration
of Ethics Issues. http://www.bu.edu/sargent/files/2009/09/ADA-Code-of-
Ethics-8-13.pdf. (Diakses pada tanggal 18 Maret 2020).
Almatsier, Sunita. 2006. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan.
Penuntun Diet Edisi Terbaru. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
College of Dietitians of Ontario. 1999. Code of Ethics for The Dietetic Profession
in Canada. http://www.collegeofdietitians.org/Resources/Professional-
Practice/Standards-of-Practice/CodeOfEthicsInterpretiveGuide.aspx.
(Diakses pada tanggal 18 Maret 2020).
MenKes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
374/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Gizi.
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.
%20374%20ttg %20Standar%20Profesi%20Gizi.pdf. (Diakses pada tanggal
18 Maret 2020).
Nasihah, Fathiya. 2010. Peran Ahli Gizi sebagai Penyuluh dan Konselor Gizi.
Persagi. 2010. Standar Profesi Gizi. http://persagi.org (Diakses pada tanggal 18
Maret 2020).