KEPENTINGAN PUBLIK
Oleh:
Shintia Wirani - 2016122066
Desti mulyani - 2016121728
Lisa Nadilah – 2016120483
PROGRAM AKUNTANSI S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bahwa persoalan keamanan perbankan masih harus diwaspadai. Nasabah selaku pihak
yang memberikan kepercayaan penuh pada bank untuk menyimpan dan mengelola
uangnya2 merasakan kekhawatiran yang luar biasa, karena kasus pembobolan bank
kerap kali terjadi dan diketahuinya baru belakangan setelah pembobol puas
menikmati hasilnya, bahkan ada beberapa kasus dimana korban dalam hal ini nasabah
yang dibobol dan mengalami kerugian hilangnya sejumlah uang miliknya justru tidak
dapat menangkap oknum yang membobol rekeningnya, seperti kasus yang dialami
oleh nasabah bank Victoria cabang Muara Karang Jakarta, rekening atas nama Mr.
Mabes Polri berdasarkan hasil rapat dengan Bank Indonesia pada hari senin tanggal 4
April 2011, ada delapan kasus pembobolan yang akan segera ditindaklanjuti. Adapun
1. Pembobolan kantor kas BRI Tamini Square sebesar Rp29 miliar, melibatkan
dengan nilai kerugian Rp18 miliar. Polisi menetapkan lima tersangka, Salah
4. Terjadi di Bank BNI, dengan modus mengirimkan berita telex palsu. Isinya
sebuah cabang Depok. Namun kasus ini berhasil dicegah karena sistem bank
pemiliknya di BPR Pundi Artha Sejahtera. Pada saat jatuh tempo deposito itu
tidak bisa dibayarkan. Kasus ini melibatkan Direktur Utama BPR, dua
6. Terjadi pada Bank Danamon, dengan modus menarik uang kas berulangulang
mantan teller Bank Danamon. Kasus yang dilaporkan 9 Maret 2011, dengan
Panin Bank Cabang Metro Sunter, MAW, dengan kerugian Rp2,5 miliar.
orang dalam ini ada yang memang murni inisiatif dan kerjasama antar orang
dalam, ada juga kolaborasi antara orang dalam bank dengan orang luar bank
luar bank dengan merusak system pada sebuah bank dengan melakukan
dilakukan oleh pembobol bank harus segera diantisipasi oleh aparatur hukum
di Indonesia, kerja cepat dan pembuktian yang cermat harus mampu dilakukan
agar hukum tidak terlihat lemah. Pembobolan bank merupakan jenis kejahatan
krah putih (white color crime) yangdilakukan oleh kaum intelektual dengan
aturan internal bank maupun aturan-aturan hukum yang berlaku saat ini
konsep ini juga masih dalam ranah abu-abu. Pemahaman yang mendalam
korporasi yang berlaku di Indonesia masih sangat perlu untuk dipahami dan
dianalisis,
BAB II
STUDI PUSTAKA
Tidak ada definisi yang seragam tentang kejahatan perbankan, bahkan dalam
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pun tidak memberikan definisi tertentu tentang
Perbankan menetapkan tiga belas macam tindak pidana yang diatur mulai dari Pasal
46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat digolongkan ke
Meskipun tidak ada definisi yang pasti yang ditemukan tentang kejahatan
perbankan yang terkategori kedalam kejahatan kerah putih (white color crime), yang
menggunakan bank sebagai sarana atau sasaran kejahatan, dengan mengambil dana
dari bank yang bukan haknya secara curang dan melanggar ketentuan Undang-
dalam Undang-undang Perbankan ternyata tidak semua jenis tindak pidana perbankan
bentuk tindak pidana perbankan dengan bank dijadikan sarana untuk melakukan
kejahatan. Dalam hal bank menjadi sarana terjadinya tindak pidana perbankan,
jangkauan serta ruang lingkup kejahatan dan pelanggaran yang diatur di dalam
karyawan, serta pihak terafiliasi, dan rahasia bank. Pembobolan bank merupakan
kasus yang sering terjadi dalam dunia perbankan Indonesia. Pembobolan bank dapat
terjadi atau dapat dilakukan oleh pihak terafiliasi atau pihak luar. Alternatif lain
dalam pembobolan bank ini terjadi sebagai hasil kerjasama antara pihak dalam atau
pihak terafiliasi dengan pihak luar. Yang dimaksud dengan pihak luar dalam hal ini
adalah anggota masyarakat pada umumnya bahwa mereka tidak termasuk dalam
macam. Penggunaan bilyet giro palsu merupakan salah satu bentuk modus operandi.
BNI 1946 Cabang New York, computer tersebut dipergunakan sebagai alat untuk
melakukan transfer dana. Pembobolan bank dapat terjadi dalam rangka tindak pidana
demikian itu dapat dikategorikan sebagai pembobolan bank dalam arti luas.
Pembobolan bank dalam arti sempit merupakan pembobolan bank dalam rangka
tindak pidana perbankan yang dilakukan dengan cara-cara atau modus operandi yang
Perbankan dan/atau peraturan hukum lainnya. Pembobolan bank dapat terjadi tidak
perbankan, melainkan juga pelanggaran atau kejahatan dalam kerangka tindak pidana
umum dan tindak pidana korupsi dengan bank sebagai sasarannya. Pembobolan bank
dalam bentuk pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan hukum pidana di luar
bank sebagai korban dapat dikategorikan sebagai pembobolan bank dalam arti luas.11
Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas dapat dinyatakan, bahwa pembobolan bank
undang No. 10 tahun 1998 jo Undang undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
berikut peraturan hukum lain yang berkaitan dengan itu merupakan pembobolan bank
dalam arti sempit atau dengan kata lain, tindak pidana perbankan adalah bentuk
tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku kejahatan dengan menggunakan bank
sebagai sarana kejahatannya. Tindak pidana dengan bank sebagai sasaranya disebut
sebagai tindak pidana di bidang perbankan, dalam hal ini bank berkedudukan sebagai
Bisnis Indonesia, edisi 6 April 2004. kliping Koran diperoleh dari dokumentasi
perpustakaan Yayasan
pidana perbankan merupakan pembobolan bank dalam arti sempit. Bank sebagai
sasaran pembobolan bank melahirkan posisi bank sebagai korban pembobolan bank.
Siapapun pelaku pembobolan bank, apakah orang dalam, orang luar, kerjasama orang
dalam dengan orang luar jika pembobolan bank tersebut menjadikan bank sebagai
sebagai korban tidak hanya diderita oleh bank itu saja tetapi secara lebih luas dapat
Kerugian yang diderita oleh sistem perbankan nasional itu antara lain dalam
bentuk krisis kepercayaan masyarakat terhadap bank. Korban lain adalah nasabah
bank. Nasabah sering merupakan korban pembobolan bank yang dilakukan oleh
orang dalam maupun orang luar. Pada beberapa kasus, kerugian nasabah yang
diakibatkan oleh pembobolan yang dilakukan oleh orang dalam diganti oleh pihak
bank, akan tetapi apabila bank yang dibobol tersebut sampai mengalami pailit atau
penutupan usaha, tidak menutup kemungkinan bank tidak mampu bertanggung jawab
atau lebih disingkat dengan istilah pelaku pembobolan bank terdiri dari pihak luar
bank, pihak dalam bank atau pihak terafiliasi, dan kerja sama antara pihak luar
dengan pihak dalam bank. Menurut Krisna Wijaya ada empat penyebab yang dapat
transaksi debet dan kreditnya sudah benar secara akutansi. Apakah angka
dengan huruf sudah sesuai dan apakah ketentuan MCS (maker, cheker dan
signer) sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya. Begitu rutinnya
berupa dokumen transaksi asli atau tidak. Karena sifat pekerjaannya yang
dikhawatirkan akan ditiru dan dipraktikkan oleh pihak lain. Ketabuan itu
dalam sistem dan prosedur oleh pihak lain sama artinya menyebarluaskan
dijajaran bisnis, ada kesan jajaran bisnis itu pasukan kelas utama dan
kejahatan.
pihak terafiliasi yang mengetahui tentang keadaan bank secara pasti. Pihak
kegiatan serta pengelolaan usaha jasa pelayanan yang diberikan oleh bank,
pembobolan bank dapat dilatar belakangi oleh tiga hal, sebagai berikut:
dapat bermacam-macam, dan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak ada bank yang bobol tanpa melibatkan orang dalam.17 Aspek
di dalam masyarakat.
dan sistem manajemen yang diterapkan pada suatu bank belum tentu
3. Dari sisi kesejahteraan termasuk gaji dan fasilitas yang didapat oleh
Untuk itu diperlukan sikap tanggap dari pihak manajemen bank guna
timbul krisi sumber daya manusia yang akan bermuara pada kinerja
penegakan hukum, yaitu berupa tidak terjangkaunya subyek hukum selain manusia
subyek hukum tersebut memiliki andil dalam terjadinya tindak pidana dimaksud.
1. Pengertian Korporasi
atau tindak pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi. Pengertian lain mengenai
kejahatan korporasi juga dikemukakan dalam Black’s Law Dictionary, Any criminal
fixing, toxic waste dumping), often referred to as “white collar crime”. Bahwa
kejahatan korporasi merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh dan karenanya
dapat dibebankan pada suatu korporasi karena aktivitas-aktivitas pegawai atau
karyawannya (seperti penetapan harga, pembuangan limbah), dan kejahatan ini sering
Menurut Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH, korporasi19 dilihat dari bentuk
hukumnya dapat diberi arti yang sempit maupun arti yang luas. Menurut artinya yang
sempit, korporasi adalah badan hukum, sedangkan dalam artinya yang luas, korporasi
dapat berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum. Dalam artinya yang
sempit, yaitu sebagai badan hukum, korporasi merupakan figur hukum yang
hukum diakui oleh hukum perdata, artinya hukum perdatalah yang mengakui
melakukan perbuatan hukum sebagai suatu figur hukum. Demikian juga halnya
dengan ”matinya” suatu korporasi secara hukum adalah apabila ”matinya” korporasi
dilihat dari sudut pandang hukum pidana. Pengertian korporasi menurut hukum
pidana lebih luas daripada pengertiannya menurut hukum perdata. Dalam hukum
pidana, korporasi meliputi baik badan hukum maupun bukan badan hukum. Badan
hukum yang dimaksudkan tersebut bukan saja seperti perseroan terbatas, yayasan,
koperasi atau perkumpulan yang telah disahkan sebagai badan hukum yang
digolongkan sebagai korporasi menurut hukum pidana, tetapi juga firma, perseroan
komanditer atau CV, dan persekutuan atau maatschap, yaitu badan- badan usaha yang
menurut hukum perdata bukan suatu badan hukum. Sekumpulan orang-orang yang
melakukan perjanjian dalam rangka kegiatan usaha atau kegiatan sosial yang
dilakukan oleh pengurusnya untuk dan atas nama kumpulan orang tersebut, juga
kepada pelaku tindak pidana yang bersangkutan tanpa dengan tidak perlu dibuktikan
Alasan pembenar dari hal tersebut adalah bahwa korporasi tidak mungkin
memiliki mens rea karena korporasi tidak memiliki kalbu, tetapi juga korporasi tidak
mungkin dapat melakukan sendiri suatu tindak pidana, melainkan tindak pidana
tersebut hanya dapat dilakukan oleh manusia untuk dan atas nama korporasi.
terhadap orang lain, misalnya tindak pidana dilakukan oleh A namun yang dibebani
dimungkinkan harus bertanggugjawab atas perbuatan orang lain. Apabila teori ini
memang terdapat hubungan subordinasi antara pemberi kerja (empolyer) dan orang
yang melakukan tindak pidana tersebut. Tujuan dari pemberlakuan doktrin tersebut
(employees) tanpa partisipasi langsung oleh pemberi kerja yang bersangkutan dalam
tindak pidana tersebut, tekanan akan dialami oleh pemberi kerja untuk melakukan
penyeliaan langsung dan secara teoritis timbulnya tindak pidana tersebut berpotensi
dapat tercegah
(berkurang).
yang mendapat delegasi wewenang dari mereka, dipandang dengan tujuan tertentu
dan dengan cara yang khusus, sebagai korporasi itu sendiri, dengan akibat bahwa
lingkup tindak pidana yang mungkin dilakukan oleh korporasi sesuai dengan prinsip
ini lebih luas, dibanding dengan apabila didasarkan pada doktrin “vicarious”. Teori
tersebut menyatakan bahwa perbuatan atau kesalahan "pejabat senior” (senior officer)
pandangan Prof. Dr. Barda Nawawi, pengertian “pejabat senior” korporasi dapat
"para direktur dan manajer". Hal tersebut tergambar dalam pendapat para pakar
- Untuk tujuan hukum, para pejabat senior biasanya terdiri dari "dewan
perusahaan".
company".
pengendali) dan ia tidak bertanggung jawab pada orang lain dalam perusahaan
itu. Didefinisikan dalam arti sempit di Inggris yaitu hanya perbuatan pejabat
yayasan atau hasil keputusan para direktur atau putusan rapat umum
mind and will of the company". la merupakan salah seorang yang diarahkan.
Didalam KUHP memang hanya ditetapkan bahwa yang menjadi subyek tindak
melakukan suatu tindakan di dalam atau melalui organisasi yang, dalam hukum
sebagai satu kesatuan dan oleh karena itu diakui serta mendapat perlakuan sebagai
badan hukum atau korporasi. Dan berdasarkan KUHP, pembuat undang-undang akan
merujuk pada pengurus atau komisaris korporasi jika mereka berhadapan dengan
situasi seperti itu. Sehingga, KUHP saat ini tidak dapat menjadi landasan untuk
kejahatan korporasi juga diatur dan tersebar dalam berbagai undang-undang khusus
lainnya dengan rumusan yang berbeda mengenai arti “korporasi”, antara lain
dibawah ini :
Ekonomi (UU-TPE);