Anda di halaman 1dari 1

IFRS, Perubahan Format Laporan atau

Perubahan Sistem?
Tekat Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk mengadopsi International Financial
Reporting Standard (IFRS) pada tahun 2012 merupakan tantangan yang besar bagi
kalangan akuntansi Indonesia, baik bagi kalangan akademisi maupun praktisi
akuntansi. Banyak hal dalam IFRS yang akan diadopsi berbeda dengan prinsip yang
saat ini berlaku. Beberapa hal terbesar dari perbedaan itu antara lain :
1. Penggunaan Fair-value Basis dalam penilaian aktiva, baik aktiva tetap,
saham, obligasi dan lain-lain, sementara sampai dengan saat ini penggunaan
harga perolehan masih menjadi basic mind akuntansi Indonesia. Sayangnya
IFRS sendiri belum memiliki definisi dan petunjuk yang jelas dan seragam
tentang pengukuran berdasarkan nilai wajar ini.
2. Jenis laporan keuangan berdasarkan PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca,
Rugi-Laba dan Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan Catatan atas Laporan
keuangan). Dalam draft usulan IFRS menjadi 6 elemen (Neraca, Rugi-Laba
Komprehensif, Perubahan Ekuitas, Cashflow, Catatan atas Laporan keuangan,
dan Neraca Komparatif). Penyajian Neraca dalam IFRS tidak lagi didasarkan
pada susunan Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan Aktiva dan
Kewajiban usaha, Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas. Laporan
Cashflow tidak disajikan berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi dan
Pendanaan, melainkan berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan
investasi), Cashflow perpajakan dan Cashflow penghentian usaha.
3. Perpajakan perusahaan, terutama terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas
penerapan IFRS maupun atas revaluasi aktiva berdasarkan fair-value basis.
Melihat kondisi di atas, tentunya jika adopsi IFRS hanya dipandang sebagai suatu
bentuk perubahan laporan maka akan terlalu sempit karena banyak hal dalam
operasional perusahaan akan sangat terpengaruh, tidak hanya dalam penyajian
Laporan Keuangan saja.
Hal yang perlu dilakukan perubahan antara lain :
1. Sistem teknologi informasi akuntansi akan berubah dengan format penyajian
Laporan yang berubah, basis penilaian aktiva yang berubah menjadi Fair-value
Basis yang tentunya akan mempengaruhi pula sistem lain yang terkait seperti
penyusutan, laba-rugi, dan perpajakan.
2. Basis penilaian aktiva tetap berdasarkan nilai wajar akan menimbulkan
masalah yang besar, karena perusahaan harus menyediakan Apraisal untuk
menilai aktiva tetap perusahaan secara periodik. Disamping itu, penerapan basis
penilaian ini juga akan menunggu perubahan Peraturan Menteri Keuangan
PMK No. 79/PMK.03/2008 yang menyatakan bahwa penilaian kembali aktiva
tetap dapat dilakukan apabila DJP memberikan izin.
3. Perpajakan perusahaan harus melakukan evaluasi konsekuensi yang mungkin
timbul sebagai akibat penerapan IFRS.
4. Sistem legal perusahaan harus melakukan evaluasi konsekuensi yang timbul
atas penerapan IFRS.
5. Kemungkinan evaluasi struktur organisasi perusahaan.
6. Perlunya alokasi sumber daya yang besar dari perusahaan, mulai persiapan
sumber daya manusia, keuangan, dan sistem perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai