Anda di halaman 1dari 44

MEMBUAT PROPOSAL

“PENGARUH MODEL TPS BERBASIS MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN


HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN PKN DI SD “

OLEH

NAMA: WA ODE NURINTAN

STAMBUK: A1G118041

KELAS: A

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwarahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikansyafa’atnya di akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan
pembuatan proposal dari mata kuliah Pengembangan Pembelajaran PKn doi SD.

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
kami, Ibu Lisnawati Rusmin, S.Pd., M.Sc. yang telah memberikan tugas ini kepada kami
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kendari, 28 Mei 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Belajar

2.1.1.1 Pengertian Belajar

2.1.1.2 Teori Belajar

2.1.1.3 Hasil Belajar

2.1.1.4 Tujuan Belajar

2.1.1.5 Unsur Belajar

2.1.2 Pembelajaran

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran

2.1.2.2 Tujuan Pembelajaran


2.1.3 Keterampilan Guru dan Aktivitas Siswa

2.1.3.1 Keterampilan Guru

2.1.3.2 Aktivitas Guru

2.1.4 Pembelajaran Pkn di SD

2.1.4.1 Pengertian PKN SD

2.1.4.2 Tujuan Pkn

2.1.4.3 Ruang Lingkup Pkn

2.1.5 Model Pembelajaran Think Pair Share(TPS)

2.1.5.1 Pengertian Think Pair Share(TPS)

2.1.5.2 Langkah-Langkah Pembelajaran TPS

2.1.5.3 Kelebihan dan Kekurangan TPS

2.1.5.4 Manfaat Pembelajaran Metode TPS

2.1.6 Media Gambar

2.1.6.1 Pengertian Media Gambar

2.1.6.2 Fungsi Media Gambar Pada Pembelajaran

2.1.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar

2.1.6.4 Syarat Media Gambar yang Baik untuk Digunakan

2.1.6.5 Kedudukan Media Gambar dalam Pembelajaran

2.1.7 Penerapan Pembelajaran PKN melalui Model TPS

berbasis Media Gambar.


BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

3.1.1 Observasi

3.1.2 Wawancara

3.1.3 Dokumentasi

3.1.4 Tes

3.1.5 Catatan Lapangan

3.2 Teknik Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menyiapkan manusia agar mampu
mandiri, mengembangkan potensi diri, dan dapat menjadi anggota masyarakat yang
berdaya guna dalam pembanguna bangsa. Salah satu tuntutan mendasar yang dihadapi
dunia pendidikan saat ini adalah peningkatan mutu pendidikan. Hal ini timbul karena
semakin tingginya kesadaran masyarakat dalam pendidikan. Dengan demikian, sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai tugas dalam memenuhi harapan
masyarakat untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan.

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam membentuk generasi penerus bangsa


yang cerdas dan handal dalam pelaksanaan pembangunan kehidupan bangsa. Sesuai
dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang sisitem pendidikan nasional pada pasal 3
menyatakan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta


peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Memperhatikan isi UU No.20 Tahun 2003 tersebut, maka dapat dipastikan bahwa
kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan pendidikan bangsa itu sendiri.
Pendidikan menuntut pada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya untuk berperan serta
dalam pencapaian hasil pendidikan yang optimal. Salah satu diantaranya adalah guru
sebagai pihak yang berperan dalam terciptanya proses pembelajaran yang menarik dan
bermutu baik.

i
Mutu pendidikan sangat ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya faktor
penggunaan model pembelajaran yang baik. Model pembelajaran yang baik dapat
mengubah sistem pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center) menjadi sistem
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Proses pembelajaran dimana
siswa sebagai pusatnya akan membuat suasana belajar semakin hidup sehingga siswa
dapat berdiskusi dan bekerja sama dengan temannya.

Ketepatan penggunaan model pembelajaran oleh guru dapat memberikan suasana


belajar yang nyaman dan menarik sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa. Siswa lebih mudah menerima materi yang diberikan oleh guru apabila
model pembelajaran yang digunakan tepat dan sesuai. Keaktifan belajar siswa yang
tinggi sanagat membantu tercapainya tujuan pembelajaran.

Proses pembelajaran yang masih terpusat pada guru menimbulkan suasaana


pembelajaran yang kurang kondusif sehingga hasil belajar siswa kurang maksimal.
Keadaan ini membuat siswa menjadi pasif, siswa lebih banyak melakukan aktivitas yang
tidak terkait dengan pelajaran, bercanda dengan temannya, cenderung ramai pada saat
pelajaran berlangsung sehingga konsentrasi siswa tidak terfokus, siswa banyak melamun
bahkan mengantuk, siswa kurang motivasi untuk belajar, siswa tidak mampu menjawab
dengan sempurna pertanyaan guru, dan siswa tidak punya keberanian untuk
mengemukakan pendapat, oleh karena itu, perlu dicari model pembelajaran yang tepat
agar aktivitas belajar siswa dalam pelajaran PKn menjadi lebih baik. Guru harus dapat

menciptakan situasi pembelajaran yang tidak membosankan sehingga materi pelajaran


menjadi menarik. Guru harus punya sensitifitas yang tinggi untuk segera mengetahui
apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa. Jika hal ini terjadi, guru harus
segera mencari model pembelajaran yang tepat guna (Mulyasa, 2007: 241).
Aktivitas belajar merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Aktivitas belajar dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti
suasana rumah, orang tua, motivasi dari orang tua dan faktor internal seperti kesehatan,
intelegensi, bakat, motivasi, minat dan kreatifitas. Aktivitas belajar yang kuat akan
memberikan persaan senang, tidak membosankan dan bersungguh-sungguh dalam
belajar.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis mencoba untuk meningkatkan hasil


belajar PKn dengan menggunakan model cooperative learning tipe TPS. cooperative
learning merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-
kelompok kecil yang memilki tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan
tugas kelompok setiap anggota bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu
bahan pembelajaran. Peneliti memilih model ini karena model ini dianggap susai dengan
karakteristik siswa dan proses pembelajaran PKn. Pada dasarnya usaha guru dengan
menggunakan model cooperative learning tipe TPS ini dengan tujuan agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Dengan menggunakan model ini, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri, serta bekerja sama dengan orang lain,
optimalisasi siswa dalam proses pembelajaran, teknik atau metode ini memberikan
kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan
menunjukkan partisipasi siswa kepada orang lain.

Penggunaan model cooperative learning tipe TPS diharapkan siswa akan lebih kreatif
dan mandiri, serta dapat meningkatkan hasil belajar sesuai dengan Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah melalui model Think Pair Share (TPS)berbasis media gambar dapat
meningkatkan aktifitas siswa dalam pembelajaran PKN SD ?
1.3 Tujuan penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah: meningkatkan prestasi belajar PKn pada siswa SD

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. Melalui model Think Pair Share (TPS) berbasis Media Gambar pembelajaran
dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran PKn di SD

b. Melalui model Think Pair Share (TPS) berbasis Media Gambar pembelajaran
dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn di SD

c. Melalui model Think Pair Share (TPS) berbasis media gambar pembelajaran
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PK di SD

1.4 Manfaat Penelitian

 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas belajar serta dapat


meningkatkan hasil belajar siswa di SD sehingga model Think Pair Share (TPS)
berbasis Media Gambar pembelajaran dapat menjadi acuan teori untuk kegiatan
penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.

 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

Siswa

Melatih siswa untuk aktif dan kreatif, melalui model Think Pair Share (TPS) berbasis
media gmbar pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada
pembelajaran PKn, serta melalui model Think Pair Share (TPS) berbasis media gambar
pembelajaransiswa dapat menerima pengalaman belajar yang bervariasi sehingga
meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran PKn.
Guru

Sebagai bahan untuk memberi masukan dan pengetahuan bagi guru tentang pentingnya
mengetahui berbagai macam model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam
menguasai materi pelajaran, salah satunya model Think Pair Share (TPS) berbasis media
Gambar pembelajaran, dan sebagai bahan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam
kegiatan belajar mengajar agar lebih profesional.

Sekolah

Memberikan masukan dalam mengembangkan metode pembelajaran terutama model


Think Pair Share (TPS) berbasis media gambar pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran PKn.
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Belajar

2.2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang


sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan sangat
tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika siswa berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri. Belajar dapat
dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Kasmadi dan Sunariah (2014: 29) mendefinisikan bahwa belajar adalah


suatu usaha yang disengaja, bertujuan, terkedali agar orang lain belajar atau
terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Suatu program
pembelajaran yang baik, haruslah memenuhi kriteria daya tarik (appeal), daya
guna (efektifitas), dan hasil guna (efisiensi).

Howard L. Kingskey (dalam Hosnan, 2014: 3) learning is the process by


which behaviour (in the broader sence) is originated or changed through
practice or training (belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti
luas) ditimbulkan atau diubah menjadi praktik atau latihan. Susanto (2013: 4)
mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan
seseorang dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman,
atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya
perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun
dalam bertindak.
Hamdani (2011: 21) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan. Misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya. Sedangkan
Masitoh (2009: 3) mendefinisikan belajar adalah suatu proses atau kegiatan
yang dilakukan sehingga membuat suatu perubahan perilaku yang berbentuk
kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa belajar


adalah aktivitas yang dilakukan individu guna memperoleh motivasi,
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku melalui interaksi
dengan individu lain dan lingkungan. Aktivitas yang dilakukan ialah membuat
suatu perubahan perilaku yang berbentuk kognitif, afektif, maupun
psikomotor.

2.2.1.2 Teori Belajar

Banyak sekali teori yang berkaitan dengan belajar. Masing masing teori
memiliki kekhasan tersendiri dalam mempersoalkan belajar. Huda (2014: 24-
25) menjabarkan dasar-dasar teori belajar kelompok, salah satu landasan
teoritis pertama tentang belajar kelompok ini berasal dari pandangan
konstruktivis sosial. Pertama dari Vygotsky, mental siswa pertama kali
berkembang pada level interpersonal di mana siswa belajar
menginternalisasikan dan mentransformasikan interaksi interpersonal siswa
dengan orang lain, lalu pada level intrapersonal di mana siswa mulai
memperoleh pemahaman dan keterampilan baru dari hasil interaksi ini.
Landasan teori inilah yang menjadi alasan mengapa siswa perlu diajak untuk
belajar berinteraksi bersama orang dewasa atau temannya yang lebih mampu
menyelesaikan tugas-tugas yang tidak bisa siswa selesaikan sendiri.
Landasan teori lainnya ialah berasal dari Piaget tentang konflik sosio
kognitif. Konflik ini, muncul ketika siswa mulai merumuskan kembali
pemahamannya akan suatu masalah yang bertentangan dengan pemahaman
orang lain yang tengah berinteraksi dengannya. Saat pertentangan ini terjadi,
siswa akan tertuntut untuk merefleksi pemahamannya sendiri, mencari
informasi tambahan untuk mengklarifikasi pertentangan tersebut, dan
berusaha “mendamaikan” pemahaman dan perspektifnya yang baru untuk
kembali menyelesaikan inkonsistensi-inkonsistensi yang ada. Konflik
kognitif, bagaimanapun merupakan penggerak perubahan karena ia
memotivasi siswa untuk merenungkan kembali pemahamannya tentang suatu
masalah dan berusaha mengkonstruksi pemahaman baru yang lebih sesuai
dengan feedback yang mereka terima. Teori Vygotsky dan Piaget, tetap
meneguhkan pentingnya interaksi sosial dalam memberdayakan perspektif,
kognisi, cara berpikir dan belajar siswa.

Selanjutnya Susanto (2014: 144-146) menjabarkan teori-teori belajar


berdasarkan pendekatan konstruktivisme. Teori-teori belajar yang berkaitan
erat dengan pendekatan ini diantaranya teori perubahan konsep, teori belajar
bermakna Ausubel, teori belajar Bruner, dan teori skemata.

1) Teori belajar perubahan konsep

Teori belajar perubahan konsep merupakan suatu teori belajar yang


menjelaskan adanya proses evolusi pemahaman konsep siswa dari siswa
yang sedang belaja.r

2) Teori belajar bermakna Ausubel

Teori ini beranggapan bahwa belajar merupakan suatu proses di mana


informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah
dipunyai seseorang yang sedang belajar.
3) Teori belajar Bruner

Teori belajar Bruner berkeyakinan bahwa proses belajar akan berjalan


dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

4) Teori skemata

Belajar menurut teori skema adalah mengubah skema. Artinya orang


yang sedang belajar dapat membentuk, menambah, melengkapi, dan
memperluas skema yang telah dimilikinya, ataupun mengubah sama sekali
skema lama.

Yaumi (2013: 28-35) menjelaskan teori-teori belajar sebagai berikut:

1. Teori belajar behaviorisme

Belajar menurut kaum behavioris adalah perubahan dalam tingkah


laku yang dapat diamati dari hasil hubungan timbal balik antara guru
sebagai pemberi stimulus dan siswa sebagai respon tindakan stimulus
yang diberikan.

2. Teori pemrosesan informasi

Teori pemrosesan informasi memandang belajar sebagai suatu upaya


untuk memproses, memperoleh, dan menyimpan informasi melalui
memori jangka pendek dan memori jangka panjang, dalam hal ini belajar
terjadi secara internal dalam diri siswa.

3. Teori skema dan muatan kognitif

Teori skemata pertama kali dihembuskan oleh Piaget pada tahun 1926,
teori ini membahas proses belajar yang melibatkan asimilasi, akomodasi,
dan skemata.
4. Teori belajar situated

Pandangan umum tentang teori ini adalah jika kita membawa siswa
pada situasi dunia nyata dan berinteraksi dengan orang lain, di situlah
terjadi proses belajar.

5. Teori konstruktivisme

Belajar dalam pandangan konstruktivisme benar-benar menjadi


usaha individu dalam mengonstruksi makna tentang sesuatu yang
dipelajari.

Berdasarkan pada teori-teori yang telah dijabarkan, teori yang mendukung


desain pembelajaran pada penelitian ini adalah teori Vygotsky. Landasan teori
inilah yang menjadi alasan mengapa siswa perlu diajak untuk belajar
berinteraksi bersama orang dewasa atau temannya yang lebih mampu
menyelesaikan tugas-tugas yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri,
pentingnya interaksi sosial dalam memberdayakan perspektif, kognisi, cara
berpikir dan belajar siswa.

2.2.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah


melalui kegiatan belajar.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 104


Tahun 2014 Tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan
Dasar dan Pendidikan Menengah Pasal 1 penilaian hasil belajar oleh pendidik
adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran siswa
dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan
kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama
dan setelah proses pembelajaran.
Kasmadi dan Sunariah (2014: 43) mengemukakan bahwa variabel hasil
belajar pada tingkat umum, diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Keefektifan pembelajaran diukur dengan tingkatan pencapaian


pembelajaran. Yakni 4 aspek penting yang dapat dipakai untuk
memprediksi efektifitas belajar, yaitu 1) kecermatan penguasaan perilaku
yang dipelajari, 2) kecepatan untuk kerja, 3) tingkat alih untuk belajar, dan
4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari.

b. Efisiensi pembelajaran diukur dengan rasio antara keefektifan dengan


jumlah waktu yang dipakai, dan jumlah biaya yang digunakan.

c. Daya tarik pembelajaran, diukur dengan mengamati kecendrungan siswa


untuk senang belajar. Erat kaitannya dengan daya tarik dan kualitas
pembelajaran. Oleh sebab itu, pengukuran siswa belajar dapat dikaitkan
dengan proses pembelajaran itu sendiri.

d. Hasil belajar, secara normatif merupakan hasil penilaian terhadap kegiatan


pembelajaran sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan siswa memahami
pembelajaran yang dinyatakan dengan nilai berupa huruf atau angka. Akan
tetapi, secara psikologi menampakan perubahan perilaku pada siswa.

Susanto (2013: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan-


perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Sedangkan
Suprijono (2012: 5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola
perubahan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan.
Bloom (dalam Suprijono, 2012: 6) mendefinisikan hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah
knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkas, dan contoh), application (menerapkan), analysis
(menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing
(nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Penilaian
dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi siswa, serta digunakan sebagai bahan penyusunan
laporan kemajuan hasil belajar, sekaligus sebagai umpan balik untuk
memperbaiki proses pembelajaran.

Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan


menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan
kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek,
portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan
standar penilaian pendidikan dan panduan penilaian kelompok mata pelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa hasil


belajar adalah proses penggunaan informasi untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam materi pelajaran di sekolah. Penelitian ini, hasil
belajar yang diamati difokuskan pada ranah kognitif pada kata kerja
operasional “menyebutkan” dan “menjelaskan”.
2.2.1.4 Tujuan Belajar

Tujuan belajar merupakan diskripsi tentang perubahan perilaku yang


dinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan belajar telah terjadi,
Gerlach dan Ely (dalam Anni, 2010:85). Menurut Anni (2010:85) tujuan
belajar merupakan harapan yang dikomunikasikan melalui pernyataan dengan
menggambarkan perubahan yang dinginkan pada pengajar yakni pernyataan
tentang apa yang dinginkan pada siswa setelah menyelesaikan pengalaman
belajar.

Benyamin S. Bloom (dalam Anni , 2010:86) menyampaikan tujuan belajar


mencakup tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar yaitu : ranah
kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah
psikomotorik (psychomotoric domain). Ranah kognitif berkaitan dengan hasil
berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif
mencakup kategori pengetahuan (knowledge), pemahaman (komprehension),
penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian
(evaluation).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, menurut peneliti tujuan belajar


dalam penelitian ini bertujuan untuk meningkatan prestasi belajar pada siswa
dalam pembelajaran PKn yaitu mengacu pada ranah kognitif, afektif dan
psikomotor
2.2.1.5 Unsur Belajar

Gagne (dalam Anni, 2010:84) mengemukakan bahwa belajar merupakan


sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling kait-
mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Beberapa unsur yang
dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Peserta didik.

Istilah peserta didik dapat diartikan sebagai peserta didik, warga


belajar, dan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar.
Peserta didik memiliki penginderaan yang digunakan untuk menangkap
rangsangan; otak yang digunakan untuk mentransformasikan hasil
penginderaan ke dalam memori yang kompleks; dan syaraf atau otot yang
digunakan untuk menampilkan kinerja yang menunjukkan apa yang telah
dipelajari. Dalam proses belajar, rangsangan (stimulus) yang diterima oleh
peserta didik diorganisir di dalam memori. Kemudian memori tersebut
diterjemahkan ke dalam tindakan yang dapat diamati seperti gerakan
syaraf atau otot dalam merespon stimulus.

b. Rangsangan (stimulus).

Peristiwa yang merangsang penginderaan peserta didik disebut


stimulus. Banyak stimulus yang berada di lingkungan seseorang. Suara,
sinar, warna, panas, dingin, tanaman, gedung, dan orang adalah stimulus
yang selalu berada di lingkungan seseorang. Agar peserta didik mampu
belajar lebih optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang
diminati.

c. Memori.

Memori yang ada pada peserta didik berisi berbagai kemampuan yang
berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari
kegiatan belajar sebelumnya.
d. Respon.

Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon.


Peserta didik yang sedang mengamati stimulus akan mendorong memori
memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon dalam peserta
didikan diamati pada akhir proses belajar yang disebut sengan perubahan
perilaku atau perubahan kinerja (performance).

Keempat unsur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Kegiatan


belajar akan terjadi pada diri peserta didik apabila terdapat interaksi antara
stimulus dengan isi memori, sehingga perilakunya berubah dari waktu
sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Apabila terjadi perubahan
perilaku tersebut, maka perubahan perilaku itu menjadi indikator bahwa
peserta didik telah melakukan kegiatan belajar

2.2.2 Pembelajaran

2.2.2.1 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan


sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu
dan pengetahuan , penguasaan kemahiran dan tabiat , serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip
dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi
kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang
yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Syaiful Sagala, 2011: 62)
pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah Proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.

Konsep pembelajaran menurut Corey (Syaiful Sagala, 2011: 61) adalah


suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-
kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk


membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru.
Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui
kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya,
motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan
lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam
pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan
menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari


guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya
kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena
adanya usaha.
2.2.2.2 Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan harapan, yaitu apa yang


diharapkan dari siswa sebagai hasil belajar. Robert F. Meager (Sumiati dan
Asra, 2009: 10) memberi batasan yang lebih jelas tentang tujuan
pembelajaran, yaitu maksud yang dikomunikasikan melalui peenyataan yang
menggambarkan tentang perubahan yang diharapkan dari siswa.

Menurut H. Daryanto (2005: 58) tujuan pembelajaran adalah tujuan yang


menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap yang
harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan
dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. B. Suryosubroto
(1990: 23) menegaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah rumusan secara
terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh siswa sesudah ia melewati
kegiatan pembelajaran yang bersangkutan dengan berhasil. Tujuan
pembelajaran memang perlu dirumuskan dengan jelas, karena perumusan
tujuan yang jelas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan dari proses
pembelajaran itu sendiri.

Tujuan pembelajaran tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran


(RPP). RPP merupakan komponen penting dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang pengembangannya harus dilakukan secara profesional.
Menurut E. Mulyasa (2010: 222) berikut ini adalah cara pengembangan RPP
dalam garis besarnya.

1) Mengisi kolom identitas

2) Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan.

3) Menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang


akan digunakan yang terdapat dalam silabus yang telah disusun.

4) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan


kompetensi dasar, serta indikator yang telah ditentukan.
5) Mengidentifikasi materi standar berdasarkan materi pokok/pembelajaran
yang terdapat dalam silabus.

6) Menentukan metode pembelajaranyang akan digunakan.

7) Menentukan langkah-langkah pembelajaran.

8) Menentukan sumber belajar yang akan digunakan.

9) Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, dan teknik


penskoran.

2.2.3 Keterampilan Guru dan Aktivitas Siswa

2.2.3.1 Keterampilan Guru

Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang
dapat membentuk jiwa dan watak anak didik, guru mempunyai kekuasaan
untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang
yang berguna bagi agama,, nusa dan bangsa.

Ametembun (dalam Djamarah, 2010:32) guru adalah semua orang yang


berwenang dan bertanggungjawab terhadap pendidikan murid-murid, baik
secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah ataupun di luar sekolah.

Menurut Slameto (2003:97) dalam proses belajar mengajar guru


mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas
belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan.
Beberapa keterampilan dasar mengajar guru menurut Djamarah (2010:99)
diantaranya yaitu :

a. Keterampilan Bertanya Dasar .

b. Keterampilan Bertanya Lanjut

c. Keterampilan Memberi Penguatan (Reinforcement)

d. Keterampilan Mengadakan Variasi

e. Keterampilan Menjelaskan

f. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

g. Keterampilan Mengelola Kelas

h. Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil

i. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan

2.2.3.2 Aktivitas Siswa

Ibrahim (2003:27) mengemukakan bahwa aktivitas siswa merupakan


upaya yang dilakukan oleh guru agar siswa belajar. Dalam pengajaran,
siswalah yang menjadi subjek, dialah pelaku kegiatan belajar.

Menurut Paul D. Dierich (dalam Oemar Hamalik, 2008:172) kegiatan


belajar terbagi dalam 8 kelompok yaitu :

a. Kegiatan-kegiatan visual (visual activities)

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,


demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral activities)

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, berhubungan suatu kejadian,


mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat,
wawancara, diskusi, dan interupsi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan (listening activities)

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau


diskusi kelompok, mendengarkan radio.

d. Kegiatan-kegiatan menulis (writing activities)

Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat


rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar (drawing activities)

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.

f. Kegiatan-kegiatan metrik (motor activities)

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,


membuat model`.

g. Kegiatan-kegiatan mental (mental activities)

Merenungkan,mengingat, memecahkan masalah, menganalisis,


faktorfaktor, melihat, membuat keputusan.

h. Kegiatan-kegiatan emosional (emotional activities)

Minat, membedakan, berani, tenang, menaruh minat, semangat,


bergairah, dan gugup.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa adalah kegiatan siswa yang


dilaksanakan baik secara jasmani maupun rohani, dan diupayakan oleh guru
agar siswa belajar sebagaimana siswa adalah pelaku/subjek utamanya
2.2.4 Pembelajaran Pkn di SD

2.2.4.1 Pengertian PKN SD

PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk
diajarkan pada jenjang sekolah dasar. Ruminiati (2007: 1.15) menyatakan
bahwa pelajaran PKn merupakan salah satu pelajaran yang berkaitan langsung
dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada pendidikan afektif. Tetapi
di dalam pelaksanaan pembelajaran, tidak sedikit yang salah menafsirkan
bahwa PKN dengan PKn merupakan hal yang sama. Padahal keduanya
memiliki definisi dan fungsi yang berbeda dalam pembelajaran.

Hal ini sesuai dengan pendapat Soemantri bahwa PKN adalah pendidikan
kewargaan negara, yang merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan
membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu, mau, dan
mampu berbuat baik, sedangkan PKn adalah pendidikan kewarganegaraan,
pendidikan yang menyangkut status formal warga negara yang berisi tentang
diri kewarganegaraan, peraturan naturalisasi atau pemerolehan status sebagai
WNI (Ruminiati, 2007: 1 – 25).

Pengertian PKn juga dijelaskan di dalam Permendiknas No. 22 Tahun


2006 tentang standar isi. Di dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang
standar isi tertulis bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945.

PKn merupakan pendidikan untuk memberikan bekal awal dalam bela


negara yang dilandasi oleh rasa cinta kepada tanah air, kesadaran berbangsa
dan bernegara, berkeyakinan atas kebenaran idiologi pancasila dan UUD 1945
serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara (Ittihad, 2007:
1.37).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa PKn
merupakan mata pelajaran yang berkaitan erat dengan pendidikan afektif yang
berpengetahuan bela negara. PKn juga dikatakan sebagai pendidikan awal
bela negara, idiologi pancasila dan UUD 1945, naturalisasi, dan pemerolehan
status warga negara

2.2.4.2 Tujuan PKn

Melalui mata pelajaran PKn, diharapkan kegiatan pembelajaran dapat


mencapai tujuan yang diharapkan sebagaimana tercantum pada Permendiknas,
No. 22 tahun 2006 tentang standar isi meliputi:

a. Berpikir secara kritis dan rasional dalam menghadapi isu


kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara aktif, bertanggung jawab, dan bertindak secara


cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti
korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri


berdasarkan karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa lain. d. Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan
dunia baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan
ilmu dan teknologi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa tujuan mata pelajaran


PKn terbagi menjadi beberapa aspek. Aspek berpikir merupakan awal dari
adanya partisipasi individu, sehingga individu secara positif dapat
berkembang dan berinteraksi dengan pihak lain.
2.2.4.3 Ruang Lingkup PKn

Mata pelajaran PKn memiliki klasifikasi materi yang dirangkum dalam


ruang lingkup pembelajaran. Ruang lingkup pada materi mata pelajaran PKn
sesuai Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi, meliputi:

a. Persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Norma, hukum, dan peraturan.

c. Hak asasi manusia.

d. Kebutuhan warga negara.

e. Konstitusi negara.

f. Kekuasan dan Politik.

g. Pancasila.

h. Globalisasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa materi pembelajaran


pada mata pelajaran PKn terangkum dalam ruang lingkup mata pelajaran PKn
yang terdiri dari beberapa aspek, meliputi: ruang lingkup persatuan dan
kesatuan bangsa, ruang lingkup norma, hukum, dan peraturan, ruang lingkup
HAM (Hak Asasi Manusia), ruang lingkup kebutuhan dan konstitusi negara,
ruang lingkup kekuasaan dan politik, ruang lingkup pancasila, serta ruang
lingkup globalisasi.
2.2.5 Model Pembelajaran Think Pair Share(TPS)

2.2.5.1 Pengertian Think Pair Share(TPS)

Pengertian Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi


merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang di reancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi TPS ini berkembang dari
penelitian kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh
Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland yang menyatakan
bahwa TPS merupakan cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas.

Metode TPS berarti memberikan waktu pada siswa untuk memikirkan


jawaban dari pertanyaan atau permasalahan yang akan diberikan oleh guru.
Siswa saling membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan
kemampuan yang dimiliki masing–masing. Setelah itu dijabarkan atau
menjelaskan di ruang kelasa.

Berdasarkan uraian diatas dapat di simpulkan bahwa model pembelajaran


TPS merupakan salah satu model pembelajaran yang memberi waktu bagi
siswa untuk dapat berpikir secara individu maupun berpasangan.
2.2.5.2 Langkah-Langkah Pembelajaran TPS

Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan


jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Strategi Think Pair Share ini berkembang dari penelitian
belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang
Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends,
menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk
membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua
resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas
secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share
dapat memberi siswa waktu berpikir, untuk merespons dan saling membantu.
Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa
membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru
menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah
dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan Think Pair Share untuk
membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.3

Ada 3 tahap pembelajaran TPS yang harus dilakukan oleh guru think
(berpikir), pair (berpasangan), dan share (berbagi). Guru gurumem berikan
batasan waku agar siswa dapat belajar berfikir dan bertindak secara cepat dan
tepat.

Guru menggunakan langkah-langkah fase berikut:

a. Langkah 1 : Berpikir (Think)

Pada tahap Think, siswa diminta untuk berpikir secara mandiri


mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan. Pada tahap ini, siswa
sebaiknya menuliskan jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat
memantau semua jawaban siswa satu per satu sehingga dengan catatan
siswa tersebut, guru dapat memantau semua jawaban dan selanjutnya akan
dapat dilakukan perbaikan atau pelurusan atas konsep-konsep maupun
pemikiran yang masih salahlm.
Dengan adanya tahap ini, maka guru dapat mengurangi masalah dari
adanya siswa yang mengobrol karena pada tahap Think ini mereka akan
bekerja sendiri untuk dapat menyelesaikan masalahlm. Guru mengajukan
suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, meminta
siswa memikirkan jawaban dari permasalahan yang diajukan secara
mandiri.

b. Langkah 2 : Berpasangan (Pairing)

Pada tahap ini guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dengan
teman disampingnya, misalnya teman sebangkunya. Ini dilakukan agar
siswa yang bersangkutan dapat bertukar informasi satu sama lain dan
saling melengkapi ideide jawaban yang belum terpikirkan pada tahap
Think. Pada tahap ini bahwa ada dua orang siswa untuk setiap pasangan.
Langkah ini dapat berkembang dengan menerima pasangan lain untuk
membentuk kelompok berempat dengan tujuan memperkaya pemikiran
mereka sebelum berbagai dengan kelompok lain yang lebih besar,
misalnya kelas. Namun dengan pertimbangan tertentu, terkadang
kelompok yang besar akan bersifat kurang efektif karena akan mengurangi
ruang dan kesempatan bagi tiap individu untuk berpikir dan
mengungkapkan idenya.

Guru mengarahkan siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa


yang telah dipikirkan dengan teman sebangku.

c. Langkah 3 : Berbagi (Sharing)

Pada tahap ini setiap pasangan atau kelompok kemudian berbagi hasil
pemikiran, ide, dan jawaban mereka dengan pasangan atau kelompok lain
atau bisa ke kelompok yang lebih besar yaitu kelas.
Langkah ini merupakan penyempurnaan langkah-langkah sebelumnya,
dalam artian bahwa langkah ini menolong agar semua kelompok berakhir
titik yang sama yaitu jawaban yang paling benar. Pasangan atau kelompok
yang pemikirannya masih kurang sempurna atau yang belum
menyelesaikan permasalahannya diharapkan menjadi lebih memahami
pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok lain
yang berkesempatan untuk mengungkapkan pemikirannya. Atau jika
waktu memungkinkan, dapat juga memberi kesempatan pada semua
kelompok untuk maju dan menyampaikan hasil diskusinya bersama
pasangannya.

2.2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan TPS

Dalam setiap stategi, metode, maupun model pembelajaran, tidak akan


ada sesuatu hal yang sempurna dan dapat digunakan dalam setiap
pembelajaran. Setiap jenis pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan
kekurangannya.

a. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share antara lain:

1. Meningkatkan daya pikir siswa.

2. Menyediakan waktu berpikir untuk meningkatkan kualitas respons


siswa.

3. Siswa menjadi lebih aktif dalam berpikir mengenai konsep dalam mata
pelajaran.

4. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi.

5. Siswa dapat belajar dari siswa lain.

6. Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk


berbagi atau menyampaikan idenya.
b. Kekurangan

1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.

2. Lebih sedikit ide yang muncul.

3. Jika jumlah siswa sangat besar maka guru akan mengalami kesulitan
dalam membimbing siswa yang membutuhkan perhatian lebih.

4. Lebih banyak waktu yang di perlukan untuk presentasikaren


kelompok yang banyak.

5. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah.

Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa tps memiliki


beberapa kelebihan di antaranya dapat memudahkan guru maupun siswa
dalam mementuk kelompok, karena setiap kelompok terdiri dari dua siswa
saja. Selain itu siswa dapat lebih lelusa mengemukakan pendapatnya. Namu,
tps juga memiliki kekurangan jika kemampuan siswa rendah dan kelompok
banyak ,model pembelajaran ini sulit di terapkan.

2.2.5.4 Manfaat pembelajaran metode TPS

Manfaat Think Pair Share antara lain adalah: 1) memungkinkan siswa


untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain, 2) mengoptimalkan
partisipasi siswa dan 3) memberi kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Kemampuan yang
umumnya dibutuhkan dalam strategi ini adalah berbagi informasi, bertanya,
meringkas gagasan orang lain, dan menganalisis
2.2.6 Media Gambar

2.2.6.1 Pengertian Media Gambar

Media gambar merupakan salah satu jenis media grafis yang sering
digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Media gambar juga dapat diartikan
sebagai jenis media yang paling umum digunakan, tergolong bahasa yang
umum dan mudah dimengerti oleh peserta didik, karena bersifat visual
konkret menampilkan objek sesuai dengan bentuk dan wujud aslinya sehingga
tidak bersifat verbalistik (Asra, 2007: 5.20).

Selanjutnya Sadiman, dkk (2006: 29) menyatakan bahwa media gambar


merupakan bahasa yang umum, dapat dimengerti dan dinikmati di mana-
mana. Bahkan terdapat sebuah pepatah yang berbunyi bahwa, “sebuah
gambar dapat berbicara lebih banyak daripada seribu kata”.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media


yang digunakan yaitu media gambar merupakan jenis media visual yang
banyak digunakan dalam pembelajaran. Media gambar bersifat umum, mudah
dimengerti, dan bersifat konkret karena menampilkan objek sesuai bentuk
aslinya sehingga pemahaman siswa tidak bersifat verbalistik

2.2.6.2 Fungsi Media Gambar Pada Pembelajaran

Setiap jenis media memiliki fungsi khusus untuk digunakan dalam


kegiatan pembelajaran. Menurut Asra (2007: 5.22) fungsi media gambar
dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Mengkonkretkan dan memperjelas hal-hal yang bersifat abstrak.

b. Mendekatkan dengan objek yang sebenarnya.

c. Melatih siswa berpikir konkret.


Kemudian Resmini (2007: 147) menyatakan bahwa fungsi media
gambar dalam pembelajaran meliputi:

a. Mengembangkan kemampuan visual dan imajinasi anak.

b. Mengembangkan penguasaan anak terhadap hal-hal abstrak.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media


gambar berfungsi untuk memudahkan penerimaan siswa terhadap materi
yang dijelaskan. Melalui penggunaan media gambar konsep materi atau
masalah yang bersifat verbalistik disajikan menjadi lebih konkret

2.2.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar

Setiap jenis media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan


masing-masing jika digunakan dalam pembelajaran. Kelebihan dan kelemahan
media gambar ketika digunakan dalam kegiatan pembelajaran

yaitu:

a. Kelebihan media gambar

1. Sifatnya konkret, lebih realistik dibandingkan dengan media verbal.

2. Gambar dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.

3. Gambar dapat mengamati keterbatasan pengamatan kita.

4. Memperjelas masalah di bidang apa saja baik usia muda maupun tua.

5. Murah harganya dan tidak memerlukan peralatan khusus dalam


penyampaiannya.
b. Kelemahan media gambar

1. Gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata

2. Gambar yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan


pembelajaran.

3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar (Asra, 2007: 5.22).

Berdasarkan pendapat Asra di atas, dapat diketahui bahwa media gambar


merupakan media yang praktis dan efisien untuk digunakan. Tetapi gambar
tidak selalu baik untuk digunakan sebagai media dalam pembelajaran.
Kekurangan yang ada pada media gambar dapat diminimalisir dengan
memaksimalkan peran guru dalam mengelola strategi dan memilih media
gambar yang baik untuk digunakan.

2.2.6.4 Syarat Media Gambar yang Baik untuk Digunakan

Tidak semua jenis gambar baik untuk digunakan sebagai media dalam
pembelajaran. Terdapat enam syarat yang harus dipenuhi sehingga gambar
dikatakan baik untuk digunakan sebagai media pembelajaran, meliputi:

a. Autentik, yaitu gambar harus secara jujur melukiskan situasi.

b. Sederhana, yaitu jelas menunjukkan poin-poin pokok gambar.

c. Ukuran relatif, yaitu gambar dapat memperbesar atau memperkecil benda


sebenarnya.

d. Bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran (Sadiman,
dkk., 2006: 31).
Berdasarkan pendapat Sadiman di atas, dapat diketahui bahwa media
gambar dikatakan baik untuk digunakan jika memenuhi syarat tertentu.
Gambar yang baik adalah gambar yang secara jujur melukiskan situasi dan
poin-poin tertentu secara jelas. Kemudian dapat menggambarkan ukuran
benda sebenarnya, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
serta memiliki unsur estetika atau keindahan seni di dalamnya, sehingga
mampu menarik perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

2.2.6.5 Kedudukan Media Gambar dalam Pembelajaran

Kualitas pembelajaran yang dilakukan sangat dipengaruhi beberapa


komponen penting baik yang bersifat internal maupun eksternal. Hal ini
sebagaimana telah dijelaskan Muslikah (2010: 87) bahwa hakikat
pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara peserta didik dengan peserta
didik, peserta didik dengan sumber belajar, dan peserta didik dengan pendidik.

Media dan strategi pembelajaran merupakan faktor eksternal yang dapat


dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi belajar. Menurut Musfiqon (2012:
37) antara materi, strategi, dan media pembelajaran menjadi rangkaian
mutualisme yang saling mempengaruhi sesuai dengan kedudukannya masing-
masing di dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Widodo (2009) menyatakan bahwa media gambar akan membantu


menjelaskan penyampaian konsep materi dalam pelaksanaan pembelajaran.
Melalui penggunaan media gambar siswa akan lebih mudah mengenal dan
menerima konsep dari materi yang disampaikan, karena materi yang bersifat
abstrak atau verbalistik dikonkretkan dengan penggunaan media gambar.
Sebagaimana menurut Daryanto (2010: 7) yang menyatakan bahwa media
gambar dapat mengkomunikasikan konsep yang ada di dalamnya. Edgar Dale
(Sumiati, 2009: 175) menyatakan bahwa nilai media dalam proses kegiatan
pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman belajar pada
gambar di bawah ini
Muslikah (2010: 89), menyatakan bahwa berdasarkan diagram kerucut
pengalaman di atas maka diperoleh keterangan sebagai berikut.

a. Jika kita membaca maka kita mengingat 10% dari apa yang kita baca.

b. Jika kita mendengar maka kita mengingat 20% dari apa yang kita dengar.

c. Jika kita melihat maka kita mengingat 30% dari apa yang kita lihat.

d. Jika kita melihat dan mendengar, maka kita mengingat 50% dari apa yang kita
lihat dan dengar.

e. Jika kita mengatakan, maka kita mengingat 70% dari apa yang kita katakan.

f. Jika kita mengatakan dan melakukan, maka kita mengingat 90% dari apa
yang kita katakan dan kita lakukan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media


gambar akan lebih memudahkan siswa dalam menerima konsep atau materi
yang diberikan. Penggunaan media gambar dapat membuat materi semakin
mendekati tingkat konkret yang akan menjamin tingkat keberhasilan belajar
baik segi aktivitas maupun hasil belajar siswa.
2.2.7 Penerapan Pembelajaran PKN melalui Model TPS berbasis Media Gambar

Langkah-langkah model Think Pair Share (TPS) berbasis Media Gambar

a. Tahap 1 (Pendahuluan)

1. Guru mengkodisikan kelas pra pembelajaran.

2. Guru melakukan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran.

3. Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk tiap kegiatan.

4. Guru memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

5. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai.

b. Tahap 2 (Think) :

6. Guru menjelaskan materi materi dengan menggunakan gambar

7. Siswa memperhatikan gambar tersebut

8. Guru menggali pengetahuan awal siswa melalui kegiatan demonstrasi.

9. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada seluruh siswa.

10. Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu.

c. Tahap 3 (Pair) :

11. Siswa dikelompokkan dengan teman sebangkunya

12. Siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban tugas yang


sudah dikerjakan.

d. .Tahap 4 (Share) :

13. Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk berbagi pendapat kepada
seluruh siswa di kelas dengan dipandu oleh guru.
e. Tahap 5 (Penghargaan) :

14. Siswa dinilai secara individu dan kelompok.

2.3 Kerangka Konsep


PENERAPAN MODEL THINK-PAIR-SHARE (TPS)
KONDISI AWAL Tahap 1 (Pendahuluan)
1. Guru belum menerapkan
model pembelajaran yang
1. Guru mengkodisikan kelas pra pembelajaran.
inovatif 2. Guru melakukan apersepsi dan menyampaikan
2. Siswa belum termotivasi, tujuan pembelajaran.
sehingga kurang aktif
mengikuti pembelajaran 3. Guru menjelaskan aturan main dan batasan
waktu untuk tiap kegiatan.
4. Guru memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah.
5. Guru menjelaskan kompetensi yang harus
dicapai.
Tahap 2 (Think) :
6. Guru menjelaskan mater dengan menggunakan
gambar
PELAKSANAAN TINDAKAN 7. Siswa memperhatikan materi yang dijelaskan
dengan gambar.
Model Pembelajaran Think- 8. Guru menggali pengetahuan awal siswa
PairShare (TPS) melalui kegiatan demonstrasi.
9. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS)
kepada seluruh siswa.
10. Siswa mengerjakan LKS tersebut secara
individu.
Tahap 3 (Pair)
11. Siswa dikelompokkan dengan teman
sebangkuny
12. Siswa berdiskusi dengan pasangannya
mengenai jawaban tugas yang sudah
dikerjakan.
Tahap 4 (Share) :
KONDISI AKHIR
13. Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk
1. Keterampilan guru meningkat berbagi pendapat kepada seluruh siswa di
kelas dengan dipandu oleh guru.
2. Aktivitas siswa meningkat Tahap 5 (Penghargaan) :
14. Siswa dinilai secara individu dan kelompok
3. Hasil belajar siswa meningkat
2.4 Hipotesis

Model TPS berbasis media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
pembelajaran pkn di SD
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah


observasi, wawancara, dokumentasi, tes, dan catatan lapangan

3.1.1 Observasi

Arikunto (2008:127 ) Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan


data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.Metode
observasi dalam penelitian ini berisi catatan yang menggambarkan bagaimana
keterampilan guru dan akivitas siswa dalam pembelajaran PKn dengan
menggunakan model pembelajaran Think Pair Share (TPS).

3.1.2 Wawancara

Menurut Arikunto (2006:155) wawancara adalah sebuah dialog yang


dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara

3.1.3 Angket

Angket adalah suatu daftar atau kumpulan pertanyaan tertulis yang harus
dijawab secara tertulis juga ( WS. Winkel, 1987) dalam (Ignaditya, 2008).

3.1.4 Dokumentasi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data dokumentasi berupa foto-foto


kegiatan pembelajaran dan data dokumen lain yang mendukung.

3.1.5 Tes

Menurut Arikunto (2006:150) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan


atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
3.1.6 Catatan Lapangan

Catatan lapangan berisi catatan guru selama pembelajaran berlangsung


apabila ada permasalahan-permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran
PKn, catatan lapangan berguna untuk memperkuat data yang diperoleh dalam

3.2 Teknik Analisis Data

Data kualitatif berupa data hasil observasi keterampilan guru dan aktivitas siswa
dalam kegiatan pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran Think Pair
Share (TPS), serta hasil catatan lapangan dan hasil wawancara yang kemudian
dijabarkan dalam bentuk deskriptif kualitatif dipaparkan dalam kalimat yang
dipisah-pisahkan menurut kategori dalam beberapa paragraf menurut kriteria agar
diperoleh kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA

https://lib.unnes.ac.id/19188/1/1402408130.pdf. Diakses 27 Maret 2020

http://digilib.unila.ac.id/22287/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASA
N.pdf Diakses 27 Maret 2020

http://digilib.unila.ac.id/21757/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASA
N.pdf Diakses 27 Maret 2020

https://eprints.uny.ac.id/8597/3/bab%202%20-%2008108249131.pdf

Diakses 27 Maret 2020

http://digilib.unila.ac.id/634/3/BAB%20II.pdf Diakses 27 Maret 2020

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/9620/5/BAB%20II.pdf Diakses 28 Maret 2020

Anda mungkin juga menyukai