IJARAH Pengertian Dasar Hukum Dan Pembag

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

IJARAH

Pengertian, Dasar Hukum dan Pembagian Ijarah


Kata Al-ijarah sendiri berasal dari kata Al ajru yang diartikan sebagai Al 'Iwadhu yang
mempunyai arti ”ganti”, al-kira`, yang mempunyai arti ”bersamaan” dan al-ujrah yang memiliki
arti ”upah”
Pengertian al-ijarah menurut istilah syariat Islam terdapat beberapa pendapat Imam
Mazhab Fiqh Islam sebagai berikut:
1. Para ulama dari golongan Hanafiyah berpendapat dalam buku Muhammad Amin Syairb Ibnu
’Abidin, Radd al-Muhtar ‘Ala ar-Durr al-MuhktarSyarh Tanwil Abshar, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, 2003), Juz IX, bahwa al-ijarah adalah ‫ عقد على المنافع بعوض‬suatu transaksi
yang memberi faedah pemilikan suatu manfaat yang dapat diketahui kadarnya untuk suatu
maksud tertentu dari barang yang disewakan dengan adanya imbalan.
2. Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan dalam buku Saydiy Ahmad al-Dardir Abu al-Barakat,
al-Syarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr, {t.t}), ‫دة معلومة‬HH‫ة م‬HH‫يء مباح‬HH‫افع ش‬HH‫ك من‬HH‫ تملي‬Ijarah adalah
menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu, selain al-ijarah
dalam masalah ini ada yang diistilahkan dengan kata al-kira`, yang mempunyai arti
bersamaan, akan tetapi untuk istilah al-ijarah mereka berpendapat adalah suatu `aqad atau
perjanjian terhadap manfaat dari al-Adamy (manusia) dan benda-benda bergerak lainnya,
selain kapal laut dan binatang, sedangkan untuk al-kira` menurut istilah mereka, digunakan
untuk `aqad sewa-menyewa pada benda-benda tetap, namun demikian dalam hal tertentu,
penggunaan istilah tersebut kadang-kadang juga digunakan.
3. Ulama Syafi`iyah berpendapat dalam buku Muhammad al-Khathib al-Syarbayniy, Mughniy al-
Muhtaj, (Beirut: Dar al-Fikr, {tt}.), Juz II, al-ijarah adalah
‫عقد على منفعة مقصودة معلو مة قا بلة للبذل واإل با حة بعوض معلوم‬
suatu aqad atas suatu manfaat yang dibolehkan oleh Syara` dan merupakan tujuan dari
transaksi tersebut, dapat diberikan dan dibolehkan menurut Syara` disertai sejumlah imbalan
yang diketahui.
4. Hanabilah berpendapat, al-ijarah adalah `aqad atas suatu manfaat yang dibolehkan menurut
Syara` dan diketahui besarnya manfaat tersebut yang diambilkan sedikit demi sedikit dalam
waktu tertentu dengan adanya `iwadah.

24
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa dalam hal
`aqad ijarah dimaksud terdapat tiga unsur pokok, yaitu pertama, unsur pihak-pihak yang
membuat transaksi, yaitu majikan dan pekerja. Kedua, unsur perjanjian yaitu ijab dan qabul, dan
yang ketiga, unsur materi yang diperjanjikan, berupa kerja dan ujrah atau upah.

Definisi Al-Ijarah
Al Ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat suatu barang dengan jalan
penggantian. Beberapa contoh kontrak ijarah (pemilikan manfaat) seperti (a) Manfaat yang
berasal dari aset seperti rumah untuk ditempati, atau mobil untuk dikendarai, (b) Manfaat yang
berasal karya seperti hasil karya seorang insinyur bangunan, tukang tenun, tukang pewarna,
penjahit, dll (c) Manfaat yang berasal dari skill/keahlian individu seperti pekerja kantor,
pembantu rumah tangga, dll. Sementara itu, menyewakan pohon untuk dimanfaatkan buahnya,
menyewakan makanan untuk dimakan, dll bukan termasuk kategori ijarah karena barang-barang
tersebut tidak dapat dimanfaatkan kecuali barang-barang tersebut akan habis dikonsumsi. 
Adapun landasan hukum ijarah dari Al-Qur’an dapat ditemukan antara lain pada Surah
Az-Zuhruf ayat 32, Surah Al-Baqarah ayat 233, dan Surah Al-Qashash ayat 26 dan 27.
Sedangkan landasan hukum yang berasal dari Hadits Nabi SAW antara lain Hadits Al-Bukhari
yang meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah menyewa seseorang dari Bani Ad-Diil bernama
Abdullah bin Al Uraiqith sebagai petunjuk jalan yang professional.
Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil manfaat dengan
jalan penggantian. Dengan demikian pada hakikatnya ijarah adalah penjualan manfaat yaitu
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad
ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa.

Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu :


a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan
upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut mustajir, pihak
pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.

24
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk
memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.
Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang
menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebutmu’jir/muajir
dan biaya sewa disebut ujrah.
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syari’ah, sementara
ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan
syari’ah.

Dasar Ijarah
Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong menolong mempunyai landasan yang
kuat dalam al-Qur’an dan Hadits. Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khlaifah Umar bin
Khathab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah
Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslim di wilayah yang ditaklukkan. Dan
sebagai langkah alternatif adalah membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj dan
jizyah.

Kebolehan transaksi ijarah didasarkan Al Qur’an dan hadits


QS. Al-Baqarah : 233

24
Artinya :
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya
dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Tafsir
Ayat ini berisi bimbingan Allah kepada ayah dan ibu dalam menunaikan
tanggungjawabnya sebagai orang tua. Pada awal ayat Allah memberikan bimbingan kepada para
Ibu bayi agar menyusui anaknya secara sempurna yaitu selama dua tahun setelah itu tidak ada
lagi penyusuan, namun penyusuan yang kurang dari dua tahun tidak dilarang karena waktu dua
tahun ditujukan bagi mereka yang ingin melakukan proses secara sempurna. Menyusui bukan

24
merupakan kewajiban bagi ibu bayi, hanya merupakan anjuran, namun menunaikannya akan
lebih memberikan mashlahah bagi bayi.
Kemudian ayat dilanjutkan dengan mewajibkan bagi para ayah untuk memberikan biaya
hidup dan sandang yang ma’ruf ibu bayi selaras dengan adat istiadat yang berlaku di negara
masing-masing tanpa berlebihan atau berkekurangan serta selaras dengan kesanggupan dan
kelancaran ayah si bayi. Jadi memberikan nafkah kepada isteri merupakan kewajiban bagi para
suami, namun disesuaikan dengan kemampuan.
Hadirnya anak merupakan rahmat dan amanah dari Allah SWT kepada hamba-Nya, oleh
karena itu Ayah tidak boleh dengan sengaja membuat penderitaan kepada Ibu melalui anaknya,
misalnya Ayah merampas anak dari ibu dengan tujuan membuat Ibu menderita, atau sebaliknya
Ibu sengaja menyusahkan ayah dengan menolak untuk merawat anak dengan tujuan untuk
menyusahkan ayah dalam mendidik anak.
Apabila karena sebab kesulitan satu dan lain hal, ibu dan ayah bersepakat untuk anaknya
menyusu dari perempuan lain, maka hal tersebut dibolehkan dengan syarat pemberian
pembayaran yang patut atas manfaat yang diberikan perempuan lain atau Ibu susu kepada bayi
mereka. Kasus penyusuan ini menjadi dasar atas dibolehkannya mendapatkan pembayaran atas
pekerjaan, manfaat atau jasa yang dilakukan kepada orang lain.
Kemudian ayat ditutup dengan perintah agar hambanya bertakwa kepada Allah dan
mengingatkan kebesaran Allah bahwa Allah Maha melihat apa-apa yang dilakukan hambaNya.
Demikianlah penafsiran yang diberikan segolongan tabi’I dan yang lainnya.

QS. Az-Zukhruf : 32

Artinya :
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan

24
sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka
dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan.
Tafsir
Ayat ke 32 surat Az Zukhruf ini didahului dengan kisah Nabi Ibrahim a.s, bahwa ia
berlepas diri dari apa yang dilakukan ayahnya dan kaumnya yang mempraktikan kemusyrikan
dengan menyembah berhala meskipun Nabi Ibrahim a.s telah memberikan kabar peringatan
kepada mereka. Namun demikian Allah tidak tetap memberikan nikmat kehidupan hingga
kepada keturunan mereka, hingga datang rasul terakhir yang membawa Al Qur’an yaitu
Rasulullah Muhammad saw. Dan ketika kebenaran itu datang mereka tetap mengingkarinya dan
berkata bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah saw tidak lain adalah sihir, dan dengan
menantang mereka berkata mengapa pula Al-Quran diturunkan pada Muhammad saw yang
mereka anggap biasa saja, alih-alih pembesar penting yang memiliki banyak materi dari negeri
Mekah atau Thaif. Atas perkataan mereka Allah menyanggah siapakah hakekat mereka hingga
dengan lancangnya mereka mengatakan amanah dan tanggung jawab ini dan itu lebih pantas
diserahkan kepada si fulan ini atau si fulan itu.
Kemudian Allah menerangkan bahwa Allah telah membedakan hambaNya berkenaan
dengan harta kekayaan, rezeki, akal, pemahaman, dan sebaginya yang merupakan kekuatan lahir
dan batin,agar satu sama lain saling menggunakan potensinya dalam beramal, karena yang ini
membutuhkan yang itu dan yang itu membutuhkan yang ini. Kemudian Allah menutup ayat
dengan menegaskan bahwa apa-apa yang dirahmatkan Allah kepada para Hamba-Nya adalah
lebih baik bagi mereka dari pada apa-apa yang tergenggam dalam tangan mereka berupa
pekerjaan-pekerjaan dan kesenangan hidup duniawi.
Ayat ini pun dijadikan dasar bahwa pemanfaatan jasa atau skill orang lain adalah suatu
keniscayaan kerena Allah menciptakan makhlukNya dengan potensi yang beraneka ragam agar
mereka saling bermuamalah.

QS. Al-Qashash ayat 26 - 27 :

24
Artinya :
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya. (28-26)
Berkatalah dia (Syu’aib) : ”Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu
dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu
adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.
Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.
(28-27)

Tafsir
Setelah Musa keluar dari Mesir Musa menuju negeri Madyan, di situ Musa bertemu dua
wanita kakak beradik yang kesulitan memberi minum dombanya dari sumur, karena dihalangi
orang-orang. Orang-orang itu setelah memberi minum pada domba mereka kemudian menutup
sumur dengan batu-batu yang hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang laki-laki. Musa kemudian
menolong mereka dengan mengangkat batu-batu itu agar wanita itu bisa memberi minum domba
mereka. Musa sangat kelaparan dan keletihan dalam perjalanannya itu. Wanita kakak beradik itu

24
kemudian memberitahu mengenai Musa kepada ayah mereka yang telah tua renta, dan ayah
mereka menyuruh keduanya untuk memanggil Musa untuk menemuinya. Orang tua itu meminta
Musa untuk bekerja kepadanya menggembalakan ternak domab selama 8 tahun dan sebagai
upahnya adalah menikahi salah satu dari kedua anaknya. Setelah delapan tahun Musa diberi
kebebasan untuk tidak bekerja lagi padanya, namun apabila Musa mneggenapkannya menjadi 10
tahun maka itu merupakan kenaikan dari Musa.
Menurut mahzab Hambali ayat ini menjadi dalil bagi sahnya pembayaran upah dengan
makanan atau pakaian.

QS. Ath-Thaalaq: 6

Artinya :
“ Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah di talaq) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka itu nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (QS.
65:6)
Tafsir
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa menjadi kewajiban bagi suami memberi
tempat tinggal yang layak sesuai dengan kemampuan suaminya kepada istri yang tengah
menjalani idah. Jangan sekali-kali berbuat yang menyempitkan dan menyusahkan hati istri itu

24
dengan menempatkannya pada tempat yang tidak layak atau membiarkan orang lain tinggal
bersama dia, sehingga ia merasa harus meninggalkan tempat itu dan menuntut tempat lain yang
disenangi.
Jika istri-istri yang ditalak ba'in sedang hamil, maka wajib mereka itu diberi nafkah secukupnya
sampai mereka melahirkan, karena apabila mereka itu melahirkan maka habislah masa idahnya.
Sekalipun mereka itu sudah habis masa idahnya, tetapi mereka menyusukan anak-anak dari
suami yang menalaknya, maka mereka wajib diberi upah sebesar yang umum berlaku, oleh ayah
anak-anak itu. Sebaliknya ayah dan ibu dari anak-anak itu merundingkan bersama tentang
kemaslahatannya (anak-anak) itu, mengenai kesehatan pendidikan dan sebagainya.
Apabila antara kedua belah pihak tidak terdapat kata sepakat, maka pihak ayah boleh saja
memilih perempuan lain yang dapat menerima dan memahami kemampuannya itu, untuk
menyusukan anak-anaknya. Sekalipun demikian, kalau anak itu tidak mau menyusu kepada
perempuan lain, tetapi maunya kepada ibunya juga, maka wajiblah anak itu menyusu pada
ibunya, dengan nafkah yang sama besarnya seperti nafkah yang diberikan kepada orang lain.

QS. Al-Kahfi: 77

Artinya :
”Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu
tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding
rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (QS. 18:77)

Tafsir

24
Surat Al kahfi menceritakan tentang Musa dan sahabatnya Khidir, keduanya berkelana
setelah sebelumnya mencapai kesepakatan untuk bersahabat. Khidir mensyaratkan agar Musa
jang memulai menanyakan sesuatu yang ganjil baginya, sebelum Khidir menerangkan dan
menjelaskannya., setelah dua kali perjalanan mereka sampai pada negeri Elia atau Li’ama atau
Bakhla, namun penduduk negeri itu menolak untuk menjamu mereka. Di negeri itu pula mereka
mendapati ada sebuah rumah yang hampir roboh. Lalu Khidir menegakkannya kembali. Musa
kemudian mengatakan kepada Khidir untuk meminta upah kepada penduduk negeri atas
perbuataanya telah menegakkan rumah tersebut, apalagi setelah penduduk negeri itu sama sekali
tidak menjamu mereka.
Ayat ini dapat dijadikan rujukkan bahwa manusia dapat meminta upah atas pekerjaan
yang telah dilakukan.

Hadist Rasulullah SAW

َّ ‫ " أَ ْعطُوا اأْل َ ِجي َر أَجْ َرهُ قَب َْل أَ ْن يَ ِج‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ف‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُو ُل هللا‬:‫عن عبدهللا بن عمر رضي هللا عنهما قال‬
‫ وصححه األلباني‬.‫َع َرقُهُ " رواه ابن ماجه‬
 Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabda :
Artinya : Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.

.} ‫من استأجر أجيرا فليسم له أجرته‬ { : ‫ أو أحدهما أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬، ‫وأبي سعيد‬ ‫أبي هريرة‬ ‫عن‬
، ‫في المراسيل من وجه آخر‬ ‫وأبي داود‬ 133 :‫ص‬  ‫أحمد‬ ‫ وهو عند‬، ‫عبد الرزاق‬ ‫ عن‬، ‫في مسنده‬ ‫إسحاق‬ ‫وأخرجه‬
‫في المزارعة غير مرفوع‬ ‫النسائي‬ ‫وهو عند‬
 Hadis riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada :
Artinya : Barangsiapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.

 Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi Muhammad saw.
Bersabada:
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم ع َْن َذلِكَ َوأَ َم َرنَا‬
َ ِ‫ فَنَهَانَا َرسُوْ ُل هللا‬،‫ع َو َما َس ِع َد بِ ْال َما ِء ِم ْنهَا‬
ِ ْ‫ض بِ َما َعلَى ال َّس َواقِ ْي ِمنَ ال َّزر‬ َ ْ‫ُكنَّا نُ ْك ِري ْاألَر‬
‫ض ٍة‬َّ ِ‫ب أَوْ ف‬
ٍ َ‫أَ ْن نُ ْك ِريَهَا بِ َذه‬

24
Artinya : Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya, maka
Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami
menyewakannya dengan emas atau perak.

‫الصلح جائز بين المسلمين إال‬ " : ‫ قال‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ عن النبي‬- ‫ رضي هللا عنه‬- ‫عمرو بن عوف المزني‬ ‫وعن‬ 
‫وابن‬ ، ‫الترمذي‬ ‫ رواه‬. " ‫ والمسلمون على شروطهم إال شرطا حرم حالال أو أحل حراما‬، ‫ أو أحل حراما‬، ‫صلحا حرم حالال‬
‫وأبو داود‬ ، ‫ماجه‬
 Hadis riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada :
Artinya : Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.

Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa / Ijarah.


 Kaidah fiqh
.‫احةُ إِالَّ أَ ْن يَ ُد َّل َدلِ ْي ٌل َعلَى تَحْ ِر ْي ِمهَا‬
َ َ‫ت ْا ِإلب‬
ِ َ‫اَألَصْ ُل فِى ْال ُم َعا َمال‬
Artinya : Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalilyang
mengharamkannya.
‫ح‬ َ ‫ب ْال َم‬
ِ ِ‫صال‬ ِ ‫َدرْ ُء ْال َمفَا ِس ِد ُمقَ َّد ٌم َعلَى َج ْل‬
 Kaidah fiqh
Artinya : Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus didahulukan atas
mendatangkan kemaslahatan.

Kaidah-Kaidah dalam Ijaroh :


 Semua barang yang dapat dinikmati manfaatnya tanpa mengurangi substansi barang
tersebut, maka barang tersebut dapat disewakan.
 Semua barang yang pemanfaatannya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi tidak
mengurangi substansi barang itu seperti susu pada unta dan air dalam sumur dapat juga
disewakan.
 Uang dari emas atau perak dan tidak dapat disewakan karena barang-barang ini setelah
dikonsumsi menjadi hilang atau habis.

24
Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam, sebagai
berikut :
a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut harus tertentu
dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.
b. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab
pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada penyewa.
c. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti memberikan manfaat
kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode kontrak, akad ijarah masih tetap
berlaku.
d. Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan sebelumnya pada
saat kontrak berakhir. Apabila aset akan dijual harganya akan ditentukan pada saat
kontrak berakhir.

Rukun Ijarah:
1. Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah-
mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan, sedangkan
musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang
menyewa sesuatu. Disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal, cakap
melakukan tasharuf (mengendalikan harta), dan saling meridhai. Allah SWT berfirman:

QS. An Nisaa : 29

Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka

24
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu. QS. an-Nisa' (4) : 29
Bagi orang yang berakad ijarah juga disyaratkan mengetahui manfaat barang yang
diakadkan dengan sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan.
2. Sighat ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-
mengupah.
3. Ujrah, disyaratkan deiketahui jumlahnya oleh kedua pihak, baik dalam sewa menyewa
ataupun dalam hal upah-mengupah.
4. Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan
pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat sebagai berikut.
- Barang yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat dimanfaatkan
kegunaanya.
- Benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan
kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaanya (khusus daam sewa-menyewa).
- Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’
bukan hal yang dilarang.
- Benda yang disewakan disyaratkan kekal ’ain (zat) nya hingga waktu yang ditentukan
menurut perjanjian akad.

Syarat Ijarah

1. Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal.


2. Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah.
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna.
4. Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
5. Manfaat dari objek yang di ijarahkan harus yang dibolehkan agama, maka tidak boleh
ijarah terhadap maksiat. Seperti mempekerjakan seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir
atau mengupah orang untuk membunuh orang lain.
6. Upah/sewa dalam akad harus jelas dan sesuatu yang berharga atau dapat dihargai
dengan uang sesuai dengan adat kebiasaan setempat.

24
Ketentuan Obyek Ijarah:
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga
dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat
pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat dan jarak.

Kewajiban pemberi manfaat barang atau jasa:


1. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
3. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.

Kewajiban penerima manfaat barang atau jasa:


1. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan
barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).

24
3. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

Syarat Ujrah (fee, bayaran sewa)


• Harus termasuk dari harta yang halal
• Harus diketahui jenis, macam dan satuannya
• Tidak boleh dari jenis yang sama dengan manfaat yang akan disewa untuk menghindari
kemiripan riba fadhl
• Kebanyakan ulama membolehkan fee ijarah bukan dengan uang tetapi dalam bantuk jasa
(manfaat lain). Misalnya membayar sewa mobil 1 minggu dengan mengajar anaknya
matematika selama 1 bulan 8 Kali pertemuan.

Pada prinsipnya dalam kontrak ijarah harus dikatakan dengan jelas siapa yang menanggung
biaya pemelihraan asset obyek sewa. Sebagian ulama menyatakan jika kontrak sewa
menyebutkan biaya perbaikan ditanggung penyewa, maka kontrak sewa itu tidak sah, karena
penyewa menangung biaya yang tidak jelas.

Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah


Ijarah adalah jenis akad tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena
ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati adanya hal-hal yang mewajibkan fasakh.
Ijarah akan menjadi fasakh (batal) bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
- Terdapat cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
- Barang yang disewakan hancur atau rusak.
- Rusaknya barang yang diupahkan, seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan.
- Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti memberikan manfaat
kepada penyewa.
- Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan telah
selesai pekerjaan.
- Salah satu pihak meninggal dunia (Hanafi); jika barang yang disewakan itu berupa hewan
maka kematiannya mengakhiri akad ijaroh (Jumhur).

24
- Kedua pihak membatalkan akad dengan iqolah.

Pengembalian Sewaan
Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan, jika
barang tersebut dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya, dan jika
bentuk barang sewaan adalah benda tetap, ia wajib menyerahkan kembali dalam keadaan
kosong, jika barang sewaan itu berupa tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya
dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa harus
melepaskan barang sewaan dan tidak ada keharusan mengembalikan untuk
menyerahterimakan seperti barang titipan.

LAIN-LAIN MENGENAI IJARAH


1. ”Hal-hal yang boleh ditarik upahnya
Segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya dan sesuatu itu yang tetap utuh, maka
boleh disewakan untuk mendapatkan upahnya, selama tidak didapati larangan dari syari’at.
Dipersyaratkan sesuatu yang disewakan itu harus jelas dan upahnya pun jelas, demikian pula
jangka waktunya dan jenis pekerjaannya.
Allah swt berfirman ketika menceritakan perihal rekan Nabi Musa as:
“Berkatalah dia (Syu’aib), Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah
seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan
jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah suatu kebaikan darimu.” (QS al-
Qashash: 27).
Dari Hanzhalah bin Qais, ia bertutur: Saya pernah bertanya kepada Rafi’ bin Khadij
tentang menyewakan tanah dengan emas dan perak. Maka jawabnya, “Tidak mengapa,
sesungguhnya pada masa Nabi saw orang-orang hanya menyewakan tanah dengan (sewa)
hasil yang tumbuh di pematang-pematang (galengan), tepi-tepi parit, dan beberapa tanaman
lain. Lalu yang itu musnah dan yang ini selamat, dan yang itu selamat sedang yang ini
musnah. Dan tidak ada bagi orang-orang (ketika itu) sewaan melainkan ini, lalu yang
demikian itu dilarang. Adapun (sewa) dengan sesuatu yang pasti dan dapat dijamin, maka
tidak dilarang.” (Shahih).

24
2. Dosa orang yang tidak membayar upah pekerja
Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw Beliau bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga
golongan yang pada hari kiamat (kelak) Aku akan menjadi musuh mereka: (pertama)
seorang laki-laki yang mengucapkan sumpah karena Aku kemudian ia curang, (kedua)
seorang laki-laki yang menjual seorang merdeka lalu dimakan harganya, dan (ketiga)
seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh mengerjakan tugas
dengan sempurna, namun ia tidak memberinya upahnya.” (Hasan dan Fathul Bari IV:).

3. Perbuatan yang tidak boleh diambil upahnya sebagai mata pencaharian


Allah SWT menegaskan :
“Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran,
sedang mereka sendiri menginginkan kesucian karena kamu hendak mencari keuntungan
duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Mulia
Pengampun Lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu).” (QS an-
Nuur: 33).
Dari Jabir Abdullah bin Ubai bin Salul mempunyai dua budak perempuan, yang satu
bernama Musaikah dan satunya lagi bernama Umaimah. Kemudian dia memaksa mereka
agar melacur, lalu mereka mengadukan kasus itu kepada Nabi saw. Kemudian Allah
menurunkan firman-Nya:
“Dan janganlah kamu memaksa budak-budak wanitamu untuk melacur maka adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Shahih: Mukhtashar Muslim dan Muslim).
Dari Abu Mas’ud al-Anshari ra bahwa Rasulullah saw melarang harga anjing, hasil
melacur, dan upah tukang tenung. (Muslim, ‘Aunul Ma’bud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan
Nasa’i )
Dari Ibnu Umar ra ia berkata, “Nabi saw melarang upah persetubuhan pejantan.” (Shahih:
Mukhtashar Muslim, Fathul Bari, ‘Aunul Ma’bud, Tirmidzi dan Nasa’i ).

4. Upah membaca Al-QUR’AN


Dari Abdurrahman bin Syibl al-Anshari ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw
bersabda,

24
“Hendaklah kalian membaca al-Qur’an, namun janganlah kamu makan dengan (upah
membaca)nya, jangan (pula) memperbanyak (harta) dengannya, jangan kamu berpaling
darinya dan jangan (pula) kalian berkelebihan dalam (menyikapi)nya.” (Shahih: Shahihul
Jami’us Shaghir dan al-Fathur Rabbani ).
Dari Jabir bin Abdillah ra, ia berkata : Rasulullah saw pernah pergi menemui kami yang
sedang membaca al-Qur’an, sedang di antara kami ada yang berkebangsaan Arab dan ada
pula non Arab. Kemudian Beliau bersabda, “Bacalah (al-Qur’an); karena setiap (huruf)
(pahalanya) satu kebaikan; dan akan ada sejumlah kaum yang berusaha meluruskan
bacaan al-Qur’an sebagaimana dibereskannya gelas (yang pecah); mereka tergesa-gesa
untuk mendapat balasannya dan tidak mau menangguhkannya.” (Shahih: ash-Shahihah dan
‘Aunul Ma’bud).
Ma’na kalimat “Dan akan ada sejumlah kaum yang berusaha meluruskan bacaan al-
Qur’an ini pada mereka yang gigih memperbaiki lafadz dan kata yang terdapat dalam al-
Qur’an dan memaksa dan memperhatikan makharijul huruf dan sifat-sifatnya “Sebagaimana
dibereskannya gelas (yang pecah)” yaitu mereka berusaha dengan serius memperbaiki bacaan
karena riya’, sum’ah, prestise, dan populer. “Mereka menangguhkannya, yaitu mendambakan
pahala di akhirat, namun justeru mereka mengutamakan balasan duniawi balasan yang
dijanjikan di akhirat. Mereka ittikal (pasrah tanpa iktiyar), tidak mau bertawakkal kepada-
Nya.
Dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa ia pernah mendengar Nabi saw bersabda, “Pelajarilah
al-Qur’an, dan dengannya mohonlah kepada Allah surga sebelum satu kaum yang
mempelajarinya untuk mencari keuntungan duniawi; karena sesungguhnya al-Qur’an
dipelajari oleh tiga kelompok manusia: (pertama) seorang yang senang berbangga diri
dengannya, (kedua) seorang yang mencari makan dengannya, dan (ketiga) seorang yang
membacanya karena Allah ta’ala.” (Shahih: ash-Shahihah dan Ibnu Nashr meriwayatkannya
dalam Qiyamul lail). ” (www.alislamu.com, Pusat Kajian Islam)

BEBERAPA CONTOH APLIKASI IJARAH KONTEMPORER

Ijarah

24
Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa atas barang ataupun jasa atas
tenaga kerja. Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat barang, maka disebut sewa-menyewa.
Sedangkan jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja, disebut upah-mengupah.
Pada ijarah, tidak terjadi perpindahan kepemilikan objek ijarah. Objek ijarah tetap menjadi milik
yang menyewakan.
Contoh : Pemilik kendaraan bermotor menyewakan kendaraannya dengan memperoleh imbalan
uang sewa. Seorang mandor memperoleh upah dari manfaat tenaga kerja yang diberikan kepada
pemilik proyek.

Ijarah al-Muwazy (Paralel)


Menyewakan barang kepada pihak ketiga, hukumnya dibolehkan, apabila pemilik barang
mengizinkannya. Apabila pemilik asset tidak mengizinkannya, maka penyewaan kepada pihak
ketiga tidak dibolehkan., Bank syariah dan BMT dapat menjadikan konsep ini sebagai produk.

Ijarah Muntahiyah bit Tamlik


IMBT merupakan kependekan dari Ijarah Muntahiya bit Tamlik. Pembiayaan IMBT tidak
sama dengan IMBT, begitupun IMBT tidak sama dengan sewa beli, dan tidak sama pula dengan
leasing. Dalam sewa beli, lessee otomatis jadi pemilik barang di akhir masa sewa. Dalam IMBT,

24
janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang hukumnya tidak
mengikat. Bila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang
dilakukan setelah masa ijarah selesai. Sedangkan pada leasing, kepemilikan lessee tersebut hanya
terjadi bila hak opsinya dilaksanakan oleh lessee. Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai
penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT paling tidak mempunyai dua
pilihan. Pertama, besarnya angsuran bulanan IMBT yang harus dibayarkan nasabah kepada bank
telah memasukkan komponen nilai perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa ijarah
nilai perolehan barang IMBT yang masih tersisa telah nihil. Dalam hal ini, meskipun secara teori
fikih dikatakan hukumnya tidak mengikat untuk memindahkan kepemilikan barang tersebut,
namun secara praktik bisnisnya barang tersebut akan diserahkan kepemilikannya kepada
nasabah. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip dengan sewa beli dibandingkan
dengan leasing. Kedua, besarnya angsuran bulanan IMBT yang harus dibayarkan nasabah
kepada tidak memasukkan komponen nilai perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa
ijarah nilai perolehan barang IMBT yang masih tersisa tidak nihil (biasanya disebut nilai residu).
Dalam hal ini, bila nasabah membayar nilai residu tersebut maka bank akan memindahkan
kepemilikannya pada nasabah. Namun bila nasabah belum membayar nilai residunya, bank
belum memindahkan kepemilikan tersebut. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip
dengan leasing dibandingkan dengan sewa beli.
Pihak lessor dalam leasing hanya bermaksud untuk membiayai perolehan barang modal
oleh lessee, dan barang tersebut tidak berasal dari pihak lessor, tapi dari pihak ketiga atau dari
pihak lessee sendiri. Pada sewa beli, lessor bermaksud melakukan semacam investasi dengan
barang yang disewakannya itu dengan uang sewa sebagai keuntungannya. Karena itu, biasanya
barang tersebut berasal dari milik pemberi sewa sendiri. Pada IMBT keduanya dapat terjadi,
menyediakaan barang sewa dengan cara menyewa, kemudian menyewakannya kembali. Juga
dimungkinkan menyediakan barang sewa dengan membeli kemudian menyewakannya.
Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan
prinsip IMBT dapat saja membiayai penyewaan barang kemudian barang tersebut disewakan
kembali, dan dapat pula membiayai pembelian barang kemudian barang tersebut disewakan.
Yang jelas pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk membiayai transaksi dengan
prinsip IMBT, bukan akad IMBT itu sendiri. Terakhir, leasing boleh dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan sedangkan sewa beli tidak termasuk kegiatan lembaga pembiayaan. Pembiayaan

24
IMBT boleh dilakukan oleh bank syariah, sedangkan sewa beli, leasing, IMBT tidak termasuk
kegiatan bank syariah.
Fatwa MUI tentang IMBT
• Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad
Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau
pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
• Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd (‫)الوعد‬,
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada
akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
Sukuk Ijarah
Sukuk Ijarah merupakan surat berharga yang merepresentasikan kepemilikan penyertaan
atas asset yang disewakan. Sukuk ini memberikan hak kepada para pemegangnya untuk
mendapatkan uang sewa serta hak untuk mengalihkan kepemilikan berdasarkan penyertaan yang
mereka miliki tanpa mempengaruhi hak si penyewa, dengan kata lain sukuk ini dapat diperjual
belikan. Para pemiliki sukuk menanngungg seluruh biaya perawatan dan kerusakan dari asset
yang dimilki berdasarkan proporsi kepemilikan mereka. (AAOIFI), Secara umum sukuk
didefinisikan sebagai sertifikat pertisipasi Islami yang dapat diperdagangkan berdasarkan
kepemilikan dan pertukaran dari asset yang disepakati bersama
Khusus untuk sukuk ijarah, kontrak yang mendasarinya adalah ijarah yaitu sewa
menyewa (leasing) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebagaimana ketentuan transaksi
bisnis syariah yang membedakannya dengan ketentuan transaksi bisnis konvensional, kegiatan
sukuk ijarah tidak boleh bertentangan dengan syariah seperti : (a) Usaha perjudian dan
permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (b) Usaha lembaga keuangan
konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (c) Usaha yang
memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (d) Usaha
yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang
merusak moral dan bersifat mudarat (Fatwa No. 20 DSN-MUI/IV/2001). Selain itu, keuntungan
yang akan dibagikan oleh penerbit sukuk ijarah harus bersumber dari hasil usaha/pengelolaan
sukuk ijarah itu sendiri.
Untuk dapat melakukan kontrak sukuk berbasis ijarah, para investor, penerbit sukuk dan
pihak terkait lainnya wajib memenuhi sejumlah persyaratan tertentu. Pertama, kedua belah pihak

24
yang akan melakukan akad harus berkemampuan dan berakal. Kedua, akil baligh sebagaimana
yang disyaratkan oleh Imam Asy Syafi'i dan Hambali. Sehingga berakad dengan anak kecil
dinyatakan tidak sah. Kemudian, agar transaksi berbasis ijarah tersebut menjadi sah (valid),
diperlukan pula sejumlah ketentuan tambahan. Pertama, adanya kerelaan kedua belah pihak yang
melakukan akad sebagaimana Firman Allah SWT pada Surah An-Nisa ayat 29. Kedua,
mengetahui secara sempurna manfaat dari barang yang menjadi objek akad antara lain untuk
mencegah terjadinya perselisihan.   Ketiga, barang atau asset yang menjadi objek akad dapat
dimanfaatkan sesuai dengan kriteria, realita dan syara. Imam Hanafi menambahkan bahwa
menyewakan barang yang tidak dapat dibagi (tidak dalam keadaan lengkap) tidak dapat
diperbolehkan, sebab manfaat kegunaannya tidak dapat ditentukan. Keempat, aset tersebut sudah
jelas, nyata dan dimiliki penerbit sukuk sehingga dapat disewakan untuk diambil manfaatnya.
Menyewakan binatang buruan (masih dalam perburuan), tanah tandus atau menyewakan
binatang lumpuh yang tidak dapat diserahkan tidak dibenarkan secara syariah karena tidak
mendatangkan kegunaan yang menjadi obyek dari akad ini. Terakhir, sewa-menyewa yang
dilakukan bukan untuk sesuatu yang diharamkan. Menyewakan asset yang akan digunakan untuk
memproduksi minuman keras, tempat berjudi, dll tidak dibenarkan dalam syariah dan kontrak
ijarah yang dilakukan menjadi ijarah fasid.
Hal terakhir yang spesifik dan layak diketahui dari sukuk ijarah adalah kontrak ini dapat
diperjualbelikan di pasar modal dengan harga yang ditentukan oleh kekuatan pasar. Kegiatan
ekonomi, investasi serta risiko yang berhubungan dengan kesanggupan penyewa untuk
membayar harga sewa serta biaya penjaminan dan pemeliharaan asset menentukan harga sukuk
ijarah di pasar keuangan. Namun demikian, sukuk ijarah menawarkan suatu bentuk surat
berharga yang fleksible dan marketable dibandingkan jenis sukuk lainnya. (Muhammad
Fadlillah}
Berikut ini disajikan mengenai skema transfer manfaat atas aset yang telah tersedia. Pada
saat perusahaan merencanakan untuk menerbitkan sukuk ijarah, perusahaan terlebih dahulu
menetapkan aset yang akan diijarah-kan. Kemudian, perusahaan menjual manfaat aset kepada
investor. Atas transfer ini, perusahaan memperoleh pembayaran lumpsum dari investor dan
sebaliknya investor memperoleh sertifikat sukuk ijarah. Pada tahap ini, perusahaan dan investor
menandatangani akad Ijarah, yang memposisikan perusahaan menjadi lessee dan investor
menjadi lessor.

24
Selanjutnya, investor dan perusahaan menandatangani akad Wakalah, yang berisi bahwa investor
memberikan kuasa kepada perusahaan atas manfaat aset underlying ijarah. Kuasa tersebut,
digunakan oleh perusahaan untuk mencari end customer yang bermaksud untuk menyewa aset
underlying ijarah. Hal ini dilakukan karena perusahaan memiliki pengetahuan yang lebih baik
dibandingkan investor terhadap industrinya. Setelah menemukan end customer, perusahaan
mentransfer manfaat aset underlying ijarah. Dalam tahap ini seakan-akan peranan perusahaan
adalah sebagai lessor mewakili investor dan end customer adalah sebagai lessee. End customer
berkewajiban membayar penggunaan asset underlying ijarah. Pembayaran ini merupakan sumber
kupon ijarah yang akan dibayarkan perusahaan selaku lessee kepada investor selaku lessor.
Skema sukuk ijarah semacam ini dijumpai di Indonesia khususnya transaksi sukuk ijarah PT
Berlian Laju Tanker (BLT) Tbk. PT BLT Tbk menerbitkan sukuk ijarah untuk mentransfer
manfaat kapal tanker kepada investor. Kemudian PT BLT Tbk membantu investor untuk
mencari end customer yang berminat untuk menyewa kapal tanker PT BLT Tbk tersebut. Dari
transaksi dengan end customer tersebut, PT BLT Tbk memperoleh secara berkala, fee sewa yang
diteruskan kepada investor sebagai kupon ijarah. Pada skema ini tidak digunakan SPV karena
konsep SPV tidak dikenal dalam rezim hukum di Indonesia.

Gambar 1: Sukuk Ijarah Transfer Manfaat Aset

24
Pengurusan Haji
Bank melakukan pengurusan haji untuk kepentingan nasabah dengan memperoleh ujrah
(imbalan jasa). Dalam pengurusan haji, Bank dapat memberikan dana talangan pembayaran
Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan akad qardh. Jasa pengurusan haji tidak boleh
dikaitkan dengan pemberian talangan haji. Besarnya ujrah tidak didasarkan pada jumlah
talangan haji.

Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu
jasa. Dalam rangka pembiayaan multijasa tersebut, bank memperoleh ujrah (imbalan jasa).
Besarnya ujrah disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan prosentase.

Sumber :
Prof. DR.H. Rachmat Syafei,MA. FIQIH Muamalah. (Bandung:CV PUSTAKA SETIA. 2001)
Drs. H.Ahmad Wardi Muslich. Fiqh Muamalat (Jakarta:Amzah.2010)
Prof. DR.H. Rachmat Syafei,MA. FIQIH Muamalah. 
Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si. FIQH MUAMALAH. (Jakarta:PT RAJA GRAFINDO
PERSADA.2002)
https://islam.nu.or.id/post/read/84810/definisi-dan-rukun-ijarah-sewa-menyewa-dalam-islam
https:// Pengertian_Dasar_Hukum_dan_Pembagian_Ijarah

24

Anda mungkin juga menyukai