Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

”PERILAKU KEPEMIMPINAN”

DISUSUN OLEH

Andrew J. Kolopita

Marifke E.S. Pratasik

SISTEMATIKA A/IV

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI MANADO

FAKULTAS TEOLOGI

2020
Perilaku Kepemimpinan

Dalam kepemimpinan terdapat tiga jenis perilaku kepemimpinan efektif, yaitu:

a. Perilaku yang berorientasi tugas


Para pemimpin yang efektif tidak menggunakan waktu dan usahanya
dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti bawahannya. Sebaliknya, para
pemimpin yang efektif berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi
pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasikan
kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan
teknis yang dibutuhkan.

b. Perilaku yang berorientasi hubungan


Bagi para pemimpin yang efektif, perilaku yang berorientasi tugas tidak
terjadi dengan mengorbankan perhatian terhadap hubungan antar manusia. Para
pemimpin yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung dan membantu para
bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang
efektif meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa percaya, bertindak
ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalahan bawahan, membantu
mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberikan
informasi kepada bawahan, memberikan apresiasi terhadap ide-ide bawahan,
dan memberikan pengakuan atas kontribusidan keberhasilan bawahan.

c. Kepemimpinan partisipatif
Para pemimpin yang efektif lebih banyak menggunakan supervisi
kelompok daripada mengendalikan tiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan
kelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam mengambil keputusan,
memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan
konflik. Peran pemimpin dalam pertemuan kelompok yang utama adalah harus
memandu diskusi dan membuatnya mendukung, konstruktif, dan berorientasi
pada pemecahan masalah.1

Berbagai kajian mengenai perilaku kepemimpinan berorientasi hubungan


dan perilaku kepemimpinan berorientasi tugas telah dimulai sejak dekade 1950-an
sampai sekarang. Terhadap perilaku kepemimpinan tersebut telah memberikan
banyak kontribusi literatur pada teori kepemimpinan. Satu kontribusi penting yang
telah didapatkan adalah penggunaan konsep orientasi hubungan dan orientasi
tugas untuk membedakan berbagai jenis perilaku kepemimpinan. Kontribusi
lainnya adalah penggunaan konsep perilaku kepemimpinan berorientasi hubungan
dan perilaku kepemimpinan berorientasi tugas untuk mengukur efektifitas
individu dan efektifitas organisasional. Perilaku kepemimpinan berorientasi
hubungan dari tugas dianggap sebagai bentuk kepemimpinan aktif. Maksudnya
dalam dua jenis perilaku ini, pemimpin mengambil pendekatan proaktif atau
reaktif di dalam melaksanakan peranan mereka. Ada satu lagi pendekatan
kepemimpinan dimana pemimpin melakukan pendekatan non-aktif dimana
pemimpin melepaskan tanggung jawab mereka dan berusaha untuk tidak membuat
keputusan. Perilaku kepemimpinan ini disebut sebagai kepemimpinan Laissez
Faire. 2

Dimensi perilaku kepemimpinan yang akan diukur merujuk pada konsep


yang dikembangkan oleh Bass & Avolio (1995). Variabel kepemimpinan
berorientasi tugas diukur melalui tiga indikator; yaitu (1) perilaku yang selalu
mengakui prestasi karyawan dan menjelaskan pengharapan; (2) perilaku
pemimpin yang akan melakukan tindakan dengan segera untuk mengoreksi
masalah dan menunjukan kesalahan-kesalahan yang terjadi; dan (3) perilaku
pemimpin yang akan menunggu sampai masalah menjadi kronis atau serius baru
melakukan koreksi. Sedangkan variabel kepemimpinan berorientasi hubungan
diukur melalui lima dimensi, meliputi (1) pemimpin yang menanamkan

1
Gary Yukl, Kepemimpinan dalam Organisasi, hlm. 65-66
2
Pieter Sahertian, “Perilaku Kepemimpinan Berorientasi Hubungan Dan Tugas Sebagai
Antesden Komitmen Organisasional, Self-Efficacy Dan Organizational Citizenship Behavior (OCB)”.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 12, No. 2, September 2010, hlm. 158
kebanggaan dan membangun rasa percaya diri bawahan; (2) pemimpin yang
menekankan makna kolektif dari misi dan berbicara tentang nilai-nilai dan
keyakinan; (3) pemimpin yang mampu mengekspresikan rasa antusiasme,
optimisme, dan keyakinan diri; (4) pemimpin yang mau mengembangkan, melatih
dan mengajari bawahan; dan (5) pemimpinyang mau mengakui prestasi bawahan
dan menjelaskan harapan-harapan mereka.3

Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa semua


kepemimpinan tergantung kepada keadaan atau situasi. Situasi adalah gelanggang
yang perlu di bagi pemimpin untuk beroperasi. Bagi sebagian besar manajer,
situasi bisa menentukan keberhasilan atau kegagalan, tetapi adalah keliru untuk
menyalahkan situasi. Dalam menerapkan teori kepemimpinan situasional, manajer
harus didasarkan pada hasil analisis terhadap situasi yang dihadapi pada suatu saat
tertentu dan menganalisis kondisi anggota atau anak buah yang dipimpinnya.
Kondisi bawahan merupakan faktor yang penting pada kepemimpinan situasional
karena bawahan selain sebagai individu mereka juga kelompok yang
kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi yang dipunyai pemimpinnya.
Beberapa model kepemimpinan situasional sebagai berikut:

a. Model kepemimpinan kontigensi (leaderdhip Contigency Model, Suatu


pemutakhiran terhadap model kepemimpinan Fred E. Fielder).

Teori ini tidak membahas gaya kepemimpinan apa yang paling baik dan
gaya kepemimpinan apa yang tidak baik, tetapi teori ini mengemukakan
bagaimana tindakan seorang manajer dalam situasi tertentu perilaku
kepemimpinannya yang efektif. Teori ini juga membahas gaya dan perilaku yang
berdasarkan situasi. Artinya manajer dalam mempergunakan kepemimpinan tidak
berpedoman pada salah satu pola perilaku dari waktu ke waktu melainkan
didasarkan pada analisis manajer setelah ia mempelajari situasi, lalu melakukan
pendekatan yang tepat.

3
Ibid
Filder menghubungkan perilaku kepemimpinannya dengan situasi yang
dihadapi oleh pemimpin pada suatu saat. Filder beranggapan bahwa dalam situasi
yang berbeda diperlukan pendekatan yang berbeda demi terciptanya efektivitas.
Model kepemimpinan ini mengemukakan tiga variabel utama yang menentukan
suatu situasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan bagi pemimpin
yaitu:

a) Hubungan antara pemimpin dengan anggota kelompok.


b) Derajat struktur yang ditugaskan kepada kelompok untuk dilaksanakan
c) Kedudukan (posisi) kewenangan pemimpin berdasarkan kewenangan
formal yang di miliki.

Ketiga variabel situasi ini dikaitkan dengan pendekatan yang berorientasi


pada tugas, hal ini tergantung pada situasi yang ada pada saat tertentu. Kombinasi
antara situasi yang dihadapi ini dikaitkan dengan pendekatan yang berorientasi
pada tugas, hal ini tergantung pada situasi yang ada pada saat tertentu. Kombinasi
antara situasi yang dihadapi oleh pemimpin dengan perilaku kepemimpinan yang
tepat akan menentukan efektifitas kepemimpinan. Yang dimaksud dengan
perilaku yang tepat adalah dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada
hubungan. Kesimpulan dari model kepemimpinan kontigensi dari Filder adalah
perilaku kepemimpinan yang efektif tidak berpola pada salah satu gaya tertentu,
melainkan di mulai dengan mempelajari situasi tertentu pada suatu saat tertentu.
Yang dimaksud dengan situasi tertentu adalah adanya tiga variabel yang dijadikan
dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau
hubungan, tetapi tidak berarti bahwa seseorang yang tidak berperilaku
kepemimpinannya berorientasi pada tugas tidak pernah berorientasi pada
hubungan.

b. Teori Keрemimpinan Situasional Menurut Heresy dan Blanchard

Model ini berdasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan diagnostik bagi


manajer tidak bisa diabaikan, seperti terlihat pada :"Manajer yang berhasil terus
seorang pendiagnose yang baik dan dapat menghargai semangat mencari tahu".
Apabila kemampuan motif serta kebutuhan bawahan sangat bervariasi, seorang
pemimpin harus mempunyai kepekaan dan kemampuan mendiagnosa agar mampu
membaca dan menerima perbedaan-perbedaan itu. Dasar model kepemimpinan
situasional adalah :

a) Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku


tugas).
b) Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin
(perilaku hubungan).
c) Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh ' anggota
dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan
tertentu.

Konsep ini menjelaskan hubungan antara perilaku kepemimpinan yang


efektif dengan tingkat kematangan anggotanya. Teori ini menekankan hubungan
pemimpin dengan anggota, sehingga tercipta kepemimpinan yang efektif, karena
anggota dapat menentukan keanggotan pribadi yang di milliki pemimpin.4

Sebuah sasaran utama dari program penelitian kepemimpinan adalah untuk


mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif. Maka terdapat empat belas
kategori perilaku dari jangka menengah yang disebut praktik-praktik manajeral
dan sejumlah komponen perilaku spesifik yang lebih besar. Kategori perilaku
tersebut cukup generik untuk dapat diaplikasikan secara luas pada jenis manajer
yang berbeda-beda, namun cukup spesifik untuk dihubungkan dengan
permintaan-permintaan dan hambatan situasional yang dihadapi seorang
pemimpin individual. Adapun kategori perilaku dari praktik kepemimpinan
menurut Yukl sebagai berikut:

1. Perencanaan dan pengorganisasian


2. Pemecahan masalah
3. Menjelaskan peran dan tujuan
4. Memberi informasi
4
H. Zainuddin Mustapa, Maryadi, KEPEMIMPINAN PELAYAN : Dimensi Baru Dalam
Kepemimpinan, hlm. 8-11
5. Memantau
6. Memotivasi dan memberi inspirasi
7. Berkonsultasi
8. Mendekegasikan
9. Memberi dukungan
10. Mengembangkan dan membimbing
11. Mengelola konflik dan membangun tim
12. Membangun jaringan kerja
13. Pengakuan
14. Memberi imbalan5

5
Gary Yukl, Kepemimpinan dalam Organisasi, hlm. 78
DAFTAR PUSTAKA

Yukl Gary. Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta : Indeks, 2008

Sahertian Pieter. (2010). “Perilaku Kepemimpinan Berorientasi Hubungan Dan Tugas


Sebagai Antesden Komitmen Organisasional, Self-Efficacy Dan Organizational
Citizenship Behavior (OCB)”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 12(2): 158

Mustapa, H.Z., Maryadi. Kepemimpinan Pelayanan : Dimensi Baru Dalam


Kepemimpinan, Celebes Media Perkasa, 2018

Anda mungkin juga menyukai