Anda di halaman 1dari 29

STEP 6

1. Sebutkan 3 komponen dari demografi?


Faktor yang mempengaruhi Jumlah Penduduk
o fertilitas
o mortalitas
o migrasion

Faktor pendorong kelahiran (pronatalitas)


- Anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.
- Sifat alami manusia yang ingin melanjutkan keturunan.
- Pernikahan usia dini (usia muda).
- Sosial Budaya
- Adanya anggapan bahwa anak laki-laki lebih tinggi nilainya, jika
dibandingkan dengan anak perempuan, sehingga bagi keluarga yang belum
memiliki anak laki-laki akan berusaha untuk mempunyai anak laki-laki.
- Adanya penilaian yang tinggi terhadap anak, sehingga bagi keluarga yang
belum memiliki anak akan berupaya bagaimana supaya memiliki anak.

Faktor penghambat kelahiran (antinatalitas)


- Program Keluarga Berencana (KB).
- Kemajuan di bidang iptek dan obat-obatan.
- Peraturan pemerintah tentang pembatasan tunjungan anak bagi PNS.
- UU perkawinan yang membatasi dan mengatur usia pernikahan.
- Penundaan usia pernikahan karena alasan ekonomi, pendidikan dan karir.
- Adanya perasaan malu bila memiliki banyak anak.

Faktor pendorong kematian (promortalitas)


- Wabah penyakit seperti demam berdarah, flu burung dan sebagainya.
- Bencana alam
- Kesehatan : Kesadaran tentang kesehatan, Gizi, Fasilitas Kesehatan.
- Peperangan, kecelakaan
- Kondisi Lingkungan : Pencemaran, krisis Air

Faktor penghambat kematian (antimortalitas)


- Tingkat kesehatan dan pemenuhan gizi masyarakat yang sudah baik.
- Negara dalam keadaan aman dan tidak terjadi peperangan.
- Adanya kemajuan iptek di bidang kedokteran sehingga berbagai macam
penyakit dapat diobati.
- Adanya pemahaman agama yang kuat oleh masyarakat.
Faktor Penyebab Migrasi
- Faktor di daerah Asal
- Faktor tempat Tujuan
- Penghalang Antara
- Faktor Pribadi

Sumber : dr. Suryani Yuliyanti, M.Kes. Faktor Demografi dan Non Demografi yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Penduduk

2. Apa tujuan dan manfaat dari demografi?


Menurut para ahli demografi, tujuan demografi di bagi menjadi 4 tujuan pokok yaitu :

1) Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu.


2) Menjelaskan pertumbuhan di masa lampau, penurunannya dan persebarannya dengan
sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia.
3) Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk
denganbermacam-macam aspek organisasi sosial.
4) Mencoba meramalkan pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang dan
kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya.

Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44139/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=9EE769239129B5DABAA716A67EC04854?sequence=3

3. Apa saja faktor yang mempengaruhi mortalitas?


Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian dibagi menjadi dua yaitu:
1) Faktor langsung (faktor dari dalam), faktor tersebut antara lain dipengaruhi oleh
beberapa variabel yaitu:
a. Umur,
b. Jenis kelamin,
c. Penyakit,
d. Kecelakaan, kekerasan, bunuh diri.
2) Faktor tidak langsung (faktor dari luar), faktor tersebut antara lain dipengaruhi oleh
beberapa variabel yaitu:
a. Tekanan, baik psikis maupun fisik,
b. Kedudukan dalam perkawinan,
c. Kedudukan sosial-ekonomi,
d. Tingkat pendidikan,
e. Pekerjaan,
f. Beban anak yang dilahirkan,
g. Tempat tinggal dan lingkungan,
h. Tingkat pencemaran lingkungan,
i. Fasilitas kesehatan dan kemampuan mencegah penyakit,
j. Politik dan bencana alam
Sumber ; Muhammad Arif Fahrudin Alfana, dkk. 2015. Mortalitas di Indonesia
(Sejarah Masa Lalu dan Proyeksi ke Depan). Yogyakarta

4. Apa saja penyebab dari kematian?


International Classification of
Diseases (ICD) versi 10 tahun 2016 mengklasifikasi penyakit penyebab
kematian penduduk.Daftar sebab kematian dalam Klasifikasi Penyakit
Internasional (ICD) sangat terperinci dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menggolongkan sebab-sebab ini ke dalam 22 kelompok.Adapun klasifikasi
penyakit penyebab kematian tersebut adalah :
1) Penyakit infeksi dan parasit tertentu
2) Neoplasma
3) Penyakit darah dan organ pembentuk darah dan gangguan tertentu yang
melibatkan mekanisme kekebalan tubuh
4) Endokrin, nutrisi dan penyakit metabolic
5) Gangguan mental dan perilaku
6) Penyakit pada sistem saraf
7) Penyakit mata dan adneksa
8) Penyakit pada telinga dan proses mastoid
9) Penyakit pada sistem peredaran darah
10) Penyakit pada sistem pernapasan
11) Penyakit pada sistem pencernaan
12) Penyakit pada kulit dan jaringan subkutan
13) Penyakit pada sistem muskuloskeletal dan jaringan ikat
14) Penyakit sistem genitourinary
15) Kehamilan, persalinan dan masa nifas
16) Kondisi tertentu yang berasal dari periode perinatal
17) Malformasi kongenital, deformasi dan kelainan kromosom
18) Gejala, tanda dan temuan klinis dan laboratorium yang abnormal, tidak
diklasifikasikan di tempat lain
19) Cedera, keracunan dan beberapa konsekuensi lain dari penyebab eksterna
20) Penyebab eksternal morbiditas dan mortalitas
21) Faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan kontak dengan layanan
kesehatan
22) Kode untuk tujuan khusus misal penyakit baru atau ketahanan terhadap obat
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, disusul oleh
penyakit stroke. Adapun sepuluh penyebab kematian di dunia terlihat pada
Sumber ; Dra. Ita Mardiani Z, M.Kes. 2018. Fertilitas dan mortalitas. Ristekdikti

5. Apa perbedaan dari studi mortalitas dengan mortalitas penduduk?


Studi Mortalitas adalah bagian dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang
mengumpulkan data penyakit sebab kematian yang terjadi di masyarakat. Data kematian
yang terdapat pada suatu komunitas hanya dapat diperoleh melalui survei, karena
sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di fasilitas kesehatan
hanya memperlihatkan kasus-kasus rujukan. Hasil SKRT 2001 akan memberikan
gambaran data baseline indikator bagi program kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010,
outcome indikator dari program-program kesehatan yang telah dilakukan, serta indikator
proses dari program yang sedang berjalan.
Studi mortalitas dapat memberikan gambaran pola penyakit penyebab kematian utama
(underlying cause of death) menurut golongan umur, daerah tempat tinggal, dan kawasan.
Underlying cause of death dapat digunakan sebagai informasi dalam menyusun strategi
pencegahan suatu penyakit terutama penyakit menular dan penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi.

Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan
secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.Still birth dan
keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah kematian (naik
turunnya) di tiap daerah tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam faktor keadaan.
Besar kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator bagi tingkat
kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.

Sumber : Sarimawar Djaja. 2002. Laporan pola penyakit penyebab kematian di


Indonesia. Badan peneitian dan pengembangan kesehatan deartemen republic RI

6. Bagaimana sumber informasi mengenai mortalitas?


Cara mengetahui sumber data kematian dapat diperoleh dari berbagai macam sumber,
antara lain :
a. Sistem registrasi vital
Apabila sistem ini bekerja dengan baik merupakan sumber data kematian yang ideal.
Di sini, kejadian kematian dilaporkan dan dicatat segera setelah peristiwa kematian
tersebut terjadi. Di Indonesia, belum ada sistem registrasi vital yang bersifat nasional,
yang ada hanya sistem registrasi vital yang bersifat bersifat lokal, dan hal ini tidak
sepenuhnya meliputi semua kejadian kematian pada kota-kota itu sendiri. Dengan
demikian di Indonesia tidak mungkin memperoleh data kematian yang baik dari
sistem registrasi vital.

b. Sensus dan survei penduduk


Sensus dan survei penduduk merupakan kegiatan sesaat yang bertujuan untuk
mengumpulkan data penduduk, termasuk pula data kematian. Berbeda dengan sistem
registrasi vital, pada sensus atau survei kejadian kematian dicacat setelah sekian lama
peristiwa kejadian itu terjadi. Data ini diperoleh melalui sensus atau survei dapat
digolongkan menjadi dua bagian :
 Bentuk langsung (Direct Mortality Data) Data kematian bentuk langsung
diperoleh dengan menanyakan kepada responden tentang ada tidaknya
kematian selama kurun waktu tertentu. Apabila ada tidaknya kematian
tersebut dibatasi selama satu tahun terakhir menjelang waktu sensus atau
survei dilakukan, data kematian yang diperoleh dikenal sebagai ‘Current
mortality Data’.
 Bentuk tidak langsung (Indirect Mortalilty Data) Data kematian bentuk tidak
langsung diperoleh melalui pertanyaan tentang ‘Survivorship’ golongan
penduduk tertentu misalnya anak, ibu, ayah dan sebagainya. Dalam kenyatana
data ini mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan data bentuk
langsung. Oleh sebab itu data kematian yang sering dipakai di Indonesia
adalah data kematian bentuk tidak langsung dan biasanya yaitu data
‘Survivorship’ anak. Selain sumber data di atas, data kematian untuk
penduduk golongan tertentu di suatu tempat, kemungkinan dapat diperoleh
dari rumah sakit, dinas pemakaman, kantor polisi lalu lintas dan sebagainya.

c. Penelitian
Penelitian kematian penduduk biasanya dilakukan bersamaan dengan penelitian
kelahiran yang disebut dengan penelitian statistik vital.
d. Perkiraan (estimasi)
Tingkat kematian dapat diperkirakan menggunakan pendekatan tidak langsung.
Pendekatan tidak langsung tersebut dilakukan dengan cara mengamati tahapan
kehidupan dari waktu ke waktu. Pendekatan tidak langsung ini memiliki tiga
kesulitan utama yaitu terbatasnya sumberdaya untuk memastikan data dan disertai
kesalahan pada sampling, tingkat mobilitas remaja yang tinggi menyebabkan remaja
terhindar dari sampling, dan tidak perkiraan struktur kematian yang tidak mudah
(Wood dan Nisbet, 1990).

Sumber ; Muhammad Arif Fahrudin Alfana, dkk. 2015. Mortalitas di Indonesia


(Sejarah Masa Lalu dan Proyeksi ke Depan). Yogyakarta

7. Apa saja macam-macam ukuran mortalitas?


Ada beberapa cara pengukuran angka kematian diantaranya adalah:
a. Tingkat Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah banyaknya kematian pada
tahun tertentu, tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun

b. Tingkat Kematian Menurut Umur ( Age Specific Death Rate ) adalah jumlah
kematian penduduk pada tahun tertentu berdasarkan klasifikasi umur tertentu.

c. Tingkat Kematian Bayi { Infant Death Rate (IDR) /Infat Mortality Rate (IMR)
Bayi (infant) merupakan orang yang berumur 0 (nol) tahun atau dalam kata lain anak-
anak yang masih belum sampai pada hari ulang tahunnya yang pertama. Angka
kematian bayi merupakan variable sosial ekonomis dan demografis yang sangat
penting karena data tersebut dapat menunjukan banyaknya fasilitas medis dan taraf
kehidupan penduduk.

d. Tingkat Kematian Anak


Tingkat kematian anak didefinisikan sebagai jumlah kematian anak berumur 1 sampai
4 tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan
tahun. Dengan demikian, angka kematian anak tidak menyertakan angka kematian
bayi. Angka kematian anak lebih merefleksikan kondisi kesehatan lingkungan yang
langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak.

e. Angka Kematian Ibu


Adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas dalam satu tahun
dibagi dengan jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama dengan persen atau
permil.
Ada 2 ukuran:
1) Maternal mortality rate

Jumlah perempuan umur 15-49 tahun disebut juga “person years lived exposed to
risk” yaitu jumlah orang yang mempunyai risiko mengalami kematian karena
kehamilan/persalinan (sesuai definisi kematian ibu)
2) Maternal mortality ratio

Sumber ; Muhammad Arif Fahrudin Alfana, dkk. 2015. Mortalitas di Indonesia


(Sejarah Masa Lalu dan Proyeksi ke Depan). Yogyakarta

8. Apa saja masalah yang timbul akibat mortalitas?

9. Bagaimana hubungan sosial ekonomi dengan mortalitas?


Semua determinan sosial dan ekonomi harus melalui variabel antara untuk dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup anak. Variabel antara ini dikelompokkan ke dalam
lima kategori :
A. Faktor ibu
1) Umur,
2) Paritas dan
3) Jarak kelahiran.
B. Pencemaran Lingkungan
1) Udara yang merupakan jalur penyebarluasan penyakit pernafasan dan banyak
penyakit
2) Makanan, air, dan jari yang merupakan jalur utama penyebarluasan diare dan
penyakit usus lainnya ;
3) Kulit, tanah dan benda mati yang merupakan jalur infeksi kulit
4) Serangga pembawa penyakit
C. Kekurangan gizi
1) Kalori,
2) Protein, dan
3) Gizi mikro (vitamin dan mineral)
D. Luka kecelakaan
1) Kecelakaan
2) Luka yang disengaja
E. Pengendalian Penyakit Perorangan
1) Tindakan preventif perorangan
2) Perawatan dokter

Sumber ; Dra. Ita Mardiani Z, M.Kes. 2018. Fertilitas dan mortalitas. Ristekdikti

10. Bagaimana perbedaan pola mortalitas di negara berkembang dengan negara maju?
Adapula sumber lain yang membedakan suatu negara tergolong ke dalam kelompok negara
maju atau negara berkembang berdasarkan aspek kependudukannya. Suatu negara
dikelompokkan ke dalam kelompok negara berkembang, jika negara tersebut memiliki ciri-
ciri kependudukan sebagai berikut:
1) Tingkat pertumbuhan penduduk tinggi
2) Tingkat pendapatan, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang rendah, ketimpangan
pendapatan yang mencolok, sehingga standar hidup pun rendah
3) Angka ketergantungan penduduk tinggi
4) Angka pengangguran baik nyata maupun terselubung tinggi
5) Tingkat produktivitas rendah
6) Ketergantungan pendapatan sangat bertumpu pada sektor pertanian dan ekspor bahan-
bahan mentah.
7) Pengelolaan informasi sangat terbatas dan pasar tidak sempurna
8) Aspek hubungan internasionalnya sangat rapuh
ciri-ciri kependudukan negara maju adalah sebagai berikut:
1) Tingkat pertumbuhan penduduknya rendah
2) Persebaran penduduk terkonsentrasi di daerah perkotaan
3) Tingkat kelahiran dan kematian penduduknya rendah
4) Tingkat buta huruf rendah
5) Tingkat harapan hidupnya tinggi
6) Pendapatan perkapitanya tinggi
7) Penduduk wanita berstatus kawin di atas 19 tahun dan banyak menggunakan alat
kontrasepsi.

Ananta (1996) mengatakan bahwa revolusi mortalitas di Indonesia yang merupakan


revolusi demografi pertama di Indonesia terjadi sekitar tahun 1950-an. Dimulai dari
adanya penurunan angka kematian akibat berbagai penemuan obat-obatan antibiotika
dan intervensi kesehatan di negara maju. Indonesia tidak perlu lagi menciptakan obat-
obatan modern, tetapi langsung mengadopsi teknologi kedokteran modern seperti
imunisasi dan antibiotika, tanpa menunggu kemajuan perekonomian. Namun demikian,
kondisi tersebut belum diikuti oleh penurunan fertilitas, sehingga terjadi ledakan bayi di
Indonesia pada sekitar tahun 1950-1970-an.
Suriastini (1995) menuliskan bahwa transisi fertilitas di negara-negara maju
terjadi dalam 4 tahap yaitu diawali oleh Finlandia pada tahun 1750 yang mengalami
penurunan fertilitas, disusul oleh Prancis pada tahun 1760, Cekoslowakia tahun 1785
dan Amerika pada tahun 1800. Hampir 1 abad kemudian penurunan fertilitas juga
terjadi di Skandinavia, Eropa utara, Eropa Tengah, Australia dan Selandia Baru.
Kemudian tahun 1920 terjadi penurunan di negara Eropa Tenggara yaitu Bulgaria,
Yunani, Rumania dan Yugoslavia. Di negara berkembang juga terjadi dalam 4 tahap
yaitu penurunan fertilitas di Argentina pada abad ke 19 dan awal abad ke 20 (sejak
tahun 1885), Uruguay (1895) dan Chili (1915 hingga 1920). Pada pertengahan 1950an,
penurunan fertilitas terjadi di Siprus, Afrika Barat, Taiwan, Singapura dan Srilangka.
Sedangkan di akhir tahun 1950-an giliran Cina (terutama di Hongkong), Korea Selatan,
dan beberapa negara Amerika Latin yang mengalami penurunan fertilitas. Pada periode
1960-1970 terjadi penurunan fertilitas di negara dengan penduduk banyak dan
merupakan negara daratan, yaitu Amerika Latin (Costa Rica, Panama, Dominika, Brasil,
Colombia dan Venezuela), Asia (India, Thailand, Filipina dan Korea Utara), kemudian
pada tahun 1970an terjadi di Indonesia dan Meksiko.

Sumber : Sonny Harry B. Harmadi., Ph.D. Pengantar Demografi


http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/195408281986122-
AMMI_SYULASMI/PEMBELAJARAN_PENGLING/PB_3_KEPENDUDUKAN.pdf
11. Bagaimana cara menurunkan mortalitas?
Maine dan kawan-kawan mengidentifikasi “rantai penyebab” kematian ibu dan
menghubungkannya dengan strategi intervensi yang dikelompokkan
dalam 3 kategori yaitu :
a. Mencegah/memperkecil kemungkinan perempuan untuk menjadi hamil.
Pada saat perempuan tidak berada dalam kehamilan, ia tidak mempunyai risiko
kematian ibu. Penurunan angka kesuburan perempuan merupakan cara yang efektif
untuk mencegah kemungkinan menjadi hamil sehingga menghilangkan risiko
kematian akibat kehamilan/persalinan. Keikutsertaan dalam ber-KB mencegah
kematian ibu.

b. Mencegah/Memperkecil kemungkinan perempuan hamil mengalami komplikasi


dalam kehamilan/persalinan.
Banyak analisis menunjukkan bahwa kejadian komplikasi obstetri tidak dapat di
cegah atau diperkirakan sebelumnya, kecuali misalnya induksi abortus yang tidak
aman. Dan telah diketahui bahwa kelompok perempuan tertentu mempunyai risiko
yang lebih besar terhadap kematian dari pada kelompok perempuan lainnya. Analisis
juga menunjukkan risiko kematian ibu terbesar pada kelompok umur di bawah
20 tahun dan di atas 30 tahun.

c. Mencegah/memperkecil kematian perempuan yang mengalami komplikasi dalam


kehamilan/persalinan.
Walaupun kebanyakan komplikasi obstetri tidak dapat dicegah dan diperkirakan
sebelumnya, tidak berarti bahwa komplikasi tersebut tidak dapat ditangani.Setiap ibu
hamil mempunyai risiko untuk mengalami komplikasi obstetri, maka ibu hamil
perlu mempunyai akses terhadap pelayanan kegawat-daruratan obstetri.
Dengan penanganan yang baik, hampir semua kematian ibu dapat dicegah.

Sumber ; Dra. Ita Mardiani Z, M.Kes. 2018. Fertilitas dan mortalitas. Ristekdikti

12. Apa saja penyebab dari AKI?


Ada dua Klasifikasi Kematian Ibu yaitu :
1) Penyebab langsung yaitu kematian ibu yang disebabkan oleh komplikasi obstetri
pada masa hamil, bersalin dan nifas, atau yang disebabkan oleh suatu tindakan
yang dilakukan pada masa hamil, bersalin dan nifas, atau berbagai hal akibat
tindakan tersebut
2) Penyebab tidak langsung yaitu kematian ibu yang disebabkan oleh penyakit
yang bukan komplikasi obstetri, yang berkembang atau bertambah berat akibat
kehamilan atau persalinan

Sumber ; Dra. Ita Mardiani Z, M.Kes. 2018. Fertilitas dan mortalitas. Ristekdikti
Penyebab kematian secara global (Say L et al, 2014 ) sekitar 28% disebabkan
oleh pendarahan hebat, 27 % oleh penyakit yang sudah ada sebelum kehamilan, 11%
oleh infeksi, 14% oleh hipertensi dalam kehamilan, 9% oleh persalinan macet, serta
aborsi yang tidak aman (8 %).
Penyebab kematian ibu di Indonesia 80% disebabkan oleh penyebab langsung
obstetrik seperti perdarahan, sepsis, abortus tidak aman, preeklampsia-eklampsia, dan
persalinan macet. Sisanya 20 % terjadi oleh karena penyakit yang diperberat oleh
kehamilan. Situasi kematian ibu di Indonesia tahun 2010-2013, penyebab perdarahan
juga masih tinggi walaupun cenderung menurun ( 35,1% menjadi 30,3% ) ,
sementara penyebab kematian ibu baik di dunia maupun di Indonesia masih berputar
pada 3 masalah utama ( perdarahan, preeklampsia-eklampsia dan infeksi ) ,
sehingga pencegahan dan penanggulangan masalah ini seharusnya difokuskan melalui
intervensi pada ketiga masalah tersebut, melalui peran petugas kesehatan.

Sumber : Maisuri T. Chalid . UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU:


PERAN PETUGAS KESEHATAN. Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin

13. Apa saja faktor yang mempengaruhi AKI?


Determinan kematian ibu itu dikelompokkan dalam : Determinan Proksi atau dekat
(proximate determinant), determinan antara (intermediate determinants) dan
determinan kontekstual (contekstual determinants).
1) Determinan Kontekstual/jauh (determinan sosial, ekonomi dan budaya), yaitu
a. Status perempuan dalam keluarga dan masyarakat
Faktor-faktor yang menentukan status perempuan antara lain tingkat
pendidikan (Kecenderungan perempuan yang berpendidikan lebih tinggi lebih
memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya), pekerjaan (ibu yang bekerja
di sektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi
kesehatan), keberdayaan perempuan (woman empowerment) yang
memungkinkan perempuan lebih aktif dalam menentukan sikap dan lebih
mandiri dalam memutuskan hal terbaik bagi dirinya, termasuk kesehatannya
atau kehamilannya.

b. Status keluarga dalam masyarakat


Jika variabel yang tersebut di atas lebih menekankan pada diri perempuan
sebagai individu, maka variabel berikut ini merupakan variabel dari keluarga
perempuan tersebut. Variabel tersebut antara lain penghasilan keluarga,
kekayaan keluarga, tingkat pendidikan dan status pekerjaan anggota keluarga,
juga dapat berpengaruh terhadap risiko mengalami kematian ibu.

c. Status Masyarakat
Variabel ini meliputi antara lain tingkat kesejahteraan, ketersediaan sumber
daya (misalnya jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan
yang tersedia), serta ketersediaan dan kemudahan transportasi. Status
masyarakat umumnya terkait pula pada tingkat kemakmuran suatu negara
serta besarnya perhatian pemerintah terhadap masalah kesehatan.

2) Determinan Antara, meliputi


a. Status Kesehatan
Faktor-faktor status kesehatan ibu antara lain status gizi, penyakit infeksi atau
parasit, penyakit menahun seperti TBC, penyakit jantung, ginjal dan riwayat
komplikasi obstretri.

b. Status Reproduksi
Faktor-faktor status reproduksi antara lain usia ibu hamil ( usia dibawah 20
tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko untuk hamil dan
melahirkan), jumlah kelahiran (semakin banyak jumlah kelahiran yang
dialami oleh seorang ibu semakin tinggi risikonya untuk mengalami
komplikasi), jarak antara kehamilan, status perkawinan (perempuan dengan
status tidak menikah cenderung kurang memperhatikan kesehatan diri dan
janinnya selama kehamilan dengan tidak melakukan pemeriksaan kehamilan,
yang akan menyebabkan tidak terdeteksinya kelainan yang dapat
menyebabkan komplikasi)

c. Akses Terhadap Pelayanan Reproduksi


Akses pelayanan, ada dua aspek utama, yaitu ketersediaan dan
keterjangkauan.Ketersediaan adalah tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan
dengan jumlah dan kualitas yang memadai.Keterjangkauan pelayanan
kesehatan meliputi jarak, waktu, dan biaya.
d. Perilaku sehat
Berkaitan dengan perilaku penggunaan alat-alat kontrasepsi ( ibu ber KB akan
lebih jarang melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak berKB),
pemeriksaan kehamilan (ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan secara
teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan komplikasinya), penolong
persalinan (ibu yang ditolong oleh dukun berisiko lebih besar untuk
mengalami kematian dibandingkan dengan ibu yang melahirkan oleh tenaga
kesehatan), perilaku menggugurkan kandungan (ibu yang berusaha
menggugurkan kandungannya berisiko lebih besar untuk mengalami
komplikasi)

e. Faktor-faktor lain yang tidak diketahui atau tidak terduga


Ada keadaan yang mungkin terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga yang dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi selam hamil atau melahirkan.Beberapa
keadaan tersebut terjadi pada saat melahirkan, misalnya kontraksi uterus yang
tidak adekuat, ketuban pecah dini dan persalinan yang terlambat melebihi 9
bulan.

3) Determinan Proksi, yaitu


a. Kejadian Kehamilan
Perempuan yang hamil mempunyai risiko untuk mengalami komplikasi,
sedangkan perempuan yang tidak hamil tidak mempunyai risiko
tersebut.Program keluarga berencana dapat secara tidak langsung mengurangi
risiko kematian ibu. Efek KB terhadap penurunan AKI berkaitan dengan TFR.
Bila TFR tinggi maka penurunan kematian ibu akan sangat dipengaruhi oleh
keikutsertaan KB. Sebaliknya jika TFR cukup rendah, maka pelayanan KB
tidak lagi berpengaruh terhadap penurunan AKI. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa angka total kesuburan (Total Fertility Rate/TFR)
ternyata tidak selalu memberikan dampak yang berarti pada penurunan AKI
karena kematian ibu berkaitan pula dengan faktor-faktor lain, misal kualitas
pelayanan kesehatan

b. Komplikasi Kehamilan dan Persalinan


Komplikasi obstetri ini merupakan penyebab langsung kematian ibu, yaitu
perdarahan, infeksi, eklampsia, partus lama, abortus dan rupture uteri.
Intervensi yang ditujukan untuk mengatasi komplikasi obstetric tersebut
merupakan intervensi jangka pendek; yang hasilnya akan dapat gera terlihat
dalam bentuk penurunan AKI.
14. Bagaimana cara menurunkan AKI dan AKB?
Maine dan kawan-kawan mengidentifikasi “rantai penyebab” kematian ibu dan
menghubungkannya dengan strategi intervensi yang dikelompokkan
dalam 3 kategori yaitu :
d. Mencegah/memperkecil kemungkinan perempuan untuk menjadi hamil.
Pada saat perempuan tidak berada dalam kehamilan, ia tidak mempunyai risiko
kematian ibu. Penurunan angka kesuburan perempuan merupakan cara yang efektif
untuk mencegah kemungkinan menjadi hamil sehingga menghilangkan risiko
kematian akibat kehamilan/persalinan. Keikutsertaan dalam ber-KB mencegah
kematian ibu.

e. Mencegah/Memperkecil kemungkinan perempuan hamil mengalami komplikasi


dalam kehamilan/persalinan.
Banyak analisis menunjukkan bahwa kejadian komplikasi obstetri tidak dapat di
cegah atau diperkirakan sebelumnya, kecuali misalnya induksi abortus yang tidak
aman. Dan telah diketahui bahwa kelompok perempuan tertentu mempunyai risiko
yang lebih besar terhadap kematian dari pada kelompok perempuan lainnya. Analisis
juga menunjukkan risiko kematian ibu terbesar pada kelompok umur di bawah
20 tahun dan di atas 30 tahun.
f. Mencegah/memperkecil kematian perempuan yang mengalami komplikasi dalam
kehamilan/persalinan.
Walaupun kebanyakan komplikasi obstetri tidak dapat dicegah dan diperkirakan
sebelumnya, tidak berarti bahwa komplikasi tersebut tidak dapat ditangani.Setiap ibu
hamil mempunyai risiko untuk mengalami komplikasi obstetri, maka ibu hamil
perlu mempunyai akses terhadap pelayanan kegawat-daruratan obstetri.
Dengan penanganan yang baik, hampir semua kematian ibu dapat dicegah.

Sumber ; Dra. Ita Mardiani Z, M.Kes. 2018. Fertilitas dan mortalitas. Ristekdikti

Secara profesional dokter dan bidan dalam praktek klinik mempunyai peran
menurunkan angka kematian ibu. Dokter dan bidan adalah garda terdepan dalam
mendeteksi kemungkinan risiko, mendorong program KB, melakukan asuhan
antenatal terfokus, pencegahan abortus tidak aman, pertolongan persalinan oleh
tenaga terampil, rujukan dini tepat waktu kasus gawat darurat obstetri dan
pertolongan segera – adekuat kasus gawat darurat obstetri di rumah sakit rujukan.
Penolong yang terampil pada saat sebelum, selama dan sesudah persalinan telah
terbukti mempunyai peran dalam menurunkan kematian ibu.
Berdasarkan trias penyebab kematian ibu (preeklampsia, perdarahan dan
infeksi) maka intervensi kunci yang dapat dilakukan oleh peran petugas kesehatan
adalah:
 Preeklampsia-eklampsia:
o Pencegahan preeklampsia melalui penguatan asuhan antenatal yang
terfokus, antara lain dengan mendeteksi kemungkinan risiko, edukasi
pengenalan dini tanda bahaya kehamilan.
o Penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia dengan penatalaksanaan
awal dan manajemen kegawatdaruratan(d e n g a n p e n g g u n a a n
magnesium sulfat).

 Perdarahan pasca persalinan:


o Identifikasi risiko perdarahan pasca persalinan: anak besar, kehamilan
multipel, polihidramnion, riwayat seksio sesar, partus lama, partus
presipitatus, anemia.
o Pencegahan komplikasi dengan manajemen aktif kala
III ( uterotonika, masase fundus dan peregangan tali pusat
terkendali).
o Manajemen kegawatdaruratan perdarahan persalinan ( kompresi
bimanual, uterotonika, tamponade balon kateter hingga
penatalaksanaan bedah).

 Infeksi intrapartum:
o Pencegahan partus lama melalui penggunaan partograf.
o Penggunaan antiobiotik secara rasional.
o Manajemen ketuban pecah dini.
o Manajemen pasca persalinan.
Sumber : Maisuri T. Chalid . UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU:
PERAN PETUGAS KESEHATAN. Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
15. Mengapa angka kematian ibu di negara berkembang jauh lebih tinggi daripada di negara
maju?
Angka kematian ibu(AKI)di Indonesia masih tertinggi di antara Negara ASEAN dan
tren penurunannya sangat lambat. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia(SDKI)
2012 memberikan hasil yang mengejutkan, angka kematian ibu(AKI) meningkat 359
per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI
2007 yang mencapai 228 per 100 ribu, bahkan mundur ke belakang – hampir sama
dengan tahun 1991.3 Dalam hal ini, meningkatnya AKI ini menjadi tantangan besar bagi
bangsa Indonesia.

penurunan kematian ibu di beberapa negara, yang berhubungan dengan tingginya jumlah
persalinan yang ditolong oleh tenaga terampil ( 70- 90% ) , namun hal tersebut
tampaknya tidak terjadi di Indonesia, sebagai mana ditampilkan pada tabel 1, yang
menunjukkan ratarata persentase tenaga terampil yang mendampingi persalinan cukup
tinggi ( 83,1% ) , namun tidak diikuti oleh penurunan angka kematian ibu ( 359 per
100.000 kelahiran) pada tahun 2012.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) tahun 2001, penyebab
langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor
keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu.
Ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk
dirujuk ( termasuk terlambat mengenali tanda bahaya ) , terlambat sampai di fasilitas
kesehatan pada saat keadaan darurat dan terlambat memperoleh pelayanan yang memadai
oleh tenaga kesehatan

Berdasarkan data pada Fig. 4, tempat persalinan terbanyak terjadi di rumah bersalin,
klinik dan tempat praktek tenaga kesehatan/bidan ( 38% ) , sementara proporsi
persalinan di rumah masih tinggi(29,1%) dan rumah sakit (21,4%). Hal ini berarti
tingginya kematian ibu yang terjadi 90% pada saat proses persalinan dipengaruhi pula
oleh tempat persalinan yang masih cukup banyak terjadi di rumah dan atau fasilitas
kesehatan dengan sarana terbatas

Masalah kematian ibu yang tinggi di Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
geografis negara kepualuan dan medan yang sulit, ketidaksetaraan dalam memperoleh
informasi dan pendidikan, sumber daya manusia bidang kesehatan ( menyangkut
jumlah, kualitas dan distribusinya). Sebagai gambaran rasio tenaga dokter : kurang dari
2500 penduduk yang masih merata terutama di Indonesia Timur. Faktor lain adalah
kompleksnya pembiayaan masalah kesehatan, yang telah beberapa kali mengalami
perubahan mulai dari bentuk kartu miskin, jamkesda, jamkesmas, jampersal untuk ibu
bersalin, hingga JKN (jaminan kesehatan nasional) oleh BPJS.

Sumber : Maisuri T. Chalid . UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU:


PERAN PETUGAS KESEHATAN. Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
16. Berapa capaian angka kematian ibu oleh SDGs?
Dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs),
target AKI adalah 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Untuk mencapai
target tersebut diperlukan kerja keras, terlebih jika dibandingkan dengan beberapa negara
ASEAN, AKI di Indonesia relatif masih sangat tinggi. AKI di negara-negara ASEAN
rata-rata sebesar 40-60 per 100.000 kelahiran hidup. Bahkan, AKI di Singapura sebesar
2-3 per 100.000 kelahiran hidup.

Sumber : Sali Susiana.2019. ANGKA KEMATIAN IBU: FAKTOR PENYEBAB DAN


UPAYA PENANGANANNYA. BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

17. Apa saja target dari SDGs?


SDGs berisi 17 Tujuan. Salah satu Tujuan adalah Tujuan yang mengatur tata cara dan
prosedur yaitu masyarakat yang damai tanpa kekerasan, nondiskriminasi, partisipasi, tata
pemerintahan yang terbuka serta kerja sama kemitraan multi–pihak.

Sumber : RANCANGAN TEKNOKRATIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA


MENENGAH NASIONAL 2020-2024
Sumber : RANCANGAN TEKNOKRATIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA
MENENGAH NASIONAL 2020-2024
18. Apa saja target dari RPJMN 2015-2019 dan 2020-2024 dalam bidang kesehatan
Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta
dengan penekanan pada penguatan pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care)
dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif didukung oleh inovasi dan
pemanfaatan teknologi, melalui:
A. Peningkatan kesehatan ibu, anak, keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi,
mencakup:
a) peningkatan pelayanan maternal dan neonatal berkesinambungan di fasilitas
publik dan swasta dengan mendorong seluruh persalinan di fasilitas kesehatan,
peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan antenatal dan neonatal, peningkatan
kompetensi tenaga kesehatan terutama bidan, perbaikan sistem rujukan maternal,
penyediaan sarana prasarana dan farmasi, jaminan ketersediaan darah setiap saat,
dan pencatatan kematian ibu di fasilitas pelayanan kesehatan;
b) perluasan imunisasi dasar lengkap terutama pada daerah dengan cakupan rendah
dan pengembangan imunisasi untuk menurunkan kematian bayi;
c) peningkatan perilaku hygiene;
d) peningkatan gizi remaja putri dan ibu hamil;
e) peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga khususnya pengasuhan, tumbuh
kembang anak dan gizi;
f) perluasan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi sesuai
karakteristik wilayah dengan optimalisasi peran sektor swasta dan pemerintah
daerah melalui advokasi, komunikasi, informasi, edukasi (KIE) dan konseling
tentang pengendalian penduduk, KB dan kesehatan reproduksi, peningkatan
kompetensi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan
Keluarga Berencana (PLKB) serta kapasitas tenaga lini lapangan serta penguatan
fasilitas kesehatan, jaringan dan jejaring fasilitas kesehatan dalam pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi serta usaha kesehatan bersumber daya masyarakat; dan
g) peningkatan pengetahuan dan akses layanan kesehatan reproduksi remaja secara
lintas sektor yang responsif gender.

B. Percepatan perbaikan gizi masyarakat untuk pencegahan dan penanggulangan


permasalahan gizi ganda, mencakup:
a) percepatan penurunan stunting dengan peningkatan efektivitas intervensi spesifik,
perluasan dan penajaman intervensi sensitif secara terintegrasi;
b) peningkatan intervensi yang bersifat life saving dengan didukung data yang kuat
(evidence based policy) termasuk fortifikasi dan pemberian multiple
micronutrient;
c) penguatan advokasi, komunikasi sosial dan perubahan perilaku hidup sehat
terutama mendorong pemenuhan gizi seimbang berbasis konsumsi pangan (food
based approach);
d) penguatan sistem surveilans gizi;
e) peningkatan komitmen dan pendampingan bagi daerah dalam intervensi perbaikan
gizi dengan strategi sesuai kondisi setempat; dan
f) respon cepat perbaikan gizi dalam kondisi darurat.
C. Peningkatan pengendalian penyakit, dengan perhatian khusus pada HIV/AIDS, TB,
malaria, jantung, stroke, hipertensi, diabetes, kanker, emerging diseases, penyakit
yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa, penyakit tropis terabaikan (kusta,
filariasis, schistosomiasis), penyakit jiwa, cedera, gangguan penglihatan, dan penyakit
gigi dan mulut, mencakup:
a) pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit termasuk perluasan cakupan
deteksi dini, pengembangan real time surveilans dan pengendalian vektor; b)
penguatan health security terutama peningkatan kapasitas untuk pencegahan,
deteksi, dan respon cepat terhadap ancaman penyakit termasuk penguatan alert
system kejadian luar biasa dan karantina kesehatan; c) penguatan tata laksana
penanganan penyakit dan cedera; dan d) penguatan sanitasi total berbasis
masyarakat.

D. Penguatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), mencakup:


a) pengembangan kawasan sehat antara lain kabupaten/kota sehat, pasar sehat, upaya
kesehatan sekolah (UKS) dan lingkungan kerja sehat;
b) penyediaan ruang terbuka publik, transportasi masal dan konektivitas dengan
mengacu pada rencana tata ruang untuk mendorong aktivitas fisik masyarakat dan
lingkungan sehat serta penurunan polusi udara;
c) regulasi yang mendorong pemerintah pusat dan daerah serta swasta untuk
menerapkan pembangunan berwawasan kesehatan dan mendorong hidup sehat
termasuk pengembangan standar dan pedoman untuk sektor non kesehatan,
peningkatan cukai rokok, pelarangan iklan rokok, dan penerapan cukai pada
produk pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dan pengaturan produk
makanan dengan kandungan gula, garam dan lemak;
d) promosi perubahan perilaku hidup sehat yang inovatif dan pemberdayaan
masyarakat termasuk revitalisasi posyandu dan upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat lainnya serta penggerakan masyarakat madani untuk hidup sehat; dan
e) peningkatan penyediaan pilihan pangan sehat termasuk penerapan label pangan
dan perluasan akses terhadap buah dan sayur.

E. Penguatan sistem kesehatan dan pengawasan obat dan makanan, mencakup:


a) Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang difokuskan pada
peningkatan upaya kesehatan masyarakat sebagai elemen pokok dari pelayanan
kesehatan dasar; penyempurnaan sistem akreditasi pelayanan kesehatan
pemerintah dan swasta yang digunakan sebagai acuan pemenuhan standar fasilitas
pelayanan kesehatan; pengembangan dan pelaksanaan rencana induk nasional
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan; pemanfaatan inovasi teknologi dalam
pelayanan kesehatan meliputi perluasan sistem rujukan online termasuk integrasi
fasilitas kesehatan swasta dalam sistem rujukan, sistem rujukan khusus untuk
daerah dengan karakteristik geografis tertentu (kepulauan dan pegunungan),
perluasan cakupan dan pengembangan jenis layanan telemedicine, digitalisasi
rekam medis dan rekam medis online; perluasan pelayanan kesehatan bergerak
(flying health care) dan gugus pulau; optimalisasi penguatan pelayanan kesehatan
dasar melalui pendekatan keluarga; pengembangan dan peningkatan kualitas RS
khusus; dan perbaikan pengelolaan limbah medis fasilitas pelayanan kesehatan
dan pengendalian bahan berbahaya dan beracun (B3);

b) Pemenuhan dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan yang difokuskan pada


pengembangan paket pelayanan kesehatan (tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan,
farmasi dan alat kesehatan), afirmasi pemenuhan tenaga kesehatan strategis, dan
afirmasi pendidikan (beasiswa dan tugas belajar) tenaga kesehatan untuk
ditempatkan di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dan daerah
kurang diminati; re-distribusi tenaga kesehatan yang ditempatkan di fasilitas
pelayanan kesehatan yang didukung penyediaan insentif finansial dan non-
finansial; pengembangan mekanisme kerjasama pemenuhan tenaga kesehatan
melalui kontrak pelayanan; perluasan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
fokus pada pelayanan kesehatan dasar; pembatasan program studi bidang
kesehatan yang tidak memenuhi standar kualitas; dan pemenuhan tenaga
kesehatan sesuai standar dan tenaga non-kesehatan termasuk tenaga sistem
informasi dan administrasi keuangan untuk mendukung tata kelola di fasilitas
pelayanan kesehatan;

c) Pemenuhan dan peningkatan daya saing sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
difokuskan pada efisiensi pengadaan obat dan vaksin dengan mempertimbangkan
kualitas produk; penguatan sistem logistik farmasi real time berbasis elektronik;
peningkatan promosi dan pengawasan penggunaan obat rasional; pengembangan
obat, produk biologi, reagen, dan vaksin bersertifikat halal yang didukung oleh
penelitian dan pengembangan life sciences; dan pengembangan produksi dan
sertifikasi alat kesehatan untuk mendorong kemandirian produksi dalam negeri;

d) Peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan yang difokuskan pada


perluasan cakupan dan kualitas pengawasan pre dan post market obat dan pangan
berisiko yang didukung oleh peningkatan kompetensi SDM pengawas dan penguji
serta pemenuhan sarana prasarana laboratorium; peningkatan kemampuan riset;
percepatan dan perluasan proses layanan publik termasuk registrasi; peningkatan
kepatuhan dan kemandirian pelaku usaha dalam penerapan sistem manajemen
mutu dan pengawasan produk; peningkatan peran serta masyarakat dalam
pengawasan; dan pemanfaatan teknologi informasi dalam pengawasan obat dan
makanan;

e) Penguatan tata kelola, pembiayaan, penelitian dan pengembangan kesehatan yang


difokuskan pada, pengembangan kebijakan untuk penguatan kapasitas pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota; pendampingan perbaikan tata kelola pada daerah
yang memiliki masalah kesehatan untuk pencapaian target nasional dan
mendorong pemenuhan SPM kesehatan; integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi
sistem informasi kesehatan pusat dan daerah termasuk penerapan sistem single
entry; inovasi dan pemanfaatan teknologi digital untuk pengumpulan data, media
promosi, komunikasi, dan edukasi kesehatan termasuk big data; peningkatan
pemanfaatan anggaran untuk penguatan promotif dan preventif berbasis bukti;
pengembangan sumber pembiayaan baru seperti penerapan earmark cukai dan
pajak, kerjasama pemerintah dan swasta; peningkatan kapasitas dan kemandirian
pembiayaan fasilitas kesehatan milik pemerintah; dan penguatan penelitian dan
pengembangan untuk efektivitas inovasi intervensi, dan evaluasi sistem kesehatan
untuk mendukung pencapaian prioritas nasional.

MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA BERKUALITAS DAN BERDAYA


SAING
Sumber : RANCANGAN TEKNOKRATIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA
MENENGAH NASIONAL 2020-2024

Anda mungkin juga menyukai