Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA

UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA

OLEH :

ANIKE RIZKY PUTRI - 11000117130393

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Seseorang yang tidak puas dengan keputusan pengadilan mempunyai


hak untuk mengajukan kembali ketidaksetujuannya itu kepada pengadilan
tinggi. Namun semua itu ada syarat yang telah ditetapkan dalam UU,
misalnya saja ada bukti yang terbaru atau novum yang dapat meringankan
atau bahkan membebaskan si terdakwa dari putusan pengadilan pertama
atau pengadilan negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan waktu
yang jika melewati batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri atau
pengadilan tingkat pertama telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwa
oleh pengadilan.
Jika sebuah keputusan pada tingkat banding juga tidak memuaskan
salah satu pihak, maka pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan
tersebut dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) pada tingkatan
Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk kasasi. Maka dalam makalah ini
kami mencoba membahas tentang procedure atau tatacara dalam pengajuan
banding dan kasasi atau lebih tepastnya tentang Upaya-upaya Hukum dalam
undang-undang pengadilan di Indonesia, pengertian dari upaya hukum dan
bentuk-bentuk upaya hukum yang telah digariskan oleh undang-undang
(KUHAP) Dan juga, kami mencoba membahas dan menjelaskan tentang
hak dari para pihak yang tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri
ataupun pengadilan tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan upaya hukum dalam perkara perdata ?


2. Bagaimana macam-macam upaya hukum dalam perkara perdata ?
3. Bagaimana prosedur mengajukan upaya hukum dalam perkara
perdata?

BAB II
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Upaya Hukum

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang


kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan
putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan
putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan,
tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang
dapat melakukan kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau
memihak salah satu pihak.

Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untuk


memperoleh putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi,
setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin
kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan
kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliruan dan
kekilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan,
terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang
tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan
melaksanakan upaya hukum. Jadi, Upaya hukum merupakan Upaya atau
alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan
(Krisna Harahap, 2003 : 114-115).

Upaya hukum merupakan hak terdakwa yang dapat dipergunakan


apabila siterdakwa merasa tidak puas atas putusan yang diberikan oleh
pengadilan. Karena upaya hukum ini merupakan hak, jadi hak tersebut bisa
saja dipergunakan dan bisa juga siterdakwa tidak menggunakan hak
tersebut. Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya hukum tersebut
dipergunakan oleh siterdakwa, maka pengadilan wajib menerimanya. Hal
ini dapat dilihat dalam KUHAP pada rumusan pasal 67 yang menyatakan:
“terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap
putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepas
dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya
penerapan hukum dan putusan pengadilan acara cepat”. KUHAP
membedakan upaya hukum kepada dua macam, Upaya hukum biasa dan
upaya hukum luar biasa (istimewa). Upaya hukum biasa terdiri dari dua
bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan tingkat banding, dan bagian
kedua adalah pemeriksaan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa
adalah peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.

2.2 Macam Upaya Hukum

Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa
dengan upaya hukum luar biasa.

1. Upaya hukum biasa


Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum
berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup:
a. Perlawanan/verzet
b. Banding
c. Kasasi
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu
apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180
ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi
berjalan terus.
1. Pemeriksaan Tingkat Banding
Dari segi formal , pemeriksaan banding merupakan upaya yang data
diminta oleh pihak yang berkepentingan , supaya putusan peradilan tingkat
pertama diperiksa lagi dalam peradilan tingkat banding. Dengan kata lain
undang-undang memberi upaya kepada pihak yang berkepentingan untuk
mengajukan permintaan pemeriksaan putusan  peradilan tingkat pertama
kepada peradilan tingkat banding. Ditijau dari segi tujuan pemeriksaan
tingkat banding mempunyai beberapa maksud antara lain sebagai berikut:
a. Memperbaiki kekeliruan putusan tingkat pertama
Pada dasarnya segala putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan
mengenai hakim tak luput dari kesalan, kelalaian, dan kekhilafan.
Agar kesalahan dan kelalaian tersebut tidak melekat pada putusan
yang dijatuhkan, undang-undang memberikan kesempatan untuk
melakukan upaya hukum yang bertujuan untuk mengoreksi kekeliruan
yang ada dalam putusan tersebut koreksi atau perbaikan atas
kesalahan putusan tingkat pertama tersebut dibebankan kepada
peradilan tingkat banding dalam pemeriksaan tingkat banding.
b. Mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan  jabatan
Tidak dapat dibayangkan seandainya undang-undang tidak membuka
pemeriksaan tingkat banding, peradilan tingkat pertama bisa saja
terjerumus kepada kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan karena
putusan tersebut telah absolut. akan tetapi dengan adanya upaya
banding hal ini mempengaruhi peradilan tigkat pertama untuk lebih
berhati-hati dan korektif karena ada kemungkinan putusan yang
dijatuhkannya akan di uji kebenarannya pada peradilan tingkat
banding.

c. Untuk Menciptakan keseragaman Penerapan hukum

Yang dimaksud dengan keseragaman penerapan hukum adalah


sesuainya dalam menafsirkan salah atau tidaknya suatu perbuatan
menurut undang-undang . Baik dari sudut pandang peradilan tingkat
pertama maupun peradilan tingkat banding. Hal ini untuk menghindari
terjadinya penerapan putusan peradilan yang saling tidak bersesuaian
antar peradilan.

d. Mengenai pemeriksaan tingkat banding dalam KUHAP dapat dilihat


pada pasal 233 – 243, diantaranya dibahas antara lain mengenai :
 Penerimaan permintaan banding.
 Penerimaan permohonan banding dilakukan atas alasan
permintaan yang memenuhi persyaratan undang-undang,
diantaranya Permohonan banding memenuhi syarat. Hal ini
dapat dilihat dalam pasal 233 yang antara lain memuat :
 Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan negeri
yang memutus perkara tersebut.
 Permohonan banding diajukan terhadap putusan yang
dapat diminta banding.
 Permintaan banding diajukan dalam tenggang waktu yang
ditentukan yakni 7 hari sesudah putusan dijatuhkan.
2. Upaya hukum luar biasa
Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi.
mencakup :
a. Peninjauan kembali (request civil)
b. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial

1. Upaya Hukum Biasa Perlawanan/verzet

Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat


(putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR.
Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari
libur) setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan
kepada tergugat karena tergugat tidak hadir. Syarat verzet adalah (pasal 129
ayat (1) HIR):
a) Keluarnya putusan verstek
b) Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat
dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan
c) Verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di
wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatannya.

2. Upaya Hukum Biasa Banding

Upaya Hukum Biasa Banding adalah upaya hukum yang dilakukan


apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri.
Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan.
Permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri
yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947).
Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947
mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:

a. ada pernyataan ingin banding


b. panitera membuat akta banding
c. dicatat dalam register induk perkara
d. pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama
14 hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
e. pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat
mengajukan kontra memori banding.
3. Upaya Hukum Biasa Kasasi
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi
adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua
lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.
Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding.
Alasan yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam
pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah:
a. tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk
melampaui batas wewenang,
b. salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku,
c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
4. Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan
dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah
berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang
berkempentingan. [pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004]
Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU
no 5/2004, yaitu:
a. ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus
yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
yang dinyatakan palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemuksn;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada
yang dituntut;
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu
kekeliruan yang nyata.
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum
tetap. (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan
peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no
14/1985).

5. Upaya Hukum Luar Biasa: Denderverzet


Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan
kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan
perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv
dan pasal 195 (6) HIR.
Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya
suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat
dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil
putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh ebab itu dikatakan luar
biasa).
Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara
tersebut pada tingkat pertama.

2.3 Prosedur Mengajukan Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata

Pada prinsipnya, putusan hakim dalam perkara perdata bersifat memaksa sehingga
harus dilaksanakan oleh pihak yang kalah. Sebagaimana telah dijelaskan dalam
penjelasan Pasal 195 HIR. Namun putusan hakim tersebut bisa saja belum dapat
dilaksanakan apabila pihak yang kalah merasa tidak puas atau ada pihak ketiga
yang juga merasa keberatan dengan putusan hakim tersebut. Sehingga pihak-pihak
tersebut melakukan upaya hukum untuk mempertahankan kepentingannya. Dalam
mengajukan upaya hukum, ada prosedur-prosedur yang harus diperhatikan oleh
pihak-pihak tersebut agar pelaksanaan upaya hukum berjalan tertib, prosedur
tersebut adalah :

1. Prosedur Mengajukan Upaya Hukum Verzet

Pihak tergugat yang keberatan dengan putusan verstek dapat mengajukan upaya
hukum verzet dalam batas waktu yang telah ditentukan, yaitu :

a.Dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan putusan


verstekdiberitahukan kepada tergugat secara sah dan patut

b.Sampai dengan hari ke-8 setelah dilakukan peringatan pelaksanaan putusan


sebagaimana ketentuan Pasal 196 HIR dan 207 RBg dalam hal pemberitahuan
putusan verstek tidak diberitahukan kepada tergugat itu sendiri

c.Sampai hari ke-8 setelah sita eksekusi dilaksanakan menurut ketentuan Pasal
129 ayat (2) HIR dan 153 ayat (2) RBg apabila tergugat tidak datang pada waktu
peringatan Perlawanan terhadap putusan verstek diajukan seperti mengajukan
surat gugatan biasa dan hanya dapat diajukan sekali saja.106 Apabila tergugat
tetap mengajukan perlawanan verzet untuk kedua kalinya, berdasarkan Pasal 129
ayat (5) HIR dan Pasal 53 ayat (6) RBg maka hakim harus menyatakan tidak
dapat menerima perlawanan verzet.

Berdasarkan Pasal 200 RBg upaya hukum yang tersedia bagi tergugat yang
memperoleh putusan verstek untuk kedua kalinya adalah upaya hukum banding.

2. Prosedur Mengajukan Upaya Hukum Banding

Upaya hukum banding dapat diajukan ke kepaniteraan pengadilan negeri dalam


waktu 14 hari setelah putusan dari persidangan tingkat pertama diucapkan atau
diberitahukan kepada pihak yang kalah, dengan prosedur sebagai berikut :

a. Apabila permohonan banding diajukan melampaui tenggang waktu 14 hari


sebagaimana tersebut di atas maka terhadap permohonan tersebut tetap diterima
dan dicatat dengan membuat surat keterangan panitera bahwa permohonan
banding telah lampau waktu

b. Menuangkan panjar biaya banding dalam Surat Kuasa Untuk Membayar


(SKUM)

c. Menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM


kepada pemegang kas pengadilan negeri

d. Setelah panjar biaya banding dibayar lunas maka pengadilan membuat akta
pernyataan banding dan mencatat permohonan banding dalam register induk
perkara perdata dan register permohonan banding

e. Setelah permohonan banding dalam waktu 7 hari kalender disampaikan kepada


terbanding, kepada para pihak pembanding dan terbanding diberikan kesempatan
untuk mempelajari dan memeriksa berkas perkara sebelum berkas perkara dikirim
ke 44Berdasarkan Pasal 200 RBg upaya hukum yang tersedia bagi tergugat yang
memperoleh putusan verstek untuk kedua kalinya adalah upaya hukum banding.

Prosedur Mengajukan Upaya Hukum Banding Upaya hukum banding dapat


diajukan ke kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 14 hari setelah putusan
dari persidangan tingkat pertama diucapkan atau diberitahukan kepada pihak yang
kalah, dengan prosedur sebagai berikut :

a. Apabila permohonan banding diajukan melampaui tenggang waktu 14 hari


sebagaimana tersebut di atas maka terhadap permohonan tersebut tetap diterima
dan dicatat dengan membuat surat keterangan panitera bahwa permohonan
banding telah lampau waktu
b.Menuangkan panjar biaya banding dalam Surat Kuasa Untuk Membayar
(SKUM)

c.Menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM


kepada pemegang kas pengadilan negeri

d.Setelah panjar biaya banding dibayar lunas maka pengadilan membuat akta
pernyataan banding dan mencatat permohonan banding dalam register induk
perkara perdata dan register permohonan banding

e.Setelah permohonan banding dalam waktu 7 hari kalender disampaikan kepada


terbanding, kepada para pihak pembanding dan terbanding diberikan kesempatan
untuk mempelajari dan memeriksa berkas perkara sebelum berkas perkara dikirim
ke pengadilan tinggi

f.Berkas banding sudah harus dikirim ke pengadilan tinggi dalam waktu 30 hari
sejak permohonan banding diajukan

g.Pencabutan permohonan banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri


yang ditandatangani oleh pembanding dengan menyertakan akta panitera

3. Prosedur Mengajukan Upaya Hukum Kasasi

Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera


Pengadilan Negeri yang telah memutus perkara, dengan prosedur sebagai berikut :

a. Permohonan kasasi diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sesudah putusan


atau penetapan pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon

b. Apabila tenggang waktu 14 hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan
kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang berperkara dianggap
telah menerima putusan

c. Setelah pemohon membayar biaya perkara, panitera mencatat permohonan


kasasi dalam buku daftar dan pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi
yang dilampirkan pada berkas perkara

d.Selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari setelah permohonan kasasi terdaftar,


Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut memberitahukan
secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan

e.Pemohon wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasan


menggunakan upaya hukum kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah
permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar
f.Panitera Pengadilan Negeri memberikan tanda terima atas penerimaan memori
kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan
dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari

g.Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap .memori kasasi kepada
panitera dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori
kasasi h.Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi,
Panitera Pengadilan Negeri mengirimkan permohonan kasasi, memori kasasi,
jawaban atas memori kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari

i.Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku


daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya,
membuat catatan singkat tentang isinya, dan melaporkan semua itu kepada Ketua
Mahkamah Agung

j.Sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung, maka permohonan


tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon dan apabila telah dicabut, pemohon
tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi dalam perkara itu meskipun
tenggang waktu kasasi belum lampau

k.Apabila pencabutan kembali sebagaimana dimaksudkan di atas dilakukan


sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada Mahkamah Agung, maka berkas
perkara itu tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung

3. Prosedur Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali

4. Permohonan peninjauan kembali diajukan pemohon ke Mahkamah Agung


melalui Ketua Pengadilan Negeri dengan membayar biaya perkara yang
diperlukan, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam waktu 180 hari, dalam
hal :

1) Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti
yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu, maka titik perhitungan 180
hari adalah sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan
hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada
para pihak yang berpekara

Apabila setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat


menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan, maka titik
perhitungan 180 hari adalah sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan
tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh
pejabat yang berwenang

2) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada
yang dituntut atau apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya dan apabila antara pihak-pihak yang sama
serta mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang
sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan
yang lain, maka titik perhitungan 180 hari adalah sejak putusan memperoleh
kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara
4)Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata, maka titik perhitungan 180 hari adalah sejak putusan yang
terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara

b. Permohonan peninjauan kembali yang melampaui tenggang waktu tidak dapat


diterima dan berkas perkara tidak perlu dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan
Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

c. Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan


menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu dan
dimasukkan di kepaniteraan pengadilan negeri yang memutus perkara dalam
tingkat pertama dan apabila pemohon tidak dapat menulis, maka ia menguraikan
permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Negeri yang memutus
perkara dalam tingkat pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan
Negeri yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut

d. Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat


pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka panitera berkewajiban
untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari memberikan atau mengirimkan
salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan, dengan maksud :

1) Dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas alasan


sebagaimana dimaksudkan Pasal 67 huruf a atau huruf b UU Mahkamah Agung
agar pihak lawan mempunyai kesempatan untuk mengajukan jawabannya

2) Dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas salah satu alasan
yang tersebut dalam Pasal 67 huruf c sampai dengan huruf f UU Mahkamah
Agung agar dapat diketahui oleh pihak lawan

e.Tenggang waktu bagi pihak lawan untuk mengajukan jawabannya sebagaimana


dimaksudkan huruf d bagian (1) diatas adalah 30 hari setelah tanggal diterimanya
salinan permohonan peninjauan kembali. Kemudian surat jawaban diserahkan
atau dikirimkan kepada pengadilan negeri yang memutus perkara dan pada surat
jawaban itu oleh panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diterimanya jawaban
tersebut dan salinannya disampaikan atau dikirimkan kepada pihak pemohon
untuk diketahui

f.Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya oleh


panitera dikirimkan kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 30 hari

g.Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah


Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pemohon
peninjauan kembali. Kemudian panitera mengirimkan pencabutan permohonan
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan yang
ditandatangani oleh panitera.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Upaya hukum merupakan suatu tindakan yang diberikan atau hak yang
diberikan oleh undang-undang kepada para pihak yang tidak puas dengan
keputusan pengadilan diberbagai tingkatan pengadilan.
Ada dua upaya hukum yaitu Upaya hukum biasa; yang termasuk kedalam
upaya hukum biasa adalah Upaya hukum banding dan Upaya hukum kasasi.
kemudian Upaya hukum luar biasa; yang termasuk kedalam upaya luar biasa
adalah Kasasi demi kepentingan hukum dan Peninjauan kembali (PK) putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
DAFTAR PUSTAKA

Harahap Yahya. Hukum Acara Perdata. 2005, Jakarta: PT. Sinar Grafika

http://peunebah.blogspot.com/2011/12/upaya-hukum.html, Diakses pada tanggal


22 September 2017.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan


Agama. 2000, Jakarta: PT. Yayasan Al-Hikmah

Anda mungkin juga menyukai