Anda di halaman 1dari 6

I.

Definisi
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi
yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Bradley et.al., 2011)
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru-paru yang mengakibatkan
konsolidasi bagian paru-paru yang terkena (Morgan, 2009)
Pneumonia terjadi karena rongga alveoli paru-paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti Streptococcus pneumonia, Streptococcus aures, Haemophyllus
influenza, Escherichia coli dan Pneumocystis jirovenci (Widagdo, 2012).
Pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas seperti
napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Kemenkes RI, 2012).

II. Etiologi
Beberapa penyebab dari pneumonia, antara lain:
1. Virus pernapasan yang paling sering yaitu micoplasma pneumonia yang terjadi pada
usia beberapa tahun pertama dan anak sekolah dan anak yang lebih tua. Virus
penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial pernapasan,
parainfluenzae, influenzae dan adenovirus.
2. Virus non respirasik, bakteri enterik gram negatif, mikobakteria, coxiella,
pneumocytis carinii dan sejumlah jamur.
3. Haemophilus influenzae tipe b menyebabkan pneumonia bakteri pada anak muda,
dan kondisi akan jauh berkurang dengan penggunaan vaksin efek rutin.
4. Bakteri: Streptococcus pneumoniae, streptokokus grup A, Haemophilus Influenza,
S.pyogenes, dan Staphylococcus aureus yang lazim terjadi pada anak normal.
5. Jamur: Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Aspergillus, Blastomcyes
dermatitis, Cryptococcus, dan Candida sp.
6. Aspirasi makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
7. Kimiawi seperti aspirasi hidrokarbon alifatik.
8. Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut)
atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan,
gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Yang sering
menjadi penyebabnya adalah staphylococcus aureus, pneumokokus, hemophilus
influenza atau kombinasi ketiganya.
9. Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, dan
puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada anak-anak pneumonia paling sering
disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumonia, virus sinsisial pernafasan,
adenovirus, virus parainfluenza, virus influenza. Pneumonia pada orang dewasa
paling sering disebabkan oleh bakteri, yang tersering yaitu bakteri Streptococcus
pneumoniae pneumococcus.

III. Patofisiologi
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernapasan secara percikan
(droplet). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu:
1) stadium kongesti
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag
2) Stadium hepatisa merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin,
leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek.
3) Stadium hepatisa kelabu
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura
suram karena diliputi oleh fibrin,  Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi
fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif.
4) Stadium resolusi eksudat berkurang
Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan
degenerasi lemak. Fibrin di reabsorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis
bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai
bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur.
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia.
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius
difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di
saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan
berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan
humoral.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut
yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis. Pneumonia bakterial menyerang
baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus
terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi
oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi
ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru
tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan
bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan
penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat
melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami
oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung.
Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya
mengakibatkan hipoksemia arterial.

IV. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat maka kemungkinan akan terjadi komplikasi
sebagai berikut :
1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke
dalam dan timbul efusi.
2. Efusi pleura.
3. Emfisema
4. Meningitis.
5. Abses otak.
6. Endokarditis dan Osteomielitis.

V. Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan pneumonia
pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-imunisasi. Imunisasi
terhadap pathogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan stategi
pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan non spesifik
misalnya mengatasi berbagai factor risiko seperti polusi udara dalam ruang, merokok,
kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dan lainnya.
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thorax
Pada foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.
2. Laboratorium
Gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000 –
40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan
tenggorokan dan mungkin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan
sedikit toraks hialin. Analisis gas darah arteri dapat menunjukan asidosis metabolik
dengan atau tanpa retensi CO2.
3. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan
dengan oksigenasi.
4. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi.
5. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba.
6. Tes kulit untuk tuberculin-mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak
berespons terhadap pengobatan.
7. Jumlah leukosit-leukositosis pada pneumonia bakterial.
8. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan
beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan.
9. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
10. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari
pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara
terapeutik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
11. Biopsi paru-selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian
diagnostik.

VII. Penatalaksanaan
menurut Nanda NIC NOC (2018), kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat,
bisa diberikan antibiotic per-oral dan tetap tinggal dirumah. Kebanyakan penderita akan
memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2
minggu. Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan, antara lain:
 Oksigen 1-2 L/menit.
 Nebulisasi aerosol (nebulizer).
 Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan eternal bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotic diberikan
sesuai hasil kultur.

Untuk kasus pneumonia community based:

 Ampicillin 100mg/kg BB/ hari dalam 4 kali pemberian


 Kloramfenikol 175mg/kg BB/ hari dalam 4 kali pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital based:

 Sefatoksim 100mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian


 Amikasin 10-15mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

VIII. Pengkajian Fokus Teori


Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : baik/cukup/sedang
b. Kesadaran : kompos mentis / somnolen / koma
c. Pemeriksaan tanda-tanda vital
d. Pengkajian focus system pernafasan
 Inspeksi
Amati wajah apakah pucat, pernafasan cuping hidung, adanya penggunaan otot
bantu nafas, dyspnea, amati adanya distensi abdomen.
 Palpasi
Palpasi denyut nadi, periksa turgor kulit, palpasi adanya demam, palpasi ujung
ekstremitas
 Auskultasi
Auskultasi apakah terdengar stridor, auskultasi adanya suara ronchi

IX. Diagnosa yang mungkin muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan eksudat dalam elveoli
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi dalam alveoli
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan program pengobatan

X. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan eksudat dalam elveoli
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
bersihan jalan napas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan
sekret.
Intervensi:
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman pernapasan serta tarikan dinding dada
2. Auskultasi area paru
3. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator dan mukolitik melalui inhalasi
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi dalam alveoli
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pola
napas kembali efektif.
Intervensi:
1. Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
2. Pantau status pernapasan dan kebutuhan oksigen pasien
3. Berikan dan pertahankan masukan oksigen pada pasien sesuai indikasi
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan program pengobatan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
pasien bisa merasa nyaman dan terbiasa dengan kondisinya.
Intervensi:
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
3. Dorong keluarga untuk selalu menemani anak

XI. Daftar Pustaka


Herdman, T. Heather. 2015. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Ed 10. Jakarta: EGC.
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Pneumonia Balita.
Jakarta: Pusat Data & Surveilans Epidemiologi.
Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Ed. 5. Jakarta:
Mocomedia
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Ed. 5. Jakarta:
Mocomedia
Sudiartini. 2012. Laporan Pendahuluan Pneumonia. (online).

(https://www.academia.edu/11458289/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_DENG
AN_PNEUMONIA. Diakses pada 14 Juni 2019)
Rizki, I(ntan. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia (online).

https://www.academia.edu/11458289/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_DENG
AN_PNEUMONIA. Diakses pada 14 Juni 2019)

Anda mungkin juga menyukai