PERCOBAAN IV
ANALISIS KUALITATIF METABOLIT SEKUNDER SENYAWA TANIN
Kelas : 1A
Kelompok : IV
Dosen Pembimbing : M. Farhan Baharudin, S.
Farm,. Apt
LABORATORIUM KIMIA
AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK
2020
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa terampil dalam melakukan analisis kualitatif metabolit sekunder tanin.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap proses yang terjadi pada analisis kualitatif
metabolit sekunder tanin.
III Bawang putih (Allium sativum L) merupakan genus Alliaceae yang telah
digunakan oleh manusia selama lebih dari 7000 tahun terutama tumbuh di Asia
Tengah (Ensminger, 1994). Bawang putih digunakan sebagai bumbu pada
hampir semua masakan Indonesia, juga merupakan ramuan obat tradisional dan
modern. Bawang putih juga dapat diolah dalam bentuk minyak bawang putih,
ekstrak bawang putih dan bubuk bawang putih dengan perbedaan komposisi
kimia dan kandungan senyawa bioaktif (Lanzotti et al. 2014). Tanin merupakan
senyawa polifenol yang memiliki berat molekul 500-300 Dalton (Da) dan terdiri
dari gugus hidroksil dan karboksil. Tanin dapat dijumpai pada hampir semua
tumbuhan hijau (buah, kulit, daun, akar, tunas, batang). Tanin adalah senyawa
polifenol yang merupakan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpene, dan
fenolik. Golongan polifenol ini dicirikan adanya cincin aromatik dengan satu
atau dua gugus hidroksil. Metabolisme fenolik pada tanaman bersifat kompleks,
dan menghasilkan beragam senyawa dari pigmen bunga (antosianin) sampai
lignin. Tetapi kelompok senyawa fenolik dikenal sebagai tanin yang
perbedaannya jelas dari sifat reaksi kimia dan aktivitas biologinya. Meskipun
senyawa-senyawa ini fungsinya tidak bertindak sebagai yang utama seperti
biosintesis, biodegradasi dan konversi energi lainnya, senyawa-senyawa ini
memiliki beragam aktivitas biologis mulai dari sifat toksisitasnya, mimikri,
melindungi tanaman dari hewan herbivora dan penyakit (Hagerman, 2002).
IV Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar
yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti
karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan
beberapa makromolekul. Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi
dan tanin terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi
yang paling dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi
(Hayati, 2010). Tanin terhidrolisis merupakan jenis tanin yang mempunyai
struktur poliester yang mudah dihidrolisis oleh asam atau enzim, dan sebagai
hasil hidrolisisnya adalah suatu asam polifenolat dan gula sederhana. Golongan
tanin ini dapat dihidrolisis dengan asam, mineral panas dan enzim-enzim
saluran pencernaan. Sedangkan tanin terkondensasi, yang sering disebut
proantosianidin, merupakan polimer dari katekin dan epikatekin (Maldonado,
1994). Menurut Susanti (2000), sifat utama tanin pada tanaman tergantung pada
gugus fenolik-OH yang terkandung dalam tanin. Secara garis besar sifat tanin
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tanin secara umum memiliki gugus fenol dan bersifat koloid.
2. Semua jenis tanin dapat larut dalam air, kelarutannya besar dan akan
bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu pula dalam
pelarut organic seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya.
3. Reaksi warna terjadi bila disatukan dengan garam besi. Reaksi ini
digunakan untuk menguji klasifikasi tanin. Reaksi tanin dengan garam besi
akan memberikan warna hijau dan biru kehitaman, tetapi uji ini kurang
baik karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi warna, zat-zat lain
juga dapat memberikan reaksi warna yang sama.
4. Tanin mulai terurai pada suhu 98,8˚C.
5. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim.
6. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer lainnya terdiri
dari ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan ikatan kovalen.
7. Tanin mempunyai berat molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi
menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin amorf (tidak berbentuk) dan
tidak mempunyai titik leleh.
8. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya atau dibiarkan di
udara terbuka.
9. Tanin mempunyai sifat bakteristatik dan fungistatik.
V Surian merupakan tanaman kayu yang cepat dan mudah tumbuh serta tersebar
dikawasan asia. Bagian dari buah, daun, kulit, kayu, dan akar memiliki banyak
manfaat. Secara ilmiah bagian tanaman surian seperti daun memiliki aktifitas
antioksidan terhadap sel kanker, memberikan efek proteksi terhadap
aterosklerosis, dan dapat dijadikan sebagai krim pencegah gigitan nyamuk.
Daun surian mengandung bioaktif flafonoid, alkaloid, terpen dan antraquinon
yang berperan dalam pengobatan antidiabetes dengan cara menghambat
aktifitas a-glukosidase yang terletak pada dinding usus halus (Mataputun et al,
2013, Zhao et al. 2019). Menurut Trina et al (2014) banyak tanaman yang
berpotensi sebagai obat tradisional antidiabetes belum di ketahui nilai total tanin
dan jenis taninnya.
Tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul tinggi dan
berperan sebagai antinitrient serta penghambat enzim. Yang mengakibatkan
respon terhadap gula darah pada hewan menurun.
Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tanin
mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan molekul
protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan
komplek yaitu protein tanin.
I. Belimbing Wuluh
Alat :. Tabung reaksi, pipet tetes
Bahan : Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) yang masih muda (pucuk daun ke
3-5), etanol 95% pekat, feri klorida 1%.
II. Rambutan
Alat : Timbangan analitik, gelas beaker, batang pengaduk, kapas atau kertas saring, pipet
volume 25 ml, pipet tetes, erlenmeyer, corong kaca, waterbath.
Bahan : Kulit rambutan, FeCl3, gelatin 1%, aquadest, besi (III) amoniumsulfat, kalium
besi (III) sianida, larutan ammonia, asam klorida, asam asetat, Pb asetat 10%, KBr, Na
asetat, stiassny formaldehid.
III. Kulit Bawang
Alat : Tabung reaksi, pipet tetes
Bahan : kulit bawang, FeCl3
IV. Daun ketapang
Alat : Tabung reaksi, pipet tetes
Bahan : Ekstrak kental daun ketapang, Larutan FeCl3 1%
V. Daun Surian
Alat : Tabung reaksi, pipet tetes, penjepit, beaker glass, batang pengaduk.
Bahan : ekstrak tanin air, ekstrak tanin etanol, daun dan batang daun surian, pereaksi
FeCl3, stiasny L
IV. CARA KERJA
I. Belimbing Wuluh
Uji Fitokimia
A. Uji Tanin
II. Rambutan
Uji Kualitatif Tanin Pada Kulit Rambutan
c. Tanin kompleks
Uji fitokimia
1. Dibuat larutan uji dengan mereaksikan 10mg sampel dengan 50 mL
2. Dipanaskan hingga mendidih selama 5menit dan filtrate disaring
3. Dimasukan larutan sebanyak 5mL kedalam tabung rekasi
4. Ditambahkan beberapa tetes FeCL3 1M
Hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan
V. HASIL PERCOBAAN
I. Belimbing Wuluh
Uji tinin
Pembanding 5,65 %
II. Rambutan
1. Uji identifikasi adanya tanin
15 30 45 60 75
Tannin FeCl3 1% ++ ++ ++ ++ ++
IV. Daun Ketapang
Uji Tanin dengan FeCl3
Sampel Metode Waktu Ekstraksi (menit) Teori
Pengujian
15 30 45 60 75
Kandungan kimia Ekstrak air daun Ekstrak etanol daun Ektrak etanol kulit
batang
Alkaoid - - -
Mayer - - -
Triterpenoid + + +
Flavonoid + + +
Saponin + + -
Tanin + + +
VI. PEMBAHASAN
I. Belimbing Wuluh
Metode ini menggunakan prinsip titrasi oksidasi yaitu dengan adanya penggunaan
senyawa pengoksidasi kalium permanganat. Penentuan kadar tanin dalam metode ini
adalah berdasarkan jumlah gugus pada senyawa tanin. Saat di titrasi dengan larutan
kalium permanganate. Gugus fenol pada tanin akan teroksidasi. Jumlah gugus fenol
berbanding lurus dengan jumlah kalium permanganat yang diperlukan untuk titrasi
(Sudarmaji, 1984). Serbuk simplisia dan daun segar masing- masing ditambahkan
akuades kemudian dididihkan dan disaring (filtrat 1). Diambil filtrat 1 dan ditambahkan
indikator redoks yaitu menggunakan indigokarmin. Warna akan berubah menjadi biru,
kemudian dititrasi dengan kalium permanganat sampai warna kuning keemasan
kemudian dicatat banyaknya KMnO4 yang dibutuhkan. Proses selanjutnya adalah
menentukan senyawa fenol selain tanin, filtrat 1 ditambahkan larutan gelatin, NaCl dan
serbuk kaolin. Penambahan tersebut adalah untuk mengendapkan senyawa tanin yang
terdapat dalam ekstrak. Larutan gelatin dengan senyawa tanin akan mengendap
menghasilkan endapan putih karena gelatin merupakan salah satu jenis protein. Senyawa
tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat dalam suatu sampel, tanin mempunyai
sifat menyerupai kolagen kulit hewan jika direaksikan dengan protein sehingga terjadi
proses penyamakan berupa endapan (Harborne, 1987). Penambahan garam pada suasana
asam adalah untuk mengendapkan tanin terkondensasi, karena apabila tanin
terkondensasi direaksikan dengan asam pada kondisi panas beberapa ikatan karbon-
karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianin. Menurut
Robinson (1995) senyawa tanin jika dilakukan dengan penggaraman dengan NaCl akan
terbentuk endapan dan endapan akan larut kembali jika ditambahkan dengan aseton
sehingga endapan akan terbentuk yang warnanya sedikit kecoklatan. Warna sampel yang
telah dicampur dengan larutan gelatin, NaCl dan serbuk kaolin setelah dikocok, berubah
menjadi putih dan terbentuk endapan. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya
senyawa tanin di dalam ekstrak. Larutan disaring kemudian filtrat ditambahkan dengan
indigokarmin. Warna ekstrak berubah dari bening dan sedikit kekuningan menjadi biru,
dan dititrasi dengan KMnO4 sampai berwarna kuning emas. Banyaknya KMnO4 yang
dibutuhkan untuk titrasi merupakan banyaknya gugus fenol selain tanin misalkan
flavonoid yang masih terdapat dalam sampel (Sudarmaji, 1984). Sebagai pembanding
digunakan rimpang jahe merah + asam tanat dilakukan perlakuan yang sama dengan daun
belimbing wuluh.
II. Rambutan
Untuk mengetahui tanin yang terkandung dalam kulit rambutan maka uji kualitatif yang
dapat dilakukan adalah dengan menambahkan gelatin pada sampel. Gelatin adalah suatu
protein, berdasarkan sifat tanin yang dapat menggumpalkan protein (Robinson, 1995).
Adanya endapan putih menunjukan adanya tanin yang menggumpalkan protein dari
gelatin (Robinson, 1995). Sedangkan reaksi FeCl3 melibatkan struktur tanin yang
merupakan senyawa polifenol, dimana dengan adanya gugus fenol akan berikatan dengan
FeCl3 membentuk kompleks berwarna hitam kebiruan. Sifat yang spesifik dari kompleks
biru dari tanin yang berikatan dengan FeCl3 ini adalah kompleksnya tidak stabil dengan
penambahan H2SO4 encer (Depkes RI, 1979).
Pada peneltian ini akan dilakukan uji penentuan jenis tanin pada kulit buah rambutan
secara kualitatif. Metode ini diharapkan akan menunjukan adanya senyawa-senyawa
golongan fenolik yang nantinya diharapkan akan menunjukan jenis yang terdapat pada
kulit buah rambutan.
Untuk pengujian tanin kompleks, ekstrak kulit buah rambutan ditambah dengan
pereaksi Stiassny dan direfluks selama 30 menit, tidak termasuk endapan warna merah.
Hal ini menunjukan tidak adanya tanin terkondensasi. Setelah disaring dan difiltrat dan
ditambah dengan FeCl3, terjadi perubahan warna menjadi bitu tinta atau biru kehitaman
yang menunjukan adanya tanin terhidrolisis. Dari hasil yang diperoleh menunjukan
bahwa kulit buah rambutan ini hanya mengandung jenis tanin terhidrolisis.
Pengujian senyawa tannin pada ekstrak etanol kulit bawang yaitu mengambil 1 ml
ekstrak dan kemudian ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3 1 %. Dan hasil yang didapatkan
pada ekstrak terbentuk warna hijau kehitaman yang menandakan terbentuknya senyawa
kompleks antara tannin dan Fe3+ . Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan
untuk menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol
ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan
FeCl3, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif
dimungkinkan dalam sampel terdapat senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya
adalah tannin karena tannin merupakan senyawa polifenol. Cara klasik untuk mendeteksi
senyawa fenol sederhana yaitu menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl3 1 % dalam
air, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat.
Terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan
dengan FeCl3 karena tannin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+ .
Tanin merupakan aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup
banyak gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk
membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain.
Tanin merupakan astrigen tanaman berasa pahit yang dapat mengikat dan mengendapkan
protein. Umumnya tanin digunakan untuk penyamakan kulit, tetapi tanin juga banyak
aplikasinya di bidang pengobatan, misalnya untuk pengobatan diare, hemostatik
(menghentikan pendarahan), dan wasir (Yellia, 2009).
Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan. Tanin berperan penting
untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam
pengaturan pertumbuhan. Tanin lebih banyak pada daun yang muda (pucuk).
Adapun cara kerja pada uji tanin dengan larutan FeCl3 adalah, yang pertama dimasukan
ekstrak daun ketapang yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 1 mL dan dimasukkan
kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3 sebanyak 5 tetes ke
dalam tabung reaksi yang telah berisi ekstrak daun ketapang tadi. Pereaksi FeCl3 memang
digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol atau polifenol atau tanin.
Pereaksi FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol
atau tidak. Adanya gugus fenol ditandai dengan berubahnya warna menjadi berwarna biru
hitam ataupun hijau hitam.
Dari hasil praktikum didapatkan hasil yang positif yaitu berubahnya warna menjadi
berwarna biru hitam atau hijau hitam pada ekstrak daun ketapang pada setiap waktu
ekstraksi,, yang menandakan terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan Fe 3+. Hal
ini mengidentifikasikan bahwa pada daun ketapang terdapat senyawa polifenol yaitu
Tanin. Hal ini diperkuat oleh (Harborne, 1996), yang menyatakan bahwa cara klasik
untuk mendeteksi senyawa fenol yaitu menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl3 1 %
dalam air, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat.
Terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan
dengan FeCl3 karena tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+.
V. Daun Surian
Identifikas jenis tanin
Uji fitokimia
Uji fitokimia merupakan analisis awal untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit
sekunder yang ada pada daun dan kulit batang surian. Hasil uji fitokimia kedua jenis
sampel disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel yang
diuji menunjukkan adanya kandungan flavonoid, triterpenoid, dan tanin namun tidak
mengandung alkaloid sedangkan uji saponin negatif hanya untuk ekstrak etanol kulit
batang. Hasil yang hampir sama ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa ekstrak etanol
daun dan kulit surian tidak mengandung alkaloid dan saponin. Selain itu berbeda dengan
penelitian ekstrak metanol daun surian positif mengandung alkaloid. Menurut Kardono
(2003) kandungan metabolit sekunder yang berbeda pada jenis tanaman yang sama
dipengaruhi oleh variasi genetik, umur tanaman, kondisi geografis tempat tanaman
tumbuh dan pelarut yang digunakan.
VII. KESIMPULAN
I. Belimbing Wuluh
Kadar tanin tertinggi terdapat pada daun segar. Hasil kemungkinan dikarenakan tidak
dilakukannya proses pengeringan, sehingga senyawa tanin tidak mengalami kerusakan.
Tanin yang dikeringkan dalam oven pada suhu tertentu atau diangin-anginkan pada suhu
sekitar dapat mengalami kerusakan karena tanin mengandung gugus polifenol yang
mudah teroksidasi dengan adanya panas.
Proses pengeringan dan metode analisis dapat mempengaruhi kadar tanin daun
belimbing wuluh.
II. Rambutan
Dari percobaan analisis kualitatif metabolit sekunder tanin ini maka dapat disimpulkan
bahwa :
- Kulit buah rambutan ini hanya mengandung 1 jenis tanin yaitu tanin
terhidrolisis
- Tanin ialah suatu senyawa metabolit sekunder dari beberapa tanaman
- Tanin berfungsi mengikat dan mengendapkan protein
Tanin terhidrolisis diprekusor oleh asam dehydroshikimic, sedangkan tanin
kondensasi disintetis dari prekusor flavanoid
III. Kulit Bawang
Pengujian secara kualitatif terhadap ekstrak kulit bawang yang diperoleh waktu ekstraksi
terhadap kandungan alkaloid dan tannin menunjukkan bahwa semua ekstrak mengandung
alkaloid dan tannin. Sedangkan berdasarkan pengujian kuantitatif menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis pada kadar tannin yang telah dilakukan dengan variasi waktu,
diperoleh variasi waktu yang paling efektif pada waktu ekstraksi 30 menit dengan kadar
1,1498%. Dengan demikian ekstrak kulit bawang berpotensi sebagai pengendali hama
tanaman. Meskipun demikian pengujian kandungan alkaloid secara kuantitatif dan
pengujian lainnya masih diperlukan untuk mengetahui efek toksiknya.
IV. Daun Ketapang
Berdasarkan hasil praktikum yang telah didapat, dapat disimpulkan bahwa:
Didapatkan hasil yang positif pada pengujian tanin pada daun bawang, karena
berdasarkan uji dengan FeCl3, didapatkan perubahahan warna pada ekstrak daun
ketapang menjadi berwarna hijau hitam ataupun biru hitam, yang menandakan
terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan Fe3+
V. Daun Surian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun dan kulit batang surian memiliki jenis
tanin yang berbeda. Ekstrak daun surian mengandung jenis tanin terhidrolisis yaitu galat
dan turunannya sedangkan ekstrak kulit batang surian mengandung jenis tanin
terkondensasi yaitu tanin katekol. Sedangkan hasil fitokimia Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji menunjukkan adanya kandungan
flavonoid, triterpenoid, dan tanin namun tidak mengandung alkaloid sedangkan uji
saponin negatif hanya untuk ekstrak etanol kulit batang.
I. Belimbing Wuluh
Agustian., Rian, Erni R, Mira M. 2015. Formulasi Minuman Serbuk Ekstrak Biji Alpukat
(Persea americana Mill) Dengan Variasi Pengisi Tepung Talas (Colocasia esculenta (L.)
Schott) Dan Susu Krim. Jurnal Farmasi FMIPA UNPAK. Bogor
Dasuki, U. 1991. Siitematika Tumbuhan Tinggi. Pusat Universitas Ilmu Hayati ITB.
Bandung