Anda di halaman 1dari 18

HIDROLIKA TERAPAN

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karakteristik dasar dan hubungan antar variabel menyangkut aliran air dalam suatu
saluran terbuka, dengan jalan membandingkan antara hasil penurunan logika dan rumus
matematis dengan hasil pengukuran langsung variabel aliran air dalam suatu model saluran
terbuka yang dialiri air di laboratorium. Dalam penelitian ini diupayakan pula pemodelan
untuk menuju pengenalan erosi dan hidrolika transpor sedimen, dengan jalan menambahkan
lapisan pasir pada dasar model saluran yang terbuat dari kaca lalu di alirkan air kedalamnya
dan diamati serta diukur variabel-variabel dasarnya.
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
(saluran irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya saluran), di
bawah jalan, atau jalan kereta api. Gorong-gorong juga digunakan sebagai jembatan ukuran
kecil, digunakan untuk mengalirkan sungai kecil atau sebagai
bagian drainase ataupun selokan jalan.

II. Hidrolika Terapan


Hidrolika adalah bagian dari “hidrodinamika” yang terkait dengan gerak air atau
mekanika aliran. Ditinjau dari mekanika aliran, terdapat dua macam aliran yaitu aliran
saluran tertutup dan aliran saluran terbuka. Dua macam aliran tersebut dalam banyak hal
mempunyai kesamaan tetapi berbeda dalam satu ketentuan penting. Perbedaan tersebut
adalah pada keberadaan permukaan bebas, aliran saluran terbuka mempunyai permukaan
bebas, sedangkan aliran saluran tertutup tidak mempunyai permukaan bebas karena air
mengisi seluruh penampang saluran. Dengan demikian aliran saluran terbuka mempunyai
permukaan yang berhubungan dengan atmosfer, sedang aliran saluran tertutup tidak
mempunyai hubungan langsung dengan tekanan atmosfer.
Seperti yang telah kita ketahui, air mengalir dai hulu ke hilir (kecuali ada gaya yang
menyebabkan aliran kearah sebaliknya) sampai mencapai suatu elevasi permukaan air
tertentu, misalnya :
-    Permukaan air di danau,
-    Permukaan air di laut
Perjalanan air dapat juga ditambah oleh bangunan-bangunan yang dibuat oleh manusia,
seperti :
-    Saluran Irigasi,
-    Pipa,
-    Gorong-gorong,
-    Saluran buatan yang lain atau kanal

Walau pada umunya perencanaan saluran ditunjukkan untuk karakteristik saluran buatan,
namun konsep hidraulikanya dapat juga diterapkan sama baiknya pada saluran alam. Apabila
saluran terbuka terhdapa atmosfer, seperti sungai, kanal, gorong-gorong, maka alirannya
disebut Aliran saluran terbuka atau Aliran permukaan bebas. Apabila aliran mempunyai
penampang penuh seperti aliran melalui suatu pipa, disebut Aliran saluran tertutup atau Aliran
penuh.

2.1 Aplikasi Hidrolika dalam Rekayasa Teknik Sipil :


- Irigasi
- Bendungan
- Pembuatan Jembatan
- Drainase
- Pelabuhan
- Sumber Tenaga Air (PLTA)
- Navigasi, dll

Jenis-jenis aliran :

Berdasarkan waktu pemantauan adalah :

 Aliran Tunak (Steady Flow)


 Aliran Taktunak (unsteady Flow)

Berdasarkan ruang pemantauan adalah :

 Aliran Seragam (Uniform flow)


 Aliran Berubah (Varied flow)

Bentuk-bentuk penampang terdiri dari :

A. Bentuk Penampang Trapesium


Bentuk penampang trapezium adalah bentuk yang biasa digunakan untuk saluran-saluran irigasi
atau saluran-saluran drainase, karena mempunyai bentuk saluran alam, dimana kemiringan
tebingnya menyesuaikan dengan sudut lereng alam dari tanah yang digunakan untuk saluran
tersebut.

B. Bentuk Penampang Persegi Empat atau Segitiga


Bentuk ini merupakan penyederhanaan dari bentuk trapezium yang biasanya digunakan untuk
saluran-saluran drainase yang melalui lahan-lahan yang sempit.

C. Bentuk Penampang Lingkaran


Bentuk ini biasanya digunakan pada perlintasan jalan, saluran ini biasa disebut gorong-gorong.

Pengertian Bangunan : yang dimaksud dengan bangunan adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari hal – hal yang berhubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembuatan
maupun perbaikan bangunan. Dalam penyelenggaraan bangunan di usahakan ekonomis dan
memenuhi persyaratan tentang bahan,konstruksi maupun pelaksananya.

Jenis bangunan dapat dibedakan mejadi :


 Banguan teknik sipil kering , antara lain meliputi : bangunan rumah ,gedung-gedung,
monumen, pabrik, gereja,masjid dan sebagainya.
 Bangunan teknik sipil basah , antara lain meliputi : bendungan ,bangunan irigasi, saluran
air, dermaga pelabuhan ,urap-turap,jembatan dan sebagainya.

JENIS JENIS BANGUNAN AIR

Bangunan hidrolik adalah bangunan yang dapat digunakan untuk mengalihkan, membatasi,
menghentikan,, atau mengelola aliran alami air. Bangunan hidrolik dapat dibuat dari bahan mulai
dari batu besar dan konkret. Bangunan tersebut dibuat untuk mengatur satu atau lebih parameter
yang akan diatur, seperti debit air, tinggi muka air, volume air, kecepatan air, dan arah air.
Terdapat berbagai jenis bangunan hidrolik, diantaranya adalah tanggul, pintu air,
bendung, dan bendungan. Tanggul adalah istilah umum untuk menjelaskan sebuah bangunan
yang berfungsi untuk mengendalikan aliran air baik air sungai, empang, kolam, situ, danau
ataupun air laut. Tanggul dapat berfungsi untuk menahan air sehingga tinggi muka air
meningkat.
Pintu air lebih spesifik yaitu bangunan yang diperuntukkan untuk mengendalikan aliran
air, khususnya air yang mengalir di sungai atau keluaran kolam, situ, empang atau danau. Pintu
air banyak kita temukan dibangun untuk tujuan irigasi dan pengendali banjir. Pintu air berungsi
untuk mengatur air yang masuk ke saluran ataupun bendungan, sehingga debit, volume, dan
tinggi muka air dapat dikendalikan.
Bendung adalah bangunan untuk mengempang air agar tinggi muka air dan aliran air
dapat dikendalikan. Bendung yang berada ditengah saluran dapat dijadikan sebagai penaik tinggi
muka air dan pembagi aliran air. Sedangkan bendungan lebih mirip dengan bendung namun
dengan fungsi yang lebih luas mulai dari untuk memenuhi tujuan irigasi, sumber air baku,
pengendali banjir, sumber tenaga untuk pembangkit tenaga listrik sampai pada pemenuhan
fungsi turisme. Bendungan biasanya dilengkapi dengan drop structure yang dapat digunakan
untuk mengalirkan kelebihan air. Bangunan-bangunan tersebut dapat menjadi pengendali semua
parameter sesuai dengan kebutuhan.

Bangunan Irigasi
Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air
irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam praktek irigasi antara lain
• Bangunan utama
• Bangunan pembawa
• Bangunan bagi
• Bangunan sadap
• Bangunan pengatur muka air
• Bangunan pernbuang dan penguras
• Bangunan pelengkap

Bangunan Utama
Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke
seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori
• Bendung
• Pengambilan bebas
• Pengambilan dari waduk
• Stasiun pompa
a. Bendung
Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang sungai
atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air sungai.
Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat
disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat
beberapa jenis bendung, diantaranya adalah (1) bendung tetap (weir), (2) bendung gerak
(barrage) dan (3) bendung karet (inflamble weir). Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi
dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas ,
kantong lumpur dan tanggul banjir.
b. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air sungai untuk
dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan bendung adalah pada bangunan
pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk dapat
mengalirkan air secara gravitasi, muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang
dilayani.
c. Pengambilan dari waduk
Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air dan
mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk dapat bersifat eka guna
dan multi guna. Pada umumnya waduk dibangun memiliki banyak kegunaan seperti untuk
irigasi, pembangkit listrik, peredam banjir, pariwisata, dan perikanan. Apabila salah satu
kegunaan waduk untuk irigasi, maka pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap
untuk irigasi. Alokasi pemberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta
karakteristik waduk.
d. Stasiun Pompa
Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-upaya penyadapan air
secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari segi teknis maupun ekonomis.
Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan pompa adalah investasi awal yang tidak
begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi yang sangat besar.

Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa mempunyai fungsi mernbawa / mengalirkan air dari surnbemya menuju
petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan
saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pembawa adalah talang, gorong-gorong, siphon,
tedunan dan got miring. Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang
terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan berbagai saluran yang ada dalam
suatu sistem irigasi.
• Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-petak
tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
• Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju
petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran
sekunder adalah bangunan sadap terakhir
• Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder menuju
petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran
sekunder adalah bangunan boks tersier terakhir
• Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju petak-
petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder
adalah bangunan boks kuarter terakhir

Bangunan Bagi dan Sadap


Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder dan tersier
yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang bersangkutan. Khusus untuk
saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing-masing disebut boks tersier dan boks
kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju
saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung
menjadi satu rangkaian bangunan.
Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 bagian utama, yaitu.
• Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi pelayanan
yang direncanakan
• Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran cabang.
Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-gorong. Bangunan ini dilengkapi
dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur.
• Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya debit
yang mengalir.

Bangunan Pengatur dan Pengukur


Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan pengaturan dan
pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang saluran jaringan primer serta
bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat
mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang
konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan untuk
dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur
dapat juga berfungsi sebagai bangunan pangatur.

Bangunan Drainase
Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah maupun saluran.
Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pembuang, sedangkan kelebihan air
disaluran dibuang melalui bangunan pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu
saluran pembuang kuarter, saluran pembuang tersier, saluran pembuang sekunder dan saluran
pembuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :
• Mengeringkan sawah
• Membuang kelebihan air hujan
• Membuang kelebihan air irigasi
Saluran pembuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya atau dari
saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pembuang tersier menampung air buangan dari
saluran pembuang kuarter. Saluran pembuang primer menampung dari saluran pembuang tersier
dan membawanya untuk dialirkan kembali ke sungai.

Bangunan Pelengkap
Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan-bangunan
irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap berfungsi untuk memperlancar
para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan
untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul,
jembatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya.

SISTEM POLDER
PENDAHULUAN

Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik,
yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu
kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan
jelas, sehingga elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat
dikendalikan. Oleh karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem drainase yang
terkendali.
Sistem ini dipakai untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan, ketika air tidak
dapat mengalir secara gravitasi. Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang
mengelilingi cekungan. Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di
dalam suatu waduk, dan selanjutnya dipompa ke kolam tampungan.
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan dibatasi dengan tanggul
sehingga limpasan air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat masuk. Dengan demikian
hanya aliran permukaan atau kelebihan air yang berasal dari kawasan itu sendiri yang akan
dikelola oleh sistem polder. Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada
daerah tangkapan air alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada
pembuangannya dengan penguras atau pompa yang berfungsi mengendalikan kelebihan air.
Muka air di dalam sistem polder tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya
karena polder mempergunakan tanggul dalam operasionalnya sehingga air dari luar kawasan
tidak dapat masuk ke dalam sistem polder.

Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam sistem polder tersebut. Untuk
kepentingan permukiman, muka air di dalam Sistem dikendalikan supaya tidak terjadi
banjir/genangan. Air di dalam sistem dikendalikan sedemikian rupa sehingga jika terdapat
kelebihan air yang dapat menyebabkan banjir, maka kelebihan air itu dipompa keluar sistem
polder.

BAB II
ISI
2.1 Konsep Sistem Polder

a. Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau daerah/wilayah tertentu
dengan elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi di sekitar kawasan tersebut, yang bertujuan
untuk melindungi kawasan tersebut dari limpasan air yang berasal dari luar kawasan. Dalam
bidang perairan, laut dan badan air merupakan daerah yang memerlukan tanggul sebagai
pelindung di sekitarnya. Jenis – jenis tanggul, antara lain : tanggul alamiah, tanggul timbunan,
tanggul beton dan tanggul infrastruktur.
Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah dari bentukan tanah dengan
sendirinya. Contohnya bantaran sungai di pinggiran sungai secara memanjang. Tanggul
timbunan adalah tanggul yang sengaja dibuat dengan menimbun tanah atau material lainnya, di
pinggiran wilayah. Contohnya tanggul timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut. Tanggul
beton merupakan tanggul yang sengaja dibangun dari campuran perkerasan beton agar berdiri
dengan kokoh dan kuat. Contohnya tanggul bendung, dinding penahan tanah ( DPT ).
Tanggul infrastruktur merupakan sebuah struktur yang didesain dan dibangun secara kuat dalam
periode waktu yang lama dengan perbaikan dan pemeliharaan secara terus menerus, sehingga
seringkali dapat difungsikan sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya.

b. Kolam Retensi
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat menampung atau meresapkan
air didalamnya, tergantung dari jenis bahan pelapis dinding dan dasar kolam. Kolam retensi
dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolam alami dan kolam non alami.

Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan yang sudah terdapat
secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan penyesuaian. Pada
umumnya perencanaan kolam jenis ini memadukan fungsi sebagai kolam penyimpanan air dan
penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan sekitarnya. Kolam jenis alami ini selain
berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga dapat meresapkan pada lahan atau kolam yang
pervious, misalnya lapangan sepak bola ( yang tertutup oleh rumput ), danau alami, seperti yang
terdapat di taman rekreasi dan kolam rawa

Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan kapasitas
tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan bahan material yang
kaku, seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang masuk ke dalam inlet harus dapat menampung
air sesuai dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga dapat mengurangi debit banjir
puncak (peak flow) pada saat over flow, sehingga kolam berfungsi sebagai tempat mengurangi
debit banjir dikarenakan adanya penambahan waktu kosentrasi air untuk mengalir dipermukaan.
Kapasitas kolam retensi yang dapat menampung volume air pada saat debit banjir puncak,
dihitung dengan persamaan umum seperti di bawah ini :

2.2 Konsep Pengeringan Polder

a. sistem Pompa

Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk mengeluarkan air yang sudah
terkumpul dalam kolam retensi atau junction jaringan drainase ke luar cakupan area. Prinsip
dasar kerja pompa adalah menghisap air dengan menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik
atau diesel/solar. Air dapat dibuang langsung ke laut atau sungai/banjir kanal yang bagian
hilirnya akan bermuara di laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu daerah dengan dataran
rendah atau keadaan topografi atau kontur yang cukup datar, sehingga saluran-saluran yang ada
tidak mampu mengalir secara gravitasi. Jumlah dan kapasitas pompa yang disediakan di dalam
stasiun pompa harus disesuaikan dengan volume layanan air yang harus dikeluarkan. Pompa
yang menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa jenis sentrifugal, sedangkan pompa
yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan bakar solar adalah pompa submersible.

Perencanaan pompa harus diperhatikan mengenai tinggi tekan pompa dan pengaruh kehilangan
tenaga yang akan mempengaruhi daya pompa yang dibutuhkan. Secara mendasar formula yang
digunakan adalah sebagai berikut 

Perencanaan kolam retensi memiliki keterikatan dengan pompa yang akan digunakan semakin
besar volum tampungan yang tersedia, semakin kecil kapasitas pompa yang dibutuhkan dan
sebaliknya.

b.Pompa

Pompa Drainase Perkotaan ( Stormwater Pumping ) adalah pompa air yang umum dipakai untuk
membantu mengalirkan aliran dari satu bidang ke bidang lainnya yang lebih tinggi. Jenis Pompa
yang ada dan biasa dipergunakan adalah Sebagai berikut : • Poros Tegak ( Vertikal propeiier and
mixed flow) • Pompa dalam air ( Submersible vertical dan horizontal ) • Centrifugal (horizontal
non –clog ) • Skrup (screw) • Volute or Angle flow ( Vertical) Secara umum pompa-pompa
tersebut adalah pompa yang menggunakan tenaga listrik tetapi ada juga yang menggunakan
diesel. 

Pengoperasian pompa pada system folder lebih ditentukan oleh kondisi Muka Air di
waduk/long storage /kolam yang disebabkan oleh hujan atau buangan domestik. Pompa ynag
alirannya dibuang ke Laut akan sedikit berbeda dengan yang dibuang di Kanal. Pompa yang
membuang kelaut tidak terlalu terpengaruh oleh pasang surutnya air laut., tetapi yang membuang
ke kanal umumnya perbedaan tinggi tanggul kanal dapat menjadi kendala. Beberapa kondisi
keduanya adalah sebagai berikut : 1. Pemompaan dari polder ke laut Kondisi muka air di waduk
sbb: • Muka Air Rendah (normal) pada kondisi tidak hujan, pompa diistirahatkan untuk
dilakukan pengecekan ringan, pemberian pelumas, pengecekan kelancaran arus listrik dari
sumber dan panel. • Muka Air naik karena buangan air domestik masuk biasanya waktu pagi dan
sore hari. Pompa dioperasikan sampai muka air di waduk kembali normal • Terjadi hujan ringan
pompa dioperasikan jika tinggi muka air terjadi kenaikan. • Terjadi hujan lebat diarea folder
otomatis tinggi muka air akan naik maka poma harus dioperasikan secara maksimal untuk
mengembalikan kondisi tinggi muka air menjadi normal kembali. • Untuk menjaga agar supaya
pompa tidak memompa sampai kering dan akan merusak baling – baling (propeller) rusak maka
harus ditentukan batas tinggi muka air terendah. Tinggi muka air terendah ini berada beberapa
centimeter diatas mulut bawah pompa. • Tinggi muka air normal berada pada level tinggi muka
air tanah. Sekalipun waduk dibuat dalam maka setelah dipompa muka air akan kembali ke level
normal lagi. Volume waduk yang operasional untuk musim kemarau dimulai dari muka air
normal sampai muka air maksimal. Untuk musim hujan volume waduk operasioanal mulai
darimuka air terendah mulut pompa sebab volume tampungan dibutuhkan lenbih besar sesuai
bsarnya debit yang masuk lewat inlet. 2. Pemompaan ke kanal Pemompaan ke badan air berupa
kanal atau sungai prosedurnya sama denagan ke laut. Hanya saja terkadang untuk meletakkan
pompa terkendala oleh adanya tanggul. Apalagi kalau diameter pompanya besar dapat
mengganggu lalu lintas diatasnya jika pompa harus diletakkan diatas tanggul. 

d. Pemeliharaan Pompa

Gedung instalasi sekalipun dibangun dengan konstruksi beton bertulang tetap harus dipelihara
agar jangan terkesan angker dan kumuh untuk itu secara rutin petugas harus menjaga kebersihan
lingkungan Instalasi . • Secara berkala gedung harus dicat agar dari segi estatika indah nyaman
untuk dijadikan sarana rekreasi bila perlu. • Sewaktu Pompa tidak dioperasikan periksa
kellengkapa saringan sampah dibagian depan pompa. Terutama dari sampah- sampah plastik
yang dapat merusak poros dan propeller pompa • Untuk waduk yang ditumbuhi oleh gulma
seperti eceng gondok., bila perlu ajak pihak swasta untuk memanfaatkan eceng gondok menjadi
komoditi yang berguna seperti pembuatan tas, tikat serta mungkin dapat diolah menjadi gas bio •
Periksa secara rutin panel operasi jangan sampai ada kabel yang putus karena termakan usia arau
oleh binatang pengerat seperti tikus dll. • Perhatikan engsel-engsel pintu instalasi agar jangan
sampai kering . Sebab semua petugas operasional pompa harus tetap siaga menjaga
kemungkinan terjadi banjir dadakan .

KOLAM RETENSI

I. Latar Belakang
Pesatnya kegiatan manusia di wilayah perkotaan memberikan dampat positif terhadap kemajuan
ekonomi. Namun disisi yang lain dapat menimbulkan permasalahan lingkungan akibat
pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya. Masalah utama yang
timbul adalah banjir, genangan air serta penurunan muka air tanah.
Banjir dipicu oleh berkurangnya daerah resapan akibat peningkatan jumlah penduduk, aktivitas
dan kebutuhan lahan, baik untuk pemukiman maupun kegiatan ekonomi. Karena keterbatasan
lahan di perkotaan, terjadi intervensi kegiatan perkotaan pada lahan yang seharusnya berfungsi
sebagai daerah konservasi dan ruang terbuka hijau. Hal ini berdampak pada pendangkalan
(penyempitan) sungai, sehingga air meluap dan memicu terjadinya bencana banjir, khususnya
pada daerah hilir.
Kerusakan lingkungan pada daerah hulu juga menjadi penyebab lainnya. Kebutuhan kayu dan
bahan mentah dari daerah hulu untuk membangun sarana dan prasarana di wilayah perkotaan
menyebabkan penebangan hutan yang tidak terkontrol. Hutan dengan vegetasinya dapat
menghambat laju run-off dan mempercepat laju infiltrasi air hujan ke dalam tanah. Maka
merusak hutan sama dengan merusak lingkungan yang ada di bawahnya, hutan rusak maka kota
pun akan rusak. Kerusakan struktur akibat banjir, land subsidence, penurunan muka air tanah
pada daerah pantai dan intrusi air laut merupakan contoh masalah yang dihadapi kota-kota besar
di Indonesia saat ini, khususnya yang berada di dekat pantai.
Iklim tropis di Indonesia juga “membantu” dalam perusakan lingkungan. Evaporasi tinggi,
kelembapan tinggi dan suhu yang tinggi menyebabkan curah hujan yang tinggi di sebagian besar
wilayah Indonesia. Curah hujan tinggi ditambah hutan yang gundul akibat pembalakan liar dan
konversi hutan menjadi lahan kelapa sawit menyebabkan kerusakan lingkungan seperti banjir
dan tanah longsor. Tindakan pencegahan agar banjir tidak menyebar ke wilayah perkotaan salah
satunya adalah dengan membuat kolam retensi.

II. Kolam Retensi


Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan
tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi.
Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan
ke dalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari
lahan. Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang
dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.
Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air;
Pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah
sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk
mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena jauh lebih mudah dan murah
menjernihkan air di kolam retensi yang kecil sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan
menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri.

Kolam retensi memiliki berbagai tipe, seperti:


1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Gambar 1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan pelimpah samping,
pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah di depan pintu outlet, saringan
sampah dan kolam penangkap sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia
lahan yang luas untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini
adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan pemeliharaan.

2. Kolam retensi di dalam badan sungai

Gambar 2. Kolam retensi di dalam badan sungai

Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet, bendung,
saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk kolam retensi sulit
didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air
dari hulu, pelaksanaan sulit dan pemeliharaan yang mahal.

3. Kolam retensi tipe storage memanjang

Gambar 3. Kolam retensi tipe storage memanjang

Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar dan dalam serta cek
dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan tidak tersedia sehingga harus
mengoptimalkan saluran drainase yang ada. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya
terbatas, menunggu aliran air yang ada dan pelaksanaannya lebih sulit.
Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar
dari 2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira-kira di ujung
kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua ”mulut” masuk dan keluarnya (aliran) air.
Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang memanjang semacam itu,
ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan (proses aktivitas
biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena terbentuknya air yang ’terus bergerak,
namun tetap dalam kondisi tenang, pada saatnya tanaman dapat pula menstabilkan dinding
kolam dan mendapat makanan (nutrient) yang larut dalam air.

III. Data-Data Hidrologi yang Berhubungan dengan Kolam Retensi


Perencanaan pembangunan kolam retensi membutuhkan data dari aspek-aspek  seperti curah
hujan, intensitas hujan, debit banjir, koefisien pengaliran, dll. dibutuhkan dalam pembuatan
kolam retensi. Selain data hidrologi, diperlukan juga data dari aspek hidrolik (kecepatan
maksimum aliran dan bentuk penampang saluran), aspek struktur (jenis dan mutu bahan;
kekuatan dan kestabilan bangunan), aspek biaya dan pemeliharaan.
Aspek pertama yang mempengaruhi dalam perencanaan pembangunan kolam retensi
adalah data curah hujan. Namun stasiun hujan kadang tidak mempunyai data yang lengkap hal
ini dapat diatasi dengan pelengkapan data curah hujan. Maksudnya adalah data curah hujan
harian maksimum dalam setahun yang dinyatakan dalam mm/ hari, untuk stasion curah hujan
yang terdekat dengan lokasi sistem drainase, jumlah data curah hujan paling sedikit dalam jangka
waktu 10 tahun berturut-berturut.
Jika ditemui data yang kurang, perlu dilengkapi dengan melakukan pengisian data terhadap
stasion yang tidak lengkap atau kosong, dengan beberapa metode antara lain:

• Bila perbedaan hujan tahunan normal di stasion yang mau dilengkapi tidak lebih dari 10 %,
untuk mengisi kekurangan data dapat mengisinya dengan harga rata-rata hujan dari
stasion=stasion disekitarnya.

• Bila perbedaan hujan tahunan lebih dari 10 %, melengkapi data dengan metode Rasio Normal,
yakni dengan membandingkan data hujan tahunan stasion yang kurang datanya terhadap stasion
disekitarnya dengan cara sebagai berikut :

Dimana: r                      = curah hujan yang dicari (mm)


n                     = jumlah stasiun hujan
R                    = curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamat R yang datanya akan
dilengkapi
rA, rB, rC              = curah hujan di tempat pengamatan A, B dan C
RA, RB, RC       = curahn hujan rata-rata setahun di stasiun A, B dan C
Sebagai contoh, berikut adalah tabel data curah hujan harian maksimum selama 20 tahun (1992
s/d 2011) yang diperoleh di Stasion A (St. A). Diasumsikan Stasion A sebagai stasion curah
hujan yang terdekat dengan lokasi perencanaan sistem drainase.

Tabel 1. Data curah hujan harian maksimum

Tahun CHHmax (mm/hari) Tahun CHHmax (mm/hari)


1992 152 2002 71

1993 80 2003 112

1994 92 2004 150

1995 130 2005 129


1996 70 2006 67

1997 26 2007 92

1998 92 2008 58

1999 79 2009 90

2000 79 2010 74

2001 23 2011 87

Berikutnya adalah menentukan kala ulang. Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang
besar tertentu mempunyai kala ulang tertentu, kala ulang rencana untuk saluran mengikuti
standar yang berlaku seperti tabel berikut :

Tabel 2. Kala ulang berdasarkan tipologi kota dan luas daerah pengaliran

Catchment Area (Ha)


Tipologi Kota
< 10 10 – 100 100 – 500 >500
Kota Metropolitan 2 tahun 2 – 5 tahun 5 – 10 tahun 10 – 25 thn
Kota Besar 2 tahun 2 – 5 tahun 2 – 5 tahun 5 – 20 thn
Kota Sedang/Kecil 2 tahun 2 – 5 tahun 2 – 5 tahun 5 – 10 thn
Langkah berikutnya adalah menentukan hujan rencana. Terdapat dua metode untuk menganalisis
hujan rencana ini, metode Gumbel dan metode Log Pearson type III. Namun yang akan dibahas
di sini adalah Metode Gumbel, sebagai berikut:

1. Menentukan harga tengah (R):

2. Menentukan harga standar deviasi (Sx):

3. Menentukan faktor frekuensi (K):


4. Menentukan curah hujan rencana dengan waktu ulang yang dipilih:

5. Menentukan data fungsi kala ulang (Yt)

Tabel 3. Data fungsi kala ulang (Yt)


6. Menentukan nilai Yn dan Sn yang bergantung pada n
Tabel 4. Data nilai Yn dan Sn yang bergantung pada n
Langkah selanjutnya adalah analisis debit banjir dengan Metode Rasional. Rumus metode
rasional:

Dimana: Qt        = Debit banjir (m3/detik)


C        = koefisien pengaliran

I          = Intensitas Hujan (mm/jam)

A        = Luas daerah aliran (km2)


Metode ini mempunyai beberapa kekurangan, yaitu: daya tampung penangkapan hujan tidak
diperhitungkan, hujan diperkirakan merata di seluruh daerah tangkap hujan, Hidrograph dari
aliran tidak bisa digambarkan.

Tabel 5. Koefisien Pengaliran

Langkah yang terakhir adalah analisis dimensi saluran. Analisis ini meliputi Penampang basah
yang paling ekonomis untuk menampung debit maksimum (Ae), Penampang basah berdasarkan
debit air (Q) dan kecepatan (V), Kemiringan talud, tinggi jagaan (F) dan Kemiringan tanah.

  IV. Kesimpulan
Data curah hujan yang lengkap dan akurat sangat menentukan dalam pembuatan kolam retensi.
Karena akan menentukan dalam ketepatan model kolam, volume kolam yang optimal, titik air
tertinggi dan terendah dari kolam dan debit air maksimal. Pembuatan kolam retensi tanpa
penghitungan data hidrologis yang akurat akan menimbulkan inefisiensi pada penggunaannya.

Daftar Pustaka
Arsyad. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB, Bandung
Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya. 2010. Tata Cara Pembuatan Kolam Retensi dan Polder, Jakarta
Kodoatie, Robert J. dan Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa penyebab dan metode pengendaliannya dalam perspektif Lingkungan.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta

HIDROLIKA
TERAPAN

Nama : Rahma Permata


Nim : 03111401018

Dosen Pengasuh : Dr. Ir. Hj. Reini Silvia Ilmiaty, M.T

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

Anda mungkin juga menyukai