Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM TEKNIK IDUSTRI 1

TAHUN AKADEMIK 2018/2019

MODUL 5
PERANCANGAN SISTEM PRODUKSI PERAKITAN

LABORATORIUM ERGONOMI DAN PERANCANGAN


SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


PT. TI PRUTTT akan melakukan proses produksi produk lampu BETI yang
terdiri dari badan lampu dan komponen lampu, dimana dalam proses perakitan
tentu ada aliran proses dari departemen (stasiun kerja) satu dengan yang lainnya,
yang mana membutuhkan waktu proses (waktu siklus) produk tersebut. Apabila
terdapat hambatan atau ketidakefisiensian dalam salah satu stasiun kerja akan
mengakibatkan ketidaklancaran aliran material ke departemen yang selanjutnya.
Modul ini merupakan lanjutan dari modul 3 perencanaan proses. Untuk
menghasilkan waktu yang efisien dan efektif dalam stasiun kerja, PT. TI PRUTTT
melakukan penyeimbangan lintasan perakitan dari waktu siklus yang dihasilkan
untuk setiap operasi.
Tujuan utama yang akan dicapai adalah mendapatkan tingkat efisiensi yang
tinggi bagi setiap stasiun kerja dalam memenuhi rencana produksi yang
ditetapkan, sehingga diupayakan untuk memenuhi waktu kerja yang relatif sama
antar departemen dan memperkecil waktu tunggu. Konsep ini sangat cocok
apabila diterapkan untuk perusahaan yang bertipe produksi massal, dimana akan
memberikan penghematan besar baik dalam biaya produksi dan meminimumkan
operasi menganggur.

1.2 Tujuan
Tujuan modul perancangan sistem produksi perakitan dalam praktikum
Perancangan Sistem Teknik Industri 1 yaitu sebagai berikut:
1. Memahami konsep keseimbangan lintasan atau lini (line of balancing).
2. Mengetahui performansi suatu lintasan perakitan.
3. Mengetahui cara menghitung dan mengidentifikasi line balancing yang
optimal.
4. Mengetahui penggunaan precedence diagram, takt time dan waktu baku
dalam penentuan departemen (work station)
5. Menerapkan dan menganalisis metode line balancing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lini Produksi


Lini produksi merupakan penempatan area kerja yang operasinya disusun
secara berurutan dan material bergerak secara berkelanjutan melalui operasi yang
terangkai seimbang. Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi
dibagi menjadi lini fabrikasi dan lini perakitan. Beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh dari perencanaan lini produksi yang baik sebagai berikut :
a. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur susunan
dan tempat kerja.
b. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang
kontinyu. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh
jumlah spesifik.
c. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian
masing-masing pekerjaan sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efisiensi.
d. Pengerjaan operasi yang serentak yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat
yang sama di seluruh lintasan produksi.
e. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan bersifat
tetap.
f. Proses memerlukan waktu yang minimum.
Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan
produksi antara lain:
a. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang pada setiap stasiun kerja yang
terdapat di dalam suatu lintasan produksi fabrikasi atau lintasan perakitan
yang bersifat manual.
b. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinyu pada kecepatan yang seragam.
Alirannya tergantung pada waktu operasi.
c. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran
dan mencegah timbulnya atau setidak-tidaknya mengurangi waktu menunggu
karena keterlambatan benda kerja.
d. Produksi yang kontinyu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja
dilain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi
secara kontinyu.

2.2 Keseimbangan Lintasan


Lintasan perakitan merupakan lintasan produksi dimana terdapat pergerakan
material secara kontinyu dengan kecepatan pergerakan yang seragam dan melalui
stasiun kerja secara berurutan. Pada lintas perakitan terdapat dua masalah utama
yaitu menyeimbangkan stasiun kerja dan menjaga agar lintas perakitan
berproduksi secara kontinyu. Lintasan perakitan yang tidak sempurna akan
menyebabkan penumpukan work in process pada stasiun kerja yang sering disebut
bottleneck, sedangkan pada saat yang sama stasiun kerja yang lain menganggur.
Jika hal ini terjadi maka dapat menimbulkan dampak psikologis bagi pekerja yang
menganggur, lingkungan kerja dapat menjadi tidak kondusif, dan dapat
menyebabkan ongkos manufaktur menjadi tidak optimal. Metode keseimbangan
lintasan digunakan untuk memecahkan kedua permasalahan tersebut.
Permasalahan menyeimbangkan stasiun kerja dan penjagaan agar lintasan
perakitan berproduksi secara kontinyu diatasi dengan cara mengelompokkan
elemen-elemen pekerjaan pada stasiun kerja sedemikian rupa sehingga memiliki
waktu total tiap stasiun kerja seragam atau relative sama dan dengan
memperhatikan precedence diagram. Pengerjaan untuk membuat waktu stasiun
kerja seragam tersebut disebut line balancing. Lintasan perakitan yang sempurna
terjadi pada saat setiap stasiun kerja memiliki waktu stasiun (station time) yang
sama dengan waktu siklus (cycle time).
Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja dalam keseimbangan lintasan
adalah sebagai berikut:
a. Hubungan dengan proses terdahulu.
b. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja.
c. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap waktu
di stasiun kerja dari tiap elemen pengerjaan.

2.3 Metode Dalam Keseimbangan Lintasan


Tujuan dari penyeimbang lintasan adalah meningkatkan efisiensi tiap
stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan. Beberapa metode menurut
(Nasution, 2008) yang akan dibahas yakni metode bobot posisi, metode
pembebanan berurut, dan metode wilayah.
a. Metode Bobot Posisi (RPW/ Ranked Positional Weight)
Metode bobot posisi merupakan metode heuristik yang paling awal
dikembangkan oleh W.B Helgeson dan D.P Birnie. Langkah-langkah
melakukan metode ini yaitu:
1. Menghitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah
waktu siklus yang dinginkan atau waktu operasi terbesar (jika waktu
terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan).
2. Membuat matrik pendahulu berdasarkan jaringan kerja perakitan.
3. Menghitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah
waktu operasi tersebut dan operasi – operasi yang mengikutnya
4. Mengurutkan operasi-operasi mulai dari bobot operasi terbesar sampai
dengan bobot posisi terkecil.
5. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan
bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan kriteria
total waktu lebih kecil dari waktu siklus.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan
menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada
langkah 6 diatas.
8. Ulangi langkah 6 sampai 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang
memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.
b. Metode Pembebanan Berurut (Large Candidate Rule)
Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan
metode berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan. Berikut
langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode pembebanan
berurut ini sebagai berikut:
1. Menghitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah
waktu siklus yang dinginkan atau waktu operasi terbesar (jika waktu
terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan).
2. Membuat matriks pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk setiap
operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan
3. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri
dari angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin
terjadi, jika ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen sama
dengan not.
4. Perhatikan nomor elemen dibaris matriks kegiatan pengikut F yang
bersesuaian dengan elemen yang telah dtugaskan. Setelah itu kembali
perhatikan lagi baris pada matriks P yang ditunjukkan, ganti nomor
identifikasi elemen yang telah dibebankan ke stasiun kerja dengan not.
5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun kerja
dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus.
Proses ini dikerjakan hingga semua baris pada matriks P bernilai 0.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan
menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada
langkah 6 diatas.
8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang
memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.
c. Metode Pendekatan Wilayah (Region Approach/ Killbridge Wester
Heursitik).
Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi
kekurangan metode bobot posisi. Pada prinsipnya metode ini berusaha
membebankan terlebih dahulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab
keterdahuluan yang besar. Berikut merupakan langkah-langkah
penyelesaian dengan metode pendakatan wilayah (region approach):
1. Menghitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah
waktu siklus yang dinginkan atau waktu operasi terbesar (jika waktu
terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan).
2. Bagi jaringan kerja kedalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan. Gambar
ulang jaringan kerja, tempatkan seluruh pekerjaan di daerah paling ujung
sedapat-dapatnya.
3. Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar
sampai dengan waktu operasi terkecil.
4. Bebankan pekerja dengan urutan (perhatikan pula untuk menyesuaikan
diri terhadap batas wilayah) daerah paling kiri terdahulu antar-wilayah,
bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar pertama kali
5. Pada akhir tiap pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi
waktu tersebut telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan
yang memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang dibebankan.
Putuskan apakah pertukaran pekerjaan–pekerjaan tersebut akan
meningkatkan utilisasi waktu stasiun kerja. Jika iya, lakukan perubahan
tersebut. Penugasan pekerjaan selanjutnya menjadi lebih tetap.

2.4 Precedence Diagram


Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa
alternatif dalam proses assembly ada dua kondisi yang biasanya muncul
(Ginting, 2007):
1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses
pengerjaan, jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk
dilaksanakan pertama kali dan disini dibutuhkan prosedur penyeleksian
untuk menentukan prioritas.
2. Apabila satu komponen telah dipilih untuk di-assembling maka urutan
untuk merakit komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan
precedence untuk pengerjaan komponen-komponen.
Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi
kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk
memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait didalamnya.
Adapun simbol yang dipakai menurut Baroto (2002) sebagai berikut:
1. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor didalamnya untuk
mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi.
2. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi.
Dalam hal ini, operasi yang ada di pangkal panah berarti mendahului
operasi kerja yang ada pada ujung anak panah.
3. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan
untuk menyelesaikan setiap proses operasi.

2.5 Takt Time


Menurut Purnama (2008), takt time adalah waktu yang diperlukan untuk
membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja yang berorientasi pada demand.
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada umumnya
akan sedikit berbeda dari siklus ke siklus lainnya, sekalipun operator bekerja pada
kecepatan normal atau uniform, tiap-tiap elemen dalam siklus yang berbeda tidak
selalu akan bisa diselesaikan dalam waktu yang persis sama. Menentukan takt
time dapat dicari menggunakan rumus:

Tc = .............................................................................................................(1)

i max ≤ Tc..........................................................................................(2)
Dimana:
Tc : takt time
Ti max : waktu maksimum tiap pengerjaan
T : jangka waktu
Q : permintaan produk

2.6 Parameter Performansi Lintasan


Menurut Hamdi (2017), parameter performansi lintasan dibagi menjadi tiga
yaitu:
1. Line efficiency (LE)
Line efficiency merupakan rasio dari jumlah keseluruhan waktu stasiun kerja
terhadap takt time dan dikalikan dengan jumlah stasiun kerja. Secara matematis
dapat dihitung dengan rumus:

LE = ...................................................................................(3)
Keterangan:
LE = Line efficiency
∑S i = Waktu stasiun i
K = Jumlah stasiun kerja
Tc = Takt time
2. Smoothness Index (SI)
Smoothness index atau indeks penghalusan yaitu suatu cara untuk mengukur
waktu delay relatif dari suatu lini perakitan. Nilai minimum dari smoothness
index berniali 0 yang berarti keseimbangan sempurna. Apabila nilai smoothness
index semakin mendekati 0 pada suatu lini perakitan, maka semakin seimbang
pula lini perakitan tersebut, artinya pembagian elemen kerja pada lini perakitan
tersebut cukup merata. Secara matematis smoothness index dapat dihitung
dengan rumus:

2
SI = √∑ ...........................................................................(4)

Keterangan:
SI = Smoothness index
STmax = Waktu maks stasiun kerja ke-i
STi = Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i
K = Jumlah stasiun kerja
3. Balance Delay (BD)
Balance delay adalah perbandingan rasio antara waktu delay dalam suatu
lintasan perakitan dengan waktu yang tersedia pada suatu lini perakitan. Secara
matematis smoothness index dapat dihitung dengan rumus:
BD = (K × Tc) - ∑ ...............................................................................(5)

%BD = × 1000%..................................................................(6)

Keterangan:
K = Jumlah stasiun kerja
Tc = Takt time
∑ti = Jumlah dari seluruh waktu operasi
BD = Balance delay (%)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang dapat digunakan dalam praktikum Perancangan
Sistem Teknik Industri 1 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Data precedence diagram modul 3 perancangan proses.
2. PC/Laptop.
3. Ms. Word.
4. Ms. Visio.
5. Ms. Excel.
6. Waktu baku operasi setiap perakitan dan total waktu.
7. Takt time.

3.2 Prosedur Praktikum


Prosedur praktikum Perancangan Sistem Teknik Industri 1 tentang
perancangan sistem produksi perakitan, sebagai berikut ini:
3.2.1 Prosedur Pengambilan Data
Prosedur pengambilan data Perancangan Sistem Teknik Industri 1 tentang
perancangan sistem produksi perakitan yaitu:
1. Mengambil data waktu dari modul 3 perencanaan proses
2. Mengambil data precedence diagram modul 3 perencanaan proses
3.2.2 Prosedur Pengolahan Data
Prosedur pengolahan data Perancangan Sistem Teknik Industri 1 tentang
perancangan sistem produksi perakitan yaitu:
1. Menyusun rancangan departemen awal.
2. Merekap data waktu perakitan dari modul 3.
3. Memasukkan precedence diagram.
4. Menentukan takt time yang digunakan.
5. Menentukan jumlah stasiun kerja minimum.
6. Pengolahan dengan metode bobot posisi.
7. Pengolahan dengan metode pembebanan berurut.
8. Pengolahan dengan metode pendekatan wilayah.
9. Menetapkan dan menganalisa metode terbaik.
10. Membuat rancangan departemen baru.

3.3 Flowchart
Flowchart modul lima terdiri dari flowchart praktikum dan flowchart pengolahan
data
3.3.1 Flowchart Praktikum
Flowchart pelaksanaan praktikum adalah sebagai berikut:
Start

Modul 5

Pre-test

Ya
Remidi Nilai < 60

Tidak

Briefing Pengolahan Data

Pengambilan Data Modul 3

Pengolahan Data

Asistensi 1

Asistensi 2

Laporan Resmi

Selesai

Gambar 5.3.1 Flowchart praktikum


3.3.2 Flowchart Pengolahan Data
Flowchart pengolahan data adalah sebagai berikut:

Mulai

Data waktu baku perakitan dan


Tahap Persiapan
precedence diagram modul 3

Pengolahan data:
1. Menyusun rancangan departemen awal.
2. Merekap data waktu perakitan dari modul 3.
3. Memasukkan precedence diagram.
4. Menentukan takt time yang digunakan. Tahap Pengolahan
5. Menentukan jumlah stasiun kerja minimum. Data
6. Pengolahan dengan metode bobot posisi.
7. Pengolahan dengan metode pembebanan berurut.
8. Pengolahan dengan metode pendekatan wilayah.
9. Menetapkan dan menganalisa metode terbaik.
10. Membuat rancangan departemen baru.

Kesimpulan dan Saran Tahap Kesimpulan

Selesai

Gambar 5.3.2 Flowchart pengolahan data


FORMAT & STRUKTUR LAPORAN
Cover
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB II LANDASAN TEORI
(Sesuai dengan yang dipakai dalam bab 4.)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.2 Prosedur Praktikum
3.2.1 Prosedur Pengambilan Data
3.2.2 Prosedur Pengolahan Data
3.3 Flowchart
3.3.1 Flowchart Praktikum
3.3.2 Flowchart Pengolahan Data
BAB IV PENGOLAHAN DATA
4.1 Rancangan Perbaikan Metode Kerja
4.1.1 Stasiun Kerja Awal (Gambaran Awal)
4.1.2 Rekap Data
4.1.3 Precedence Diagram
4.1.4 Takt Time (Disertai Rumus dan Keterangan)
4.1.5 Penentuan Stasiun Kerja Minimum (Disertai Rumus dan Keterangan)
4.2 Metode Bobot Posisi
4.2.1 Matrik Operasi Pendahulu
4.2.2 Perhitungan Bobot Posisi untuk Tiap Operasi (Tanpa pengurutan)
4.2.3 Perhitungan Bobot Posisi (Urut: Terbesar-Terkecil)
4.2.4 Pembebanan Operasi pada Semua Stasiun Kerja (Lakukan iterasi
minimal 2 hingga tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi
rata-rata lebih tinggi)
4.3 Metode Pembebanan Berurut
4.3.1 Matrik Operasi Pendahulu dan Operasi Pengikut
- (Jumlah Kolom (Matrik Pendahulu/P) adalah jumlah panah masuk
terbanyak dari operasi pada jaringan kerja)
- (Jumlah Kolom (Matrik Pengikut/F) adalah jumlah panah keluar terbanyak
dari operasi pada jaringan kerja)
4.3.2 Pembebanan Operasi pada Semua Stasiun Kerja (Lakukan iterasi
minimal 2 hingga tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi
rata-rata lebih tinggi)
4.4 Metode Pendekatan Wilayah
4.4.1 Gambar Ulang Daerah
4.4.2 Prioritas Pembebanan Tiap Wilayah (Waktu bertingkat dari kiri ke
kanan)
4.4.3 Pembebanan Operasi pada Semua Stasiun Kerja (Lakukan iterasi
minimal 2 hingga tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi
rata-rata lebih tinggi)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Penulisan daftar pustaka menggunakan gaya Harvard.

Anda mungkin juga menyukai