Anda di halaman 1dari 3

CATATAN DIALOG BERSAMA SEKDA PROVINSI JAMBI:

KEBIJAKAN KESENIAN PROVINSI JAMBI

Oleh:
Sean Popo Hardi

Kamis, 9 Januari 2020 sekitar pukul 15.00 WIB belasan orang datang bersilahturahmi
dengan Sekretaris Daerah Provinsi Jambi. Tidak ada agenda lain selain berbagi cerita dan
masukan dari seniman, budayawan, akademisi serta pemerhati seni budaya Provinsi Jambi.
Pertemuan itu berlangsung cukup akrab dan santai guna mencapai kesepahaman dan
catatan untuk kerja kesenian di masa mendatang. “Ini tidak sulit, kita tidak ketemu sih”, kata
Sekda saat mendengar satu-satu masukan dan harapan yang hadir saat itu. Pertemuan ini
pula menjadi momen tegur sapa antara pengambil kebijakan dengan pelaku seni.
Silahturahmi hari itu dibuka oleh MG. Alloy sebagai moderator. Ia mengetengahkan
beberapa topik bahasan. Topik yang dibicarakan dianggap merupakan polemik seni budaya
hari ini di Provinsi Jambi. Topik pertama, mengenai pentingnya penguatan lembaga seni
yang berbasis kebudayaan seperti lembaga yang sudah ada saat ini yaitu Dewan Kesenian
Jambi dan Lembaga Adat. Kedua, terkait dengan sosialisasi sejarah dan kebudayaan sebagai
rencana strategi pewarisan budaya. Ketiga, promosi budaya yang berorientasi ekonomi
kreatif. Keempat, HUT Provinsi Jambi yang seharusnya dapat menjadi puncak pesona
budaya Jambi dengan melibatkan seluruh masyarakat dan seniman. Topik terakhir yaitu
terkait pentingnya mengadakan kongres kebudayaan Jambi dan anugerah budaya.
Jaffar Rasuh yang hadir saat itu membuka pembicaraan bahwa pertemuan ini bukan
dalam rangka mengkritisi dengan sinisme, melainkan bentuk kepedulian kita agar cita-cita
besar pemajuan kebudayaan Indonesia dan Pronvinsi Jambi khususnya dapat tercapai.
Momen silahturahmi itu dapat dijadikan sebagai bentuk keseriusan berbagai pihak dalam
mengelola dan mencari kebijakan kesenian yang tepat untuk Provinsi Jambi. Apalagi dalam
HUT kali ini Provinsi Jambi mengambil tema keberagaman. Hal itu perlu disikapi sekaligus
menjadi tugas berat bersama untuk mewujudkannya dalam praktik sehari-hari.
Pertemuan yang berlangsung hampir dua jam itu juga membahas mandeknya
produksi pengetahuan budaya di Jambi. Hal itu dibuktikan minimnya terbitan/bacaan hasil
kajian tentang budaya Jambi. Praktis hingga hari ini kita cukup kesulitan mencari referensi
tentang Jambi. Beberapa buku yang ditulis oleh Junaidi T Noor tentang sejarah Jambi
menjadi salah satu dan satu-satunya rujukan tentang Jambi yang bisa diakses. Tanpa
mengabaikan penulis lainnya yang juga menulis tentang Jambi, hari ini produksi
pengetahuan kebudayaan Jambi dalam kondisi memprihatinkan. Tulisan tentang Jambi
masih terserak dimana-mana baik dalam bentuk skripsi, tesis, laporan penelitian dan
catatan kolonial.
Permasalahan lain yang juga dibahas dalam pertemua itu yaitu penelitian
kebudayaan yang dinilai masih belum maksimal. Penelitian yang bermuara pada
pemanfaatan potensi budaya belum dilirik sebagai potensi pembangunan ekonomi di masa
mendatang, padahal potensi itu merupakan kekuatan bangsa kita termasuk Provinsi Jambi.
Bayangkan betapa Provinsi Jambi memiliki tiga wilayah topografi seperti pesisir, daratan dan
pegunungan yang semuanya memiliki keunikan masing-masing. Potensi tersebut salah
satunya yaitu potensi budayanya. Adapun potensi budaya mengacu pada UU No.5 tahun
2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam Undang-undang tersebut terdapat 10 Objek
Pemajuan Kebudayaan yang semuanya jika digali dapat menjadi sumber kekuatan untuk
kesejahteraan bersama. Kesenian adalah satunya.
Terkait sejarah, provinsi Jambi menjadi salah satu daerah yang minim akan informasi
mengenai sejarah sosial, ekonomi, politik serta adat istiadat. Hal itu juga terkait dengan
masih belum maksimal kerja inventarisasi dan kajian naskah kuno baik yang tersimpan di
Jambi maupun tersimpan di luar negeri. Padahal, manuscript tersebut dapat menguak lebih
banyak informasi tentang asal-usul sejarah Jambi. Pemerintah Belanda akhir tahun 2019 lalu
sedang mengadakan program pengembalian manuscript Indonesia ke asalnya. Untuk itu,
Provinsi Jambi harus ikut dan terlibat dalam program tersebut. Total 1500 peninggalan
budaya Indonesia dikembalikan Belanda.
Persoalan hukum adat juga menjadi topik pembicaraan saat pertemuan itu. Menurut
Jaffar, jika hukum adat lebih membumi maka akan lebih mudah menyelesaikan masalah
yang ada di tengah kehidupan sosial kita. Untuk itulah penguatan lembaga adat juga harus
menjadi agenda kerja pemerintah bersama masyarakat adat. Untuk menangani persoalan
itu semua, dulu pernah diadakan kongres budaya setiap tahun atau dua tahun sekali.
Namun akhir-akhir ini agenda penting itu tidak lagi diselenggarakan. Padahal, ruang tersebut
dapat menjadi gelanggang beradu gagasan, ide dan informasi yang lebih akademis.
Menyikapi semua persoalan yang dibicarakan pada pertemuan tersebut, pemerintah
Provinsi Jambi dalam hal ini diwakili oleh Sekda berharap dapat dibentuk wadah organisasi
seni budaya. Dari organisasi itulah nantinya yang akan mengurusi semua persoalan budaya
yang sedang dihadapi oleh Provinsi Jambi bersama dengan pemerintah. Adapun organisasi
yang dimaksud dan telah dibentuk serta disahkan oleh Gubernur Jambi di antaranya
Lembaga Adat dan Dewan Kesenian Jambi. Melalui organisasi seni budaya inilah semua
rencana strategis dapat dilakukan guna mendorong pemajuan kebudayaan Provinsi Jambi
lewat rencana kerja yang terukur dan tepat.
Dewan Kesenian Jambi (DKJ) berfungsi sebagai mitra kerja pemerintah dan
penasehat Gubernur. Dalam Perda Pelestarian dan Pengembangan Budaya Melayu Jambi
No. 7 tahun 2013 posisi Dewan Kesenian Jambi termasuk dalam Organisasi Seni Budaya
yang kehadirannya menjadi penting untuk mengurusi visi dan misi kesenian baik tradisi
maupun modern. Dalam Perda tersebut wadah organisasi atau kelembagaan seni budaya
yang dimaksud ialah Dewan Kebudayaan, Lembaga Adat, Organisasi Seni Budaya (DKJ) dan
Perguruan Tinggi. Kecuali Dewan Kebudayaan, organisasi budaya telah dibentuk seperti DKJ,
Lembaga Adat dan Perguruan Tinggi. Meski dalam perjalanannya organisasi itu mengalami
berbagai dinamika.
Dalam Perda No. 7 Tahun 2013, Dewan Kebudayaan bertugas merumuskan
kebijakan dan mengembangkan budaya Melayu, koordinasi, monitoring, pengawasan dan
evaluasi pada Gubernur dan DPR. Sementara tugas Lembaga Adat yaitu melestarikan dan
mengembangkan nilai-nilai dan adat melayu Jambi serta menjamin budaya melayu Jambi
tetap eksis dan tidak hilang atau punah. Organisasi Seni Budaya seperti Dewan Kesenian
Jambi bersama pemerintah daerah wajib menyelenggarakan Pekan Budaya tahunan berupa
Pekan Budaya Swarnabhumi (Festival Internasional Budaya Melayu Jambi) yang mencakup
kegiatan pembinaan, pertunjukan seni musik, teater, seni rupa, tari, sastra, pameran seni
budaya, seminar, bisnis forum, penganugerahan tokoh kebudayaan dan malam budaya
Melayu Jambi memperingati HUT Provinsi Jambi.
Kelembagaan Perguruan Tinggi, dalam Perda tersebut disebutkan bahwa pemerintah
daerah mendorong dan memfasilitasi pembukaan Fakultas dan/atau program studi untuk
menyiapkan sumber daya manusia di bidang pelestarian dan pengembangan budaya Melayu
Jambi. Tidak sebatas perguruan tinggi, sekolah menengah seni dan budaya harusnya
menjadi prioritas kerja. Hal itu pula sesuai dengan agenda nasional dalam membangun SDM
yang unggul. Untuk itu, sinergi antara pelaku, pengambil kebijakan dan aturan perlu
ditegakkan.
Dalam kesempatan itu, Sekda mendorong terbentuknya Dewan Kesenian
Kabupaten/Kota. Hal itu harus tertuang dalam Renstra Dewan Kesenian Jambi 5 tahun
mendatang. Setelah wadah organisasi terbentuk, barulah hal yang lain bisa dibicarakan
kemudian (Perda/Pergub). “Tidak selalu Perda ditindaklanjuti dengan Pergub, ketika ia bisa
operasional, bisa langsung jalan”, jelas Sekda meyakinkan. Ditambahkannya lagi jika sudah
habis massanya (DKJ), lakukan Mubes! Apakah yang mengundangnya pemerintah atau
siapa, dikomunikasikan saja. Adapun agenda Mubes DKJ yaitu laporan pertanggungjawaban,
penyusunan pengurus baru dan program kerja.
Awalnya, hampir semua Dewan Kesenian di Indonesia dibentuk berdasarkan
instruksi Menteri Dalam Negeri No.5 A tahun 1993 dan diikuti juklak dan juknis Dewan
Kesenian No. 431/3015/PUOD tertanggal 16 Oktober 1995 yang ditanda-tangani oleh
Menteri Dalam negeri waktu itu, Moh. Yogie S.M. Hal itu memungkinkan Dewan Kesenian
dibentuk ditingkat Kabupaten/Kota di Indonesia. Dewan kesenian dibentuk menjadi
lembaga kesenian independen khususnya dalam memikirkan kehidupan dan perkembangan
kesenian di daerah masing-masing. Hal itu pun yang tetap dijaga pada masa Dewan
Kesenian Jambi saat ini sebagai penasehat dan mitra kerja pemerintah.
Hal lain yang dibicarakan saat pertemuan itu ialah terkait realisasi Pokok Pikiran
Kebudayaan Daerah. Pemerintah pusat telah merealisasikannya dalam bentuk Dana Alokasi
Khusus yang terbatas ke Taman Budaya dan Museum. Hanya saja dalam pemanfaatannya,
dana tersebut perlu ditinjau kembali apakah sudah menjawab dan menyelesaikan
permasalahan yang tertuang di dalam PPKD Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Besar
harapan dalam mengarungi pembangunan provinsi Jambi ke depan dapat berorientasi pada
semangat gotong-royong yang sudah menjadi kebijaksanaan lokal leluhur dalam
menghadapi tantangan zaman.

Anda mungkin juga menyukai