FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2020
1
1.4.2 Patofisiologi Diare .........................................................................................4-5
1.4.3 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................5-6
1.5 Pengkajian ........................................................................................................................6-8
1.6 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................................9-10
1.7 Intervensi Keperawatan.................................................................................................11-16
1.8 Daftar Pustaka ..............................................................................................................17-18
2
refill time lebih dari 2 detik. Terdapat kemerahan di area perianal. Peristaltik usus
meningkat dan kembung (hipertimpani dengan pemeriksaan perkusi abdomen).
1.4 Web Of Causation
1.4.1 Definisi Diare
Diare merupakan buang air besar dengan konsistensi cair atau lembek, bahkan
bisa menyerupai air yang frekuensinya lebih dari tiga kali dalam satu hari (Depkes RI,
2011). WHO (2005), menyebutkan bahwa diare merupakan buang air besar dengan
konsistensi cair (mencret) sebanyak tiga kali atau lebih dalam 24 jam. Sedangkan
menurut Tanto, dkk (2014), diare adalah perubahan konsistensi feses yang terjadi
secara tiba tiba karena kandungan air didalam feses melebihi batas normal yaitu 10
ml/kg/hari dengan peningkatan frekueni buang air besar lebih dari tiga kali dalam
sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa diare merupakan
buang air besar dengan bertambahnya frekuensi feses lebih dari 3 kali sehari selama
kurang dari 14 hari dengan konsistensi feses cair atau encer. Menurut Ngastiyah
(2014), penyebab diare antara lain:
1. Faktor infeksi
3
3. Faktor makanan yaitu makanan basi, makanan beracun dan alergi makanan
Apabila toksin tidak mampu diserap dengan baik, maka akan terjadi
peningkatan peristaltik usus yang dapat mengakibatkan penurunan kemampuan
menyerap makanan sehingga menyebabkn diare.
4. Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas
4
dikeluarkan melalui anus akan memiliki tekstur cair dan frekuensi pengeluaran feses
meningkat yang dikenal dengan istilah diare (Utami & Luthfiana, 2016). Selain itu,
adanya infeksius menyebabkan peningkatan motilitas usus yang berakibat pada
kesempatan usus besar untuk mereabsorbsi cairan menurun sehingga feses keluar dari
rektum dengan kondisi cair. Seseorang yang mengalami diare sekretonik memiliki
volume feses lebih dari 1 liter per hari dengan pH normal (Kapti & Azizah, 2017).
Patofisiologis selanjutnya yaitu diare osmotik yang disebabkan karena
gangguan kemampuan usus dalam malabsorbsi cairan, Kurang Energi Protein, Bayi
Berat Badan Lahir Rendah (Suandi, 1999). Gangguan malabsorbsi makanan di usus
menyebabkan gradient osmotik negatif sehingga menyebabkan banyak cairan di
ekstraseluler masuk kedalam usus yang meningkatkan volume feses. Penyebab dari
terjadinya diare asmotik adalah penurunan enzimatik (contohnya intoleransi laktosa,
kelainan genetik yang menyebabkan penurunan atau menghilangnya kemampuan
untuk menyerap nutrisi tertentu, gula yang sukar untuk diserap (seperti sorbitol,
mannitol, atau laktosa), obat pencahar, pemberian antibiotik, dan malabsorbsi
beberapa jenis lemak tertentu. Seseorang dengan diare osmotik bersifat asam dengan
volume kurangdari 1 liter per hari (Kapti & Azizah, 2017).
1.4.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratrium
Menurut Lalani dan Suzan, (2013) dalam Maharani (2019), pemeriksaan
laboratorium diare terdiri dari : Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadarnatrium
serum. Biasanya penderita diare memiliki natrium plasma > 150 mmol/ L dan
kalium> 5 mEq/ L. Dalam pemeriksaan urin, urin diperiksa berat jenis dan
albuminurin. Eletrolit dalam urin yang diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Apabila
terdapat asetonuria menunjukkan adanya ketosis (Lalani dan Suzan, 2013) dalam
(Maharani, 2019). Dalam pemeriksaan tinja, tinja pasien diare mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Dalam pemeriksaan pH, leukosit dan glukosa,
biasanya terjadi peningkatan kadar protein leukosit dalam feses atau darah
makroskopik serta pH menurun disebabkan akumulasi asam atau kehilangan basa.
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan yang diindikasikan untuk anak penderita diare yang mengalami
dehidrasi sedang dan berat. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), elektrolit,
urea, kreatinin, analisis gas vena, glukosa dan bikarbonat serum merupakan predictor
terbaik pada anak penderita diare dengan dehidrasi sedang hingga berat (Lalani dan
Suzan, 2013) dalam (Maharani, 2019). Suriadi & Yuliana (2010) dalam (Maharani,
2019) menambahkan riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan, kultur tinja,
pemeriksaan elektrolit, Blood Urea Nitrogen (BUN) , creatinine, dan glukosa serta
pemeriksaan tinja (pH, leukosit, glukosa, dan adanya darah) dalam pemeriksaan lebih
lanjut terhadap pasien anak yang mengalami diare.
1.5 Pengkajian
a) Pengkajian Identitas Pasien
5
Pengkajian adalah sebuah prosedur tetap yang ada di dalam tahapan proses
keperawatan di rumah sakit yang wajib dilakukan saat rumah sakit menerima pasien
baru baik pasien yang menjalani rawat jalan ataupun rawat inap. Salah satu
pengkajian wajib yang harus dilakukan oleh perawat kepada pasien adalah pengkajian
terhadap data – data diri atau identitas diri pasien. Pengkajian identitas diri pasien
masuk ke dalam proses dokumentasi pada saat pengkajian awal atau biasa disebut
dengan Initial Assessment. Data – data yang didapatkan oleh perawata pada tahap
Initial Assessment ini akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan proses
keperawatan yang akan dilakukan selanjutnya. Pengkajian identitas pasien ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan identitas identitas utama pasien agar
nantinya dapat meminimalisir terjadinya kesalahan pemberian intervensi antara satu
pasien dengan pasien yang lain. Pengumpulan data subjektif tentang identitas pasien
ini dapat dilakukan oleh perawat dengan cara melakukan komunikasi efektif baik
dengan pasien ataupun dengan keluarga pasien jika kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk melakukan komunikasi yang efektif. Selain itu, pengumpulan
identitas pasien juga dapat dilakukan dengan cara melihat kartu identitas yang dibawa
oatau ada pada pasien. Kondisi ini dimungkinkan dilakukan pada saat pasien tidak
dapat diajak berkomunikasi dan tidak ada keluarga pasien yang mendampingi.
Beberapa data diri yang perlu didapatkan oleh perawata saat melakukan pengkajian
identitas pasien adalah :
1. Nama pasien
2. Tempat, tanggal lahir
3. Umur
4. Jenis kelamin
5. Agama
6. Alamat
7. Status Perkawinan (Dinarti, 2017).
b) Riwayat Kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan pasien juga merupakan salah satu dari initial
assessment. Pengkajian riwayat kesehatan pasien ini sangat menentukan proses
keperawatan selanjutnya yang akan dijalani oleh pasien karena melalui data
pengkajian riwayat kesehatan inilah seorang perawat akan menentukan diagnosa
keperawatan dan intervensi keperawatan yang tepat bagi pasien, termasuk pada pasien
dengan diagnosa medis diare. Ada beberapa data riwayat kesehatan pasien yang harus
dikaji oleh perawat, yaitu :
1. Riwayat kesehatan saat ini dan keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan diagnosa medis diare biasanya adalah
bentuk feses yang encer pada anak atau bahkan bisa juga feses anak hanya berupa air
saja. Selain itu keluhan lainnya yang biasanya terjadi adalah frekuensi buang air besar
pada anak yang lebih sering dari biasanya, sekitar 3 kali bahkan lebih dalam satu hari.
Keluhan utama yang diutarakan oleh orang tua biasanya juga mengenai tingkah laku
anak yang lemas dan sering rewel (Kemenkes RI, 2011).
2. Riwayat kesehatan dulu
6
Perawat harus mengkaji riwayat penyakit yang pernah dialami oleh pasien,
seperti mengajukan beberapa pertanyaan kepada orang tua salah satu contohnya
adalah menanyakan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami diare atau ini baru
pertama kalinya.
3. Gaya hidup
Pengkajian mengenai gaya hidup atau kebiasaan yang diterapkan orang tua
kepada pasien selama ini sangat penting dilakukan karena bisa saja gaya hidup yang
diterapkan oleh orang tua pasien dalam kehidupan sehari – harinya itulah yang
memicu terjadinya diare pada anak. Beberapa gaya hidup yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya diare adalah :
- Tidak memberi ASI eksklusif sampai 6 bulan kepada bayi dan terlalu dini
memberikan dan menerapkan MP ASI pada bayi
- Menyimpan makanan yang tidak ditutup dengan baik
- Minuman atau masakan yang dimasak kurang matang
- Tidak menjaga kebersihan lingkungan dan makanan bayi (Kemenkes RI, 2011).
c) Pengkajian Pola Eliminasi
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus
terpenuhi. Seseorang yang mengalami diare tentu saja akan mengalami terganggunya
pola eliminasi pada tubuhnya yang disebabkan karena berbagai hal salah satunya
adalah masuknya kuman ke dalam sistem pencernaan. Pengkajian pola eliminasi pada
pasien diare diperlukan untuk dapat mengetahui siklus eliminasi pasien dan seberapa
terganggunya pola eliminasi pasien akibat diare ini sehingga nantinya perawat dapat
menentukan intervensi yang tepat untuk mengurangi terganggunya pola eliminasi
pada pasien. Pengkajian yang dapat dilakukan yaitu:
- Perubahan pola eliminasi fekal sebelum dan sesudah adanya diare
Sebelum mengalami pola eliminasi fekal atau defekasi pada anak pasti masih
berjalan dengan baik dan tanpa ada gangguan yang berarti ataupun membahayakan.
Namun saat seseorang mengalami diare, maka hal ini tentu saja akan mengganggu
proses eliminasi fekal seseorang menjadi lebih sering melakukan defekasi dibanding
biasanya yaitu dengan rentang frekuensi lebih dari 3 kali dalam satu hari dengan
diikuti dengan perubahan bentuk feses yang encer (Kemenkes RI, 2011).
7
- Kompos mentis : sadar penuh, dapat menjawab pertanyaan tentang dirinya dan
lingkungan
- Apatis : keadaan tidak peduli, acuh tak acuh, segan berhubungan dengan orang lain
dan lingkungan
- Somnolen : keadaan mengantuk dan cenderung tertidur, masih dapat dibangunkan
dengan rangsangan dan dapat memberikan jawaban secara verbal tapi mudah tertidur
Kembali
- Sopor / stupor : kesadaran hilang, tidur mendalam, tidak memberikan respon sama
sekali, hanya dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat yang berulang (rangsang
nyeri)
- Koma : kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi terhadap rangsangan apapun
(Tahir, 2018).
2. Pengukuran autopometri
Meliputi berat badan dan tinggi badan.
3. Kepala dan muka
- Kepala : inspeksi ada tidaknya ubun-ubun ynag besar dan tampak sedikit cekung
- Rambut : terjadi rontok atau merah karena malnutrisi
- Mata : pada umumnya sedikit cekung
- Mulut : mukosa kering, bibir pecah-pecah, lidah kering, bibir sianosis
- Pipi : tulang pipi pada umumnya menonjol
- Wajah : terlihat lebih pucat (Ismanto, 2013).
4. Leher
Umumnya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid (Ismanto, 2013).
5. Jantung
Biasanya akan muncul aritmia jantung (Ismanto, 2013).
6. Abdomen
- Inspeksi : biasanya simetris, cembung terlihat pembesaran pada perut kanan bawah
- Perkusi : tympani (kembung)
- Palpasi : umumnya terdapat nyeri tekan pada perut bawah (usus), dapat terjadi kejang
perut
- Auskultasi : bising usus > 30x / menit (Ismanto, 2013).
7. Anus
Terjadi iritasi dan kemerahan pada daerah sekitar anus (Ismanto, 2013).
8. Kulit
Kekenyalan kulit sedikit kurang dan akan elastis kembali setelah 1-2 detik
(Ismanto, 2013).
8
- Bayi tampak lemah
- Terdapat kemerahan diarea perianal
DS :
- Ibu klien mengatakan bahwa klien
buang air besar >10 kali dengan
konsistensi feses cair dengan sedikit
berampas
9
Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas :
1. Diare
2. Defisien vulume cairan b.d asupan cairan kurang
3. Ketidakefektifan pola menyusu b.d hipertermi
4. Nyeri akut b.d hiperperistaltik usus
10
1.7 Asuhan Keperawatan
NO. Diagnosa NANDA Tujuan dan Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan Rasional
1. Diare (00013) Eliminasi Usus (IIF0501) : Manajemen Diare (1B-0460) : Namun secara umum
Pasase feses yang lunak dan Setelah dilakukan perawatan selama Manajemen dan penyembuhan penanganan diare akut
tidak berbentuk. 2x24 jam diharapkan pasien dapat diare ditujukan untuk mencegah /
menyelesaikan masalah pada Aktivitas-aktivitas: menanggulangi dehidrasi serta
pembentukan dan pengeluaran feses, 1. Menentukan riwayat diare gangguan keseimbangan
dengan kriteria hasil : (1B-0460.01) elektrolit dan asam basa,
1. Meningkatkan kemampuan pola kemungkinan terjadinya
eliminasi dari skala 1 menjadi 2. Mengambil tinja untuk intoleransi, mengobati kausa
skala 5 (IIF050101) pemeriksaan kultur dan dari diare yang spesifik,
2. Meningkatkan warna feses dari sensifitas bila diare berlanjut mencegah dan menanggulangi
skala 3 menjadi skala 5 (1B-0460.02) gangguan gizi serta mengobati
(IIF050103) 3. Menginstruksikan pasien atau penyakit penyerta (Subijanto
3. Menurunkan feses lembut dan anggota keluarga untuk dkk, 2004)
berbentuk dari skala 2 menjadi mencatat warna, volume,
skala 5 (IIF050105) frekuensi, dan konsistensi
4. Meningkatkan kemampuan tinja (1B-0460.05)
pasien dalam kemudahan BAB
dari skala 2 menjadi skala 5 4. Mengevaluasi kandungan
(IIF050112) nutrisi dari makanan yang
5. Menurunkan diare pasien dari sudah di konsumsi
skala 2 menjadi skala 4 sebelumnya (1B-0460.06)
(IIF050111)
5. Mengukur diare/output
pencernaan (1B-0460.14)
11
berkala (1B-0460.15)
7. Mengkonsultasikan dengan
dokter jika tanda dan gejala
diare menetap (1B-0460.17)
2. Defisien Volume Cairan Keseimbangan cairan (IIG0601) : Monitor cairan (2N-4130) : Monitoring keseimbangan
(00027) Setelah dilakukan perawatan selama Pengumpulan dan analisis data cairan dilakukan dengan cara
Penurunan cairan 2x24 jam diharapkan pasien dapat pasien dalam pengaturan mencatat pemasukan dan
intravaskular, interstitial, menyelesaikan masalah pada keseimbangan cairan pengeluaran cairan serta berat
dan/atau intraseluler. Ini keseimbangan asupan dan luaran Aktivitas-aktivitas : badan. Hal ini bertujuan untuk
mengacu pada dehidrasi, cairan dalam tubuh, dengan kriteria 1. Menentukan jumlah dan jenis memperbaiki dinamik
kehilangan cairan saja tanpa hasil : intake cairan serta kebiasaan sirkulasi dan fungsi ginjal
perubahan kadar natrium. 1. Meningkatkan keseimbangan eliminasi (2N-4130.01) dengan cara re-ekspansi
intake dan output tubuh pasien dengan cepat volume cairan
dalam 24 jam dari skala 3 2. Tentukan faktor-faktor resiko ekstraseluler (Isroin, Laily.
menjadi skala 5 (IIG060107) yang mungkin menyebabkan 2016).
2. Meningkatkan fungsi ginjal dari ketidakseimbangan cairan
skala 3 menjadi skala 5 (misalnya, kehilangan
(IIG060126) albumin, luka bakar,
3. Meningkatkan output urin dari malnutrisi, sepsis, sindrom
skala 3 menjadi skala 1 nefrotik, hipertermia, terapi
12
(IIG060127) diuretik, patologi ginjal,
4. Menurunkan kehausan pada gagal jantung, diaforesis,
pasien dari skala 2 menjadi skala disfungsi hati, olahraga berat,
4 (IIG060115) paparan panas, infeksi, paska
5. Menurunkan keadaan pusing operasi, poliuria, muntah, dan
pada pasien dari skala 3 menjadi diare) (2N-4130.02)
skala 5 (IIG060124)
3. Monitoring berat badan
pasien (2N-4130.03)
13
(2N-4130.12)
3. Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan perawatan selama (1D-1052) Pemberian Makan Bayi mengalami kekurangan
Menyusu Bayi b.d 2 x 24 jam, ketidakefektifan pola dengan Botol : nutrisi yang disebabkan
Hipertermi (00107) menyusu bayi akan menurun dengan karena tidak mau menetek.
Gangguan kemampuan bayi kriteria hasil sebagai berikut: a. (1D-1052.1) Kaji status bayi Namun, jika tidak diberikan
untuk mengisap atau sebelum memulai nutrisi, maka lambung bayi
Pemberian Makan Melalui Botol :
mengoordinasikan respons memberikan susu. akan mengalami pengosongan
Bayi
mengisap/ menelan yang b. (1D-1052.3) Pegang bayi sehingga rentan terjadinya
1. (II K 101602) Refleks
mengakibatkan selama menyusui gesekan pada lambung yang
menghisap.
ketidakadekuatan nutrisi c. (1D-1052.4) Posisikan bayi dapat membuat lambung
2. (II K 101603) Kemampuan
oral untuk kebutuhan pada posisi semi fowler pada terluka. Maka bayi tetap perlu
untuk mengkonsumsi susu atau
metabolik. saat bayi menyusu. diberikan nutrisi.
susu formula dari botol.
d. (1D-1052.7) Kontrol intake
3. (II K 101607) Toleransi makan.
cairan dengan mengatur
kelembutan dot, ukuran
lubang dot, dan ukuran dot.
e. (1D-1052.10) Tingkatkan
efektivitas penghisapan
dengan menekan pipi
berbarengan dengan
menghisap, sesuai
kebutuhan.
f. (1D-1052.12) Monitor
intakecairan.
14
g. (1D-1052.20) Kaji sumber
air untuk mengencerkan susu
formula bubuk
h. (1D-1052.22) Edukasi dan
demonstrasikan pada
orangtua tentang teknik oral
hygiene yang tepat pada gigi
bayi setiap setelah menyusu.
4. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan perawatan selama (5W-6820) Perawatan Bayi : Bayi rewel karena mengalami
hiperperistaltik usus 2 x 24 jam,nyeri akut akan menurun a. (5W-6820.3) Monitor intake hiperperistaltik usus yang
(00132) dengan kriteria hasil sebagai berikut: dan output akhirnya menimbulkan nyeri
Pengalaman sensori dan Nyeri : Efek yang Mengganggu b. (5W-6820.7) Beri yang berujung pada
emosional tidak 1. (V V 210127) Ketidaknyamanan kesempatan untuk ketidaknyamanan bayi.
menyenangkan berkaitan 2. (V V 210112) Interupsi pada saat menghisap tanpa ada Setelah memperhatikan intake
dengan kerusakan jaringan tidur nutrisinya (non nutritive) makanan pada bayi, maka
aktual atau potensial, atau 3. (V V 210120) Gangguan c. (5W-6820.19) Informasikan perlu adanya dukungan dari
yang digambarkan sebagai eliminasi usus orang tua mengenai kondisi lingkungan agar bayi dapat
kerusakan ; awitan yang bayi. merasakan kenyamanan.
tiba-tiba atau lambat d. (5W-6820.21) Jelaskan
dengan intensitas ringan rasionalisasi pada orangtua
hingga berat, dengan mengenai penanganan
berakhirnya dapat prosedur.
diantisipasi atau diprediksi, e. (5W-6820.25) Monitor bayi
dan dengan durasi kurang terkait dengan adanya tanda-
dari 3 bulan. tanda nyeri, seperti
menendang, kaki diangkat ke
atas, tidak berhenti
15
menangis, dan sulit dihibur.
f. (5W-6820.26) Gunakan
strategi penanganan nyeri
(misalnya, distraksi,
melibatkan keluarga,
memposisikan, lampin atau
manipulasi lingkungan).
16
1.8 Daftar Pustaka
Depkes RI, (2011). Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita. Jakarta:
Kemenkes RI Direktoal Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Octa, dkk. (2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta : CV Budi Utama.
Tanto, dkk. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 4. Jakarta : Media
Aesculapius.
WHO. (2005). The Treatment off Dhiarrhoea, Geneva.
Adisasmito, W. (2007). Faktor Resiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia:
Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat.
Makara Kesehatan, 11 (1). 1 – 10.
Utami, N. & Luthfiana, N. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare
pada Anak. MAJORITY, 5(4).
Kapti R.E. & Azizah, N. (2017). Perawatan Anak Sakit di Rumah. Malang: UBPress.
Suandi. (1999). Diit pada Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Maharani, K. A. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Diare Cair Akut
Dehidrasi Ringan-Sedang Di Rsu Pku Muhammadiyah Delanggu (Doctoral
Dissertation, StikesMuhammadiyahKlaten).
Ismanto, D. H. M. (2013). Kekurangan volume Cairan pada An.N dengan Kasus DCA
(Diare Cair Akut) di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas
(dalam Tuags Akhir Program Studi Keperawatan D III Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto). Diakses pada 9 Mei
2020,dari:http://repository.ump.ac.id/4896/3/Dhody%20Hary%20Mawan
%20Ismanto%20BAB%20II.pdf.
Tahir, A. M. (2018). Patofisiologi Kesadaran Menurun. UMI Medical Journal, Vol. 3
(1), 80-88.
Yoani, M. V. B. ATY. Pengkajian Tanda-tanda Vital (dalam Politeknik Kesehatan
DEPKES Kupang). Diakses pada 10 Mei 2020, dari:
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Pengkajian%20Tanda%20Tanda
%20Vital.pdf.
Dinarti dan Yuli Mulyanti. 2017. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana
Diare Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
17
Subijanto MS, Reza Ranuh, Liek Djupri, Pitono Soeparto. 2004. Managemen Diare
Pada Bayi dan Anak. Divisi Gastroenterologi. Surabaya : Universitas
Airlangga.
Isroin, Laily. 2016. Manajemen Cairan Pada Pasien Hemodialisis Untuk Meningkatkan
Kualitas Hidup. Ponorogo : Unmuh Ponorogo Press.
18