Anda di halaman 1dari 16

I.

DESKRIPSI PENYAKIT
A. Defenisi
Syok merupakan kondisi manifestasi perubahan hemodinamik ( contoh, hipotensi,
takikardia, rendahnya curah jantung (cardiac out put,CO), dan oliguria ) disebabkan
oleh defisit volume intravascular, gagal pompa miokardial (syok kardiogenik), atau
vasodilatasi periferal (septic, anafilaktik, atau syok neurogenik). Berdasarkan
masalah pada situasi ini perfusi jaringan tidak cukup sebagai hasil dari kegagalan
sirkulatori.

B. Patologi
 Syok merupakan hasil dari kegagalan sistem sirkulatori untuk
menghantarkan oksigen (O2) yang cukup ke jaringan tubuh yang normal atau
berkurangnya konsumsi O2. Mekanisme umum patofisiologi dari jenis syok
yang berbeda-beda hampir sama kecuali kejadian awalnya.
 Syok hipovolemik dikarakterisasi oleh defisiensi volume intravascular
karena kekurangan eksternal atau redistribusi internal dari air ekstraseluler.
Syok tipe ini dapat diperburuk oleh hemorrhage, luka bakar, trauma, operasi,
obstruksi internal, dan dehidrasi dari hilangnya cairan, pemberian yang
berlebihan dari diuretik loop, dan diare serta mual yang parah. Hivopolemia
relatif terhadap syok hivopolemik dan terjadi selama vasodilatasinya
siginifikan, yang disertai dengan anfilaksis, sepsis, dan syok neurogenik.
 Penurunan tekanan darah (blood pressure, BP) dikompensasikan oleh
meningkatnya aliran keluar simpatetik, aktivasi sistem renin-angiotensin,
dan factor homural lainnya yang menstimulasi vasokonstriksi peripheral.
Akibatnya vasokonstriksi mendistribusikan kembali darah ke kulit, otot
skelet, ginjal, dan jalur gastrointestinal (GI) menuju organ vital (contoh,
jantung, otak) dalam halnya menjaga oksigenasi, nutrisi, dan fungsi organ.

C. Manifestasi Klinik
 Manifestasi syok memiliki gejala dan tanda yang berbeda-beda. Penderita
dengan syok hivopolemik dapat menyebabkan kehausan, gelisah,kelelahan,
sakit kepala karena lampu, dan pusing. Penderita juga melaporkan urin yang
keluar sedikit dan berwarna kuning tua.
 Hipotensi, takikardia, takipnea,kebingungan, dan oliguria merupakan gejala
umum. Biasanya juga disertai dengan iskemia miokardial dan
cerebrum,edema polmunari(syok kardigenik), gagal organ multisistem.
 Hipotensi yang signifikan (tekanan darh sistolik, SBP, kurang dari 90
mmHg) dengan reflex sinus takikardia (lebih besar dari 120 denyut/menit)
dan meningkatnya laju respiratori (lebih dari 30 tarikan nafas/menit) sering
terdapat pada penderita hivopolemik. Secara klinik manivestasinya adalah
sentuhan yang ekstrim dingin dan jika terjadi hipoksia koronari, aritmia
jantung dapat timbul dan pada akhirnya akan menyebabkan gagal pompa
miokardial yang ireversibel, edema pulmonary, dan kolapse kardiovaskular.
 Penderita dengan kerusakan miokardial yang cukup luas, auskultasi dada
dapat menyebabkan bunyi jantung yang konsisten disertai penyakit jantung
valvular atau disfungsi ventrikular yang signifikan (S3). Roentgenogram
dada data mendeteksi bagian dari aneurysm aorta ascending atau
kardiomegali.
 Perubahan status mental disertai dengan pengosongan volume dapat berkisar
dari fluktuasi subtle pada mood – agitasi – ketidaksabaran.
 Respiratori sekunder alkali pada hiperventilasi biasanya diobservasi
sekunder pada stimilasi system saraf pusat dari pusat ventilator sebagai
akibat dari trauma, sepsis, atau syok. Auskultasi paru-paru dapat membuat
bunyi tajam yang pendek (edema pulmonari) atau tidak adanya bunyi nafas
(pneumotoraks, hemotoraks). Roentgenogram dada dapat memastikan lebih
awal abnormalitas yang tidak terdeteksi misalnya pneumonia (infiltrasi
pulmonar). Pemaksaan yang diteruskan pada paru-paru dapat menyebabkan
sindrom distres respiratori pada orang dewasa (adult respiratory distress
syndrome, ARDS).
 Ginjal sangat sensitif terhadap perubahan tekanan perfusi. Perubahab
menengah dapat membuat perubahan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang
signifikan. Oliguria, perkembangan anuria, terjadi karena vasokonstriksi dari
arteriol aferen.
 Kulit biasanya dingin, pucat, atau sianotik (kebiruan) karena hipoksemia.
Berkeringat menyebabkan perasaan lembab dan basah. Jari-jari mengalami
penurunan suplai darah kapiler.
 Redistribusi dari aliran darah keluar dari jalur GI dapat mengakibatkan
gastritis stress, iskemia gut, dan pada beberapa kasus infark, akibatnya
adalah pendarahan GI.
 Pengurangan aliran darah hepatic terutama pada berbagai bentuk vasodilatori
syok dapat merubah metabolism komponen endogen dan obat. Kerusakan
progresif hati (syok liver) manifest sebagai peningkatan transaminase hepatik
serum dan bilirubin tidak (protrombin (protrombin timi, PT), rasio
normalisasi internasional (INR), dan waktu tromboplastin teraktivasi
sebagian (aPTT, activated partial thrmboplastin time).
D. Diagnosis
 Informasi yang berasal dari pengawasan infasit dan non-infasit (table 1) dan
evaluasi riwayat rekam medis, manifestasi klinik, dan penelitian
laboratorium merupakan komponen kunci pada diagnosis sebagai mekanisme
umum yang bertanggung terhadap syok. Pada etiologi, penelitian yang
konsisten ditemukan diantaranya adalah hipotensi (SBP kurang dari 90
mmHg), indeks jantung menurun (CI kurang dari 2,2 L/menit/m 2),
takikardia(denyut jantung, [heart rate,HR] lebih besar dari 100
denyut/menit), dan urin yang dikeluarkan sedikit (kurang dari 20 ml/jam)
 Evaluasi BP dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop
menjadi tidak akurat pada saat syok.
 Karakterisasi arteri pulmonari dengan menggunakan kateter Swan-Ganz
sering dipakai untuk pengawasan infasif untuk parameter multi
kardivaskular. Kateter Swan-Ganz ini juga dapat digunakan mendeterminasi
tekanan vena pusat (central/venous pressure,CVP); tekanan arteri pulmonari;
curah jantung; dan tekanan oklusif arteri pulmonary (pulmonary artery
occlusive pressure,PAOP), memperkirakan tekanan akhir diastolic ventrikal
kiri dan determinasi utama preload ventrikal kiri.
 Curah jantung (2,5 sampai 3 L/menit) dan Svo 2 (70 % hingga 75 %) dapat
menjadi sangat rendah pada penderita kerusakan miokardial yang cukup
parah.
 Respirasi alkalosis disertai dengan tekanan rendah O 2 (Pao2) (25 hingga 35
mmHg) dan pH alkali tetapi bikarbonatnya normal. Dua nilai yang diukur
pertama adalah gas darah arteri yang menghasilkan tekanan dari
karbondioksida (Paco2) dan Sao2. Sao2 yang bersirkulasi juga dapat diukur
dengan menggunakan oximeter, metode noninfasif yang cukup akurat dan
berguna di sisi tempat tidur penderita.
 Fungsi ginjal dapat diestimasi secara keseluruhan dengan pengukuran
keluarnya urin per jam tetapi estimasi bersihan kreatinin berdasarkan pada
nilai kreatinin serum yang terisolasi secara analitik penderita yang sakit akan
memberikan hasil error. Penurunan perfusi renal dan pelepasan aldosteron
sebagai akibat dari retensi natrium dan kemudian rendahnya natrium urin (U
Na kurang dari 30 mEq/L).
Tabel 14.1. Parameter Pengawasan Hemodinamik dan Transport
Oksigen

Parameter Nilai Transport

Tekanan darah sistol/diastol (blood 100-130/70-85 mmHg


pressure,BP)
Rata-rata tekanan arteri (Mean 80-100 mmHg
arterial Pressure, MAP)
Tekanan arteri pulmonal 25/10 mmHg
(Pulmonary artery pressure, PAP)
Rata-rata tekanan arteri pulmonal 12-15 mmHg
(Mean pulmonary artery pressure,
MPAP )
Tekanan vena sentral (Central 2-6 mmHg
venous pressure, CVP)
Tekanan oklusi arteri pulmonal 8-12 mmHg (normal), 15-18 mmHg
(Pulmonary artery occlusion (ICU)
pressure, PAOP )
Detak jantung (Heart rate, HR) 60-80 detak/menit
Curah jantung (Cardiac output, CO) 4-7 L/menit
Indeks jantung (Cardiac index, CI) 2,8-3,6 L/menit/m2
Indeks stroke volume (Stroke 30-50 mL/m2
volume index, SVI )
Indeks resistensi vascular sistemik 1300-2100 dyne.detik/m2cm5
(Systemic vascular resistance index,
SVRI)
Indeks resistensi vaskular pulmonal 45-225 dyne.detik/m2cm5
(Pulmonary vascular resistance
index, PVRI)
Saturasi oksigen arteri (Arterial 97% (95%-100%)
oxygen saturation, Sao2)
Saturasi oksigen vena campuran 75% (60%-80%)
(Mixed venous oxygen saturation,
Svo2)
Kandungan oksigen arteri (Arterial 20.1% vol.(19-21)
oxygen content, Cao2)
Kandungan oksigen vena (Venous 15,5% vol.(11,5-16,5)
oxygen content, Cvo2)
Perbedaan kandungan oksigen 5% vol.(4-6)
(Oxygen content difference, C(a-v)o2)
Indeks penggunaan oksigen 131 mL/menit/m2 (100-180)
(Oxygen consumption index, Vo2 )
Indeks penyaluran oksigen (Oxygen 578 mL/menit/m2 (370-730)
delivery index, Do2)
Rasio ekstraksi oksigen (Oxygen 25% (22%-30%)
extraction ratio, O2ER)
pH intramukosa (Intramucosal pH, 7,40 (7,35-7,45)
pHi)
indeks Parameter yang diindeks diluar dari
permukaan tubuh

 Pada individu normal, konsumsi oksigen (Vo 2) bergantung pada


penghantaran oksigen (Do2) hingga pada tahap kritis tertentu
(ketergantungan aliran Vo2). Pada bagian ini penerimaan oksigen di jaringan
terpisah dengan baik dan lebih jauhnya peningkatan Do 2 tidak akan merubah
Vo2 (ketidaktergantungan aliran). Bagaimanapun uji pada penderita yang
sakit akan menunjukkan kelanjutan, patologi ketergantungan hubungan Do 2
dan Vo2. Index parameter ini dikalkulasikan sebagai berikut : Do 2 =
 CI x Cao2 dan Vo2 = CI x (Cao2 - Cvo2), dimana CI adalah index jantung ,
Cao2 adalah kandungan oksigen, dan Cvo2 gabungan kandungan oksigen dan
vena. Saat ini data yang ada tidak mendukung konsep bahwa bertahannya
penderita dirubah oleh penanganan yang langsung mendapatkan level
supranormal dari Do2 dan Vo2.
 Rasio Vo2 terhadap Do2 (rasoi ekstraksi oksigen, O2ER) dapat digunakan
untuk mengestimasi kebutuhan perfusi dan respon metabolik. Penderita yang
dapat meningkatkan Vo2 saat Do2 dapat dikatakan penderita tersebut mampu
bertahan. Tetapi, rendahnya nilai Vo2 dan O2ER menyatakan rendahnya
penggunaan oksigen dan mengarah ke mortalitas.
 Laktat serum dapat digunakan sebagai pengukuran lain untuk oksigenasi
jaringan dan dapat menunjukkan korelasi yang baik daripada parameter
oksigen transport pada beberapa penderita.
 Tonometry gastrik mengukur Pco2 usus luminal pada kesetimbangan dengan
mengatur suatu balon permeable yang berisi gas saline pada lumen gastrik.
Peningkatan Pco2 dimukosal dan penurunan pH intramuskular (pHi) disertai
dengan hipoperfusi mukosal dan mungkin dapat mortalitas. Tetapi
manifestasi gangguan respiratori asam-basa, pemberian bikarbonat secara
sistemik, pengukuran eror pada gas di darah arteri, masuknya cairan
konsumsi, dan darah atau feses di usus dapat membingungkan determinasi
pHi. Kebanyakan para ahli percaya bahwa Po 2 mukosal gastrik lebih akurat
dibandingkan pHi.
II. TERAPI
A. Tujuan Terapi
Tujuan utama adalah membantu penghantaran oksigen melalui sistem sirkulasi
dengan memastikan volume plasma intravaskular efektif, kapasitas pembawa oksigen
yang optimal, BP yang sesuai saat keputusan diagnostik dan strategi terapi
dideterminasi.
B. Pendekatan Umum
 Gambar 1 menunjukkan prosedur pendekatan langsung pada penderita orang
dewasa hivopolemia.
 Suplementasi oksigen sebaiknya diutamakan pada gejala awal syok mulai dari 4
sampai 6 L/menit melalui kanula hidung atau 6 sampai 1o L/menit melalui masker
wajah.
 Cairan yang cukup untuk pemulihan diberikan untuk menjaga sirkulasi volume
darah sangat penting untuk menangani segala bentuk syok. Pilihan teraupetik yang
berbeda didiskusikan di bawah ini.
 Jika pemberian cairan tidak mendapatkan hasil akhir yang baik maka dukungan
farmakologi dengan inotropik dan obat vasoaktif sangat penting.
SYOK

Ya Apakah diperkirakan perfusi Tidak


pada jaringan tidak memadai?

20 ml/kg LR Pemantauan secara


(atau infus secepat mungkin kontinyu dan periodik
jika tekanan tidak terukur )

Perfusi pada jaringan


tidak memadai
Ya Tidak

Kemungkinan Pemantauan secara


GJ dekompensasi kontinyu dan periodik
Ya Tidak

Tekanan darah Pasien 70 th atau mengalami


sistolik < 90 akumulasi cairan intestisial
Tidak

Dopamin 5 ug/kg/mnt + Dobutamin 2ug/kg/mnt


pertimbangan untuk + pertimbangan untuk
kateter arteri pulmonial kateter arteri pulmonial
Ya Tidak

Berat ,< 50 kg 20 ml/kg LR(atau infus


Ya Tidak cepat secara kontinyu
sampai perfusi memadai)

Dipertimbangkan 250 ml Dipertimbangkan 500 ml


albumin 5% + kateter arteri albumin 5% + kateter arteri Perfusi jaringan tidak
pulmonial pulmonial memadai dengan
komplikasinya

Dopamin 8 ug/kg/mnt Pemantaun kontinyu dan


+pertimbangan untuk periodik + infus jika
kateter arteri pulmonial dibutuhkan untuk
memelihara perfusi yang
memadai
B

Perfusi jaringan secara kontinyu tidak


memadai tetapi toleransi dalam
pemberian cairan (contoh: tidak ada bukti
udem paru-paru)
Ya Tidak

20 ml/LR (atau infus yang cepat dan Pasien menerima


kontinyu )+ pertimbangan penambahan Ya dobutamin
obat jika tidak ada respon dalam
Tidak
pemberian cairan. Norepnefrin 0,1
mcg/kg/menit jika TDS < 70, dopamine
5 mcg/kg/menit jika TDS 70-90,
Naikkan dosis 5 mcg/kg/menit Dobutamin mcg/kg/menit
dobutamin 2 mcg/kg/menit (jika sudah
pada interval 10 menit sampai (jika dalam penanganan
dalam pengobatan dobutamin, naikkan
20 mcg/kg/menit, toksisitas dopamin, coba turunkan
dosis 5 mcg/kg/menit) jika TDS >90
atau efikasi dosis jadi 3 mcg/kg/menit)

Perfusi tidak Jika TDS < 70 + Perfusi tidak


memadai norepinefrin (atau memadai
Ya Tidak naikkan dopamin)

Ya
Tidak

Naikkan dobutamin 3-5 Lanjutkan


Jika TDS < 70, tambah atau
mcg/kg/menit dengan assesmen periodik
naikkan dosis norepinefrin
Lanjutkan assesmen interval 10 menit sampai
atau jika TDS ≥ 70, naikkan
periodik 20 mcg/kg/menit,
dopamine atau dobutamin
toksistas atau efikasi
dengan interval 10 menit
sampai 20 mcg/kg/menit,
toksisitas atau ifekasi

Gambar 14.1. Protokol Hipovolemia Pada Dewasa


Protokol ini tidak ditujukan untuk mengganti terapi sebagai intervensi bedah atau
produk darah untuk meningkatkan kapasitas pengikatan oksigen atau hemostatis.
Jiak memungkinkan, beberapa pengukuran dapat digunakan sebagai tambahan
algoritma tersebut, seperti mean tekanan arteri atau pencatat arteri pulmonal.
Selanjutnya boleh digunakan untuk menilai pemilihan obat (contohnya obat dengan
efek presor primer cocok untuk pasien dengan kardiak output normal, dimana
dopamine atau dobutamin boleh diindikasikan pada pasien dengan kardiak output
suboptimal). Dosis maksimal yang rendah dari obat dalam logaritma ini seharusnya
dipertimbangkan juga jika katerisasi arteri pulmonal tidak dapat dilakukan. HF,
gagal jantung; LR,larutan Ringer Laktat. Koloid dapat diganti untuk albumin adalah
hetastrach 6% dan dekstran 40.
RESUSCITATION CAIRAN UNTUK SYOK HIPOVOLEMIK
 Cairan pemulih utama mengandung kristaloid isotonic (0,9% natrium klorida
atau cairan Ringer Laktat), koloid (5% plasmanat atau albumin 6%
hetastrarch), atau darah keseluruhan. Pilihan larutan ini berdasarkan pada
kapasitas pembawa oksigen (contoh, hemoglobin, hematokrit), penyebab syok
hipovolemik; penyakit suplemen, tingkatan kehilangan cairan tubuh, dan
mendapatkan penghantaran cairan dengan cepat.
 Kebanyakan para ahli setuju bahwa kristaloid sebaiknya sebagai terapi utama
dari insufisiensi sirkulasi. Kristaloid lebih baik dari koloid sebagai terapi utama
untuk penderita luka bakar karena kurangnya kemungkinan yang menyebabkan
akumulasi cairan interstisial. Jika vulome resusitasi suboptimal disertai dengan
beberapa liter kristaloid, penggunaan koloid juga dipertimbangkan . Beberapa
penderita dapat menerima produk darah untuk menjaga kapasitas penghantaran
oksigen sebagai faktor pembekuan darah dan platelet untuk hemostatis darah.
1. Kristaloid
 Kristaloid mengandung elektrolit (contoh, Na +, Cl- , K+ ) dalam larutan air tanpa
atau dengan dekstrosa. Larutan Ringer Laktat dapat lebih dipilih karena tidak
menyebabkan metabolik asidosis hiperkloremik melalui infus atau saline normal
dalam jumlah yang banyak.
 Kristaloid diberikan dengan laju 500 sampai 2000 mL/jam, pemberian ini
tergantung pada beberapa defisit, tingkatan hilangnya cairan berkelanjutan, dan
toleransi volume infus.
 Keuntungan dari kristaloid adalah kecepatan dan kemudahan dalam pemberian,
kompatibilitas dengan kebanyakan obat, tidak adanya kenyerian serum, dan
cukup murah.
 Kerugian primer adalah besarnya volume untuk meningkatkan volum
intravaskular. Kurang lebih 4 liter saline normal harus diinfuskan untuk
mengganti kehilangan 1 liter darah. Sebagai tambahannya, dilution of colloid
oncotic pressure mengarah pada edema pulmonar lebih mirip dengan kristaloid
daripada resusitasi koloid.
2. Koloid
 Koloid merupakan larutan dengan bobot molekuler yang cukup besar (lebih dari
30000 dalton) telah direkomendasikan sebagai kombinasi atau pengganti larutan
kristaloid. Albumin adalah koloid monodispersi karena semua molekulnya
memiliki bobot molekul yang sama sedangkan larutan hetastrach dan dekstran
merupakan komponen polidispersi karena bobot molekulnya bervariasi. Koloid
sangat berguna karena dapat meningkatkan bobot molekul serta waktu retensi
intarvaskular (tidak adanya peningkatan permeabilitas kapilari). Meskipun
dengan semua permeabilitas kapilari, molekul koloid pada akhirnya akan melalui
membran kapilari.
 Konsentrasi albumin 5% dan 25% tersedia. Hal ini membutuhkan kurang lebih
3 sampai 4 kali banyaknya larutan Ringer Laktat atau saline normal untuk
pembesaran volume seperti larutan albumin 5%. Sedangkan albumin lebih mahal
daripada larutan kristaloid. Larutan albumin 5% relatif isoonkotik, sedangkan
albumin 25% hiperonkotik dan cenderung untuk menarik cairan ke kompartemen
yang mengandung molekul albumin. Pada umumnya, albumin 5% digunakan
pada tahap hipovolemik. Larutan 25% sebaiknya tidak digunakan untuk
insufisiensi sirkulasi akut jika tidak dilarutkan dengan cairan lain atau digunakan
pada penderita yang cairan tubuh total banyak tetapi deplesi intravasksssular,
seperti yang telah di jelaskan penarikan cairan menuju intravaskular.
 Hetastarch 6% memiliki perbandingan perbesaran plasma terhada larutan
albumin 5% tetapi biasanya tidak terlalu mahal, dihitung berdasarkan banyaknya
penggunaan. Hetastarch sebaiknya dihindarkan pada situasi dimana pemulihan
dalam waktu jangka pendek dan hemostatis dapat memberikan konsekuensi
(operasi bypass kardiopulmonari, hemorraghe intrakranial), karena dapat
menyebabkan pendarahan melalui mekanismenya seperti penurunan aktivitas
faktor VIII. Hetastarch dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi amylase
serum tapi tidak menimbulkan pankreatitis.
 Dekstran-40, dekstran-70 , dan dekstran-75 tersedia untuk peningkat plasma
(angaka menunjukkan bobot molekul rata-rata dikali 1000). Larutan ini tidak
digunakan sesering albumin atau hetastarch untuk peningkat plasma. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kekhawatiran terjadinya pendarahan (contoh, aksi
antikoagulan berhubungan dengan inhibisi statis mikrosirkulasi) dan anafilaksis
yang terjadi mirip dengan larutan dengan bobot molekul yang lebih tinggi.
 Keuntungan secara teori dari koloid dapat memperpanjang waktu retensi
intravaskular dibandingkan larutan kristaloid. Sedangkan kristaloid isotonik yang
memiliki distribusi substansi inertstisial selama beberapa menit dari pemberian
intravena , koloid ada di ruang intravaskular selama beberapa jam atau hari
tergantung dari berbgai faktor salah satunya adalah permeabilitas kapilari.
 Koloid (terutama albumin) merupakan larutan yang mahal dan ada uji yang
melibatkan 7000 penderita sakit kritis tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada mortalitas selama 28 hari antara penderita resuscitated dengan
saline normal atau albumin 4%. Karena alasan inilah kristaloid sebaiknya
dipertimbangkan sebagai tahap terapi pertama pada penderita syok hivopolemik.
 Efek samping koloid secara umum menambahkan aktivitas farmakologinya
(contoh, cairan yang berlebih, diluptinal coagulopathy). Albumin dan dekstran
dapat disertai dengan reaksi anafilaktoid atau anafilaksus. Pendarahan dapat
terjadi pada penderita tertentu yang mendapatkan hetastarch dan dekstran.
3. Produk Darah
 Keseluruhan darah dapat digunakan untuk kehilangan darah dalam jumlah besar
tetapi harus diketahui komponen terapinya dengan kristaloid atau koloid untuk
meningkatkan plasma.
 Packed sel darah merah mengandung hemoglobin yang dapat meningkatkan
kapasitas penghantaran oksigen dari darah lalu meningkatkan penghantaran
oksigen ke jaringan. Fungsi ini tidak diberikan oleh kristaloid atau koloid . Sel
darah merah ini biasanya diindukasikan dengan penderita dengan keparahan
berkelanjutan setelah penggantian volume. Produk tersebut butuh pemanasan
terlebih dahulu sebelum pemberian terutama pada anak-anak.
 Plasma segar beku menggantikan tempat faktor pembekuan darah. Walaupun
sering digunakan produk ini diindikasikan jika terjadi hemorrhage berkelanjutan
pada penderita dengan PT atau aPTT lebuh besar dari 1,5 waktu normal ,
beberapa penyakit hati, atau gangguan pendarahan.
 Platelet digunakan untuk beberapa pendarahan yang disebabkan oleh
trombositopenia parah (platelet kurang dari 10 000/mm 3) atau pada penderita
dengan jumlah platelet cepat turun sebagai pada yang terlihat pada pendarahan
banyak.
 Cyroprecipitate dan faktor VIII biasanya tidak diindikasikan untuk
hemorrhage akut tapi dapat digunakan sesekali untuk defisiensi spesifik (telah
terbukti).
 Resiko yang disertai dengan infus produk darah termasuk reaksi yang
berhubungan denagn tarnsfusi, transmisi virus (jarang), hipokalemia sebagai
akibat dari penambahan sitrat, peningkatan kalium serum, dan konsentrasi
fosforus dari penggunaan darah yang disimbap yang telah dihemolisa,
meningkatkan kekentalan darah dari peningkatan hematokrit supranormal, dan
hipotermia dari gagalnya pemanasan larutan sebelum pemberian.

TERAPI FARMAKOLOGI

Obat inotropik dan vasopresor biasanya tidak diindikasikan sebagai terapi utama
syok hipovolemik (perkiraan terapi cairan cukup), respon tubuh yang normal akan
meningkatkan curah jantung dan memperkecil saluran pembuluh darah untuk
menjaga BP. Meskipun, sesekali kasus insufisiensi sirkulasi telah dihentikan atau
ditangani dan caitan telah dioptimasi, medikasi tetap diperlukan pada penderita
dengan tanda dan gejala dari perfusi jaringan tidak mencukupi. Obat peningkat
tekanan darah seperti norepinefrin dan dosis tinggi dopamine sebaiknya dihindari
karena dapat meningkatkan BP pada iskemia jaringan. Penderita dengan BP yang
tidak stabil serta penempatan cairan kembali dan meningkatnya akumulasi cairan
interstisial, obat inotropik seperti dobutamin lebih dipilih jika BPnya cukup (SBP ≥
90 mmHg) karena obat ini tidak menyebabkan vasokonstriksi. Karena tekanan tidak
dapat ditangani oleh inotropik atau inotropik dengan vasodilator tidak dapat
digunakan (terfokus pada tidak sesuainya BP) maka pressor dibutuhkan sebagai
pilihan terapi.

 Pilihan vasopresor atau inotropik pada syok septik sebaiknya dibuat


berdasarkan kebutuhan penderitanya. Prosedur penggunaan obat ini dalam
septic syok ditunjukkan gambar. Pendekatan secara tradisional dimulai dengan
dopamin kemudian norepinefrin; penambahan dobutamin untuk curah
jantung yang lemah , dan epinefrin, serta fenilefrin digunakan jika dibutuhkan.
Meskipun observasi saat ini memberikan hasil yang lebih baik dengan
norepinefrin dan penurunan perfusi secara regional dengan dopamin masih
dipertanyakan kembali dopamin sebagai obat tahap pertama.
 Selektivitas reseptor dari vasopresor dan inotrop diberikan pada tabel 2. Secara
umum obat ini beraksi cepat dengan durasi yang pendek dan diberikan sebagai
infuse yang berkelanjutan. Vasokonstriksi yang poten seperti norepinefrin dan
fenilefrin sebaiknya diberikan melalui vena utama karena kemungkinan
ekstravasasi dan kerusakan jaringan melalui pemberian perifer. Pengawasan
saksama dan kalkulasi laju infuse dusarankan karena perubahan dosis sering
terjadi dan variasi konsentrasi digunakan pada penderita dengan volum yang
terbatas.

Septik syok dengan hipotensi

Pemberian cairan

Hipotensi
i

Kardiak output tidak Kardiak output


memadai memadai

Dopamin Norepinefrin atau fenilefrin


*pertimbangkan epinefrin * jika disritmia muncul dengan
jika pasien tidak memiliki dopamin atau norepinefrin,
sejarah gangguan jantung fenilefrin mungkin pilihan yang
dan/atau masih muda lebih baik

Jika kardiak output masih tidak


memadai

Dobutamin
(boleh dinaikkan sampai dosis
vasopresor jika TD turun ketika
dobutamin ditambahkan)

Jika hipotensi refratori pada


vasopresor dan inotropik

Pertimbangan dosis rendah


kortikosteroid jika terdapat
absolut atau relatif insufisiensi
adrenal (hidrokortison 300 mg
iv/24 jam infus)
Gambar 14.2. Pendekatan prosedur terhadap penggunaan
Jika hipotensi refraktorivasopresor
pada dan inotropik
pada septik syok . Pendekatan direncanakan untuk
vasopresor digunakan
katekolamin +/- kombinasi disertai
keputusan klinis, pengawasan parameterkortikosteroid,
hemodinamik, dan terapi akhir,
pertimbangakan
infus IV vasopresi 0,01-0,04

 Dopamin sering digunakan sebagai vasopresor utama pada septic syok karena
obat ini meningkatkan BP melalui peningkatan kontraktilitas miokardial dan
vasokontriksi. Walaupun dopamine telah dilaporkan memiliki hubungan antara
dosis dengan aktivitas reseptor dopamin (Da r), β1, dan reseptor α1, hubungan
respon dosis tidak dapat dipastikan pada penderita sakit kritis. Penderita septic
syok terjadi tumpang tindih efek hemodinamik dengan dosis rendah 3
mcg/kg/menit. Dosis 5 sampai 10 mcg/kg/menit diutamakan untuk
memperbaiki takanan arteri rata-rata (MAP). Pada septic syok, dosis ini
meningkatkan CI dengan cara memperbaiki kontraktilitas ventricular, denyut
jantung, tekanan arteri, dan resistensi vascular sistemik. Penggunaan klinis dari
dopamin pada septic syok dibatasi karena dosis besar diperlukan untuk
menjaga CO dan BP. Pada dosis diatas 20 mcg/kg/menit pada kinerja jantung
yang terbatas dan hemodinamik regional. Penggunaan dopamine juga umum
digunakan untuk takikardia dan takidisritmia. Efek sampng lain yang
diwaspadai adalah pada pengguna septic syok termasuk diantaranya yaitu,
peningkatan PAOP, penekanan pulmonary, dan penurunan Pao 2. Dopamin
sebaiknya digunakan dengan perhatian pada penderita yang preloadnya tinggi,
hal ini akan memperburuk edema pulmonar. Dosis rendah dopamine (1
sampai 3 mcg/kg/menit) kadang kala digunakan pada penderita dengan septic
syok yang mendapatkann vasopresor dengan atau tanpa oliguria. Tujuan terapi
ini adalah untuk mencegah atau vasokontriksi ginjal kembali yang disebabkan
olah presor lainnya, mencegah gagal ginjal oliguria, atau untuk merubah
menjadi gagal ginjal non-oliguria. Dopamine sering ditambahkan dalam dosis
rendah pada vasopresor lain atau inotrop (contoh, norepinefrin). Pada
umumnya dosis dopamin tidak efektif atau tidak menoleransi sehingga perlu
penambahan obat lain. Pada bagian ini dopamine ditambahkan pada dosis
kecilnya. Ada indikasi yang mendukung penggunaan dosis kecil dopamine
dalam menjaga fungsi ginjal pada oliguria, dengan atau tanpa septic syok, atau
dalam terjadinya vasokonstriksi kembali yang diinduksi vasopresor pada septic
syok.
 Dobutamin merupakan selektif β1 agonis dengan β2 menengah dan aktivitas
vascular α1, hasilnya aktivitas kuat inotropik positif tanpa ada hubungannya
dengan vasokonstriksi. Dobutamin menyebabkan peningkatan yang besar
dalam CO dan kurang disritmogenik dibandingkan dopamine. Secara klinis,
meningkatnya miokardial dan diikuti oleh reduksi refleks tonus simpatetik
mengarah kepada menurunnya resistensi vaskular (SVR). Meskipun
dobutamin optimal digunakan untuk menurunkan CO dengan tekanan
pengisian yang tinggi atau syok kardiogenik, vasopresor diperlukan untuk
melawan vasodilatasi arteri. Penembahan dobutamin (dengan laju konstan 5
mcg/kg/menit) ke regimen epinefrin dapat meningkatkan perfusi mukosal yang
terukur oleh pHi dan konsentrasi laktat arteri. Dobutamin sebaiknya dimulai
dengan rentang dosis 2,5 sampai 5 mcg/kg/menit. Dosis
Diatas 5 mcg/kg/menit memberikan keuntungan efek yang terbatas dalam nilai
transport oksigen dan hemodinamik serta dapat meningkatkan efek sampng
jantung. Laju infuse diberikan dengan acuan oin akhir klinik. Penurunan Pao 2
dan peningkatan Pvo2 sebagai efek samping miokardiall seperti takikardia,
perubahan iskemia di ECG, takidisritmia, dan hipotensi juga terlihat.

Tabel 14.2. Farmakologi reseptor dari inotropik yang terpilih dan obat yang
digunakan untuk septic syok

Agen α1 α2 β3 β4 DA
Dobutamin (500 mg/250 ml
D5W atau NS)
2-10 mcg/kg/menit + 0 ++++ ++ 0
>10 – 20 mcg/kg/menit ++ 0 ++++ +++ 0
Dopamin (800 mg/250 ml
D2W atau NS )
1-3 mcg/kg/menit 0 0 + 0 ++++
3-10 mcg/kg/menit 0/+ 0 ++++ ++ ++++
>10-20 mcg/kg/menit +++ 0 ++++ + 0
Epinefrin (2 mg/250 ml D2W
atau NS)
0,01- 0,05 mcg/kg/menit ++ ++ ++++ +++ 0
> 0,05 mcg/kg/menit ++++ ++++ +++ + 0
Nor Epinefrin (4 mg/250 ml
D2W atau NS)
0,02 - 3 mcg/kg/menit (2-20
+++ +++ +++ +/+ + 0
mcg/menit)
Fenilefrin (50 mg/250 ml
D2W atau NS)
0,5 mcg/kg/menit +++ + ? 0 0

*Aktivitas diukur dari tidak ada aktivitas (0) sampai aktivitas maksimal (+ + + +) atau ? jika
aktivitas tidak diketahui

DA : dopaminergikssssss

 Norepinefrin dikombinasikan dengan agonis α dan β tetapi menyebabkan


vasokonstriksi primer kemudian meningkatkan SVR. Umumnya hal ini tidak
menunjukkan perubahan atau sedikit menurunkan CO. Norepinefrin diinisiasi
setelah dosis vasopresor dari dopamine (4 sampai 20 mcg/kg/menit), tunggal
atau dikombinasikan dengan dobutamin (2 sampai 40 mcg/kg/menit), gagal
mendapatkan tujuan yang diharapkan. Dosis dopamin dan dobutamin dijaga
agar tetap konstan atau dihantikan semuanya, misalnya dopamine dijaga dalam
dosis kecilnya untuk kepentingan proteksi ginjal. Norepinefrin 0,01 sampai 2
mcg/kg/menit, dengan konsisten dan dipastikan meningkatkan parameter
hemodinamin dari normal atau supranormal pada penderita septic syok.
Beberapa data menyarankan norepinefrin sebaiknya digunakan sebagai pilihan
vasopresor untuk septic syok.
 Fenilefrin merupakan obat yang agonis α1 asli dan dapat meningkatkan BP
melalui vasokonstriksi. Obat ini juga meningkatkan kontraktilitas dan CO.
fenilefrin menguntungkan dalam penggunaan untuk septic syok karena sifat
selektif agonis α1, efek vascular, onset cepat, dan durasi yang pendek.
Fenilefrin sebaiknya diberikan saat vasokonstriksi asli diharapkan pada
penderita yang tidak dapat mendapatkan atau menolerir efek β dari dopamine
atau norepinefrin dengan atau tanpa dobutamin. Obat ini biasanya dimulai pada
dosis 0,5 mcg/kg/menit dan dapat ditambahkan dengan cepat untuk
memperoleh hasil yang diharapkan. Efek samping takikardia jarang terjadi
pada penggunaan tunggal atau dosis tinggi.
 Epinefrin dikombinasikan dengan efek agonis α dan β dan secara tradisional
digunakan sebagai vasopresor dari pilihan terakhir karena adanya laporan
vasokonstriksi perifer khususnya pada bagian splanchnic, dan pembuluh darah
renal. Pada laju infuse yang tinggi saat digunakan untuk septic syok, efek α-
adrenergik sangat dominan, dan SVR dan MAP meningkat. Hal ini dapat
diterima sebagai obat tunggal untuk septic syok karena dikombinasikan untuk
vasokonstriktor dan efek inotropik. Epinefrin sangat berguna saat digunakan
sejak awal untuk septik syok pada penderita yang masih muda dan tidak
adanya keabnormalan jantung. Laju infuse 0,04 sampai 1 mcg/kg/menit dapat
meningkatkan hemodinamik dan variable transport oksigen menjadi ketingkat
supranormal tanpa efek samping pada penderita yang tidak mengalami jantong
koroner. Dosis besar (0,05 sampai 1 mcg/kg/menit) dapat diterima saat
epinefrin ditambahkan dengan obat lain. Dosis yang lebih kecil (0,1 sampai 0,5
mcg/kg/menit) efektif jika infuse dobutamin dan dopamine konstan. Walaupun
Do2 meningkat sebagai fungsi dari peningkatan yang konsisten dari CI (dan
variabel lain yang dapat meningkatkan SVR ), Vo 2 tidak meningkat dan O2ER
turun. Konsentrasi laktat meningkat selama beberapa jam pertama dari terapi
epinefrin tetapi terjadi normalisasi sebagai bentuk pertahanan selama 24 jam.
Perhatian di obat harus diikuti sebelum pertimbangan pemakaian epinefrin
untuk menjaga hipoperfusi pada penderita hipodinamik disertai penyakit arteri
koroner. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari iskemia, nyeri dada, dan
infark miokardial.

C. Evaluasi Hasil Terapi


Pengawasan utama bagi penderita yang tidak terbukti mengalami deplesi volum
sebaiknya terdiri dari tanda penting, keluaran urin, status mental, dan tes fisik.
Penempatan tahap CVP memberikan estimasi yang berguna (walaupun secara
tidak langsung dan tidak sensitif) dalam hubungan antara tekanan atrium kanan
dan curah jantung.
Indikasi untuk kateterisasi arteri pulmonary masih kontroversial. Hal ini karena
adanya kekurangan dari data yang dihasilkan yang berhubungan dengan prosedur
kateter ini, digunakan untuk menjelaskan kasus rumit dari syok tidak
berhubungan dengan cairan konvensional, dan terapi medikasi. Komplikasi yang
terkait dengan insersi, penanganan, dan perubahan kateter adalah kerusakan
pembuluh dan organ selama insersi, aritmia, infeksi, dan kerusakan
tromboembolik.
Uji laboratorium mengindikasikan pengawasan berkelanjutan syok termasuk
diantaranya yaitu elektrolit dan uji fungsi ginjal (BUN, serum, dan kreatinin);
perhitungan darah lengkap untuk melihat kemungkinan adaya infeksi, kapasitas
darah dalam menghantarkan oksigen, dan pendarahan yang terus-menerus; PT
dan aPTT untuk melihat kemampuan pembekuan; konsentrasi laktat serta defisit
basa untuk mendeteksi perfusi jaringan yang tidak mencukupi.
Parameter kardiovaskular dan respiratori sebaiknya diawasi terus-menerus (lihat
tabel1). Saat ini, sebelum CVP spesifik atau angka PAOP sebaiknya diawasi
karena diantara penderita memberikan respon yang berbeda.
Resusitasi cairan yang berhasil meningkatkan SBP (diatas 90 mmHg), CI (diatas
2,2 L/menit/m3 ), dan keluaran urin (0,5 sampai 1) sedangkan SVR menurun ke
kisaran normal (900 sampai 1200 dyne/detik/cm 3). MAP lebih besar dari 60
mmHg harus dapat dicapai untuk mendapatkan cerebral yang sesuai dan peruse
tekanan koroner.
Volum intarvaskular yang berlebihan dikarakterisasi melalui tekanan pengisian
yang tinggi (CVP lebih dari 12 sampai 15 mmHg, PAOP diatas 20 sampai 24
mmHg)dan penurunan CO (urang dari 3,5 L/menit). Jika terjadi kelbihan volum,
furosemid 20 sampai 40 mg sebaiknya diberikan melalui iv lambat untuk
menghasilkan diuresi yang cepat dari volum intravascular dan unload jantung
melalui dilatasi vena.
Masalah koagulasi berhubungan dengan rendahnya kadar faktor pembekuan yang
terdapat di dalam darah sebagai dilusi faktor pembekuan endogen dan platelet
diikuti dengan pembekuan darah. Akibatnya panel koagulasi (PT, INR, aPTT)
sebaiknya diperiksa pada penderita yang mengalami pergantian 50 sampai 100%
volum darah selama 12 sampai 24 jam.

Anda mungkin juga menyukai