TOKSIKOLOGI
Disusun Oleh :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016
BAB I
A. TOKSISITAS AKUT
Prinsip toksisitas akut yaitu pemberian secara oral suatu zat dalam beberapa tingkatan dosis
kepada beberapa kelompok hewan uji. Penilaian toksisitas akut ditentukan dari kematian
hewan uji sebagai parameter akhir. Hewan yang mati selama percobaan dan yang hidup
sampai akhir percobaan diotopsi untuk dievaluasi adanya gejala-gejala toksisitas dan
selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ. Pada awalnya
toksistas akut diuji menggunakan metode konvensional, namun metode ini mempunyai
kelemahan yaitu hewan uji yang dibutuhkan dalam menentukan parameter akhir cukup
banyak, dimana bertentangan dengan animal welfare. Sehingga ditemukan metode yang lebih
baim yaitu metode Up and Down Procedure, Fixed Dose Method dan Toxic Class Method.
Kriteria hewan uji meliputi:
a. Hewan sehat dan dewasa
b. Hewan betina harus yang belum pernah beranak dan tidak sedang bunting.
c. Pada permulaan uji, setiap hewan harus berumur 8-12 minggu dengan variasi berat
badan tidak boleh melebihi 20% dari rata-rata berat badan.
Hal- hal yang harus diamati dalam periode observasi adalah:
Tingkah laku hewan seperti jalan mundur, jalan menggunakan perut
Berat Badan
Berat badan masing-masing hewan harus dimonitor pada saat sebelum diberikan sediaan
uji dan sekurang-kurangnya seminggu setelahnya.
Pemeriksaan Patologi Seluruh hewan (termasuk yang mati selama penelitian maupun
yang dimatikan) harus dinekropsi. Semua perubahan gross patologi dicatat untuk setiap
hewan uji.
B. TOKSISITAS SUBKRONIS
Pengamatan terjadinya gejala-gejala toksik dan gejala klinis yang berupa perubahan kulit,
bulu, mata, membran mukosa, sekresi, ekskresi, perubahan cara jalan, tingkah laku yang aneh
(misalnya berjalan mundur), kejang dsb, dilakukan setiap hari selama 28 hari. Monitoring
kenaikan berat badan dilakukan seminggu dua kali. Hewan ditimbang setiap hari untuk
menentukan volume sediaan uji yang akan diberikan.
BAB II
PRINSIP TERAPI ANTIDOTUM
C. Terapi spesifik
Teraspi antidotum spesifik adalah terapi antidotum yang hanya efektif untuk zat-
zat tertentu. Banyak antidotum yang spesifik digunakan dalam klinik. Antidotum spesifik
dikelompokkan antara lain:
1) Antidotum yang bekerja secara kimiawi
2) Antidotum yang bekerja secara farmakologi
3) Antidotum yang bekerja sebagai antagonis fungsional
1. Antidotum yang bekerja secara kimiawi
Antidotum jenis ini menyebabkan terjadinya reaksi antara antidotum dengan zat
toksik membentuk suatu produk yang kurang toksik dan mudah diekskresikan.
2. Antidotum yang bekerja secara farmakologi
Antidotum farmakologi adalah suatu antidotum yang bekerja mirip dengan zat toksik,
bekerja pada reseptor yang sama atau berbeda.
a. Nalokson hidroklorida
Nalokson adalah antagonis opioid yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga
berkompetisi dalam memperebutkan reseptror opioid.
b. Flumazamil
Flumazamil adalah suatu antagonis benzodiazepin. Benzodiazepin sendiri sebagai
obat tunggal dan menyebabkan mengantuk, ataksia, disatria dan kadang-kadang
depresi. Obat-obat benzodiazepin seperti diazepam, nitrasepam, atau lorasepam.
c. Oksigen
Karbon monoksida (CO)dapat menyebabkan keracunan karena kemampuannya
dalam mengikat hemoglobin (Hg) dan membentuk zat komplek yang tidak dapat
berfungsi mengikat oksigen lagi. Dengan pemberian oksigen dalam jumlah
banyak dan murni dapat mendesak ikatan Hb-CO dan menggantikan posisi CO
kembali ke oksigen.
3. Antidotum yang bekerja sebagai antagonis fungsional
Antidotum antagonis fungsional juga digolongkan sebagai antidotum non spesifik
karena berguna sebagai terapi simtomatik dan mengantagonis beberapa jenis zat
toksik.
Daftar zat toksik beserta antidotum spesifiknya
BAB III
PRINSIP UMUM UJI TOKSIKOLOGI
1. Uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum suatu
senyawa pada hewan eksperimental. Uji-uji ini diidentifikasi sebagai uji toksisitas akut,
uji teksisitas subkronis, dan uji toksisitas kronis.
2. Uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi dengan rinci tipe toksisitas spesifik.
Yang termasuk dalam uji toksisitas spesifik yaitu :
a. Uji toksisitas yang menentukan efek suatu zat dengan adanya zat-zat tambahan yang
mungkin secara bersama-sama dijumpai, dan di mana toksisitas dari suatu zat atau
yang lain diperkuat, yaitu uji potensi.
b. Uji toksisitas untuk menentukan efek atas janin pada hewan bunting, yakni uji
teratogenik.
c. Uji toksisitas untuk menentukan efek atas kemampuan reproduktif hewanuji, yakni
uji reproduksi.
d. Uji toksisitas untuk menentukan efek pada system kode genetika, yaitu uji mutagenic.
e. Uji toksisitas untuk menentukan kemampuan zat untuk menimbulkan tumor, yakni uji
kemampuan karsinogenik.
f. Uji toksisitas untuk menentukan efek local zat bilamana zat-zat itu dipakai secara
langsung pada kulit dan mata.
g. Uji toksisitas untuk menentukan efek zat atas berbagai macam pola tingkas laku
hewan, yakni uji perilaku.
Faktor yang berpengaruh dalam uji toksisitas pada hewan eksperimental ialah penyiapan
suatu bentuk sediaan zat kimia yang sesuai dengan tujuan pemberiannya, pemilihan jalur
pemberian atau beberapa jalur pemberian yang akan digunakan dalam pemilihan spesies hewan
yang akan digunakan dan pemilihan spesies hewan yang akan digunakan dalam studi toksisitas.
Setelah melakukan ketiga rangkaian uji tersebut, ditentukan nilai LD50. Harga LD50
suatu senyawa harus dilaporkan sesuai dengan lamanya hewan uji diamati. Pengamatan
LD50 biasanya dilakukan selama 24jam, namun pada senyawa-senyawa tertentu bisa
mencapai 10-14 hari. Meskipun LD50 bisa ditentukan,kuantitas senyawa yang diperlukan
untuk menimbulkan kematian jangka pendek adalah besar dan nilai praktisnya kecil kalau
dimaksudkan untuk perbandingan dengan senyawa lain yang aksinya serupa. Bilamana
kematian tertunda bisa dilanjutkan pengujuan toksisitas subkronis.
D. Uji Potensi
Dimana dalam pemberian pada hewan uji biasanya adanya penjumlahan /
penggabungan zat kimia. Dalam toksikologi mungkin tidak hanya menunjukan adanya
penjumlahan efek pada mekanisme biologi yang sama melainkan juga menunjukan
timbulnya kondisi dimana efek gabungan 2 zat kimia akan lebih besar daripada jumlah
toksisitas masing masing zat, kimia akan lebih besar daripada jumlah toksisitas masing
masing zat, yaitu salah satu senyawa memotenkan toksisitas senyawa lainya.
Contohnya 2 pestisida penghambat kolinesterase yaitu EPN (o-etil-o-
paranitrofenil-fenilfosforilationat ) dan malation fenomena ini tidak terjadi di semua zat,
pada contoh ini dimana EPN menghambat system enzim yang bertanggung jawab untuk
penawar racun setelah dia di ubah menjadi produk metaboliknya malaokson. Mekanisme
ini sering terjadi potensi aksi antar obat.
Berbeda dengan potensi toksisitas antar zat yang memungkinkan melawan toksisitas zat
lainya. Dimana pencampuran 2 zat yang menjadi yang menjadi satu akan menurunkan
ketoksikan di banding zat tersebut di berikan kepada hewan coba secara sendiri sendiri
dan dapat juga potensi suatu obat yang toksik apabila di tambah dengan obat tertentu
akan di tawar racunkan dengan beberapa efek ini, di paparkan dengan uji toksisitas umum
subkronis konvensional.
E. Uji Teratologi
1. Infeksi virus
2. Hipertemi
3. Kondisi stress
4. Ketidakseimbangan hormonal.
Dan apabila cacat bawaan dianggap sebagai sifat mutagenic beberapa zat yang
teratogenik untuk manusia dan hewan :
Efek toksik pada janin secara eksperimental dapat di peroleh dengan cara memberikan
suatu zat kepada ibunya. Plasenta mungkin bertindak sebagai penghalang fungsi endoksin
plasenta dapat di pengaruhi zat kimia sehingga mengakibatkan efek merusak dan
mengancam janin. Rangkaian dari seluruh uji teratogenik ialah :
1. Timbul kebuntingan
2. Tegaskan kebuntingan dan berikan zat kimia uji.
3. Tentukan efek teratogenik
Mutagenesis adalah induksi terhadap perubahan kadar informasi (DNA) Dari suatu
organisme atau sel yang tidak di sebabkan oleh proses rekomendasi normal. Mutasi
somatic dalam diri suatu organisme berkembang mungkin menyebabkan deferensiasi
abnormal sel selnya. Tipe kerusakan genetic ini adalah penting untuk diri hewan itu tetapi
akan muncul dalam diri keturunanya. Ada tipe umum perubahan bahan genetika yang
dapat terjadi secara spontan / secara induksi kimia :
1. Mutasi tempat
Di definisikan sebagai suatu perubahan yang terjadi dalam pasangan nukleutida
tunggal dalam diri molekul DNA dan biasanya menyebabkan perubahan suatu fungsi
biokimia saja. Mutasi tempat dapat di deteksi oleh adanya perubahan fenotipe dan
perubahan organisme submalia , lokasi mereka dapat di tentukan oleh pemetaan
genetika.
2. Penyimpangan kromosom
Penyimpangan kromosom termasuk mutasi structural ( pecahnya kromososm dan
penyusunan ulang kromosom ) dan perubahan jumlah kromosom hal ini dapat di
deteksi dengan pemeriksaan sitologis terhadap kromosom kromosom tersebut.
Studi apapun tentang senyawa untuk potensi mutagenesis seharusnya melibatkan uji in
vitro pada spesies submalia seharusnya melibatkan uji in vitro dan uji in vivo. Untuk
aplikasi praktis ada metode in vivo yang telah di rekomendasikan penetapan letal
dominan ( the dominan lethal assay ) penetapan inang penanganan ( host mediated assay )
dan sitogenetika in vivo
H. Uji Karsinogenitas
Metode ini untuk evaluasi resiko karsinogenik. Tumor adalah suatu masa
abnormal dari jaringan yang tumbuh berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan jaringan
normalnya. Dua tipe dasar dari tumor yaitu ringan dan ganas. Sel sel suatu tumor ringan
strukturnya secara khas identic dengan struktur jaringan normal darimana jringan tumor
itu berasal. Jaringan tumor itu hanya terbatas pada daerah dimana ia berasal dan tidak
menerjang jaringan tetangganya.
Tumor ganas tidak khas seperti struktur sel darimana mereka timbul dan sel tumor
ini cenderung untuk menerjang jaringan tetangganya. Tumor ganas cenderung untuk
mengembangkan pertumbuhan sekunder pada suatu tempat dalam diri hewan jauh dari
asal tumor utamanya. Pertumbuhan tumor sekunder ini di sebut dengan tumor metastatis,
tumor utama yang menimbulkan tumor sekunder di sebut pemetastatis.
Umumnya zat kimia yang dapat menimbulkan jenis tumor apapun di sebut dengan
zat tumorigenic , zat yang menimbulkan tumor ganas di sebut karsinogenik. Respon yang
timbul dari dalam diri hewan terdiri atas :
1. Suatu kenaikan laju kejadian tumor dan suatu tipe yang terlihat dalam diri hewan normal
2. Suatu kejadian dari suatu tipe tumor yang tidak terlihat pada seluruh hewan control
3. Suatu kombinasi dari kenaikan laju kejadian tumor normal dan kejadian suatu tipe tumor
yang berbeda dari apa yang terlihat dari dalam diri hewan normal.
Berkenaan dengan sifat zat kimia yang kersinogen itu, kurang lebih separuhnya
adalah hidrokarbon aromatic, polisiklik atau turunan mereka. Yang separuh lainya terdiri
dari bermacam macam zat seperti mustard nitrogen, epoksida tertentu, dan etilen imina
tertentu.
Tidak ada uji jangka pendek yang telah sukses dalam mengevaluasi tumorgenik
potensial zat kimia, kebanyakan studi itu melibatkan studi rentang kehidupan hewan atau
paling tidak pemejanan hewan itu dengan suatu zat kimia selama sebagian besar rentan
kehidupan hewan itu.
Seluruh hewan yang menderita sakit berat selama jangka waktu eksperimen di
korbankan dan di lakukan pemeriksaan kimia klinis serta nekropsi. Diagnosis tentang
penyebab sakit di catat. Selama berlangsungnya eksperimen, bila tumor menjadi nyata,
maka saat munculnya tumor, ciri khas tumor, dan tipe tumor yang harus di catat.
Kesimpulan akhir yang dapat di capai atas pemeriksaan patologis yang menandai
terhadap seluruh jaringan serta identifikasi seluruh luka dalam diri hewan. Karena mahal
dan lamanya waktu yang di butuhkan pada uji mutagenesitas dan karsinogenesitas in
vivo, maka sangatlah di butuhkan metode yang lebih sederhana dan cepat.
BAB III
UJI TOKSIKOLOGI
Obat sebelum di pasarkan/ di gunakan harus melewati serangkaian uji untuk memastikan
keamanan, efektifitas dan mutu. Uji diawali skrening untuk mencari senyawa aktif, uji efektifitas
/ selektifitas dan mekanisme kerja pada hewan coba atau mikroba. Setelah di nyatakan memiliki
aktifitas farmakologi maka zat akan mengalami serangkaian tes keamanan hewan coba
diantaranya :
Setelah obat di katakana aman, maka obat akan di lakukan uji klinik pada manusia. Yang
terdiri dari 4 tahap, meliputi :
1. Uji klinik fase I yaitu uji yang di lakukan pada sukarelawan sehat untuk mengetahui
keaman zat aktif pada rentang dosis aman pada profil farmakologinya.
2. Uji klinik fase II di lakukan pada orang sakit untuk mengetahui efektivitas dari zat aktif
3. Uji klinik fase III di lakukan secara random control dan double blind untuk melihat
efektivitas dan kemungkinan timbul efek yang tidak di inginkan.
4. Uji klinik fase IV di lakukan untuk mengetahui efektivitas dan untuk melihat efek yang
tidak di inginkan secara masal. Uji klinik fase IV di lakukan setelah obat mendapat ijin
edar sementara.
Walaupun obat belum beredar telah di lakukan uji keamanan yang cukup panjang, namun
masyarakat masih dapat menimbulkan efek merugikan. Untuk mengurangi dampak yang
merugikan pada masyarakat. BPOM/Depkes meminta dokter, dokter gigi, apoteker, perawat
dan petugas medis yang lain untuk melaporkan jika mencurigai adanya efek merugikan dari
obat.