Anda di halaman 1dari 3

Cerita Genre Horor yang Kembali

Bergairah dan Ulasan "Kumpulan Budak


Setan"
2 Juni 2020   00:32 Diperbarui: 2 Juni 2020   00:29 12 1 0
Penulis:Dewi Puspasari

Kumpulan Budak Setan (dokpri)

Bukan hanya perfilman Indonesia yang makin marak dengan genre horor. Hal ini juga terjadi
di dunia literasi. Jika bertandang ke toko buku, maka bisa dilihat terjadinya peningkatan
buku-buku dengan genre horor. 
Tak hanya di buku fisik, kisah-kisah di Twitter, Wattpad, dan platform lainnya juga marak
dengan kisah seram. Genre horor seolah-olah kembali bergairah.

Di rak buku dan toko online Gramedia, aku melihat buku-buku Semesta Danur. Ada begitu
banyak rupaya. Ia punya potensi untuk kembali dilayarlebarkan karena peminat buku karya
Risa ini cukup banyak. Ada lagi buku-buku seram tentang misteri "KKN di Desa Penari",
"Rumah Teteh", "Matianak", dan "Keluarga Tak Kasat Mata".

Salah satu sosok penulis yang lekat dengan cerita horor adalah Abdullah Harahap. Ia disebut-
sebut penulis yang produktif di genre yang bikin deg-degan membacanya ini. Karya-karyanya
dikenal dan digemari pada era 1970-an hingga 1980-an. Dalam rentang waktu tersebut ia
menulis kurang lebih 75 judul kisah horor dan misteri.

Cerita Abdullah Harahap yang terkenal di antaranya "Babi Ngepet", "Manusia Serigala",
"Panggilan Neraka", "Misteri Anak-anak Iblis, "Dosa Turunana", "Bisikan Arwah", "dan
"Dendam Berkarat dalam Kubur". Penulis kelahiran Sipirok, Tapanuli Selatan ini kadang-
kadang mencapurkan unsur erotis dalam ceritanya. Ia juga kadang-kadang melakukan riset
agar ceritanya lebih kaya dan terasa nyata.

Aku sendiri baru kenal akan penulis cerita horor ini ketika menemukan sebuah buku berjudul
"Kumpulan Budak Setan". Buku yang terdiri atas 12 cerita pendek bertemakan horor dan
misteri ini merupakan wujud apresiasi kepada Abdullah Harahap yang ceritanya seringkali
disebut sebagai horor picisan.

Abdullah Harahap, penulis horor produktif (sumber: /idwriters.com/)


Eka Kurniawan, Ugoran Prasad, dan Intan Paramaditha melakukan proyek membaca ulang
karya-karya Abdullah Harahap sebelum kemudian menuliskan cerita horor yang sesuai
dengan tema-tema horor yang sering diangkat oleh Abdullah. Tema-temanya unik.

Apa saja sih tema horor khas Abdullah? Ia beragam. Di antaranya ada sentuhan erotisme,
nafsu balas dendam, arwah penasaran, manusia jadi-jadian, persekutuan manusia dengan
iblis, dan benda gaib.

Selain mencoba menuliskan kisah-kisah dengan tema yang Abdullah 'banget', mereka juga
mencoba bereksplorasi dengan tema horor. Bagi ketiga penulis ini horor bukan hanya tentang
hantu. ia bisa bermakna ruang liyan (the other) yang menyebabkan runtuhnya sebuah tatanan
yang umumnya kita percayai.

Ada 12 cerita. Masing-masing penulis mendapatkan jatah empat cerita. Kumpulan cerita
seram ini diterbitkan kali pertama pada 2010 dan cukup sukses sehingga dicetak kedua
kalinya.

Ceritanya beragam, seperti tema-tema umum dari Abdullah, ada tentang sosok sesuatu yang
seram tapi belum diketahui apakah hanya rumor atau nyata, seperti dalam kisah "Penjaga
Malam". Juga ada kisah tentang benda gaib yaitu "Jimat Sero" yang ceritanya memiliki
kelokan yang membuat aku berkata 'wow tak kuduga'. Keduanya adalah karya Eka
Kurniawan.
Intan Paramaditha membuatku ingat akan kisah-kisah dari film Suzzanna (alm) berjudul
"Goyang Penasaran". Ia bercerita tentang biduan dangdut yang membuat banyak pria
penasaran. Namun kariernya mulai redup ketika dangdut dibenturkan dengan agama. Ia lalu
merencanakan sesuatu.

Cerita "Apel dan Pisau" mengingatkanku pada cerita Nabi Yusuf. Ada unsur nyata tapi juga
terasa seperti hanyalah sebuah khayalan dalam cerita ini. Sosok perempuan di sini adalah
gambaran wanita modern masa kini, seorang perempuan karier yang banyak mendapat bisik-
bisik tidak enak dari keluarga suaminya karena 'perilaku dan kebiasannya' berbeda dengan
perempuan pada umumnya. Ada unsur feminisme di sini.

Ugoran Prasad menampilkan sisi liyan, yakni seorang wadam yang bekerja di sebuah salon.
Ia mendapatkan perlakuan brutal hingga meninggal. Konon arwahnya penasaran dan
melakukan balas dendam.

Membaca buku ini tidak nyaman pada saat matahari telah terbenam. Enaknya membacanya
saat siang dan sore hari. Rupanya ada banyak unsur lokal di Indonesia yang bisa membuat
merinding ketika membacanya.

Anda mungkin juga menyukai