Lea Tugas Komunitas Rentan Populasi
Lea Tugas Komunitas Rentan Populasi
MATAKULIA : KOMUNITAS
DI SUSUN
O
L
E
H
Puji dan syukur kami panjatkan kepada TUHAN yang Maha Esa, atas berkat tuntunan
penyertaan, serta kuasa nya yang besar sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan
makalah ini dengan judul : “ RENTAN POPULASI AGREGAT ” untuk memenuhi kriteria mata
kulia KOMUNITAS.
Dengan adanya kemampuan penyusun yang terbatas, dalam menyelesaikan makalah ini,
perlu menyadari dan untuk setiap pembaca sehingga dapat berpartisipasi dalam mempelajari
setiap inti materi yang telah terterah dalam makalah ini, bahkan dapat menjadi pedoman dalam
proses pembelajaran. Sebagai pelajar perlu kita dapat berfikir secara kritis dan realistis untuk
mengembangkan power kita dan dapat mengambil keputus yang akurat dalam prose-proses
kedepan nya.
Uacapan terimakasi penyusun sampaikan kepada dosen mata kulia KOMUNITAS yang
telah memberikan kebijakan kepada kami sebagai pelajar untuk berinteraksi secara sosial serta
kami dapat memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas kami, dan oleh karena itu, kami
juga dapat kreatif untuk mempelajari ilmu-ilmu yang membangun skil serta kemampuan untuk
Akhir kata penyusun menyadari bahwa makalah ini belum begitu sempurna, oleh karena
itu untuk menyempurnakan makalah ini, penyusun membutukan saran, masukan, pendapat, serta
kritikan yang membagun sehingga kedepannya, penyusun lebih teliti lagi untuk menyusun dan
menyelesaikan setiap makalah yang diberikan sebagai kriteria tugas dalam pembelajaran,
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membangun serta menambahkan ilmu pengetahuan
KATA PENGANTAR1
Daftar isi2
BAB I4
PENDAHULUAN4
BAB II6
PEMBAHASAN6
BAB III19
BAB III23
PENUTUP23
YReferensi........................................................................................................................................
24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi kondisi
seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum
dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara
lain genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika
seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome
negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi atau psikososial. Populasi rawan atau
mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat implementasinya sangat beragam. Sebagian
mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi lainnya. Hak
asasi orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi
secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya, serta
C. Tujuan
5. Untuk mengetahui bagaiaman asuhan keperawatan untuk agregat dalam komunitas populasi
rentan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP TEORI
1. Populasi Rentan
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat
yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anakanak, fakir
miskin, wanita hamil dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference
a. Refugees (pengungsi)
f. Children (anak)
g. Women (wanita)
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah semua orang
yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang
layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi
kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan
Menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah
seti ap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu
atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) hal : Penyandang cacat fisik, Penyandang cacat mental,
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia1 penyandang diartikan dengan orang yang
menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang
berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat
atau ketidakmampuan.
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pelayanan dan
yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri
dari: penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas
fisik dan mental. Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup
dengan karakteristik khusus dan memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya.
Karena karakteristik yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia
mendapatkan hak- haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.Orang berkebutuhan
khusus memiliki defenisi yang sangat luas, mencakup orang-orang yang memiliki cacat
pemahaman, yakni; Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang
dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan secara
selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental;
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pelayanan
orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya,
yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental serta
Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup dengan karakteristik
khusus dan memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya. Karena karakteristik yang
berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia mendapatkan hak-haknya sebagai
manusia yang hidup di muka bumi ini.Orang berkebutuhan khusus memiliki defenisi yang
sangat luas, mencakup orang-orang yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan
IQ(Intelligence Quotient) rendah, serta orang dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga
b. Jenis-jenis Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini berarti bahwa
penyandang disabilitas 5 :
Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain memiliki kemampuan
intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.
b) Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-
rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes) yaitu anak
yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan
neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat
diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu
Adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa
verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat
dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana
kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang
3. Tunaganda (disabilitas ganda).Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu cacat fisik
dan mental)
3. Tunawisma/ Gelandangan
a. Definisi
Homeless atau tunawisma menggambarkan seseorang yang tidak memiliki tempat tinggal
secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur. Tunawisma biasanya di
Masyarakat yang menjadi tunawisma bisa dari semua lapisan masyarakat seperti orang miskin,
anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki keterampilan, petani, ibu rumah tangga, pekerja
sosial, tenaga kesehatan profesional serta ilmuwan. Beberapa dari mereka menjadi tunawisma
karena kemiskinan atau kegagalan sistem pendukung keluarga mereka. Selain it u alasan
lain menjadi tunawisma adalah kehilangan pekerjaan, ditinggal oleh keluarga, kekerasan dalam
rumah tangga, pecandu alkohol, atau cacat. Walaupun begitu apapun penyebabnya, tunawisma
le bih rentan terhadap masalah kesehatan dan akses ke pelayanan perawatan kesehatan
berkurang.
1) Kemiskinan
dan anak jalanan. Kemiskinan dapat memaksa seseorang menjadi gelandangan karena tidak
memiliki tempat tinggal yang layak, serta menjadikan mengemis sebagai pekerjaan.
dalam garis kemiskinan. Penghasilan yang tidak menentu berbanding terbalik dengan
pengeluaran membuat seseorang rela menjadi tunawisma untuk tetap bertahan hidup.Selain itu
anak dari keluarga miskin menghadapi risiko yang lebih besar untuk menjadi anak jalanan
karena kondisi kemiskinan yang menyebabkan mereka kerap kali kurang terlindung.
berpengaruh terhadap persaingan didunia kerja. Seseorang dengan pendidikan rendah akan
sangat sulit mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak. Sedangkan mereka juga memerlukan
biaya untuk mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Pada umumnya tingkat pendidikan
gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala bagi mereka untuk
3) Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang mendapatkan kasih sayang dan perlindungan yang lebih
daripada lingkungan lain. Namun, hubungan keluarga yang tidak harmonis atau anak dengan
Salah satu faktor penyebab dari tunawisma adalah rendahnya pendidikan mereka yang
membuat mereka menjadi miskin. Oleh karena itu, perawat menjelaskan kepada mereka
informasi seputar kesehatan dan menanamkan gaya hidup sehat. Diharapkan para tunawisma
tersebut dapat merubah perilaku mereka untuk mencapai tingkat kesehatan yang maksimal.
Perawat dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada masyarakat
tunawisma tatacara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh mereka.
Peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain. Perawat
memberikan perawatan yang efektif, memberikan pembuatan keputusan antara individu dan
kesehatan dan kehidupannya. Semua itu dilakukan dengan komunikasi yang jelas agar kualitas
Rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal setelah
tunawisma mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan mereka dan
perawat membantu mereka untuk beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan
tersebut.
1) Pencegahan Primer
Tujuan dalam pencegahan primer adalah menjaga tunawisma agar tetap berada di rumah.
a) Bantuan finansial
tersedianya dana, dan mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan bagi tunawisma
yang membutuhkan.
b) Bantuan hukum
Membantu tunawisma untuk berkonsultasi secara hukum agar tidak terjadinya pengusiran.
c) Saran finansial
d) Program relokasi
Memberikan dana yang dibutuhkan bagi tunawisma untuk membayar rumah dan kebutuhan
dasar.
2) Pencegahan Sekunder
Memfokuskan pada populasi tunawisma dengan mendaftar segala kebutuhan serta pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini, para tunawisma sulit mengakses khususnya system pelayanan
kesehatan karena mereka tidak memiliki tempat atau alamat yang tetap, sehingga dengan
tujuan mengeluarkan populasi tersebut dari kondisi tersebut dan mengatasi dampak yang
menimbulkan persoalan umum bagi populasi tunawisma adalah mereka menjalani medikasi
agar tunawisma tetap mendapatkan asupan makanan sesuai yang ada di tempat
penampungan tersebut.
a) Bimbingan mental
Bimbingan mental ini dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosi al kepada para
PMKS. Bagian ini me rupakan bagian yang sangat penting guna menumbuhkan rasa percaya
diri serta spiritualitas para gelandangan dan pengemis. Karena pada dasarnya mereka
memiliki semangat dan rasa percaya diri yang selama ini tersimpan jauh di dalam dirinya.
Selain itu mereka juga mempunyai potensi yang cukup besar, hanya saja belum
tersebut. Pada saat pertama kali para gelandangan dan pengemis (gepeng) yang tercakup
dalam razia, keadaan mereka sangat memprihatinkan, ada yang memasang muka memelas
ada juga yang dengan santainya mengikuti semua proses dalam Gangguan neurotik,
somatoform dan gangguan stes merupakan satu kesatuan dari gangguan jiwa yang
6) Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik.
Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan mengurangi berat badan dengan segaja,
Suatu kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung menetap, dan
merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-cara berhubungan
b) Retardasi mental
Retardasi mental adalah keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap,
terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan sehingga
dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan berlangsung secara terus
menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang khas. Yang dimaksud “yang khas”
ialah hendayanya berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia anak (walaupun defisit
yang le bih ringan sering menetap sampai masa dewasa) (Maslim, tth:122).
2). Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanakkanak.Gangguan yang
Aktivitas berlebihan (hiperaktif itas) ialah bentuk kegelisahan yang berlebihan, khususnya
dalam situasi yang menuntut keadaan yang relatif tenang (Maslim, tth:136).
mengungkapkan bahwa gangguan mental ( mental disorder) memiliki rentang yang lebar,
dari yang ringan sampai yang berat. Secara ringkas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
tidak adekuat (memenuhi syarat) dan distress personal. Istilah ini lebih sering digunakan
c) Sakit mental (mental illenes), digunakan sebagai kata lain dari gangguan mental,
namun penggunaannya saat ini terbatas pada gangguan yang berhubungan dengan patologi
gangguan yang berhubungan dengan patologi otak, tetapi saat ini jarang digunakan. Nama
inipun sering digunakan sebagai istilah yng umum untuk setiap gangguan dan kelainan.
yang berasal dari kegagalan belajar, baik gagal mempelajari kompetensi yang dibutuhkan
individu secara mental tidak mampu untuk mengelolah masalah-masalahnya atau melihat
konsekuensikonsekuensi dari tindakannya. Istilah ini menunjuk pada gangguan mental yang
serius terutama penggunaan istilah yang bersangkutan dengan pantas tidaknya seseorang yang
(Mental Disorder)
gangguan mental ( mental disorder), maka yang perlu ditelusuri pertama kali adalah faktor
dominan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Dalam hal ini, penulis merujuk
pada pendapat Kartini Kartono (1982:81), yang membagi faktor dominan yang
mempengaruhi timbulnya gangguan mental (mental disorder) ke dalam dua faktor, yaitu:
1) Faktor Organis (somatic), misalnya terdapat kerusakan pada otak dan proses dementia.
2) Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya, reaksi neuritis dan reaksi psikotis
pribadi yang terbelah, pribadi psikopatis, dan lain-lain. Kecemasan, kesedihan, kesakitan hati,
depresi, dan rendah diri bisa menyebabkan orang sakit secara psikis, yaitu yang
kepribadian dan pemasakan dari pengalaman-pengalaman dengan cara yang keliru bisa
membuat orang terganggu psikisnya. Terutama sekali apabila beban psikis ternyata jauh lebih
ASUHAN KEPERAWATAN I.
PENGKAJIAN
kabupaten bone bolango provinsi gorontalo. Menurut sejarah desa ini sudah melewati beberapa
kali pemekaran, sejak kemerdekaan indonesia desa ini yang awalnya dari desa huntu
kemudian dimekarkan menjadi huntu selatan dan huntu utara. Pada saat provinsi gorontalo
baru terbentuk dan kabupaten bone bolango dibentuk oleh peraturan undang-undang nomor 19
tahun 2007 desa huntu utara di mekarkan menjadi desa huntu utara dan desa mekar jaya,
kemudian desa mekar jaya di ubah nama menjadi desa huntu barat. Desa ini memiliki
b. Riwayat :
1) Usia penderita:
Anak : 15 – 20 tahun
2) Jenis mental disorder yang pernah diderita: gangguan konsep diri: harga diri rendah,
4) Konflik : penganiayaan
2. Data Demografi
Wanita 597
No Pendidikan Frekuensi
1 Belum Sekolah 75
2 TidakSekolah 0
3 TK 34
4 SD 266
5 SMP 273
6 SMA 403
7 Perguruan Tinggi 95
Total 1.146
Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan terdiri dari belum sekolah yaitu bayi
sampai balita 0-5 tahun sebanyak 75 anak, tidak sekolah tidak ada, TK sebanyak 34 orang
terdiri dari anak usia dini, SD terdiri dari anak usia sekolah dan masyarakat yang hanya
masyarakat yang lulusan SMP 273, SMA terdiri dari remaja dan masyarakat yang lulusan
- Distribusi Pekerjaan
2 Tidak Bekerja/IRT 94
3 PNS 52
4 TNI/POLRI 3
5 Pensiunan 59
6 Swasta 491
Total 1.146
Distribusi pekerjaan yakni pelajar/belum bekerja terdiri dari anak belum sekolah dan
pelajar SD, SMP, SMA, dan mahasiswa Universitas sebanyak 447, tidak bekerja atau IRT
sebanyak 94, 92 oleh IRT yang tidak bekerja, PNS sebanyak 73, TNI/POLRI sebanyak
Penduduk desa huntu barat dihuni oleh sebagian besar suku gorontalo.
2 Kristen 0
3 Hindu 0
4 Budha 0
5 Konghucu 0
Total 1.146
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian Kelompok Rentan adalah orang lanjut usia, anakanak, fakir miskin, wanita hamil
dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference disebutkan, bahwa yang
h. Refugees (pengungsi)
m. Children (anak)
n. Women (wanita)
Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan
perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.
Aaronson, N. K., Ahmedzai, S., Bergman, B., Bullinger, M., Cull, A., Duez, N. J., Takeda, F.
(1993). The European Organization for Research and Treatment of Cancer QLQ-C30: A quality-
of-life instrument for use in international clinical trials in oncology. Journal of the National
Cancer Institute, 85, 365-376. doi:10.1093/jnci/85.5.365 Bonomi, A. E., Patrick, D. L., Bushnell,
D. M., & Martin, M. (2000). Validation of the United States’ version of the World Health
Organization Quality of Life (WHOQOL) instrument. Journal of Clinical Epidemiology, 53, 1-
12. doi:10.1016/S0895-4356(99)00123-7 Bowling, A. (1997). Measuring health: A review of
quality of life measurement scales (2nd ed.). Buckingham: Open University Press. Bradley, C.
(2001). Importance of differentiating health status from quality of life. Lancet, 357, 7-8.
doi:10.1016/S0140-6736(00)03562-5 Clarke, P. J., Marshall, V. W., Ryff, C. D., & Rosenthal, C.
J. (2000). Well being in Canadian seniors: Findings from the Canadian Study of Health and
Aging. Canadian Journal on Aging, 19, 139- 159. doi:10.1017/S0714980800013982 Snoek, F. J.
(2000). Quality of life: A closer look at measuring patients’ wellbeing. Diabetes Spectrum,
13(1), 24- 28. Sousa, L., & Lyubomirsky, S. (2001). Life satisfaction. In J. Worell (Ed.),
Encylopedia of women and gender: Sex similarities and differences and the impact of society on
gender (Vol. 2, pp. 667-676). San Diego, CA: Academic Press