Anda di halaman 1dari 7

Instrumen Liquiditas Bank Syari’ah

Ada instrumen-instrumen likuiditas yang dapat dijalankan bank syari’ah dalam rangka
memenuhi kewajiban likuiditas, yaitu;
1)      Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro Wajib Minimum adalah simpanan minimum bank umum dalam giro pada Bank
Indonesia yang besarnya ditetapkan olah BI berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak
Ketiga (DPK).
Perhitungan ini berlaku baik untuk GWM dalam rupiah maupun valuta asing:
Formula perhitungan GWM:1[4]
GWMRupiah = 5 % x DPKt-2
GWMValas = 3 % x DPKt-2
Keterangan:
GWM = Giro Wajib Minimum
DPKt-2 = Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam satu masa
laporan untuk periode dua masa laporan sebelumnya.
Perhitungan persentase GWM dilakukan berdasarkan jumlah harian saldo giro pada bank
indonesia dan rata-rata harian jumlah DPK sebagai berikut:
Persentase GWM Jumlah Harian Salro Giro rata-rata DPK:
Presntasi GWM Jumlah Harian Saldo Giro Rata-rata DPK
Tanggal Tanggal Tanggal
1 s.d 7 1 s.d 7 16-23 bulan sebelumnya
8 s.d 15 8 s.d 15 24 s.d akhir bulan sebelumnya
16 s.d 23 16 s.d 23 1-7 bulan sebelumnya
24 s.d akhir bulan 24 s.d akhir bulan 8-15 bulan sebelumnya

Selain itu terdapat ketentuan tambahan untuk Bank Syari’ah sebagai berikut;
4)      Bagi bank yang rasio pembiayaan dalam rupiah terahadap DPK kurang dari 80 %, mendapat
tambahan perhitugan GWM sebagai berikut;
a.       Bank yang memiliki DPK> Rp. 1 triliyun sampai dengan Rp. 10 triliyun wajib memelihara
GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1 % dari DPK.
b.      Bank yang memiliki DPK> 10 triliyun sampai dengan Rp. 50 triliyun wajib memelihara GWM
tambahan dalam rupiah sebesar 2 % dari DPK.

1
c.       Bank yang memiliki DPK>50 triliyun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar
3 % dari DPK.
5)      Bagi bank yang memiliki rasio pembaiayaan dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau
lebih, dan atau yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp. 1 triliun tidak dikenakan
tambahan GWM.
Dana Pihak Ketiga (DPK) meliputi seluruh DPK dalam rupiah ataupun valutaasing pada seluruh
kantor bank yang bersangkutan di Indonesia. DPK dalam bentuk rupiah meliputi kewajiban
kepada pihak ketiga yang terdiri dari:2[5]
         Giro wadi’ah
         Tabungan mudharabah
         Deposito investigasi mudharabah
         Kewajiban lainnya.
DPK Bank dalam bentuk valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak
ketiga termasuk bank dan bank indonesia yang terdiri dari:
         Giro wadi’ah
         Deposito investasi mudharabah
         Kewajiban lainnya

Hal-hal yang berhubungan dengan DPK


a)      Penyampaian Laporan
Bank wajib menyampaikan laporan secara berkala dan benar kepada Bank Indonesia mengenai
DPK serta pos-pos aktiva dan passive dalam rupiah maupun valuta asing. Tata cara penyusunan
dan penyampaian laporan dimaksud diatur lebih lanjut dalam surat edaran bank indonesia
mengenai pelaporan bank.
b)      Sanksi
Bank akan dikenakan sanksi apabila melakukan kelambanan penyampaian laporan, penyampaian
angka-angka yang tidak benar, melanggar Giro Wajib Minimum dan mengalami saldo giro
negative pada Bank Indonesia.
c)      Kelambanan penyampaian laporan dan penyajian angka
Jenis Pelanggaran Sanksi kewajiban membayar

2
Kelambanan penyampaian laporan Rp. 25.000.000 untuk setiap laporan
mingguan bank termasuk koreksinya.
Penyampaian angka yang tidak benar Rp. 2.500.000 untuk setiap kesalahan
dalam laporan mingguan bank. setinggi-tingginya Rp. 10.000.000
untuk setiap laporan.

d)     Kekurangan GWM


Pelanggaran GWM pada rekening giro rupiah dan rekening giro rupiah dimaksud masih bersaldo
positif, maka bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesr 125% dari tingkat indikasi
imbalan PUAS terhadap kekurangan GWM.
e)      Saldo Negatif
Pelanggaran GWM pada rekening giro rupiah yang mengakibatkan saldo negatif, maka bank
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesre 125% dari tingkat indikasi imbalan PUAS
terhadap kekurangan GWM ditambah dengan sebesar 150% dari tingkat indikasi imbalan PUAS
terhadap saldo negatif.

2)      Kliring
Kliring adalah sarana perhitungan utang-piutang antar bank dengan cara saling menyerahkan
surat-surat berharga dan surat-surat dagang guna memperlancar lalu lintas pembayaran yang
terdiri dari pengiriman uang, inkaso, dan pembukaan letter of kredit.
Ketentuan mengenai kliring yang beralaku bagi bank umum konvensional berlaku pula bagi
bank umum yng berdasarkan prinsip syariah, dengan beberapa perbedaan dan tambahan.
Ketentuan yang berlaku bagi bank berdasarkan prinsip syari’ah antara lain meliputi ukuran
besarnya sanksi pelanggaran saldo giro negatif dan tatacara pengenaan sanksi untuk bank-bank
bersaldo negatif.

D.    Teori Manajemen Liquiditas


Teori-teori manajemen likuiditas
a.       Commercial loan theory
Teori ini beranggapan bahwa bank-bank hanya boleh memberikan pinjaman dengan surat
dagang jangka pendek yang dapat dicairkan dengan sendirinya (self liquidating)
b. Shiftability theory
Teori ini beranggapan bahwa likuiditas sebuah bank tergantung pada kemampuan bank
untuk memindahkan aktivanya ke orang lain dengan harga yang dapat diramalkan
c.       Anticipated income theory
Disebut juga teori pendapatan yang diharapkan. Teori ini berkesimpulan bahwa sama
sekali benar bagi sebuah bank untuk memberikan pinjaman-pinjaman jangka panjang dan
pinjaman-pinjaman bukan untuk dagang.
d.      Liabilty management theory
Teori ini melihat struktur aktiva bank mempunyai peran mencolok yang harus dimainkan
dalam menyediakan likuiditas untuk bank. Teori ini juga terus melampaui cara pendekatan
dengan satu dimensi dan menyatakan bahwa bank juga dapat menggunakan aktivanya untuk
tujuan-tujuan likuiditas.

E.     Bantuan Liquiditas Bank Indonesia (BLBI)


BLBI Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah skema bantuan (pinjaman) yang
diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat
terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian
Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI telah
menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah
terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun.
Penerima dana BLBI antara lain:3[6]
No Uraian Penyimpangan Jumlah (Rp
juta)
1 BLBI digunakan untuk membayar/melunasi modal 46.088
pinjaman atau pinjaman subordinasi
2 Untuk membayar/melunasi kewajiban pembayaran 113.812
bank umum yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya
berdasarkan dokumen yang lazim untuk transaksi

3
sejenis.
3 Untuk membayar kewajiban kepada pihak terkait. 18.505.140
4 Untuk transaksi surat berharga. 136.902
5 Untuk membayar/melunasi dana pihak ketiga yang 4.469.316
melanggar ketentuan.
6 Untuk membiayai kontrak derivatif baru atau kerugian 22.363.682
karena kontrak derivatif lama yang jatuh tempo/cut
loss.
7 Untuk membiayai placement baru di PUAB. 9.822.383
8 Untuk membiayai ekspansi kredit atau merealisasikan 15.812.953
kelonggaran tarik dari komitmen yang sudah ada.
9 Untuk membiayai investasi dalam aktiva tetap, 456.357
pembukaan cabang baru, rekrutmen personel baru,
peluncuran produk baru, penggantian sistem baru.
10 Untuk membiayai over head bank umum 87.144
11 Untuk membiayai lain-lain yang tidak termasuk butir 1- 10.028.324
10 di atas.
Jumlah 84.842.162
Sumber: Laporan Audit BPK No. 06/01/Auditama II/AI/VII/2000

Penyimpangan terbesar dilakukan oleh 5 bank, yang mencapai 74% dari total penyimpangan 48
bank penerima BLBI. 5 Bank yang melakukan penyimpangan terbesar itu adalah sebagai berikut.

Nama Bank Nilai % Pemilik


penyimpangan
BLBI
Bank Dagang Nasional 24,47 triliun 28,84 Sjamsul Nursalim
Indonesia
15,82 triliun 18,64 Soedono Salim
Bank Central Asia (BCA)
Bank Danamon Usman 13,8 triliun 16,27 Admadjaja
Bank Umum Nasional
5,09 triliun 6,00
(BUN) Bob Hasan
Bank Indonesia Raya 3,66 triliun 4,31
(BIRA) Atang Latief
Peran BI terhadap penyimpangan penggunaan BLBI oleh bank penerima antara lain:
1)      Tidak melaksanakan fungsi pengawasan perbankan
2)      Tidak menerapkan sanksi secara tegas dan konsekuen terhadap setiap pelanggaran yang terjadi.
3)      Mengabaikan atau bahkan lalai dalam mengambil langkah-langkah pengamanan yang
diperlukan terhadap bank-bank yang pada laporan berkalanya telah menunjukkan adanya
pelanggaran yang cukup material, seperti:
a.       Pelanggaran BMPK
b.      Pelanggaran prinsip “prudential banking” dalam penempatan dan pengambilan dana PUAB yang
telah melanggar ketentuan yang berlaku.
c.       Kejanggalan-kejanggalan mutasi akuntansi dalam laporan yang disampaikan bank-bank ke BI.
d.      Tidak adanya pengendalian yang memadai terhadap penggunaan dana-dana BLBI.
e.       Adanya diskriminasi penyaluran BLBI kepada bank-bank tertentu yang kepemilikan sahamnya
mempunyai keterkaitan dengan BI.
f.       Menetapkan kebijakan saham bank-bank tertentu mengalihkan kepemilikan saham dengan cara
selain melanggar hukum juga saham tersebut sesungguhnya merupakan agunan terhadap BLBI
(SBPUK).
g.      Melakukan intervensi valas melalui bank-bank yang rekening giro rupiahnya telah bersaldo
debet.
h.      Tidak melaksanakan program penjaminan yang telah ditetapkan dalam Keppres No. 26 tahun
1998 dan ketentuan pelaksanaannya dan tetap membiarkan bank-bank menyelesaikan kewajiban
jatuh tempo melalui mekanisme kliring.

Kebijakan yang demikian, dalam disiplin ilmu moneter dan perbankan adalah sebuah
keniscayaan sepanjang dilakukan dalam koridor prudentiality dan mengikuti ketentuan
perundang-undangan. Hubungan perbankan, Pemerintahan, dan doktrin hukum bisnis yang
terkait akan dibahas pada bab ini, sebagai berikut:

1. Perbankan dalam perekonomian


2. Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah suatu
badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries)
yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana (idle fund surplus unit) kepada pihak
yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan. 
Undang-undang nomor 10 tahun 1998, menambahkan definisi bank dengan anak kalimat “dalam
rangka meningkatkan taraf hidpu rakyat banyak”, sehingga selengkapnya berbunyi : Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Unsur modal sendiri dalam perbankan adalah tidak dominan. Karena itu  Perbankan dalam
melaksanakan operasinya harus disiplin dalam mengikuti aturan aturan perbankan, mengingat
dana yang disalurkan adalah dana pihak ketiga. Disiplin ketat tersebut antara lain adalah dengan
menjaga rasio kecukupan modal tertentu (capital adequacy ratio), analisis spread, manajemen
durasi jatuh tempo penyaluran pinjaman dengan simpanan masyarakat, kehati hatian dalam
analisa pemberian kredit, baik dari sisi kelayakan, keekonomian dan agunan kredit, maupun
batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit), serta larangan penyaluran kredit secara
eksesif kepada kelompok usaha sendiri.

Anda mungkin juga menyukai