Hubungan akrab
Jenis hubungan
Duda · Istri · Janda · Keluarga · Kumpul
kebo · Monogami · Nikah siri · Pacar
lelaki · Pacar
perempuan · Perkawinan · Persahabatan
· Poligami · Pria
simpanan · Saudara · Selir · Suami · Wa
nita simpanan
l
b
s
Daftar isi
1Etimologi
2Pernikahan di Indonesia
o 2.1Syarat pernikahan berdasar undang-undang
o 2.2Pernikahan agama
2.2.1Islam
2.2.2Kristen Protestan
3Pembatalan pernikahan
o 3.1Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan
o 3.2Alasan pembatalan perkawinan
o 3.3Pengajuan pembatalan perkawinan
o 3.4Cara mengajukan permohonan pembatalan perkawinan
o 3.5Batas waktu pengajuan
o 3.6Pemberlakuan pembatalan perkawinan
4Lihat pula
5Referensi
6Pranala luar
Etimologi[sunting | sunting sumber]
Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa
Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu
berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: )نكاحyang
berarti persetubuhan.[1][2]
Calon istri
Calon suami
Wali nikah
Dua orang saksi
Ijab dan kabul
Menggugat UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi
Pada pertengahan tahun 2014, seorang mahasiswa dan 4 alumni Fakultas Hukum Universitas
Indonesia menggugat Undang-undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi khususnya Pasal 2
ayat 1 UU No. 1/1974 yang berbunyi: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaan itu" yang menghalangi/mempersulit terjadinya
pernikahan beda agama.[3] Pada tanggal 18 Juni 2015, Mahkamah Konstitusi menolak seluruh
gugatan tersebut dengan pertimbangan negara berperan memberikan pedoman untuk menjamin
kepastian hukum kehidupan bersama dalam tali ikatan perkawinan, agama menetapkan tentang
keabsahan perkawinan, sedangkan UU menetapkan keabsahan administratif yang dilakukan oleh
negara.[4]
Pernikahan agama[sunting | sunting sumber]
Islam[sunting | sunting sumber]
Pihak-pihak yang melaksanakan akad nikah yaitu mempelai pria dan wanita.
Adanya akad (sighat) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan atau wakilnya (ijab) dan
diterima oleh pihak laki-laki atau wakilnya (kabul).
Adanya wali dari calon istri.
Adanya dua orang saksi.
Apabila salah satu syarat itu tidak dipenuhi maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah, dan
dianggap tidak pernah ada perkawinan. Oleh karena itu diharamkan baginya yang tidak memenuhi
rukun tersebut untuk mengadakan hubungan seksual maupun segala larangan agama dalam
pergaulan. Dengan demikian apabila keempat rukun itu sudah terpenuhi maka perkawinan yang
dilakukan sudah dianggap sah.
Perkawinan di atas menurut hukum Islam sudah dianggap sah, apabila perkawinan tersebut
dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 pasal 2 ayat 2 tahun 1974 tentang
perkawinan itu berbunyi: "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku." Dipertegas dalam dalam undang-undang yang sama pada pasal 7 ayat 1 yang
menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai usia 19 tahun dan pihak
wanita telah mencapai usia 16 tahun. Jika masih belum cukup umur, pada pasal 7 ayat 2
menjelaskan bahwa perkawinan dapat disahkan dengan meminta dispensasi kepada pengadilan
atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.
Kristen Protestan[sunting | sunting sumber]
Pernikahan di Gereja Bethany Makassar pada tahun 1981.
Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri.
Suami atau istri.
Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan.
Pejabat pengadilan.
Pasal 73 KHI menyebutkan bahwa yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah:
Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri.
Suami atau istri.
Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-undang.
Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat
perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut
dalam pasal 67.
Alasan pembatalan perkawinan[sunting | sunting sumber]
Perkawinan dapat dibatalkan, bila:
Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum yang terdapat pada
Pasal 27 UU No. 1/1974.
Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya (pasal 27 UU No. 1/1974). Identitas palsu
misalnya tentang status, usia atau agama.
Suami/istri yang masih mempunyai ikatan perkawinan melakukan perkawinan tanpa seizin
dan sepengetahuan pihak lainnya (pasal 24 UU No. 01 tahun 1974).
Perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (pasal 22 UU Perkawinan).
Sementara menurut Pasal 71 KHI, perkawinan dapat dibatalkan apabila: