Anda di halaman 1dari 58

PENGARUH BERBAGAI FORMULASI BUMBU REMPAH ALAMI TERHADAP

WAKTU SIMPAN OPOR AYAM

(Skripsi)

Oleh

MUTIA KANSA RIANI PUTRI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK

PENGARUH BERBAGAI FORMULASI BUMBU REMPAH ALAMI


TERHADAP WAKTU SIMPAN OPOR AYAM

Oleh

MUTIA KANSA RIANI PUTRI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi rempah alami yang


menghasilkan waktu simpan opor ayam terbaik. Penelitian disusun dalam
Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan dua faktor dan dua ulangan. Faktor
pertama yaitu formulasi rempah-rempah dengan 7 taraf dan faktor kedua yaitu
waktu simpan opor ayam dengan 5 taraf yaitu 0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan
48 jam. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam serta uji Ortogonal Polinomial
dan Ortogonal Kontras. Hasil ANARA menunjukkan bahwa terdapat interaksi
antara formulasi rempah-rempah dan waktu simpan terhadap aroma, kekompakan,
dan penerimaan keseluruhan, namun tidak pada pH. Formulasi rempah-rempah
dan waktu simpan opor ayam berpengaruh sangat nyata terhadap aroma,
kekompakan, penerimaan keseluruhan, dan pH. Hasil 3 formulasi terbaik yang
diperoleh berdasarkan uji kesukaan dengan tiga ulangan diuji lanjut menggunakan
uji Duncan. Formulasi rempah-rempah yang menghasilkan waktu simpan terbaik
hingga 24 jam dan disukai konsumen pada perlakuan penambahan rempah-
rempah tertinggi yaitu bawang putih 40 g, daun salam 5 g, lengkuas 18 g, lada 5 g,
dan serai 50 g.

Kata kunci: bawang putih, daun salam, lengkuas, serai, lada, opor ayam.
ABSTRACT

INFLUENCE OF VARIOUS NATURAL WASTE SPICES FOR “OPOR


AYAM” STORAGE TIME

By

MUTIA KANSA RIANI PUTRI

This study aimed to determine the formulation of natural spices that produce the
best “opor ayam” storage time. The study was arranged in a Complete
Randomized Block Design with two factors treatments and two replications. The
first factor was the formulation of spices with 7 levels and the second factor was
the storage time of “opor ayam” with 5 levels, namely 0 hours, 12 hours, 24
hours, 36 hours, and 48 hours. The data were analyzed by analysis of variance and
Orthogonal Polynomial and Orthogonal Contrast test. The ANOVA test showed
that there was an interaction between the spices formulations and the storage time
on the aroma, compactness, and overall acceptability, but not on the pH. The
spices formulations and storage time of “opor ayam” had a very significant effect
on the aroma, compactness, overall acceptability, and pH respectively. The 3 best
formulation resulted were obtained based on the preference test with three
replications were further tested using the Duncan test. The spices formulation that
produced the best storage time until 24 hours and liked by consumers having the
highest spices were 40 g of garlic, 5 g of bay leaf, 18 g of galangal, 5 g of pepper
and 50 g of lemongrass.

Keyword : garlic, bay leaf, galangal, lemongrass, pepper, “opor ayam”.


PENGARUH BERBAGAI FORMULASI BUMBU REMPAH ALAMI
TERHADAP WAKTU SIMPAN OPOR AYAM

Oleh

MUTIA KANSA RIANI PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian


Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 20 Desember 1995, sebagai anak

kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Herry Heryadi dan Ibu Drs.

Neneh Iriani serta merupakan adik dari Dea Indah Riani Putri dan kakak dari

Ryan Ichsan Fadilah.

Pendidikan penulis diawali di Taman Kanak-kanak Kartika II-26 Bandar

Lampung, diselesaikan pada tahun 2002, yang kemudian dilanjutkan di Sekolah

Dasar Kartika II-5 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2008, selanjutnya

dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Bandar Lampung,

diselesaikan pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas Yayasan Pembina

Unila (YP Unila) yang diselesaikan pada tahun 2014. Pada Tahun 2014, penulis

terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam

organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjadi Anggota Bidang Dana dan

Usaha Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (HMJ THP)

Universitas Lampung periode 2015-2016 dan pernah menjadi Ketua Bidang Dana

dan Usaha Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (HMJ THP)

Universitas Lampung periode 2017-2018.


Pada bulan Juli-Agustus tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di

Bogasari Baking Center, Karapitan, Bandung dengan judul “Mempelajari Proses

Pengolahan Mie di Bogasari Baking Center Cabang Karapitan Bandung” dan pada

bulan Januari-Maret tahun 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)

di Desa Pekon Susuk, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, dengan

Tema “Membangun dan Meningkatkan Kemandirian Desa”.


SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung atas dorongan dan semangat yang selalu

beliau diplomasikan kepada keluarga besar Fakultas Pertanian.

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung atas bimbingan dan nasihatnya

selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Murhadi, M, Si. selaku Pembimbing Akademik dan

pembimbing pertama yang telah begitu banyak memberikan bimbingan,

saran, kritik, dan arahannya selama pelaksanaan penelitian dan penulisan

skripsi ini.

4. Bapak Drs. Azhari Rangga, M. App. Sc. selaku pembimbing kedua yang

telah begitu banyak memberikan bimbingan, saran, kritik, dan arahannya

selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.


5. Bapak Dr. Ir. Suharyono, AS, M.S., selaku Pembahas atas saran, kritik, dan

masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Papah, Mamah, Teteh Dea, Adek Fadil tersayang, seluruh keluarga besarku

serta Dwi Prasetia yang telah memberikan semangat, nasihat, dan do’a

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Segenap Bapak/Ibu dosen serta staf dan karyawan yang membekali banyak

ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Jurusan THP

FP Unila.

8. Teman, Sahabat, sekaligus keluarga Angkatan 2014, terima kasih atas segala

dukungan dan bantuannya selama ini.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas semua kebaikan yang telah

diberikan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bandar Lampung, Desember 2018


Penulis,

Mutia Kansa Riani Putri


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR................................................................................ xvii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
1.3. Kerangka Pemikiran.................................................................... 4
1.4. Hipotesis ..................................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Opor Ayam ............................................................................... 8


2.1.1. Bahan Baku Opor Ayam ............................................... 9
2.1.2. Daging Ayam Broiler .................................................... 10
2.1.3. Santan ............................................................................ 11
2.1.4. Proses Pembuatan Opor Ayam...................................... 12

2.2. Rempah-Rempah ...................................................................... 14


2.2.1. Bawang Merah (Allium cepa L.) ................................... 14
2.2.2. Bawang Putih (Allium sativum)..................................... 15
2.2.3. Serai (Cymbopogon citratus)......................................... 15
2.2.4. Daun Salam (Syzygium polyanthum)............................. 16
2.2.5. Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) .......................... 17
2.2.6. Jahe (Zingiber officinale) .............................................. 17
2.2.7. Jinten (Carum carvi L) .................................................. 18
2.2.8. Kemiri (Aleuritas moluccana)....................................... 18
2.2.9. Ketumbar (Coriandrum sativum L.) .............................. 19
2.2.10. Lada (Piper nigrum L.).................................................. 20
2.2.11. Lengkuas (Alpinia galangal)......................................... 20
2.3. Rempah sebagai Antimikroba................................................... 21
2.4. Rempah sebagai Antioksidan.................................................... 22

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 23


3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 23
3.2.1. Alat ................................................................................. 23
3.2.2. Bahan .............................................................................. 23

3.3. Metode Penelitian ...................................................................... 24

3.4. Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 25

3.5. Pengamatan................................................................................ 28
3.5.1. Uji Organoleptik ............................................................. 28
3.5.2. Derajat Keasaman (pH) .................................................. 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Organoleptik ........................................................................ 32


4.1.1. Aroma ............................................................................. 32
4.1.2. Penampakan.................................................................... 36
4.1.3. Penerimaan Keseluruhan ................................................ 38
4.2. Derajat Keasaman (pH) ........................................................... 40
4.3. Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan....................................... 44
4.3. Uji Ranking.............................................................................. 44

V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan ................................................................................ 47


5.2. Saran .......................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 48

LAMPIRAN.............................................................................................. 56
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi bahan dan rempah-rempah dalam bumbu opor


masing-masing untuk 1 kg daging ayam dari ketiga tempat
catering tersebut .................................................................................. 7

2. Komposisi bahan dan rempah-rempah dalam bumbu opor untuk


setiap 2kg daging ayam....................................................................... 9

3. Formulasi rempah-rempah opor ayam yang digunakan...................... 24

4. Tata letak perbandingan konsentrasi bawang putih, lengkuas, serai,


lada, dan daun salam pada pembuatan opor ayam .............................. 25

5. Skala penilaian organoleptik ............................................................... 29

6. Hasil rekapitulasi data uji organoleptik............................................... 44

7. Hasil uji ranking ketiga sampel yang telah diuji lanjut Duncan ......... 45

8. Hasil pengamatan uji skoring aroma opor ayam................................. 57

9. Uji kehomogenan ragam uji skoring aroma opor ayam ...................... 58

10. Hasil analisis ragam uji skoring aroma opor ayam ............................. 59

11. Hasil uji lanjut OP dan OC uji skoring aroma opor ayam .................. 60

12. Hasil pengamatan uji skoring penampakan opor ayam....................... 62

13. Uji kehomogenan ragam uji skoring kekompakan opor ayam............ 63

14. Hasil analisis ragam uji skoring kekompakan opor ayam................... 64

15. Hasil uji lanjut OP dan OC uji skoring kekompakan opor ayam ........ 65
16. Hasil pengamatan uji hedonik penerimaan keseluruhan opor ayam... 67

17. Uji kehomogenan ragam uji hedonik penerimaan keseluruhan


opor ayam............................................................................................ 68

18. Hasil analisis ragam uji hedonik penerimaan keseluruhan opor


ayam .................................................................................................... 69

19. Hasil uji lanjut OP dan OC uji hedonik penerimaan keseluruhan opor
ayam .................................................................................................... 70

20. Hasil pengamatan uji keasaman (pH) opor ayam ............................... 72

21. Uji kehomogenan ragam uji keasaman (pH) opor ayam..................... 73

22. Hasil analisis ragam uji keasaman (pH) opor ayam............................ 74

23. Hasil uji lanjut OP dan OC uji keasaman (pH) opor ayam ................. 75

24. Hasil pengamatan rasa opor ayam....................................................... 77

25. Uji normalitas rasa opor ayam ............................................................ 77

26. Uji kehomogenan ragam rasa opor ayam............................................ 77

27. Hasil analisis ragam rasa opor ayam................................................... 77


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Produk opor ayam ............................................................................... 9

2. Diagram alir pembuatan opor ayam yang dilakukan dalam


penelitian............................................................................................ 27

3. Contoh kuesioner ................................................................................ 29

4. Pengaruh penggunaan berbagai formulasi rempah-rempah terhadap


waktu simpan pada skor aroma opor ayam......................................... 33

5. Pengaruh penggunaan berbagai formulasi rempah-rempah terhadap


waktu simpan pada skor penampakan opor ayam............................... 36

6. Pengaruh penggunaan berbagai formulasi rempah-rempah terhadap


waktu simpan pada skor penerimaan keseluruhan opor ayam ............ 39

7. Pengaruh penggunaan berbagai formulasi rempah-rempah terhadap


waktu simpan pada skor derajat keasaman (pH) opor ayam............... 41

8. Beberapa rempah-rempah yang digunakan pada pembuatan opor


ayam .................................................................................................... 78

9. Proses pemasakan opor ayam ............................................................. 78

10. Penimbangan daging ayam menggunakan timbangan ........................ 78

11. Sampel opor ayam yang sedang disiapkan untuk disajikan ke


panelis ................................................................................................. 79

12. Panelis yang sedang melakukan pengujian organoleptik.................... 79

13. Peneliti sedang menjelaskan cara pengujian organoleptik.................. 79

14. Pengujian derajat keasaman (pH) menggunakan pH meter ................ 80


15. Contoh sampel yang penampakannya mulai terpisah (tidak
kompak) .............................................................................................. 80
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan ragam jenis rempah-rempah di Indonesia dilakukan untuk mendapatkan

khasiat dan karakteristik tertentu dari produk yang ingin dihasilkan. Beberapa

makanan tradisional khas Indonesia cukup banyak yang menggunakan rempah-

rempah sebagai bahan penambah citarasa agar mendapatkan citarasa yang dapat

diterima dan menciptakan citarasa makanan yang lebih nikmat (Anggraini, 2014).

Rempah-rempah yang ditambahkan pada bahan pangan dapat memperkuat flavor

alami dalam bahan pangan sehingga makanan tersebut dapat diterima oleh konsumen.

Formulasi penambahan bumbu yang digunakan dari bahan rempah-rempah dan aroma

yang khas yang tercipta dari rempah-rempah yang digunakan tersebut mampu

menghasilkan makanan yang nikmat dan dapat memberikan kepuasan bagi orang

yang mengkonsumsinya.

Selain menambah citarasa, ternyata jenis rempah-rempah tertentu dapat bertindak

sebagai pengawet dan antioksidan. Antioksidan merupakan zat yang mampu

memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu

memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun

dalam konsentrasi rendah (Sangi dan Katja, 2011). Rempah-rempah yang


2

mengandung zat antimikroba tinggi yaitu kemangi dan serai (Sangi dan Katja, 2011).

Selain itu, rempah-rempah yang juga memiliki zat antimikroba misalnya bawang

putih, lengkuas, jahe, kunyit, pala, dan bawang merah (Sari, 2016).

Masalah yang sering dihadapi pada pembuatan bumbu dari bahan baku rempah-

rempah adalah masalah kerusakan yang disebabkan oleh proses oksidasi yang dapat

menyebabkan ketengikan pada produk dan juga dapat mempengaruhi waktu simpan

dari produk tersebut (Winarno, 1992). Kerusakan bahan pangan oleh proses oksidasi

lemak yang terjadi selama penyimpanan dapat menyebabkan ketengikan pada produk

pangan. Menurut Cuvelier et. al. (1994), oksidasi lemak tidak hanya menyebabkan

penurunan nilai gizi dan kualitas makanan, tetapi juga menghasilkan produk

teroksidasi seperti radikal bebas yang dapat menyebabkan beberapa reaksi kimia yang

tidak diinginkan.

Pengusaha catering yang mempersiapkan makanan yang dipesan ataupun masakan

yang menjadi ciri khasnya kadangkala menjumpai masalah penyimpangan off flavor

dan off odor sebelum dikonsumsi atau diantarkan ke pemesan salah satunya adalah

opor ayam, karena masakan opor ayam ini menggunakan santan dan nutrisi yang

lengkap didalamnya. Hal ini menyebabkan catering-catering menolak untuk

menerima pesanan opor ayam karena produk tersebut mudah mengalami off flavor

dan off odor. Hal ini terjadi karena adanya penambahan santan pada masakan opor

ayam tersebut. Santan merupakan produk pangan yang mengandung kadar air dan

kadar lemak cukup tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme

pembusuk sehingga santan menjadi mudah rusak yang menyebabkan masakan opor
3

ayam menjadi cepat rusak pula (Mulia, 1995). Hal ini menyebabkan produk sejenis

opor ayam yang banyak dipesan tidak awet sehingga dapat merugikan pemesan dan

konsumen. Opor ayam merupakan masakan khas yang selalu disajikan ketika waktu

Lebaran tiba. Hal ini juga menyebabkan para ibu rumah tangga kuatir saat

menyajikan opor ayam, karena masakan ini mudah mengalami off flavor dan off odor

walaupun sering dihangatkan, sehingga opor ayam harus cepat dihabiskan.

Penelitian ini ditujukan untuk para usaha catering yang memproduksi opor ayam

dengan pelanggan diatas 1000 orang. Rata-rata makanan dengan nutrisi lengkap

seperti opor ayam ini hanya bertahan selama ±6 jam jika tanpa menggunakan

pengawet kimia sintetik. Oleh karena itu, harus ditemukan pengawet alami untuk

masakan yang tidak berbahaya jika dikonsumsi. Pada penelitian ini, akan diteliti

penggunaan rempah-rempah alami pada masakan opor ayam ini bertujuan untuk

menjadi pengawet alami pada masakan sehingga opor ayam waktu simpannya lebih

lama untuk dikonsumsi konsumen, seperti bawang putih, daun salam, serai, dan lain-

lain.

Bahan baku opor ayam yaitu ayam potong, santan, garam, gula, dan berbagai rempah-

rempah seperti bawang merah, bawang putih, serai, daun salam, daun jeruk, lada,

kemiri, laos, jinten dan ketumbar. Beberapa komponen kimia antimikroba yang

terkandung dalam rempah-rempah yang digunakan pada pembuatan opor ayam yaitu

steroid dan fenol yang terkandung dalam bawang merah (Ibrani, 2012), senyawa

allicin yang terkandung dalam bawang putih (Feldberg, et.al., 1988), dan senyawa

flavonoid yang terkandung dalam daun salam (Cushnie dan Lamb, 2011). Rempah-
4

rempah alami yang digunakan dalam pembuatan opor ayam memiliki keunikan

karena bersifat antimikroba dan membunuh bakteri patogen. Rempah-rempah ini

dapat berfungsi sebagai bahan pengawet alami sehingga opor ayam dapat tahan

disimpan selama beberapa hari (Rahayu, 2000). Hasil penelitian Murhadi dkk (2007),

menunjukkan bahwa ekstrak bubuk daun salam dengan pelarut etilasetat setelah

dipanaskan 100°C sampai 60 menit cukup efektif menghambat tiga bakteri yaitu P.

aeruginosa, S. aureus, dan B. subtilis dengan daya antibakteri rata-rata diatas 80%.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi rempah alami yang

menghasilkan waktu simpan opor ayam terbaik.

1.3 Kerangka Pemikiran

Rempah-rempah yang digunakan dalam kegiatan pengolahan makanan sehari-hari

dengan konsentrasi biasa tidak dapat mengawetkan makanan tetapi pada konsentrasi

tertentu rempah-rempah dapat membantu bahan-bahan lain yang dapat mencegah

pertumbuhan mikroba pada makanan. Efek penghambatan pertumbuhan mikroba oleh

suatu jenis rempah-rempah bersifat khas. Setiap jenis senyawa antimikroba

mempunyai kemampuan penghambatan yang khas untuk satu jenis mikroba tertentu.

Beberapa jenis rempah-rempah yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang

cukup kuat adalah bawang merah (Johnson dan Vaughn, 1969), bawang putih

(Thomas, 1984), jahe (Jenie et al., 1992), dan lengkuas (Rahayu, 1999). Oleh karena
5

itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari formulasi terbaik dari berbagai macam

rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan opor ayam agar masa simpannya

lebih lama sebelum dikonsumsi.

Rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan opor ayam memiliki kandungan

antimikroba yang cukup tinggi. Bawang merah memiliki komponen kimia aktif

antimikroba yaitu steroid dan fenol (Ibrani, 2012). Bawang putih mengandung

senyawa allicin yang dapat menghambat atau mematikan berbagai pertumbuhan

jamur dan bakteri (Anonymous, 2004). Penelitian Damayanti (2014) menunjukan

bahwa pertambahan konsentrasi larutan bawang putih berbanding lurus dengan

bertambah kuatnya zona hambat pertumbuhan bakteri. Serai memiliki kandungan

senyawa aktif fenol yang dapat berperan sebagai antioksidan (Nambiar dan Matela,

2012). Daun salam mengandung flavonoid yang mengandung antibakteri yang tinggi

(Cushnie dan Lamb, 2011). Bubuk daun salam 50 gram yang diekstrak dengan etanol

atau etilasetat memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi mencapai 80% (Murhadi et.

al., 2007). Seperti rempah lainnya, lengkuas kaya akan senyawa fenolik, seperti

flavonoid dan asam fenolat yang memiliki aktivitas antimikroba tinggi (Muchtadi dan

Sugiyono, 1992).

Menurut Buckle dkk. (1987), bentuk-bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroba

umumnya ditandai dengan: tumbuhnya jamur pada bahan pangan, pembusukan,

lendir, dan perubahan warna. Berdasarkan keterangan diatas, kerusakan opor ayam

ditentukan jika timbul bentuk-bentuk kerusakan bahan pangan tersebut, misalnya

ditumbuhi kapang ataupun khamir. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa


6

rempah-rempah dan bumbu asli Indonesia ternyata banyak mengandung zat aktif

antimikroba. Zat antimikroba ini yang akan berpotensi untuk dijadikan sebagai

pengawet alami (Buckle dkk., 1987). Bumbu masakan yang menggunakan rempah-

rempah dengan jumlah yang lebih besar diduga dapat berpengaruh terhadap waktu

simpan suatu masakan. Selain itu, jenis rempah-rempah yang digunakan dalam suatu

masakan diduga berpengaruh pula terhadap waktu simpan opor ayam, semakin tinggi

kandungan antimikroba pada suatu jenis rempah yang digunakan, maka bepengaruh

besar pula terhadap waktu simpan suatu masakan. Hal ini didukung dengan penelitian

Lestari et. al. (2005) bahwa penggunaan konsentrasi minyak atsiri lengkuas putih

yang semakin besar, zona hambatan yang terbentuk akan semakin luas, yang berarti

semakin besar formulasi rempah-rempah yang digunakan maka pengaruhnya akan

semakin besar pula.

Pada penelitian kali ini, dilakukan penelitian pendahuluan yaitu melalui data sekunder

yang di dapat dari jurnal dan survey pada beberapa catering di Bandar Lampung

untuk mengamati pengaruh berbagai rempah-rempah yang ditambahkan pada opor

ayam dalam mempengaruhi waktu simpan opor ayam pada catering-catering tersebut.

Dari hasil penelitian pendahuluan di beberapa catering tersebut, didapatkan formulasi

rempah-rempah yang paling dominan yang dapat memperpanjang waktu simpan opor

ayam yaitu formulasi yang bersumber dari catering Ummi. Pada catering Ummi, opor

ayam dapat bertahan lebih dari 12 jam karena pada catering Ummi menggunakan

bawang merah dan bawang putih yang banyak. Seperti yang kita ketahui, bawang

merah dan bawang putih memiliki komponen kimia antimikroba yang tinggi sehingga
7

dapat menghasilkan opor ayam yang memiliki waktu simpan lebih lama, namun

belum ditemukan formulasi terbaik yang menghasilkan opor ayam dengan waktu

simpan yang lama dari 12 jam. Adanya perbedaan komponen antimikroba dan

antioksidan yang terkandung dari masing-masing rempah yang digunakan serta

jumlah penambahan rempah-rempah yang tidak sama, maka akan terjadi perbedaan

waktu simpan pada masing-masing opor ayam dari ketiga tempat catering tersebut.

Komposisi bahan dan rempah-rempah dalam bumbu opor masing-masing untuk 1 kg

daging ayam dari ketiga tempat catering tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi bahan dan rempah-rempah dalam bumbu opor masing-masing


untuk 1 kg daging ayam dari ketiga tempat catering tersebut.
Formulasi
Bahan
Standar(*) Catering Catering Catering
Elynaz Ummi Kartini

Bawang merah (g) 31.75 63 50.8 19


Bawang putih (g) 10 20 24 20
Daun jeruk (g) 0.5 1 - 1
Daun salam (g) 1 2 2 5
Jahe (g) 2 4 8 4
Jinten (g) 1.5 3 - -
Kemiri (g) 10 20 - 20
Ketumbar (g) 2.5 5 - 1.25
Lada (g) 1.75 3.5 3 1.75
Lengkuas (g) 6 12 12 30
Serai (g) 5 10 20 30
Santan (L) 0.5 1 1 0.5
(*) Sumber : Anonim (1983).
8

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat formulasi rempah alami

yang menghasilkan waktu simpan opor ayam terbaik dan disukai konsumen.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Opor Ayam

Opor ayam merupakan salah satu jenis makanan khas Indonesia sejak dahulu.

Makanan ini sangat dikenal pada masyarakat Jawa, Sunda, dan Betawi (Ketrinia,

2011). Opor ayam merupakan makanan yang berbahan dasar ayam, baik ayam

kampung maupun ayam negeri yang diolah dengan santan dan berbagai rempah-

rempah sebagai bumbu (Pertiwi, 1992). Di Indonesia, opor ayam memiliki

komposisi bahan yang berbeda-beda sehingga menghasilkan opor ayam yang

berbeda pula. Opor ayam memiliki 2 macam warna, yaitu opor ayam putih dan

opor ayam kuning. Komposisi bahan yang digunakan hampir sama, namun pada

opor ayam kuning ditambahkan kunyit sebagai pewarna alami. Di setiap daerah di

Indonesia memiliki opor ayam dengan ciri khasnya masing-masing. Seperti opor

ayam khas Padang menggunakan asam kandis dan air jeruk nipis. Sedangkan opor

ayam khas Jawa menggunakan kecap dan gula merah sehingga menghasilkan opor

ayam yang gurih dan manis sesuai dengan ciri khas makanan Jawa yaitu manis.

Komposisi bahan dan rempah-rempah dalam bumbu opor ayam dapat dilihat pada

Tabel 2.
9

Tabel 2. Komposisi bahan dan rempah-rempah dalam bumbu opor untuk setiap 2
kg daging ayam.

Bahan Jumlah
Bawang merah 10 siung (63.5 gram)
Bawang putih 5 siung (20 gram)
Daun jeruk 3 lembar (1 gram)
Daun salam 2 lembar (2 gram)
Jahe 1 cm (4 gram)
Jinten ½ sdt (3 gram)
Kemiri 5 butir (20 gram)
Ketumbar 1 sdm (5 gram)
Lada 1 sdt (3.5 gram)
Lengkuas 2 cm (12 gram)
Serai 1 batang (10 gram)
Santan 1 liter
Anonim (1983).

Produk opor ayam dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Produk Opor Ayam (Ardani, 2016).

2.1.1 Bahan Baku Opor Ayam

Bahan baku untuk proses pembuatan opor ayam dapat digolongkan menjadi dua

kelompok, yaitu bahan pokok atau bahan utama dan bahan tambahan. Bahan

pokok atau bahan utama yang digunakan pada proses pembuatan opor ayam yaitu

daging ayam. Bahan tambahan yang digunakan yaitu santan dan rempah-rempah
10

(serai, daun salam, daun jeruk, bawang merah, bawang putih, kemiri, laos,

ketumbar, jinten, dan lada). Formulasi bahan baku dan bahan tambahan dalam

proses pembuatan opor ayam harus tepat, sehingga memperoleh produk akhir

yang baik.

2.1.2. Daging Ayam Broiler

Daging ayam broiler banyak diminati masyarakat disebabkan oleh teksturnya

yang elastis, artinya jika ditekan dengan jari, daging dengan cepat akan kembali

seperti semula. Jika ditekan daging tidak terlalu lembek dan tidak berair. Warna

daging ayam segar adalah kekuning-kuningan dengan aroma khas daging ayam

broliler tidak amis tidak berlendir dan tidak menimbulkan bau busuk (Kasih et al.

2012). Menurut Kasih et al. (2012), saat ini masyarakat Indonesia lebih banyak

mengenal daging ayam broiler sebagai daging ayam potong yang biasa

dikonsumsi karena kelebihan yang dimiliki seperti kandungan atau nilai gizi yang

tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh, mudah

diperoleh, dagingnya yang lebih tebal, serta memiliki tekstur yang lebih lembut

dibandingkan dengan daging ayam kampung dan mudah didapatkan di pasaran

maupun supermarket dengan harga yang terjangkau.

Ciri – ciri daging broiler yang baik menurut (SNI 01 -4258-2010), antara lain

adalah sebagai berikut.

a) Warna putih kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak kebiruan, tidak

terlalu merah).
11

b) Warna kulit ayam putih kekuningan, cerah, mengkilat dan bersih. Bila disentuh,

daging terasa lembab dan tidak lengket (tidak kering).

c) Bau spesifik daging (tidak ada bau menyengat, tidak berbau amis, tidak berbau

busuk).

d) Konsistensi otot dada dan paha kenyal, elastis (tidak lembek). Bagian dalam

karkas dan serabut otot berwarna putih agak pucat, pembuluh darah dan sayap

kosong (tidak ada sisa – sisa darah).

2.1.3. Santan

Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air yang berwarna putih, yang

diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang diparut atau

dihancurkan (Hagenmeier, 1973). Santan kelapa diperoleh dengan mengepres

daging kelapa segar (Djarkasi, 1995) dengan atau tanpa penambahan air. Santan

yang ditambahkan ke dalam masakan berfungsi memberi citarasa pada makanan

yaitu menghasilkan rasa makanan yang gurih dan aroma yang khas. Selain

memberikan rasa dan aroma yang khas, santan juga berfungsi untuk

mengentalkan. Santan merupakan produk pangan yang mengandung kadar air dan

kadar lemak cukup tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme

pembusuk sehingga santan menjadi mudah rusak. Sementara itu upaya pembuatan

santan awet dilakukan dengan proses pemanasan suhu sterilisasi, yang dapat

menimbulkan beberapa kerusakan produk. Kerusakan tersebut antara lain

pecahnya emulsi santan, timbulnya aroma tengik dan perubahan warna menjadi

lebih gelap (Mulia, 1995).


12

2.1.4. Proses Pembuatan Opor Ayam

Proses pembuatan opor ayam dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pencucian

ayam hingga bersih kemudian direbus dahulu hingga setengah matang ±10 menit

kemudian dipotong. Setelah itu, semua rempah-rempah dibersihkan kemudian

dihaluskan rempah-rempah yang digunakan yaitu ketumbar, lada, kemiri, jahe,

jinten, kemiri, bawang putih, dan bawang merah kemudian disisihkan. Rempah-

rempah seperti daun salam, lengkuas, dan serai dipisahkan karena tidak

dihaluskan seperti rempah lainnya. Setelah semua rempah dihaluskan, dilakukan

pemanasan minyak sayur, setelah minyak sayur panas dilakukan penumisan

bumbu yang sudah dihaluskan sebelumnya hingga bumbu harum ±3 menit,

kemudian dimasukkan daun salam, lengkuas dan serai lalu dilakukan pengadukan

hingga harum dan matang. Sambil menunggu bumbu matang, dilakukan pula

pemasakan santan yang dibuat dari campuran 1 buah kelapa yang telah diparut

dan 0,5 liter air kemudian kepala parut diperas hingga didapatkan santan. Setelah

itu, santan dimasak hingga mendidih menggunakan api kecil dan diaduk terus-

menerus agar santan tidak pecah. Setelah bumbu matang, dimasukkan santan yang

telah dimasak tersebut sambil dilakukan pengadukan. Setelah itu, dimasukkan

ayam yang telah direbus terlebih dahulu sambil dilakukan pengadukan hingga

bumbu dan santan meresap ke dalam daging ayam tersebut. Setelah bumbu

meresap dan matang ±30 menit, opor ayam siap untuk disajikan. Diagram alir

pembuatan opor ayam dapat dilihat pada Gambar 2.


13

Santan Daging
Rempah-
0,5 L ayam 1 kg
rempah

Dimasak hingga
Diseleksi Dipotong dan
mendidih
dan dicuci hingga
dibersihkan bersih

Direbus ± 10 Air
Dihaluskan Disiapkan kaldu
menit
bawang putih, dan lengkuas,
lada sesuai dan serai
perlakuan dan yang sudah
dihaluskan pula ditumbuk,
jahe, dan bawang dan daun
merah dengan salam
konsentrasi yang sesuai
sama perlakuan

Bawang putih (gram) : 8:16:24:32:40:24:24


Daun salam (gram) : 1:2:3:4:5:5:1
Lengkuas (gram) :6:9:12:15:18:12:12
Lada (gram) : 1:2:3:4:5:3:3
Serai (gram) : 10:20:30:40:50:10:50

Ditumis ±3 menit

Dicampurkan semua bahan dan


dimasak ±30 menit

Pengamatan:
Opor Aroma, kekompakan,
ayam penerimaan keseluruhan,
pH, dan rasa

2.2. Rempah-Rempah
Gambar 2. Diagram alir pembuatan opor ayam yang dilakukan dalam penelitian.
14

Rempah-rempah merupakan sumberdaya hayati yang telah lama berperan penting

dalam kehidupan manusia. Rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang

digunakan sebagai bumbu, penguat citarasa, pengharum, dan pengawet makanan

yang digunakan secara terbatas (FAO, 2005). Rempah sejak dulu digunakan oleh

nenek moyang kita untuk digunakan dalam berbagai macam kebutuhan, seperti

rempah yang digunakan untuk obat dan juga untuk memasak. Menurut Duke et al.

(2002), rempah adalah tanaman atau bagian tanaman yang bersifat aromatik dan

digunakan dalam makanan dengan fungsi utama sebagai pemberi citarasa. Secara

umum, pengertian rempah-rempah merupakan suatu tanaman yang sejak dahulu

digunakan khususnya untuk memasak yang berfungsi sebagai penambah flavor

dan pengawet pada makanan.

2.2.1. Bawang Merah (Allium cepa L.)

Bawang merah merupakan salah satu tanaman musiman yang memiliki nilai

ekonomi inggi yang sering dibutuhkan masyarakat sebagai bahan penyedap

masakan atau bahan tambahan pada makanan (Sofan, 2016). Bawang merah

memiliki banyak senyawa yang mengandung sulfur yang volatil (Wetli, 2004),

seperti alliin dan glutamilsistein (Corzo-Martinez et al., 2007). Senyawa bersulfur

inilah yang berperan sebagai antimikroba (Rose et al., 2005). Ekstrak bawang

merah (Allium cepa L.) memiliki aktivitas terhadap bakteri uji yaitu Salmonella

typhi, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Komponen kimia aktif

antimikroba pada bawang merah adalah steroid dan fenol (Ibrani, 2012).
15

2.2.2. Bawang Putih (Allium sativum)

Bawang putih memiliki manfaat sebagai ekspektoran, antispasmodik, antiseptik,

bakteriostatik, antiviral dan antihelmintik (Lingga, 2010). Penelitian Yamada dan

Azama (1997) menyatakan bahwa selain memiliki sifat sebagai antibakteri

bawang putih juga bersifat sebagai antijamur. Senyawa allicin yang terkandung

dalam bawang putih menunjukkan aktivitas antimikroba dengan menghambat

sintesis RNA dengan cepat dan menyeluruh (Feldberg, et al., 1988). Selain itu,

senyawa allicin berfungsi menghambat atau mematikan berbagai pertumbuhan

jamur dan bakteri (Anonymous, 2004). Peranannya sebagai bumbu penyedap

masakan modern sampai sekarang tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan

buatan yang banyak kita temui di pasaran yang dikemas sedemikian menariknya

(Syamsiah dan Tajudin, 2003).

2.2.3. Serai (Cymbopogon citratus)

Serai atau Cymbopogon citratus atau sering disebut Cymbopogon nardus

(Lenabatu) merupakan tumbuhan yang masuk ke dalam famili rumput-rumputan

atau Poaceae. Serai memiliki aroma khas yang diperoleh dari senyawa sitral yang

memiliki khasiat sebagai antijamur dan antibakteri (Ella et al., 2013). Hasil

penelitian Saragih et al. (2016), serai memiliki kandungan antimikroba yang

berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus

aureus. Serai diketahui memiliki kandungan senyawa aktif fenol yang dapat

berperan sebagai antioksidan (Nambiar dan Matela, 2012). Hal ini didukung oleh

beberapa hasil penelitian, seperti penelitian Putra et. al. (2013) yang melaporkan

bahwa kandungan antioksidan minyak atsiri daun serai lebih tinggi daripada
16

batang serai. Penelitian lainnya, yaitu yang dilakukan oleh Suryanto et al. (2010)

juga menunjukkan bahwa ekstrak heksan daun serai memiliki kadar fenol total

yang tinggi sehingga dapat meredam pembentukan radikal bebas. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa daun serai memiliki potensi sebagai antioksidan.

2.2.4. Daun Salam (Syzygium polyanthum)

Daun salam bila diremas akan menghasilkan aroma yang harum seperti wangi

cengkeh dan lemon yang lembut. Daun salam memberi aroma khas pada hati sapi,

daging, ikan, sup, dan lain-lain. Dalam 100 gram daun salam terkandung 5.4 gram

air, 7.6 gram protein, 8.4 gram lemak, 75 gram karbohidrat, 26.3 gram serat,

mineral, nissin, dan vitamin A (Farrell, 1985). Hasil penelitian Murhadi et al.

(2007), ekstrak daun salam cukup efektif dalam menghambat pertumbuhan S.

aureus, E. coli, B. subtilis, dan P. aeruginosa dengan daya antibakteri rata-rata

diatas 80%. Berdasarkan beberapa penelitian, senyawa yang terkandung dalam

daun salam yang dapat menjadi antibakteri adalah sebagai berikut.

1. Flavonoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut

polar seperti etanol, menthanol, butanol, dan aseton. Flavonoid adalah golongan

terbesar dari senyawa fenol. Senyawa fenol memiliki kemampuan antibakteri

dengan cara mendenaturasi protein yang menyebabkan terjadinya kerusakan

permeabilitas dinding sel bakteri (Cushnie dan Lamb, 2011).

2. Tannin dapat mengganggu permeabilitas membran sel bakteri dan memiliki

kemampuan mencegah koagulasi plasma pada Staphylococcus aureus

(Akiyama et al., 2001)

3. Minyak atsiri juga berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu enzim
17

yang membantu pembentukan energi sehingga memperlambat pertumbuhan sel.

Minyak atsiri dalam jumlah banyak dapat juga mendenaturasi protein (Nazzaro

et al., 2013).

4. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme alkaloaid

sebagai inhibitor pertumbuhan bakteri adalah dengan cara mengganggu

komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding

sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut

(Kurniawan dan Aryana, 2015).

2.2.5. Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.)

Tanaman jeruk purut ( Citrus hystrix DC. ) merupakan tumbuhan perdu dan

termasuk ke dalam famili Rytaceae. Sari buah sangat asam, berlendir dan berbau

sedap yang sering digunakan sebagai bumbu masak. Kulit buah sangat pahit dan

sering dibuat tonikum, sedang daging buahnya dimanfaatkan untuk pencuci

rambut dan bahan pewangi. Daunnya dibuat sebagai penyedap masakan

(Sastrapradja, 1997). Selain itu, daun jeruk ditambahkan pada masakan berfungsi

untuk menambah aroma harum pada masakan tersebut.

2.2.6. Jahe (Zingiber officinale)

Penggunaan jahe sebagai bumbu dapat merubah citarasa makanan yang tawar,

karena rempah-rempah ini mengandung bahan citarasa yang menonjol dan

menghasilkan rasa segar pada makanan yang ditambahkan (Farrell, 1985). Jahe

memiliki komponen aktif, baik dalam bentuk volatil maupun non-volatil.

Komponen minyak yang volatil pada jahe utamanya terdiri dari hidrokarbon
18

sesquiterpen, yang didominasi Zingeberene (35%), Curcumene (18%) dan

Farnesene (10%), dan l-bisabolene dengan jumlah lebih kecil. Persentase lebih

kecil terdiri dari dari 40 hidrokarbon monoterpenoid yaitu 1,8-cineole, linalool,

borneol, neral, dan geraniol yang memiliki jumlah paling banyak (Govindarajan,

1982). Konstituen ini berkontribusi kepada aroma dan rasa khas dari jahe.

Komponen non-volatil jahe seperti gingerol, shogaol, paradol, dan zingerone

menghasilkan sensasi pedas di mulut. Jahe memiliki aktivitas antikanker,

antioksidan dan antimutagenik (Shukla dan Singh, 2007).

2.2.7. Jinten (Carum carvi L)

Biji jinten berasal dari buah tanaman jinten (Carum carvi L.) yang dikeringkan.

Biji jinten berwarna keabu-abuan berbentuk sabit dan berukuran panjang 6 mm

(Farrell, 1985). Aromanya khas, harum, hangat, dan segar dengan rasa yang agak

tajam. Biji jinten digunakan untuk pembuatan parfum non alkohol dan bumbu

masak. Biji jinten menghasilkan 3-7 persen minyak atsiri (Parry, 1945).

2.2.8. Kemiri (Aleuritas moluccana)

Buah kemiri berbentuk bulat telur, berbulu lembut dan berwarna cokelat tua. Di

dalam buah kemiri berisi 1-2 biji yang diselubungi daging buah. Biji kemiri

berkulit keras dan kasar dan berdaging warna putih. Daging biji kemiri yang telah

dibakar biasa digunakan sebagai bumbu masak. Biji kemiri juga digunakan

sebagai obat pencuci perut (Anonim, 1986). Minyak kemiri sangat kaya akan

kandungan asam lemak tak jenuh seperti asam linoleat 48,5 %, asam linolenat
19

28,5 %, dan asam oleat 10,5 % serta komponen-komponen minor seperti vitamin

A, C, dan E sebagai antioksidan (Morton, J.F., 1992). Vitamin E merupakan

senyawa yang memiliki peranan penting bagi kesehatan, yaitu sebagai zat

antioksidan yang berfungsi untuk menghambat terjadinya oksidasi asam lemak tak

jenuh di dalam tubuh dan melindungi membran sel dari radikal-radikal bebas.

Vitamin ini termasuk ke dalam zat antioksidan golongan fenolik dan bersifat larut

dalam lemak. Vitamin E bersifat essensial (tidak dapat disintesis oleh tubuh),

sehingga harus diperoleh dari makanan (Burton dan Traber, 1990).

2.2.9. Ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Biji ketumbar (Coriandrum sativum L) juga merupakan salah satu jenis tanaman

bumbu-bumbuan yang sejak lama digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia

sebagai obat atau untuk meningkatkan cita rasa bahan pangan (Purseglove et al.,

1981). Di Indonesia, ketumbar banyak digunakan sebagai bumbu masak dengan

digerus terlebih dahulu. Zat yang terkandung pada minyak atsiri selain fenol

adalah flavonoid. Flavonoid bersifat antibakteri dan antioksidan (Wangensteen et

al., 2004). Vitamin yang banyak terkandung dalam biji ketumbar adalah vitamin

C dan B. Vitamin C berperan sebagai antioksidan. Antioksidan berperan dalam

mencegah dan mengurangi bahaya yang ditimbulkan radikal bebas. Radikal bebas

adalah suatu senyawa yang dapat mengganggu metabolisme tubuh yang

berbahaya bagi kesehatan (Wangensteen et al., 2004). Kadar minyak esensial

yang terkandung pada biji ketumbar berjumlah sekitar 0,5%-1% mampu menjadi

antimikroba atau antibakteri, dan spesifik terhadap spesies Salmonella, sehingga

dapat meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit (Isao et al., 2004).
20

2.2.10. Lada (Piper nigrum L.)

Menurut Parry (1945) dan Farrell (1985), lada yang telah kering berubah warna

dari hijau menjadi cokelat tua sampai hitam, bentuknya globular, aroma dan

rasanya khas, sangat pedas menusuk dengan wangi harum yang tajam. Saat ini

lada digunakan sebagai pengawet dan untuk membumbui daging. Komposisi lada

setiap 100 gram berat terdiri dari 10.5 gram air, 11 gram protein, 3.3 gram lemak,

64.8 gram karbohidrat, 13.2 gram serat, 4.3 gram abu, mineral, niasin dan vitamin

A (Farrell, 1985). Kandungan kimia dari buah lada adalah minyak atsiri

mengandung felandren, dipenten, kariopilen, enthoksilin, limonen, alkaloida

piperina dan kavisina. Kandungan minyak atsiri lada putih adalah alkaloida,

terpenoid, fenol, dan berbagai macam senyawa lainnya. Hampir semua minyak

atsiri dari rempah-rempah dapat menghambat pertumbuhan mikroba termasuk

produksi toksinnya (Novitasari, 2014). Ketajaman aroma lada putih lebih

menyengat tetapi kurang memiliki aroma dibandingkan dengan lada hitam dan

lada hijau (Nely, 2007). Menurut Nely (2007), lada hitam dan lada putih dapat

menghambat diskolorisasi dengan sedikit modifikasi warna sosis, dan juga

mencegah oksidasi lipid yang mengarah kepada penghambatan formasi off odor,

terutama lada hitam. Selain itu, lada juga menghambat pertumbuhan mikroba saat

ditambahkan dengan konsentrasi yang tinggi (1% Piper dan 2% Capsicum)

(Novitasari, 2014).

2.2.11. Lengkuas (Alpinia galangal)

Seperti rempah lain, lengkuas kaya akan senyawa fenolik, seperti flavonoid dan

asam fenolat. Lengkuas memiliki komponen aktif kamfer, galangi, galangol,


21

eugenol, dan kurkumin (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Sebuah penelitian yang

dilakukan oleh tim peneliti di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, IPB yang

dimotori oleh Winiati Pudji Rahayu misalnya telah membuktikan bahwa lengkuas

merah yang muda memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi, yaitu dengan daya

hambat rata-rata 38,3%. Lengkuas ini mampu menghambat pertumbuhan mikroba

patogen dan perusak pada pangan khususnya terhadap Bacillus cereus. Penelitian

ini telah berhasil menemukan sebuah pengawet alami untuk membuat makanan

tetap segar dan tahan lama. Pemanfaatan lengkuas diharapkan mampu

memperpanjang masa simpan bahan pangan dan minuman tanpa mengurangi

kualitas dan lebih penting tidak berdampak buruk bagi kesehatan. Pengawet alami

ini jelas lebih murah dan mudah didapat di sekitar kita (Anonymous, 2010).

2.3. Rempah Sebagai Antimikroba

Rempah-rempah yang sejak dahulu dimanfaatkan sebagai bahan masakan maupun

obat-obatan mempunyai kemampuan mengawetkan makanan karena mengandung

senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yaitu suatu senyawa biologis atau

senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba.

Senyawa antimikroba sebagai pengawet dapat bersifat bakterisidal yaitu dapat

membunuh bakteri, bakteristatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri,

fungisidal, fungistatik, serta menghambat germ inasi sporabakteri atau germisidal

(Nienaber et al., 1997). Aktivitas antimikroba rempah-rempah tergantung pada

jenis rempah, konsentrasi dan jenis mikrobanya. Menurut Frazier dan Westhoff

(1988), minyak atsiri dari rempah-rempah lebih bersifat menghambat

pertumbuhan mikroba dibandingkan rempah-rempahnya sendiri.


22

2.4. Rempah Sebagai Antioksidan

Keawetan suatu produk pangan, selain disebabkan oleh senyawa antimikroba,

juga adanya senyawa antioksidan yang mungkin terkandung didalamnya

(Nienaber et al., 1997). Antioksidan merupakan salah satu senyawa yang dapat

menghalangi proses oksidasi pada molekul yang berasal dari dalam tubuh maupun

dari luar tubuh. Antioksidan berperan penting dalam tubuh manusia karena dapat

menetralisasi radikal bebas dengan berbagai mekanisme, seperti penangkapan

radikal bebas turunan oksigen dan nitrogen, baik dengan donor atom hidrogen

atau transfer elektron (Ali et al., 2012). Rempah-rempah yang mengandung

antioksidan tinggi seperti kunyit, pala, bawang putih, serai, dan lengkuas (Sari,

2016).
III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di 3 tempat catering di Bandar Lampung yaitu

Catering Elynaz (Pahoman), Catering Ummi (Tanjung Senang), dan Catering

Kartini (Tanjung Karang) dan Laboratorium Uji Sensori Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juli-Agustus 2018.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat –alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah timbangan analitik, blender,

panci, pisau stainless, wajan, spatula, gelas ukur, dan kompor gas. Alat-alat yang

digunakan untuk analisis sensori adalah seperangkat alat untuk pengujian

organoleptik.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam potong segar, santan

kelapa, garam, gula, serai, daun salam, bawang merah, bawang putih, jahe,

lengkuas, dan lada yang diperoleh dari Pasar Koga (Kedaton).


24

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)

dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu formulasi rempah-rempah dan faktor kedua

yaitu waktu simpan. Formulasi rempah-rempah ini dibuat berdasarkan referensi

dari Catering Ummi. Formulasi rempah-rempah opor ayam yang digunakan dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Formulasi rempah-rempah opor ayam yang digunakan.

Jenis Rempah Formulasi (g)


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
Bawang Putih 8 16 24 32 40 24 24
Daun Salam 1 2 3 4 5 5 1
Lengkuas 6 9 12 15 18 12
12
Lada 1 2 3 4 5 3 3
Serai 10 20 30 40 50 10
50

Homogenitas data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan

uji Tuckey, selanjutnya data di Analisis Sidik Ragam (ANARA) dan uji lanjut

menggunakan OP/OC dengan taraf 5% dari parameter aroma, penampakan, pH,

dan penerimaan keseluruhan kemudian dipilih 3 (tiga) perlakuan formulasi

terbaik, yang selanjutnya diuji lanjut menggunakan uji Duncan dengan taraf 5%.

Tata letak perbandingan formulasi bawang putih, lengkuas, serai, lada, dan daun

salam yang akan dilakukan pada pembuatan opor ayam, disajikan pada Tabel 4.
25

Tabel 4. Tata letak perbandingan konsentrasi bawang putih, lengkuas, serai, lada
dan daun salam pada pembuatan opor ayam.
T T0 T1 T2 T3 T4
F (0 jam) (12 jam) (24 jam) (36 jam) (48 jam)
F1 F1T0 F1T1 F1T2 F1T3 F1T4
F2 F2T0 F2T1 F2T2 F2T3 F2T4
F3 F3T0 F3T1 F3T2 F3T3 F3T4
F4 F4T0 F4T1 F4T2 F4T3 F4T4
F5 F5T0 F5T1 F5T2 F5T3 F5T4
F6 F6T0 F6T1 F6T2 F6T3 F6T4
F7 F7T0 F7T1 F7T2 F7T3 F7T4

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Tahan pertama yaitu

survey di tiga lokasi catering tempat penelitian dilakukan untuk mengetahui bahan

apa saja yang digunakan serta formulasi rempah alami yang digunakan pada

proses pembuatan opor ayam. Catering pertama yaitu Elynaz Catering yang

berada di Jalan Aster no. 28 Rawalaut, Tanjung Karang, Bandar Lampung.

Catering kedua yaitu Catering Ummi yang berada di Perumahan Tanjung Raya

Permai, Tanjung Senang, Bandar Lampung dan catering ketiga yaitu Catering

Kartini yang berada di Jalan Kartini, Bandar Lampung. Penelitian tahap kedua

yaitu proses pembuatan opor ayam yang dilakukan dengan beberapa tahap yaitu

pencucian ayam sebanyak1 kg hingga bersih dan dipotong kemudian ayam

direbus hingga setengah matang ±10 menit. Setelah itu, semua rempah-rempah

dibersihkan kemudian dihaluskan rempah-rempah yang digunakan yaitu lada,

jahe, bawang putih, dan bawang merah kemudian disisihkan. Rempah-rempah

seperti daun salam, lengkuas, dan serai dipisahkan karena tidak dihaluskan seperti
26

rempah lainnya kemudian dilakukan pemanasan minyak sayur. Jika minyak sayur

telah panas, dilakukan penumisan bumbu yang sudah dihaluskan sebelumnya

hingga bumbu harum ±3 menit, kemudian dimasukkan daun salam, lengkuas dan

serai lalu dilakukan pengadukan hingga harum dan matang. Sambil menunggu

bumbu matang, dilakukan pula pemasakan santan yang dibuat dari campuran 1

buah kelapa yang telah diparut dan 0,5 liter air kemudian kepala parut diperas

hingga didapatkan santan, kemudian santan dimasak hingga mendidih

menggunakan api kecil dan diaduk terus-menerus agar santan tidak pecah,

selanjutnya dimasukkan santan yang telah dimasak tersebut sambil dilakukan

pengadukan, kemudian dimasukkan ayam yang telah direbus terlebih dahulu

sambil dilakukan pengadukan hingga bumbu dan santan meresap ke dalam daging

ayam tersebut hingga matang ±30 menit dan opor ayam siap untuk disajikan.

Bahan rempah-rempah yang digunakan pada penelitan ini untuk bawang putih,

lengkuas, daun salam, dan serai beratnya disesuaikan dengan formulasi yang telah

dibuat, namun untuk bahan lain digunakan konsentrasi yang sama, yaitu bawang

merah 60 g, dan jahe 8 g. Diagram alir pembuatan opor ayam dapat dilihat pada

Gambar 2 dan formulasi rempah-rempah opor ayam dapat dilihat pada Tabel 5.
27

Rempah- Santan Daging


rempah 0,5 L ayam 1 kg

Dimasak hingga
Diseleksi Dipotong dan
mendidih
dan dicuci hingga
dibersihkan bersih

Direbus ± 10 Air
Dihaluskan Disiapkan
menit kaldu
bawang putih, dan lengkuas,
lada sesuai dan serai
perlakuan dan yang sudah
dihaluskan pula ditumbuk,
jahe, dan bawang dan daun
merah dengan salam
konsentrasi yang sesuai
sama perlakuan

Bawang putih (gram) : 8:16:24:32:40:24:24


Daun salam (gram) : 1:2:3:4:5:5:1
Lengkuas (gram) :6:9:12:15:18:12:12
Lada (gram) : 1:2:3:4:5:3:3
Serai (gram) : 10:20:30:40:50:10:50

Ditumis ±3 menit

Dicampurkan semua bahan dan


dimasak ±30 menit

Pengamatan:
Opor Aroma, kekompakan,
ayam penerimaan keseluruhan,
pH, dan rasa
28

Gambar 2. Diagram alir pembuatan opor ayam yang dilakukan dalam


penelitian
3.5. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan terhadap opor ayam meliputi pengujian organoleptik

meliputi aroma, dan kekompakan dengan metode skoring, penerimaan

keseluruhan dengan metode hedonik, pengujian derajat keasaman (pH), dan

pengujian rasa dengan metode uji ranking (Duncan).

3.5.1. Uji Organoleptik

Pengamatan yang dilakukan yaitu pengujian sensori terhadap opor ayam meliputi

aroma, kekompakan, dan penerimaan keseluruhan dengan metode hedonik.

Panelis yang digunakan pada pengujian sensori dan hedonik yaitu berjumlah 25

panelis. Pengujian sensori yang diamati pada penelitian ini yaitu pengujian aroma

(sangat bau busuk, bau busuk, agak bau busuk, agak khas opor, sangat khas opor),

kekompakan (sangat tidak kompak, tidak kompak, agak kompak, kompak, dan

sangat kompak). Kompak yang dimaksud yaitu santan dan minyaknya homogen

atau tidak terpisah) dan pengujian hedonik yaitu pengujian penerimaan

keseluruhan (sangat tidak suka, tidak suka, agak suka, suka, sangat suka) dan

pengujian rasa dengan metode uji ranking (Duncan) yang menggunakan 15

panelis. Skala penilaian uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 5.


29

Tabel 5. Skala Penilaian Organoleptik


Parameter Kriteria Skor

Aroma Sangat bau busuk 1


Bau busuk 2
Agak bau busuk 3
Agak khas opor 4
Sangat khas opor 5

Kekompakan Sangat tidak kompak 1


Tidak kompak 2
Agak kompak 3
Kompak 4
Sangat kompak 5

Penerimaan Sangat tidak suka 1


Keseluruhan Tidak suka 2
Agak suka 3
Suka 4
Sangat suka 5

Gambar 3. Contoh Kuesioner


Nama Panelis:……………………… Tanggal:………………
UJI SKORING
Dihadapan saudara disajikan sampel opor ayam yang diberi kode acak. Anda
diminta untuk menilai aroma dan kekompakan (uji skoring) dengan skor 1
sampai 5 sesuai keterangan yang terlampir.
Kode Sampel
Parameter
201 295 148 569 433 125 783
Aroma
Penampakan
Aroma Kekompakan
1: Sangat bau busuk 1: Sangat tidak kompak
2: Bau busuk 2: Tidak kompak
3: Agak bau busuk 3: Agak kompak
4: Agak khas opor 4: Kompak
5: Sangat khas opor 5: Sangat kompak
30

Nama Panelis:……………………… Tanggal:………………


UJI HEDONIK
Dihadapan saudara disajikan sampel opor ayam yang diberi kode acak. Anda
diminta untuk menilai aroma, kekompakan, dan penerimaan keseluruhan (uji
hedonik) dengan skor 1 sampai 5 sesuai keterangan yang terlampir.
Kode Sampel
Parameter
201 295 148 569 433 125 783
Penerimaan
Keseluruhan

Keterangan:
1: Sangat tidak suka
2: Tidak suka
3: Agak suka
4: Suka
5: Sangat suka

Nama Panelis:……………………… Tanggal:………………

UJI RANKING
Dihadapan saudara disajikan 3 sampel opor ayam yang diberi kode acak.
Cicipi sampel secara berurutan dari kanan ke kiri kemudian rasakan masing-
masing. Urutkan sampel dari yang paling Anda sukai hingga sampel yang
paling kurang Anda sukai.
Sampel Ranking
569
433
125

3.5.2. Derajat Keasaman (pH)


31

Nilai pH ditentukan dengan menggunakan pH meter (AOAC, 1990). Pengamatan

derajat keasaman dilakukan setiap pengujian organoleptik opor ayam. Pengujian

ini dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum dilakukan pengamatan,

pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan

penyangga (buffer) 4,6. Setelah itu, diambil cairan opor yang telah dihomogenkan

sebanyak 1 ml yang dilarutkan dengan 9ml aquades kemudian dihomogenkan.

Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap larutan sampel dengan mencelupkan

elektrodanya ke dalam sampel dan dibiarkan beberapa saat hingga diperoleh

pembacaan yang stabil.


V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu:

1. Formulasi rempah-rempah yang menghasilkan waktu simpan terbaik dan

disukai

konsumen yaitu dengan penambahan bawang putih 40 g, daun salam 5 g,

lengkuas 18 g, lada 5 g, dan serai 50 g.

2. Hingga penyimpanan 48 jam, sebagian besar produk opor ayam dengan

penambahan berbagai rempah-rempah (terutama F4, F5 F6, dan F7) relatif

masih dapat ditterima konsumen dari aspek penerimaan keseluruhan (≥ 3, agak

suka).

5.2. Saran

Harus menggunakan sampel kontrol dalam penelitian selanjutnya dan perlu

menganalisis total mikroba pada prduksi opor ayam.


DAFTAR PUSTAKA

Ali K.R, Khan R.M, Sahreen S., Ahmed M. 2012. Assesment of flavonoids contents
and in vitro antioxidant activity of Launaea procumbens. Chem Cent J.
4(43):1-11.

Akiyama, H., Fuji, K., Yamasaki, O., Oono, T., Iwatsuki, K., 2001. Antibacterial
Action of Several Tannins Against Staphylococcus aureus. The Journal of
Antimicrobial Chemotherapy, 48(4), 487-491.

Anggraini, L. 2014. Kajian Karakterisasi Permen Jeli dari Campuran Rempah-


Rempah dan Penentuan Umur Simpannya (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 43 hlm.

Anonim. 1983. Masakan dan Kue Indonesia, Seri Buku Memasak. Femina Gaya
Favorit Press. Jakarta.

Anonim. 1986. Ensiklopedi Indonesia. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve. Jakarta.

Anonymous. 2004. Garlic (Allium sativum). Vitaminevi.com/Herb/Garlic-F.htm.


Diakses tanggal 18 Januari 2011. Hlm 45.

Anonymous. 2010. Buahku: Tanaman Buah dan Manfaatnya.


http://buahku.wordpress.com/2010/09/20/tanaman-pala/. Diakses tanggal 25
April 2018.

Ardani, A.N. 2016. Resep dan Cara Membuat Opor Ayam Putih Lezat.
https://www.youtube.com/watch?v=r_qnExa_dAc. Diakses tanggal 20 April
2018.

Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1990. Official Methods of


Analysis. Association of Official Analytical Chemist. Washington.

Badan Standardisasi Nasional. 2010. Ayam Broiller. (SNI 01-4258-2010). Dewan


Standardisasi Nasional. Jakarta.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., and Wotton, M. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
49

365 hlm.

Burton, G.W., dan Traber, M.G. 1990. Vitamin E: Antioxidant Activity,


Biokinetics, and Bioavailability. Annual Review of Nutrition. 10 : 357–382.

Conn, E. E., P. K. Stumpf. 1976. Outlines of Biochemistry. 4th Ed. New York.

Corzo N, Martínez M.C., Villamiel M. 2007. Biological Properties of Onion and


Garlic. Food Sci Technol 18(12): 609-625.

Cushnie, T.P.T., Lamb, A.J. 2011. Recent Advances in Understanding The


Antibacterial Properties of Flavonoids. International Journal of
Antimicrobial Agents, 38(2), 99-107

Cuvelier, M. E. C. Berset dan H. Richard. 1994. Antioxidant Constituent in Sage


(Salvia officinalis). Journal of Agriculture and Food Chemistry Vol 42. pp
1255-1261.

Damayanti, M. 2014. Uji Efektivitas Larutan Bawang Putih (Allium sativum)


terhadap Pertumbuhan Bakteri Propionibacterium acnes Secara In Vitro.
(Skripsi) Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta. Hlm 30.

Djarkasi. G.S.S. 1995. Studi Pengawetan Pasta Santan Kelapa. Tesis KPK IPB.
Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Duke JA., M. Jo Bogenschutz-Godwin, J. Du Cellier and Duke. 2002. Handbook


of Medial Spices. CRC Press. New York. pp 529.

Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Ella, M. U. Sumiartha, K. Suniti, N. W. Sudiarta, L. P. Antara N. S. 2013. Uji


Efektivitas Konsentrasi Minyak Atsiri Sereh Dapur (Cymbopogon C.)
terhadap Pertumbuhan Jamur Aspergillus Sp. Secara In Vitro. E-journal
Agroteknologi Tropika. 2 (1), pp. 39-48.

FAO. 2005. Herbs, Spices and Essential Oils Post-Harvest Operations.


http://capacitydev.europa./files/document/2010-05-21/Herbs
spice_and_essential_oils.pdf. [6 Desember 2011].

Farrell, K. T. 1985. Spices, Condiments, and Seasonings. AVI Publ. Co. Inc.,
Westport. Connecticut.

Feldberg, Ross, Chang, S., Kotik, A., Nadler, M., Neuwirth, Z., Sundstrom, D.,
Thompson, N. 1988. In Vitro Mechanism of Inhibition of Bacterial Cell
Growth by Allicin. Journal of Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Vol:
50

32(12), 1763-1768.

Frazier W.C. dan Westhoff D.C 1988. Food Microbiology, 4 ed. Tata McGraw Hill
Co., Inc. New York.

Fujisawa H, Suma K, Origuchi K, Seki T, Ariga T. 2008. Biological And Chemical

Stability Of Garlic Derived Allicin. Journal Agricultural And Food


Chemistry, vol. 58. hlm 4229 – 4235.

Govindarajan, V. 1982. Ginger-Chemistry, Technology and Quality Evaluation:


Part I. CRC. Crit Reviews in Food Science and Nutrition. 19: 1-96.

Hagenmeier, R. 1973: Aqueous Processing of Fresh Coconut for Recovery of Oil


and Coconut Skim Milk. J. Food Sci. 38516.

Hamza, I. S., Sundus, H. A., and Hussaine, A. (2009). Study the Antimicrobial
Activity of Lemon Grass Leaf Extracts. 2:1. 134-136.

Harismah dan Chusniatun. 2016. Pemanfaatan Daun Salam (Eugenia polyantha)


sebagai Obat Herbal dan Rempah Penyedap Makanan. Warta LPM
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Halaman 114-115.

Harjono, K. 1992. Daya Antimikroba Bumbu Rendang terhadap Aktivitas Beberapa


Bakteri Enteropatogenik. (Skripsi) Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia (Penerjemah : Badan Litbang


Kehutanan) Jilid II. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Ibrahim, H.M., Ferial M.A.S. 2013. Effect of Adding Lemongrass and


Lime Peel Extracts on Chicken Patties Quality. Journal of Applied Sciences
Research, 9(8). 5036.

Ibrani. 2012. Uji Akitivitas Antimikroba Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.)
Secara KLT-Bioautografi (Skripsi). Universitas Islam Negeri Alauddin.
Makassar.

Isao, K., F. Ken-Ichi, K. Aya, N. Ken-Ichi, dan A. Tetsuya. 2004. Antimicrobial


Activity of Coriander Volatile Compound Against Salmonella choleraesuits.
J. Agric. Food Chem. 52: 3329-3332.

Jay, J. M. 1997. Modern Food Microbiology. 5th ed. Chapman and Hall. New York.

Jenie, B. S. L., K. Undriyani dan R. Dewanti. 1992. Pengaruh Konsentrasi Jahe dan
Waktu Kontak Terhadap Aktivitas Beberapa Mikroba Penyebab Kerusakan
51

Pangan. Bul. Pen.Ilmu dan Tek. Pangan III (2): 1-16.

Johnson, M.G and R.H. Vaughn. 1969. Death of Salmonella typhimurium and
Escherichia coli in the Presence of Freshly Reconstituted Dehydrated Garlic
and Onion. Applied Microbiology, vol. 17, no. 06, pp. 903-905. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC377836/pdf/applmicro00006-
0141.pdf. Diakses pada tanggal 27 April 2018.

Kailaku, S.I. Yuliani, S., dan Haliza W. 2012. Pengaruh Kondisi Homogenisasi
terhadap Karakteristik Fisik dan Mutu Santan Selama Penyimpanan. J

Littri 18: 31-39.

Kasih, N.S., A. Jaelani dan N. Firahmi. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan Daging
Ayam Segar Dalam Refrigerator Terhadap pH, Susut Masak dan
Organoleptik. Media Sains, Volume 4 Nomor 2: 154-159.

Ketrinia, Retty. 2011. Opor Ayam. Diakses tanggal 16 April 2018.

Kulkarni, M. G. and Dalai, A. K. 2006. Waste Cooking Oil-An Economical


Source for Biodiesel: A Review, Ind. Eng. Chem. Res. Hlm 101.

Kumala, 2003. Peran Asam Lemak Tak Jenuh Jamak Dalam Respon Imun. Jurnal
Indonesia Media Assosiasi. Vol 2, hlm 101.

Kurniawan, B., Aryana, W.F. 2015. Binahong (Cassia alata L) as Inhibitor of


Escherichia coli Growth. Majority, 4(4), hlm 100-104.

Lamapaha, Y.F. 2008. Potensi Lengkuas (Lenguas Galanga) Sebagai Antimikroba.


On_line. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/16898626 /Potensi-
Lengkuas. Skripsi. 9 hlm. Diakses tanggal 23 Oktober 2018.

Lestari, R.P., Tandelilin, R.T.C., dan Handajani. 2005. Efektifitas Minyak Atsiri
Lengkuas Putih (Alpinia galanga) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus
Aureus 302 Yang Resisten Multiantibiotik. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia. Volume 12(1): 24-29.

Lingga. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 418
hlm.

Luthana,Yongki Kastanya. 2009. Minyak Atsiri Dari Rimpang Lengkuas. http//


www blogspot.minyak atsiri dari rimpang lengkuas yis’s FOOD
entertaining.htm. Diakses tanggal 23 Oktober 2018.

Morton, J. F. 1992. Pouteria Campechiana (Kunth) Baehni dalam Verheij, E, W.


52

M. and Coronel, R. E (Editors): Plant Resources of South. East Asia No. 2


Edible Fruits and Nuts, Prosea Bogor Indonesia, pp:258-259.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut


Pertanian Bogor. Bogor.

Mulia, P.I. 1995. Perubahan Mutu Santan Kelapa (Cocos nucifera L.) dalam
Kemasan Retort Pouch Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB. Bogor.

Murhadi, Suharyono AS., dan Susilawati. 2007. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Salam (Syzglum Polyanta) dan Daun Pandan (Pandanus Amaryllifolius).
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Universitas Lampung. Lampung.

Nambiar, V. S. dan Matela, H. 2012. Potential Functions of Lemon Grass


(Cymbopogon citratus) in Health and Disease. International Journal of
Pharmaceutical dan Biological Archives, 3(5). pp 1035-1043.

Nazzaro, F., Fratianni, F., De Martino, L., Coppola, R., De Feo, V. 2013. Effect of
Essential Oils on pathogenic bacteria. Pharmaceuticals, 6(12), 1451– 1474.

Nely, F. 2007. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk Rempah Pabrik
dengan Metode Polyfenol dan Uji Aom. Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan
Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nienaber, P., W. P. Rahayu dan Arwijlan. 1997 . Sifat Antioksidan dan


Antimikroba Rempah-Rempah dan Bumbu Tradisional . Seminar Sehari
Khasiat dan Keamanan Rempah, Bumbu dan Jamu Tradisional . PAU-
IPB.23 him.

Novitasari, V. 2014. Uji Ekstrak Minyak Atsiri Lada Putih (Piper nigrum Linn)
sebagai Antibakteri Bacillus cereus (Skripsi). Universitas Bengkulu.
Bengkulu.

Oktavianti, D. 2016. Pengaruh Filtrat Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap


Jumlah Koloni bakteri Pada Filet Ikan Bandeng (Chanos chanos). Prosiding
Seminar Nasional. Program Studi Pendidikan Biologidan Pusat Studi
Lingkungan. Universitas Malang. Skripsi. FAPERIKA IPB. Bogor.

Parry, J. W. 1945. The Spices Handbook:Spices, Aromatic Seeds and Herbs.


Chemical Publ. Co., Cleveland, Ohio.

Pertiwi. 1992. Daya Antimikroba Bumbu Opor terhadap Aktivitas Beberapa


Enteropatogenik (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
53

Purseglove, J. W., F. G. Brown, G. L. Green dan C. R. J. Robbins. 1981. Spices


Vol. II. Longman Inc., New York.

Putra I.N.K, Antara N.S., Wartini N.M., Arda G., dan Sumiarta K. 2013. Bioactive
Components of Leaf and Stalk of Lemongrass (Cymbopogon citratus)
Essential Oil and Its Antioxidant Activity. Tersedia pada:
http://staff.unud.ac.id/~semadiantara/?p=563. Diakses tanggal 27 April 2018.

Raharjanti, D. S. 2000. Kajian Pengaruh Pemanasan terhadap Aktivitas


Antimikroba Bumbu Gulai. (Skripsi) Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm
24.

Rahayu W.P. 1999. Aktivitas Antimikroba Lengkuas (Alpinia galanga L.


SWARTZ) Prosiding Seminar Nasional Makanan Tradisional Yogyakarta.
ISBN 979-95554-18.

Rahayu, W. P. 2000. Aktivitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional Hasil


Olahan Industri terhadap Bakteri Patogen dan Perusak. Buletin Teknologi
dan Industri Pangan Vol. 1, no.2. pp. 39-48.

Rose, Zulkifli N. dan Razali. 2005. Lokasi Penanaman Bawang Merah Lokal
Samosir Berdasarkan Ketinggian Tempat di Daerah Tangkapan Air Danau
Toba. Jurnal Agroteknologi Fakultas Pertanian USU. Medan.

Rusli. 2010. Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sangi, M. S. dan Katja, D. G. 2011. Aktivitas Antioksidan pada Beberapa Rempah-


Rempah Masakan khas Minahasa. Jurnal Universitas Sam Ratulangi.
Manado.

Sari, A. N. 2016. Berbagai Tanaman Rempah Sebagai Sumber Antioksidan Alami.


Jurnal UIN Ar Raniry. Aceh.

Saragih, F. M. Rahardjo, B., Pranata, F. S. 2016. Ekstrak Minyak Atsiri Serai


(Cymbopogon citratus) Sebagai Antibakteri dalam Handsanitizer (Skripsi).
Fakultas Teknologi, Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Sastrapradja, S. 1997. Umbi-Umbian. Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Bogor.

Shukla, Y. and Singh, M., 2007, Cancer Preventive Properties of Ginger : a Brief
Review, J Food Chem Toxico, 45 (5), 683-690.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gajah Mada University Press.


Yogyakarta. 248 hlm.
54

Setiawan, C. P. 2002. Pengaruh Perlakuan Kimia dan Fisik terhadap Aktivitas


Antimikroba Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp). (Skripsi)
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Shukla, Y. and Singh, M., 2007, Cancer Preventive Properties of Ginger : a Brief
Review, J Food Chem Toxico, 45 (5), 683-690.

Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya


(Skripsi). Universitas Sumatera Selatan. Palembang. Hlm 10.

Situmorang, R. 2013. Perbedaan perubahan kadar trigliserida setelah pemberian


ekstrak dan rebusan daun salam (Eugenia polyantha) pada tikus sprague
dawley yang diberi pakan tinggi lemak. (Artikel Penelitian). Universitas
Diponegoro. Semarang.

Sofan, F. M. I. S. 2016. Aplikasi Night Soil + Zeolit Guna Meningkatkan Kualitas


Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah Varietas Biru Lancor (Allium
ascalonicum) di Tanah Pasir Pantai (Skripsi). Fakultas Pertanian UMY.
Yogyakarta.

Suharti, S. 2004. Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih Terhadap
Bakteri Salmonella typhimurium Serta Pengaruh Bawang Putih Terhadap
Performan dan Respon Imun Ayam Pindang. Tesis. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suryanto E, Katja D.G., dan Wehantouw F. 2010. Singlet Oxygen Quenching


Activities of Phenolic Extract from Lemongrass Leaves (Cymbopogon
citratus Stapf). Chem. Prog. 3(1): 6-12.

Sutomo, B. 2012 . Peran Bawang Putih sebagai Mikroba. Artikel Budi Sutomo
Mengenal Jenis Fungsi Bumbu Rempah Nusantara dan Kontinental. Jakarta.

Syamsiah I.S. dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja
Antibiotik Alami. Agromedia Pustaka. Jakarta. 56 hlm.

Tangsuphroom, N and J.N. Coupland. 2008. Effect of Surface Actie Stabilizers on


the Microstructure and Stability of Coconut Milk Emulsion. J.Food
Hydrocolloids 22:1233-1242.

Thomas, P. R. 1984. Mempelajari Pengaruh Bubuk Rempah – Rempah terhadap


Pertumbuhan Kapang Aspergillus flavus Link (Skripsi). Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Wangensteen, H., A.B. Samuelsen dan K.E. Malterud. 2004. Antioksidant Activity
55

in Extracts From Coriander. Food Chem 88:293-297.

Ward, O. P. 1983. Proteinase. In Forgoty, W. M. (ed). Microbial Enzyme and


Biotechnology. Appl. Sci. Publisher. London.

Wetli, H.A. 2004, Bioassay-Guided Fractionation To Isolate Compounds Of Onion


(Allium Cepa L) Affecting Bone Resorption, Universitas Basel, Switzerland,
pp. 156-208,[Online]. Tersedia dari
http://www.researchgate.net/publication/7885321_A_gammaglutamyl_peptid
e_isolated_from_onion_(Allium_cepa_L.)_by_bioassayguided_fractionation_i
nhibits_resorption_activity_of_osteoclasts. Diunduh pada 13 Juli 2018.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. 253 hlm.

Yamada, Y and K. Azama. 1997. Antimicrobe. Agents Chemotheraphy., 743 : 1.


Diakses dari http://www.sirisimpex.com/garlic.html. Diakses tanggal 10
Mei 2018.

Anda mungkin juga menyukai