Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

Skizofrenia Paranoid

Pembimbing:

dr. Marleni Parapat

Oleh:

dr. Elsa Tjahya

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS KECAMATAN KEMAYORAN JAKARTA PUSAT

DESEMBER 2019

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Nama Kepala Keluarga: Tn NS
Alamat lengkap : Cempaka Baru RT/RW 15/3, Kemayoran Jakarta Pusat
Bentuk Keluarga : Commune Family
Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah

No Nama Status L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien


Klinik
1 Tn. NS Anak L 53 thn SMA Tidak Y
ke-2 bekerja
2 Nn. SH Anak P 43 thn SMA Tidak Y
ke-6 bekerja
3 Tn. A Anak L 40 thn SMA Tidak Y
ke-7 bekerja

Kesimpulan
Dalam keluarga Tn NS yang berbentuk Commune Family, terdiri dari Tn.NS (53 thn)
merupakan anak kedua dia keluarga tsb, penderita yaitu Nn. SH (43 thn) dan Tn A (40
tahun) yang beralamat di Cempaka Baru RT/RW 15/3, Kemayoran Jakarta Pusat.
Diagnosa klinis penderita adalah Skizofrenia Paranoid. Penderita adalah anak ke 6 dari 7
bersaudara. Kedua orang tua pasien sudah meninggal dan pasien saat ini tinggal dirumah
peninggalan orang tuanya bersama 1 kakak dan 1 adiknya.

STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita
skizofrenia paranoid berjenis kelamin perempuan dan berusia 43 tahun yang tinggal di
Cempaka Baru RT/RW 15/3, Kemayoran Jakarta Pusat. Skizofrenia merupakan salah satu
gangguan psikotik yang paling sering terjadi. Gangguan ini dapat terjadi baik pada wanita
(usia awitan 25 - 35 tahun) maupun pria (usia awitan 15 - 25 tahun). Skizofrenia sendiri
adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul
dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi.
Seorang pasien dapat dikatakan pasien skizofrenia bila manifestasi klinis yang terjadi
sudah selama 1 (satu) bulan (berdasarkan PPDJI-III).

B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. SH
Umur : 43 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke :6
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat : Cempaka Baru RT/RW 15/3, Kemayoran Jakarta Pusat
Suku : Jawa
Tanggal kunjungan : 2 Desember 2019

C. Anamnesis
1. Sebab dibawa ke RS:
Pasien dibawa oleh ibu-nya karena sering tertawa, menangis, berteriak dan
berbicara sendiri di dalam kamar
2. Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang dengan diantar ibu kandungnya ke Rumah Sakit Jiwa
Soeharto Heerdjan ( RSJSH ) kurang lebih 20 tahun lalu karena sejak 2 bulan
terakhir sering tertawa, menangis, berteriak dan berbicara sendiri didalam kamar.
Menurut pengakuan pasien, pasien sering diajak bicara oleh orang asing yang
masuk ke dalam dirinya. Pada awalnya suaranya tidak jelas dan hanya bergumam
saja. Setelah beberapa hari muncul suara tersebut, os merasa ketakutan karena
merasa suara yang muncul menakutkan. Os mengaku suara tersebut sering
menyuruhnya berbuat jahat dan melukai dirinya sendiri dengan ancaman-
ancaman. Kakak pasien mengatakan perilaku tidak biasa mulai ditunjukan pasien 2
bulan sebelum dibawa ke RSJSH; misalnya sering mandi tengah malam,
menguras dan mencuci bak mandi tengah malam, mencoret-coret dinding rumah,
membuang dan membakar perabotan rumah. 1 bulan sebelum dibawa ke RSJSH,
pasien pernah meminum baygon karena mendengar suara perintah untuk
melakukan hal tersebut. Pasien menyangkal adanya hilang minat, mudah lelah,
susah tidur, susah makan, senang yang berlebihan, konsumsi rokok, alcohol dan
obat-obatan.

3. Riwayat gangguan sebelumnya


I. Riwayat Gangguan Psikiatri
Sebelum keluhan awal timbul, tidak ada riwayat serupa
sebelumnya
II. Riwayat Gangguan Medis
Os mengaku tidak ada riwayat gangguan medis
III. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif ( NAPZA )
Tidak ada riwayat penggunaan alkohol, obat-obatan terlarang
atau NAPZA.

4. Riwayat kehidupan pribadi


I. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Selama Kehamilan, ibu dan janin dalam keadaan baik. Pasien
lahir cukup bulan dengan keadaan normal ditolong oleh bidan. Pasien
lahir dengan berat badan normal, sehat, tidak ada trauma, tidak ada
kelainan bawaan atau kelainan fisik.
II. Riwayat Masa Kanak Awal ( 0-3 tahun )
Pasien tinggal dengan kedua orang tua dan saudaranya. Pasien
anak ke 6 dari 7 bersaudara. Masa ini dilalui dengan baik oleh pasien.
Pertumbuhan dan perkembangan pasien normal sesuai anak
seusianya. Pertumbuhan psikomotor, psikosoial, kognitif dan moral
baik. Pasien bertingkah laku baik sesuai anak seusianya, cukup
berinteraksi dan komunikasi dengan keluarga.
III. Riwayat Masa Pertengahan ( 3-11 tahun )
Pasien dapat bergaul dengan teman sebayanya dan bermain.
Mempunyai teman di sekolahnya. Dan dapat belajar dengan baik
mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolahnya.
IV. Riwayat Masa Akhir (Pubertas ) dan Remaja
Pasien tidak ada permasalahan khusus selama masa remaja
V. Riwayat Masa Dewasa
1. Riwayat Pendidikan
SD xxx selama 6 tahun ( umur 5-12 tahun ), pasien pernah tidak
naik saat kelas 1 SD, menurut pasien dikarenakan umur pasien saat
masuk SD lebih muda.
SMPxxx selama 3 tahun ( umur 12-15 )
SMA xxx selama 3 tahun ( umur 15-18 )
2. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja di Matahari sebagai SPG setelah lulus
SMA selama 4-5 tahun lalu tidak pernah bekerja lagi sampai saat
ini.
3. Riwayat Psikoseksual/ Pernikahan
Pasien tidak menikah
4. Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien rajin sholat mengaji dan hidup di keluarga yang taat
beragama.
5. Riwayat Pelanggaran Hukum
Tidak ada riwayat melanggar hukum.
5. Riwayat keluarga
Menurut kakak pasien riwayat gangguan jiwa serupa juga dialami oleh 1 kakak dan
1 adik pasien dengan onset usia kurang lebih seperti pasien. Selain itu tidak ada
riwayat gangguan jiwa pada keluarga pasien yang lainnya.

6. Riwayat penyakit dahulu:


 Riwayat hipertensi: (-)
 Riwayat sakit DM: (-)
 Riwayat asma : (-)
 Riwayat alergi obat makanan (-)
 Riwayat alergi lain (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)

7. Riwayat penyakit keluarga


 Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (+)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat sakit DM: (-)
 Riwayat alergi obat dan makanan (-)
 Hipertensi (-)

8. Riwayat kebiasaan
 Riwayat merokok (-)
 Riwayat minum alkohol (-)
 Riwayat olahraga: tidak ada
 Riwayat pengisian waktu luang: (-)

9. Riwayat sosial ekonomi :


Nn. SH adalah anak ke-6 dari 7 bersaudara. Kedua orang tua pasien sudah
meninggal dan saat ini tinggal serumah bersama 1 kakak laki-laki dan 1 adik lali-
lakinya dengan skizofrenia. Ketiga orang dirumah tersebut tidak bekerja. Untuk
kehidupan sehari-hari biayanya didapatkan dari hasil pembayaran uang kontrakan
dan kost dari rumah peninggalan orang tuanya di tempat lain.
Hubungan penderita dengan kedua orang tuanya semasa hidup, saudara
lain yang tidak serumah sangat baik dan harmonis dan saling menyayangi yang
dapat terlihat saat pasien sedang sakit, kedua orang tua pasien semasa hidup
selalu berada di samping pasien dan saat ini saudara pasien yang lainnya sering
berkunjung ke rumah secara rutin.

10. Riwayat gizi


Penderita untuk makan sehari-harinya teratur, duakali hingga tigakali dalam
sehari, dengan nasi, sayuran, dan lauk berupa telor, tahu, tempe,atau ikan.
Penderita setiap harinya selalu meminum susu, penderita juga selalu mengkonsusi
air putih.

11. Status mental


Dilakukan pada hari Senin, 2 Desember 2019
A. DESKRIPSI UMUM
I. Penampilan
Pasien seorang perempuan umur 43 tahun, penampilan fisik
terlihat sesuai usianya. Saat wawancara pertama pasien memakai baju
kaos dan celana pendek.
Pasien duduk tenang dan menjawab semua pertanyaan
dengan lancar, terkadang lambat, namun jawaban cukup jelas. Kontak
mata cukup baik dengan pemeriksa. Ekspresi wajah tampak normal.
Pasien menunjukan sikap koperatif terhadap pemeriksa.
II. Kesadaran
1. Kesadaran Neurologik/Biologik
Compos Mentis
2. Kesadaran Psikologis
Kesadaran Terganggu
3. Kesadaran Sosial
Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain
III. Pembicaraan
1. Kuantitas
Banyak kata-kata yang diucapkan, sesuai dengan pertanyaan
2. Kualitas
Spontan , cepat , lancar, tidak ada gangguan berbicara
3. Ide Cerita
Sedang, tidak terlalu banyak atau sedikit
IV. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
1. Sebelum Wawancara
Pasien sedang duduk di dalam kamarnya kemudian membuatkan
minuman untuk pemeriksa setelah mempersilahkan masuk
2. Selama Wawancara
Pasien duduk tenang menjawab semua pertanyaan dengan baik.
Kontak mata baik.
3. Setelah Wawancara
Pasien masuk kembali ke kamar

V. Sikap Terhadap Pemeriksa


Pasien kooperatif menjawab seluruh pertanyaan dengan baik dan
lancar sesuai dengan pertanyaan yang diberikan oleh pemeriksa. Ada
beberapa pertanyaan yang enggan dijawab oleh pasien
B. ALAM PERASAAN ( EMOSI )
I. Mood ( Suasana Perasaan )
Euthym ( mood yang biasa, wajar, normal )
II. Afek ( Ekspresi Afektif )
1. Stabilitas : Stabil
2. Pengendalian : Cukup
3. Echt / Unecht : Echt
4. Empati : Ada
5. Dalam / Dangkal : Normal
6. Skala Diferensiasi : Luas
7. Keserasian : Serasi
C. GANGGUAN PERSEPSI
I. Halusinasi
Halusinasi Auditorik  Pasien mengaku ada bisikan – bisikan yang
mengatakan bahwa ada orang asing dalam dirinya yang mengajak
bicara/memberikan perintah
Halusinasi Visual  Pasien mengaku kadang melihat bayangan orang
berjalan-jalan didalam rumah dan mengajak bicara
II. Ilusi
Tidak ada Ilusi
III. Depersonalisasi
Tidak ada Depersonalisasi
IV. Derealisasi
Tidak ada Derealisasi
D. SENSORIUM DAN KOGNITIF ( FUNGSI INTELEKTUAL )
I. Intelegensi dan Kemampuan Informasi
1. Taraf Pendidikan
Sesuai dengan tingkat pendidikan
2. Taraf Pengetahuan
Cukup baik
3. Taraf Kecerdasan
Rata-rata
II. Orientasi
1. Waktu : Baik ( pasien dapat menyebutkan dengan baik
waktu saat wawancara )
2. Tempat : Baik ( pasien mengetahui berada di lokasi rumah
sakit )
3. Orang : Baik ( pasien dapat membedakan dokter dan
perawat )
4. Situasi : Baik ( pasien mengetahui sedang di wawancara )
III. Daya Ingat
1. Jangka Panjang : Baik ( Dapat menyebutkan dengan baik
tanggal lahirnya dengan lengkap)
2. Jangka Pendek : Baik ( dapat menyebutkan nama dokter yang
memeriksanya
3. Sesaat : Baik ( dapat menyebutkan kembali
apel,mangga,manggis )
4. Segera : Baik ( dapat menyebutkan kembali nama
dokter pemeriksa )
IV. Konsentrasi dan Perhatian
1. Konsentrasi : Baik ( dapat mengingat nama pemeriksa )
2. Perhatian : Baik ( dapat menjawab pertanyaan dengan baik,
kontak mata baikterhadap pemeriksa , memperhatikan dengan baik
apa pertanyaan pemeriksa )
V. Kemampuan Membaca dan Menulis
Baik ( pasien dapat membaca dan menulis kegiatanya )
VI. Kemampuan Visuospasial
Baik ( pasien dapat menggambar jam 2 pada kertas dengan baik )
VII. Pikiran Abstrak
Baik ( pasien dapat mengartikan persamaan dari apel dan pir dengan
baik )
VIII. Kemampuan Menolong Diri Sendiri
Baik ( pasien dapat makan dan mandi sendiri )

E. PROSES PIKIR
I. Arus Pikir
1. Produktivitas : Cukup
2. Kontinuitas : Cukup ( jawaban sesuai dengan pertanyaan)
3. Hendaya Berbahasa : Tidak ada
II. Isi Pikir
1. Preokupasi : Tidak ada
2. Waham : Waham dikendalikan
3. Obsesi : Tidak ada
4. Gagasan Rujukan : Tidak ada
5. Gagasan Pengaruh : Ada

F. PENGENDALIAN IMPULS
Kemampuan mengendalikan impuls cukup baik saat di ruangan.
Pasien bersikap tenang selama di wawancara. Tidak melakukan hal yang
membahayakan bagi dirinya maupun pasien lain.

G. DAYA NILAI
I. Daya Nilai Sosial
Tidak terganggu ( pasien mengetahui bahwa marah dan memukul tidak
baik )
II. Uji Daya Nilai
Tidak terganggu ( pasien mengetahui memberikan tempat duduk pada
orang tua di kereta adalah hal baik )
III. Penilaian Realita
Terganggu ( karena pasien memiliki waham dan halusinasi )
H. TILIKAN
Tilikan Derajat 4 ( Pasien menyadari dirinya sakit dan juga mengetahui
bahwa gangguan tersebut berasal dari pikirannya sendiri, namun belum
dapat menerapkannya untuk perbaikan)

I. RELIABILITAS
Dapat dipercaya ( dalam waktu yang berbeda dapat memberikan kesimpulan
yang sama )

12. Pemeriksaan fisik


STATUS INTERNUS
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tekanan Darah :120/70 mmHg
4. Nadi : 89 x/menit
5. Pernapasan :20x/menit
6. Suhu : 36,4 ̊ C
7. Bentuk Tubuh : Tegap
8. Kepala : Normocephali
9. Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat
isokor, RCL +/+, RCTL +/+
10. THT : dalam batas normal
11. Leher : KGB dan Kelenjar Tiroid tidak teraba massa
12. Cor : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
13. Pulmo : Suara Napas Vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
14. Abdomen : Datar, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, timpani, bising usus (+)
15. Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, oedem -/-
16. Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-
STATUS NEUROLOGIK
1. Saraf Kranial ( I-XII ) : Tidak ada kelainan
2. Gejala Rangsang Meningeal : tidak ada
3. Mata : pupil bulat isokor ,RCl +/+, RCTL +/+
4. Oftalmoskop : Tidak dilakukan
5. Motorik : kekuatan baik 5/5 5/5
6. Sensibilitas : ragsang nyeri,suhu,raba baik
7. Reflex fisiologis : Ada, dalam batas normal
8. Reflex Patologis : Tidak ada
9. Fungsi Luhur : memori, orientasi, fungsi eksekutf
baik
10. Gangguan Khusus : Tidak ada

Ikhtisar penemuan bermakna


Pasien seorang perempuan berusia 43 tahun, penampilan umum baik,
sikap pasien kooperatf , dapat menjawab pertanyaan dengan jelas, lancar dan baik
dan kontak mata baik dengan pemeriksa. Pasien datang ke Rumah Sakit Jiwa
Soeharto Heerdjan ( RSJSH ) kurang lebih 20 tahun lalu diantar oleh ibunya karena
mulai berlaku tidak biasa sejak 2 bulan sebelumnya. pasien sering diajak bicara oleh
orang asing yang masuk ke dalam dirinya. Pada awalnya suaranya tidak jelas dan
hanya bergumam saja. Setelah beberapa hari muncul suara tersebut, os merasa
ketakutan karena merasa suara yang muncul menakutkan. Os mengaku suara
tersebut sering menyuruhnya berbuat jahat dan melukai dirinya sendiri dengan
ancaman-ancaman. Kakak pasien mengatakan perilaku tidak biasa mulai ditunjukan
pasien 2 bulan sebelum dibawa ke RSJSH; misalnya sering mandi tengah malam,
menguras dan mencuci bak mandi tengah malam, mencoret-coret dinding rumah,
membuang dan membakar perabotan rumah. 1 bulan sebelum dibawa ke RSJSH,
pasien pernah meminum baygon karena mendengar suara perintah untuk melakukan
hal tersebut. Dari pemeriksaan Psikiatri didapatkan kesadaran compos mentis,
kesadaran psikologis terganggu. Terdapat gangguan isi pikir dan daya nilai realita
berupa waham dan halusinasi auditorik dan visual.

Formulasi Diagnostik
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna
dengan urutan untuk evaluasi multiaksual, dan berdasarkan ikhtisar penemuan
bermakna, kasus ini dapat dinyatakan mengalami gangguan jiwa karena adanya :
1. Distress/ penderitaan/ keluhan
Berbicara dan tertawa sendiri, berteriak, menangis tanpa sebab
2. Gangguan ( hendaya ) Fungsi
Gangguan dalam sosialisasi, fungsi interpersonal dan fungsi pekerjaan
terganggu
3. Gejala Kejiwaan berupa
a. Waham : dikendalikan
b. Halusinasi : Auditorik dan Visual
c. Perilaku terdisorganisasi : berbicara dan tertawa sendiri,
berteriak, menangis tanpa sebab

Gangguan Jiwa ini bukan merupakan gangguan mental organik, karena tidak
adanya:
 Penyakit organic spesifik yang diduga berkaitan dengan gangguan jiwa
 Penurunan kesadaran patologis
 Gangguan sensorium atau gangguan neurologis
 Gangguan fungsi kognitif ( memori, intelektual, dan learning )
Gangguan jiwa ini juga bukan merupakan akibat penyalahgunaan NAPZA, karena :
 Tidak ada riwayat penggunaan NAPZA
Menurut PPDGJ III, pasien ini memenuhi kriteria diagnostic Skizofrenia , yaitu :
 Adanya waham dikendalikan
 Adanya halusinasi ( Auditorik dan Visual )
 Gejala-gejala tersebut telah lama berlangsung selama kurun waktu 1 bulan
atau lebih
 Adanya penarikan diri dan larut dalam diri sendiri
 Tidak memenuhi kriteria diagnostic skizoafektif ( tidakada gangguan mood
afek yang menonjol )

Memenuhi kriteria Skizofrenia Paranoid, karena :


 Memenuhi kriteria umum Skizofrenia
 Halusinasi dan waham paranoid yang menonjol dibandingkan perilaku yang
kacau

AKSIS I F20.0 Skizofrenia Paranoid


AKSIS II tidak ada
AKSIS III tidak ada
AKSIS IV tidak ada
AKSIS V Skala GAF 65 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

Daftar problem
1. Organobiologik : Tidak ada
2. Psikologik : waham dan halusinasi ( auditorik dan visual )
3. Sosiobudaya : Hendaya fungsi pekerjaan

Penatalaksanaan
Psikofarmaka
 Risperidon 2 x 2 mg
Adalah antipsikotik golongan atipikal yang potensial tinggi, digunakan untuk
menghilangkan gejala positif
 Trihexylphenidyl 2 x 2 mg
Merupakan antikolinergik digunakan apabila ada gejala ekstrapiramidal
akibat penggunaan antipsikotik atipikal. Jika tidak ada gejala tidak
diberikan.
Psikoterapi
 Persuasif  memotivasi pasien dan menganjurkan pasien untuk selalu
minum obat secara teratur agar penyakitnya sembuh dan menjelaskan
kepada pasien apa yang akan terjadi jika obat tidak diminum
 Meyakinkan pasien bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang
dihadapinya
 Menggoyahkan keyakinan pasien bahwa waham tersebut tidak benar
 Psikoterapi suportif dari keluarga
 Memberikan bimbingan yang baik sehingga pasien lebih dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari Tn.NS (53 thn) merupakan anak kedua dia keluarga tsb,
penderita yaitu Nn. SH (43 thn) dan Tn A (40 tahun) Keluarga tidak mengetahui
penyebab dari penyakit yang diderita pasien. Semasa hidup, kedua orang tua dari nn
SH sangat menyayangi pasien dan selalu berada disisi pasien, saling mendukung dan
memotivasi pasien untuk rutin berobat
2. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dengan keluarganya cukup harmonis saling pengertian dan
tidak saling menjauhi
3. Fungsi Sosial
Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu, hanya sebagai anggota
masyarakat biasa.

KESIMPULAN
Fungsi psikologis pasien terganggu dan sosial dalam keluarga Nn. SH dalam
kondisi baik

B. GENOGRAM KELUARGA
Diagram 1. Genogram Keluarga
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

IDENTIFIKASI FAKTOR PERILAKU DAN NON PERILAKU KELUARGA

1. Faktor Perilaku Keluarga

a. Pengetahuan
Keluarga tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit yang
diderita oleh pasien. pasien sering berobat ke puskesmas untuk control
b. Sikap
Keluarga ini sangat menyayangi penderita, keluarga ini sangat perduli
terhadap kesehatan penderita

2. Faktor Non Perilaku


a. Lingkungan
Rumah yang dihuni keluarga ini mempunyai 3 kamar tidur dan mempunyai satu
lantai, satu dapur dan satu kamar mandi, untuk dihuni oleh 3 orang: cukup luas,
ventilasi cukup banyak,tidak lembab, pencahayaan cukup, sumber air dalam
keluarga dari sumur sendriri daN PAM, dinding rumah berdinding tembok,
belantai keramik
b. Pelayanan Kesehatan.
Pelayanan kesehatan, apotik, puskesmas dan rumah sakit tergolong cukup
dekat dengan rumah
c. Keturunan
Riwayat serupa pada keluarga pasien +
Denah Rumah

Kamar
Dapur +
tidur 2
ruang makan
Kamar
mandi Kamar
tidur 3
Kamar
tidur 1
Garasi
Ruang tamu
+ Ruang
keluarga

Teras
Pembahasan

DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu
sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek
tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.1
Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran
dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan
mencakup waham dan halusinasi.2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam
beberapa jenis, menurut gejala utama yang terdapat pada pasien, salah satunya
adalah skizofrenia paranoid.9 Skizofrenia paranoid merupakan subtipe yang paling
umum (sering ditemui) dan paling stabil, dimana waham dan halusinasi auditorik
jelas terlihat.1,2,7 Pada pasien skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak tampak
sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala paranoid.6

EPIDEMIOLOGI
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka
insidens serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Menurut DSM-IV-
TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan
beberapa variasi geografik.3 Skizofrenia yang menyerang kurang lebih 1 persen
populasi, biasanya bermula di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan
mengenai orang dari semua kelas sosial.3,7
Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko
morbiditas selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa
remaja atau awal dewasa.2 Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau di atas
usia 60 tahun sangat jarang. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal
daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan
untuk wanita usia puncak onsetnya adalah 25 sampai 35 tahun.4,7
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami
hendaya akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung
memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan
penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan
hasil akhir pasien skizofrenia pria.3

ETIOLOGI
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia.1,7
Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan gabungan
antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor
neurobiologis maupun faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut:
2.4.1 Faktor Neurobiologis
2.4.1.1 Faktor Genetika
Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas),
skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga.7 Penelitian tentang
adanya pengaruh genetika atau keturunan terhadap terjadinya
skizofrenia tersebut telah membuktikan bahwa terjadinya peningkatan
risiko terjadinya skizofrenia bila terdapat anggota keluarga lainnya
yang menderita skizofrenia, terutama bila hubungan keluarga tersebut
dekat (semakin dekat hubungan kekerabatan, semakin tinggi
risikonya).7
Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi
perkembangan otak memperbesar kerentanan menderita skizofrenia. 2
Pada penelitian anak kembar, terjadi peningkatan resiko seseorang
menderita skizofrenia akan lebih tinggi pada kembar identik atau
monozigotik (mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering dibandingkan
kembar dizigotik).7
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk
mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen
resesif.9 Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi
selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan
terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak. Angka presentasi terjadinya
skizofrenia dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

Hubungan Presentasi Terjadinya Skizofrenia


Populasi umum 1%
Kembar monozigotik 40 - 50 %
Kembar dizigotik 10 - 15 %
Saudara kandung skizofrenia 10 %
Orang tua 5%
Anak dari salah satu orang tua 10 - 15 %
skizofrenia
Anak dari kedua orang tua 30 - 40 %
skizofrenia
Tabel 1. Risiko Terjadinya Skizofrenia Selama Kehidupan.2,7
Sumber : 2At A Glance Psikiatri. Edisi 4. Gangguan Jiwa : Skizofrenia.
Hal 19.
7
Buku Ajar Psikiatri FK Universitas Indonesia. Edisi 2. Skizofrenia. Hal
180.

2.4.1.2 Faktor Neuroanatomi Struktural


Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan
tiga daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah
satu daerah mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya. 4
Gangguan pada sistem limbik akan mengakibatkan gangguan
pengendalian emosi. Gangguan pada ganglia basalis, akan
mengakibatkan gangguan atau keanehan pada pergerakan (motorik),
termasuk gaya berjalan, ekspresi wajah facial grimacing. Pada pasien
skizofrenia dapat ditemukan gangguan organik berupa pelebaran
ventrikel tiga dan lateral, atrofi bilateral lobus temporomedial dan girus
parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.1,7
2.4.1.3 Faktor Neurokimia
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter juga
diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang
paling banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul
diperkirakan karena adanya gangguan neurotransmitter sentral, yaitu
terjadinya peningkatan aktivitas dopaminergik atau dopamin sentral
(hipotesis dopamin).1,4 Peningkatan ini merupakan akibat dari
meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin,
atau hipersensitivitas reseptor dopamin.

2.4.2 Faktor Psikososial


2.4.2.1 Faktor Keluarga dan Lingkungan
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting
dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. 7
Pasien skizofrenia sering tidak “dibebaskan” oleh keluarganya.
Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang
patologi dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi
sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tak logis. 7 Penderita
skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi (expressed
emotion [EE], keluarga yang berkomentar kasar dan mengkritik
secara berlebihan) memiliki peluang yang lebih besar untuk
kambuh.2,7
2.4.2.2 Faktor Stressor
Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi
dan kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset
gejala akut.2

MANIFESTASI KLINIS
Pada DSM-IV (Diagnostic and statistical manual) menyebutkan bahwa tipe
paranoid ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau
halusinasi dengar yang sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang
mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.4 Skizofrenia paranoid secara
klasik ditandai oleh adanya waham persekutorik (waham kejar) atau waham
kebesaran.

Pada pasien skizofrenia tipe paranoid, menunjukkan regresi kemampuan


mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien
skizofrenia tipe lain.(4) Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat
menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan
tetap intak.4

Pada ICD-10, gambaran klinis pada pasien skizofrenia paranoid (F20.0)


didominasi oleh adanya gejala-gejala paranoid, seperti:6
 Waham kejar (presecution), seperti memercayai bahwa orang lain bersekutu
melawan dia
 Waham rujukan (reference), seperti bahwa orang asing atau televisi, radio atau
koran terutama mengarah kepada pasien; bila tidak mencapai intensitas waham,
isi pikiran tersebut dikenal sebagai ideas of reference
 Waham merasa dirinya tinggi/istimewa (exalted birth), atau mempunyai misi
khusus; misalnya, keyakinan bahwa dirinya dilahirkan sebagai Mesias
 Waham perubahan tubuh
 Waham cemburu
 Suara-suara halusinasi yang bersifat mengancam atau memerintahkan pasien
 Halusinasi pendengaran non-verbal, seperti tertawa, bersiul, dan bergumam
 Halusinasi bentuk lainnya, seperti penghiduan, pengecapan, penglihatan,
sensasi somatik seksual atau sensasi somatik lainnya

PATOFISIOLOGI

Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi


sebagai penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada dopamin
yang mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi juga penurunan
pada serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-aminobutyric acid (GABA)
yang pada akhirnya juga mengakibatkan peningkatkan dopaminergik. Neuroanatomi
dari jalur neuronal dopamin pada otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia.

Gambar 3. Terdapat 5 (lima) jalur dopamin pada otak.12

Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers :


Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 26.

Terdapat lima jalur dopamin dalam otak, yaitu:12

a. Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke batang


otak menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini memiliki fungsi
berhubungan dengan memori, indera pembau, efek viseral automatis, dan
perilaku emosional. Hiperaktivitas pada jalur mesolimbik akan menyebabkan
gangguan berupa gejala positif seperti waham dan halusinasi;

Gambar 4. Jalur mesolimbik dopamin pada otak yang menyebabkan gejala


positif.12
Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers :
Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 27.

b. Jalur Mesokortikal: berproyeksi dari daerah tegmental ventral ke korteks


prefrontal. Berfungsi pada insight, penilaian, kesadaran sosial, menahan diri,
dan aktifitas kognisi. Hipofungsi pada jalur mesokortikal akan menyebabkan
gangguan berupa gejala negatif dan kognitif pada skizofrenia. Jalur mesokortikal
terdiri dari mediasi gejala kognitif (dorsolateral prefrontal cortex / DLPFC ) dan
gejala afektif (ventromedial prefrontal cortex / VMPFC) skizofrenia.12
Gambar 5. Jalur mesokortical dopamin pada otak 12
Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers :
Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 29.

c. Jalur Nigrostriatal: sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80% dari dopamin


otak. Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke basal ganglia atau striatum
(kauda dan putamen). Jalur ini berfungsi menginervasi sistem motorik dan
ekstrapiramidal. Dopamin pada jalur nigrostriatal berhubungan dengan efek
neurologis (Ekstrapiramidal / EPS) yang disebabkan oleh obat-obatan
antipsikotik tipikal / APG-I (Dopamin D2 antagonis).

Gambar 6. Jalur nigrostriatal dopamin pada otak.12


Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers :
Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 32.

d. Jalur Tuberoinfundibular: organisasi dalam hipotalamus dan memproyeksikan


pada anterior glandula pituitari. Fungsi dopamin disini mengambil andil dalam
fungsi endokrin, menimbulkan rasa lapar, haus, fungsi metabolisme, kontrol
temperatur, pencernaan, gairah seksual, dan ritme sirkardian. Obat- obat
antipsikotik mempunyai efek samping pada fungsi ini dimana terdapat gangguan
endokrin.

Gambar 7. Jalur tuberoinfundibular dopamin pada otak.12

Sumber : 12 Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers :


Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 32.

e. Jalur Thalamus : Jalur kelima berasal dari berbagai tempat, termasuk


periaqueductal gray, ventral mesencephalon, hypothalamus nukleus, nukleus
parabrachial lateral, yang berproyeksi ke thalamus. Namun, fungsinya masih
belum diketahui.12

Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiologi dari


skizofrenia adalah hipotesa dopamin. Hipotesa ini secara sederhana menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.
Hipotesis ini disokong dari hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang
digunakan untuk mengobati skizofrenia dimana berhubungan dengan
kemampuannya menghambat dopamin (D2) reseptor.
Gambar 8. Hipotesis dopamin pada skizofrenia.12

Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers :


Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 34.

KRITERIA DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria
DSM-IV-TR atau ICD-X. Berdasarkan DSM-IV, kriteria pasien skizofrenia, yaitu:7
1. Berlangsung paling sedikit enam bulan
2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna, yaitu dalam bidang pekerjaan,
hubungan interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi
3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode
tersebut
4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood
mayor, autisme, atau gangguan organik.

Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe
yang telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi
perilaku yang paling menonjol.7 Berdasarkan PPDGJI-III, maka pedoman diagnostik
skizofrenia paranoid (F20.0), yaitu :5
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan :
 Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada pasien skizofrenia paranoid adalah gangguan psikotik
lain, dapat berupa gangguan skizofreniform dan gangguan skizoafektif. Pada
gangguan skizofreniform, gejalanya sama dengan skizofrenia, namun berlangsung
sekurang-kurangnya 1 bulan, tetapi kurang dari 6 bulan. 3 Pada pasien dengan
skizofreniform, akan kembali ke fungsi normal ketika gangguan hilang. Bila suatu
sindrom manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia,
maka hal itu adalah gangguan skizoafektif, yang mempunyai gambaran baik
skizofrenia maupun gangguan afektif (gangguan mood).3

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis,
sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan
penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental).2,9
Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan
bimbingan yang baik, penderita dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja
sederhana di rumah atau pun di luar rumah.9 Penatalaksanaan yang dapat diberikan
pada pasien skizofrenia paranoid dapat berupa penatalaksanaan non-farmakologis
dan farmakologis.

PENATALAKSANAAN NON-FARMAKOLOGIS
 Rawat Inap / Hospitalisasi
Pasien yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat
di rumah sakit.6 Perawatan di rumah sakit menurunkan stress pada
pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka.
Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit
pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. 4 Rawat inap
diindikasikan terutama untuk :1,3
1. Tujuan diagnostik
2. Stabilisasi pengobatan
3. Keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan,
maupun mengancam lingkungan sekitar
4. Untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya,
termasuk, ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar, seperti
pangan, sandang dan papan
5. Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun
lingkungan
6. Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa

Membangun hubungan yang efektif antara pasien dan sistem


pendukung komunitas merupakan tujuan utama rawat inap.3 Rawat inap
dan layanan rehabilitasi masyarakat juga bertujuan untuk memaksimalkan
kemandirian pasien (contohnya dengan melatih keterampilan hidup
sehari-hari), karena pada pasien dengan gejala sisa (contohnya gejala
negatif dan kognitif) mungkin tidak dapat hidup mandiri. 2 Setelah keluar
dari rumah sakit, pasien tersebut perlu di follow-up teratur oleh ahli
psikiatri.6

 Terapi Psikologis (Psikoterapi) dan Dukungan Sosial (Sosioterapi)


Terapi yang dapat membantu penderita skizofrenia adalah
psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang
praktis dengan maksud mengembalikan penderita ke masyarakat.9 Terapi
perilaku kognitif (cognitive behavioural therapy, CBT) seringkali
bermanfaat dalam membantu pasien mengatasi waham dan halusinasi
yang menetap. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan dan
ketidakmampuan, dan tidak secara langsung menghilangkan gejala.
Terapi keluarga dapat membantu mereka megurangi ekspresi emosi yang
berlebihan dan terbukti efektif mencegah kekambuhan.2
Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.9 Hal ini
dimaksudkan agar pasien tidak mengasingkan diri dan terapi ini sangat
penting dalam menjaga kepercayaan diri dan kualitas hidupnya.2 Penting
sekali untuk menjaga komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga.1

PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS
 Pemberian obat-obat anti-psikosis
Pemberian obat anti-psikosis pada pasien skizofrenia (sindrom
psikosis fungsional) merupakan penatalaksanaan yang utama.
3
Pengobatan anti-psikosis diperkenalkan awal tahun 1950-an. Pemilihan
jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
(fase akut atau kronis) dan efek samping obat. 8,9 Fase akut biasanya
ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh) yang
perlu segera diatasi.
Obat anti-psikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun bersifat
pengobatan simtomatik.13 Obat anti-psikosis efektif mengobati “gejala
positif” pada episode akut (misalnya halusinasi, waham, fenomena
passivity) dan mencegah kekambuhan.2,9 Obat-obat ini hanya mengatasi
gejala gangguan dan tidak menyembuhkan skizofrenia.3 Pengobatan
dapat diberikan secara oral, intramuscular, atau dengan injeksi depot
jangka panjang.2
Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia,
pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek
samping, karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan
mengurangi ketaatanberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan
(adherence). Dianjurkan untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau
antipsikosis tipikal, tetapi dengan dosis yang rendah.9

Gambar 9. Sifat obat antipsikotik konvensional adalah kemampuan


mereka untuk memblokir reseptor dopamin D2 khususnya di jalur
dopamin mesolimbik. Sehingga akan mengurangi hiperaktivitas pada jalur
dopamin mesolimbik dan mengurangi gejala positif.
Sumber : 11Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 4th Edition.
http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf

Mekanisme kerja obat anti-psikosis berkaitan dengan aktivitas


neurotransmitter dopamine yang meningkat (Hiperaktivitas sistem
dopaminergik sentral).8 Pada umumnya, pemberian obat anti-psikosis
sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun, setelah semua
gejala psikosis mereda sama sekali. Efek obat anti-psikosis secara relatif
berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih
mempunyai efek klinis.8 Obat anti-psikosis dibagi dalam dua kelompok,
berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:3,4,7

1. Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau anti-psikosis generasi


I (APG-I)
Obat APG-I disebut juga obat anti-psikosis konvensional atau
tipikal. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas
tinggi dalam mem-blokade atau menghambat pengikatan dopamin
pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem
limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist),
hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang
kuat.13 Oleh karena kinerja obat APG-I, maka obat ini lebih efektif
untuk gejala positif, contohnya gangguan asosiasi pikiran
(inkoherensi), isi pikir yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi
(halusinasi) dibandingkan untuk terapi gejala negatif.1,8,10 Obat
antipsikosis tipikal (APG-I) memiliki dua kekurangan utama, yaitu :
a. Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang
cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental
yang cukup normal
b. Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan
yang mengganggu dan serius. Efek menganggu yang paling
utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa
rigiditas dan tremor.
Sebagian besar antagonis reseptor dopamin dapat diberikan
dalam satu dosis oral harian ketika orang tersebut berada dalam
kondisi yang stabil dan telah menyesuaikan dengan efek samping apa
pun.10 Prototip kelompok obat APG-I adalah klorpromazin (CPZ), hal
ini dikarenakan obat ini sampai sekarang masih tetap digunakan
sebagai antipsikosis, karena ketersediannya dan harganya murah.13

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan


Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25 - 100 mg 150 - 600 mg/hari
Promactil Tab. 100 mg
Meprosetil Tab. 100 mg
Cepezet Tab. 100 mg
Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg
Trilafon Tab 2 - 4 - 8 mg
Trifluoperazine Stelazine Tab. 1 - 5 mg 10 - 15 mg/hari
Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15 mg/hari
Thioridazine Melleril Tab. 50 - 100 mg 150 - 300 mg/hari
Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5 - 1,5 mg 5 - 15 mg/hari
Dores Tab. 1,5 mg
Serenace Tab. 0,5 - 1,5 mg
Haldol Tab. 2 - 5 mg
Govotil Tab. 2 - 5 mg
Lodomer Tab 2 - 5 mg
Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2 - 4 mg/hari
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi I dan Dosis Anjuran
(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8

Sumber : 8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik


(Psychotropic Medication). Edisi 3. Hal 14.

Obat CPZ merupakan golongan derivate phenothiazine yang


mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala
parkinsonisme (efek esktrapiramidal / EPS).13 Semua obat APG-I
dapat menimbulkan efek samping EPS (ekstrapiramidal), seperti
distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson (tremor, bradikinesia,
rigiditas).8 EFek samping ini dibagi menjadi efek akut, yaitu efek yang
terjadi pada hari-hari atau minggu-minggu awal pertama pemberian
obat, sedangkan efek kronik yaitu efek yang terjadi setelah berbulan-
bulan atau bertahun-tahun menggunakan obat.7 Oleh karena itu,
setiap pemberian obat APG-I, maka harus disertakan obat
trihexyphenidyl 2 mg selama 2 minggu sebagai obat antidotum.

2. Serotonin-dopamine Antagonist (SDA) atau anti-psikosis


generasi II (APG-II)
Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai
generasi pertama antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal
karena golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal
(EPS = extrapyramidal symptom).13 Obat APG-II disebut juga obat
anti-psikosis baru atau atipikal. Standar emas terbaru untuk
pemberian obat anti-psikosis bagi pasien skizofrenia adalah APG-II.
Obat APG-II memiliki efek samping neurologis yang lebih sedikit
dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamin dan efektif
terhadap kisaran gejala psikotik yang lebih luas.10
Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas
terhadap “Dopamine D2 Receptors” (sama seperti APG-I) dan juga
berafinitas terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-
dopamine antagonist), sehingga efektif terhadap gejala positif
(waham, halusinasi, inkoherensi) maupun gejala negatif (afek tumpul,
proses pikir lambat, apatis, menarik diri).1,8

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan


Sulpride Dogmatil Forte Tab. 200 mg 300 - 600 mg/hari
Clozapine Clorazil Tab. 25 - 100 mg 25 - 100 mg/hari
Sizoril Tab. 25 - 100 mg
Olanzapine Zyprexa Tab. 5 - 10 mg 10 - 20 mg/hari
Quetiapine Seroquel Tab. 25 - 100 mg 50 - 400 mg/hari
Zotepine Lodopin Tab. 25 - 50 mg 75 - 100 mg/hari
Risperidone Risperidone Tab 1 - 2 - 3 mg 2 - 6 mg/hari
Risperidal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Neripros Tab. 1 - 2 - 3 mg
Persidal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Rizodal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Zofredal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Aripiprazole Abilify Tab. 10 - 15 mg 10 - 15 mg/hari
Tabel 3. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi II dan Dosis Anjuran
(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8

Sumber : 8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik


(Psychotropic Medication). Edisi 3. Hal 14-15.

Apabila pada pasien skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan


diri, isi pikir miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi,
bicara kacau), maka obat anti-psikosis atipikal perlu dipertimbangkan.8

PROGNOSIS
Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah
tidak ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu
akan menuju ke kemunduran mental (deteriorasi mental). 9 Sekarang dengan
pengobatan modern, ternyata bila penderita itu datang berobat dalam tahun pertama
setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama
sekali (full remission atau recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke
masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit yang mereka masih harus sering
diperiksa dan diobati selanjutnya (social recovery).9
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala.1,7 Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam
waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10%
meninggal karena bunuh diri.2 Kira-kira 50 persen dari semua pasien dengan
skizofrenia mencoba bunuh diri sekurang satu kali selama hidupnya, dan 10 sampai
15 persen pasien skizofrenik meninggal karena bunuh diri selama periode follow-up
20 tahun.4 Pasien skizofrenik laki-laki dan wanita sama-sama mungkin untuk
melakukan bunuh diri.

Prognosis Baik Prognosis Buruk


Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
pramorbid yang baik pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresif)
Menikah dan telah berkeluarga Tidak menikah, bercerai, atau
janda/duda
Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia
(tidak ada keluarga yang menderita
skizofrenia)
Sistem pendukung yang baik (terutama Sistem pendukung yang buruk untuk
dari keluarga) untuk kesembuhan kesembuhan pasien
pasien
Gejala positif Gejala negatif
Jenis kelamin perempuan Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Sering timbul relaps
Riwayat penyerangan
Tabel 4. Menunjukkan Prognosis Baik dan Buruk dalam Skizofrenia.3
Sumber : 3Skizofrenia. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Hal 156.
KESIMPULAN

KESIMPULAN

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu
sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul,
anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.
Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis, menurut gejala utam
yang terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid. Skizofrenia
paranoid merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil,
dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat. Pada pasien skizofrenia
paranoid, pasien mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala
paranoid.
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia paranoid harus dilakukan sesegera
mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara
onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk
(kemunduran mental). Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi
dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat ditolong untuk dapat
berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar rumah. Terapi yang
diberikan dapat dengan non-formakologi (rawat inap dan terapi psikososial) melalui
keluarga dan lingkungannya dan farmakologi dengan pemberian obat anti-psikosis
tipikal (APG-I) atau anti-psikosis atipikal (APG-II) berdasarkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat).
DAFTAR PUSTAKA

1. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-3.
2. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan Prognosis. Editor :
Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius Katona, Claudia Cooper, dan Mary
Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga. 2012:18-21.
3. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku
Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:147-68.
4. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri - Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher.
2010:699-744.
5. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham : Skizofrenia (F20). Editor :
Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-
5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013:46-8.
6. Skizofrenia dan Gangguan Waham (Paranoid). Editor : Husny Muttaqin dan Frans
Dany. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2013:147-50.
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri.
Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.
8. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22.
9. Skizofrenia. Editor : Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2009:259-81.
10. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal. Editor : Husny
Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:498-502.
11. Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4 th Edition. Diunduh
dari : http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf
12. Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl, Stephen M. Antipsychotics and Mood
Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. England : Cambridge
University Press. 2008:26-34.
13. Psikotropik. Editor : Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, dkk. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007:161-9.

Anda mungkin juga menyukai