Modul 04
KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM ACARA
PIDANA (KUHAP)
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Tujuan Umum 1
B. Tujuan Khusus 1
BAB II. MENJELASKAN SEJARAH DAN
PEMBENTUKAN HUKUM ACARA PIDANA
INDONESIA 2
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Sejarah dan Pembentukan Hukum Acara Pidana di
Indonesia 2
1. Kodifikasi Peraturan Hukum Acara Pidana 2
2. Istilah dan Pengertian Hukum Acara Pidana 2
3. Tujuan Hukum Acara Pidana 3
4. Asas Hukum Acara Pidana 4
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Sejarah dan Pembentukan Hukum Acara Pidana di
Indonesia 7
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Sejarah dan Pembentukan Hukum Acara Pidana
di Indonesia 7
BAB III. MENGIDENTIFIKASI PENGATURAN
HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA 8
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Mengidentifikasi
Pengaturan Hukum Acara Pidana di Indonesia 8
1. Sumber Permulaan Penindakan dalam Hukum
Acara Pidana 12
2. Pihak Terkait dalam Hukum Acara Pidana 33
3. Proses Hukum Acara Pidana 33
DAFTAR ISI
1. Konsep Praperadilan 59
1.1 Pengertian Praperadilan 59
1.2. Tujuan Praperadilan 59
1.3. Wewenang Praperadilan 60
1.4. Subjek Praperadilan 60
1.5. Objek Praperadilan 62
2. Perbedaan Praperadilan 63
2.1. Perbedaan Praperadilan dengan Kasasi 63
2.2. Perbedaan Proses Praperadilan dengan Peradilan
Normatif 63
3. Pengaturan dan Pelaksanaan Praperadilan 65
3.1 Kaitan Hakim Komisaris pada Praperadilan 65
3.2. Upaya Hukum Praperadilan 65
3.3. Peraturan Lain Terkait Praperadilan 66
3.5. Kasus Praperadilan 68
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Praperadilan dan Perkembangannya terhadap
Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia 70
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan
Praperadilan dan Perkembangannya terhadap
Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia 71
DAFTAR REFERENSI 72
TENTANG PENULIS 75
DAFTAR ALAT DAN BAHAN 76
BAB I. PENDAHULUAN
A. TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari modul ini peserta pelatihan diharapkan mampu menjelaskan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
B. TUJUAN KHUSUS
Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi melalui Buku Informasi Menjelaskan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) ini guna memfasilitasi peserta sehingga pada akhir pelatihan diharapkan
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan sejarah dan pembentukan hukum acara pidana di Indonesia.
2. Mengidentifikasi pengaturan hukum acara pidana di Indonesia.
3. Menjelaskan acara pemeriksaan pidana.
4. Menjelaskan praperadilan dan perkembangannya terhadap penanganan tindak pidana korupsi di
Indonesia.
Pelaporan tidak menjadi syarat untuk Pengaduan di dalam hal-hal kejahatan ter-
Syarat penuntutan
mengadakan tuntutan pidana tentu sebaiknya merupakan syarat untuk
mengadakan penuntutan
Laporan tidak ada batas waktu untuk Pengaduan mempunyai batas waktu
Waktu
dapat melaporkan untuk dapat dilaporkan
1.3.Tertangkap Tangan
Menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP, bahwa yang dimaksud tertangkap tangan yaitu tertangkapnya
seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak
pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya,
atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melaku-
kan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu. Sedangkan menurut J.C.T. Simorangkir (1983) bahwa tertangkap tangan sama
de-ngan “heterdaad”, yaitu kedapatan tengah berbuat, tertangkap basah; pada waktu kejahatan tengah dilaku-
kan atau tidak lama sesudah itu diketahui orang.
Berdasarkan Pasal 1 butir 19 KUHAP di atas, maka unsur-unsur tertangkap tangan, yaitu:
a. PPNS Lalu Lintas (UU No 22, Tahun 2009) memiliki kewenangan untuk:
1. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor
yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus.
2. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang dan/atau barang dengan ken-
daraan bermotor umum.
3. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan dan/atau dimensi kendaraan bermotor di tempat
penimbangan yang dipasang secara tetap.
4. melarang atau menunda pengoperasian kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan
teknis dan laik jalan;
5. meminta keterangan dari pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, atau perusahaan angkutan
umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan, pengujian kendaraan bermotor, dan per-
izinan; dan/atau
6. melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau surat izin penyelenggaraan angkutan umum atas
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c dengan membuat dan menan-
datangani berita acara pemeriksaan.
1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak
pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
2. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut
hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
3. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya.
4. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, ka-
wasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubu-ngan dengan tindak
pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
6. menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
7. membuat dan menandatangani berita acara.
8. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang
menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
Menurut KUHAP
1. Pasal 69 yang menyebutkan bahwa penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap
atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam KUHAP.
2. Pasal 70 ayat (1), penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 KUHAP berhak menghubungi
dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan
pembelaan perkaranya.
3. Pasal 72, atas permintaan penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita
acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya.
4. Pasal 73, penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki
olehnya.
5. Pasal 115 ayat (1), dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat
hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan.
Menurut UU Advokat
1. Pasal 14 menyatakan bahwa advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode
etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
2. Pasal 15 menyatakan bahwa advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara
yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perun-
dang-undangan.
3. Pasal 16 menyatakan bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam
menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepen-tingan pembelaan klien dalam sidang
pengadilan.
4. Pasal 17 menyatakan bahwa dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data,
dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepen-
tingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perun-
dang-undangan.
5. Pasal 19 ayat (2) menyatakan bahwa advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, terma-
suk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan
terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.
2.7. Hakim
Mengacu pada Pasal 1 angka 8 KUHAP, dinyatakan bahwa hakim adalah pejabat per-
adilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Selanjutnya menurut Pasal 1 angka
5 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim adalah hakim pada Mahkamah
Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, ling-
kungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada
pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
Ade Saptomo (2010) menyatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya, sesuai de-ngan Pasal 22 Alge-
meene Bepalingen (AB) hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara (mengadili). Mengadili adalah
serangkaian tindakan hakim untuk menerima memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas
bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pe-ngadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
1. Pasal 3 ayat (1), dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga ke-
mandirian peradilan.
2. Pasal 5 ayat (1), hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat.
3. Pasal 5 ayat (3), hakim wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
4. Pasal 8 ayat (2), dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat
yang baik dan jahat dari terdakwa.
5. Pasal 14 ayat (2), dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau
pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
putusan.
6. Pasal 17 ayat (3), seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan kelu-
arga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai,
dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.
7. Pasal 17 ayat (5), seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia
mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas
kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Mengidentifikasi Pengaturan Hukum Acara Pidana di
Indonesia
1. Cermat, teliti, dan berpikir analitis dalam mengidentifikasi sumber permulaan penindakan dalam hukum
acara pidana.
2. Cermat, teliti, dan berpikir analitis dalam mengidentifikasi pihak terkait dalam hukum acara pidana.
3. Cermat, teliti, dan berpikir analitis dalam mengidentifikasi proses hukum acara pidana.
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam 153 ayat (3), untuk keperluan pemeriksaan
Menjelaskan Acara Pemeriksaan Pi- hakim ketua sidang membuka sidang dan
dana menyatakan terbuka untuk umum kecuali
1. Acara Pemeriksaan Perkara dalam perkara mengenai kesusilaan atau
Di dalam acara pemeriksaan perkara terdakwanya anak-anak. Selanjutnya menu-
pidana, KUHAP telah membedakan tiga macam rut Pasal 155 ayat (1) KUHAP, pada permu-
pemeriksaan, yaitu acara pemeriksaan biasa, aca- laan sidang, hakim ketua sidang menanyakan
ra pemeriksaan singkat, dan acara pemeriksaan kepada terdakwa tentang nama lengkap,
cepat. tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis
1.1. Acara Pemeriksaan Biasa kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama
Menurut A. Karim Nasution (1981) dan pekerjaannya, serta mengingatkan ter-
acara pemeriksaan biasa (tolakkan vordering), dakwa supaya memperhatikan segala sesua-
yaitu perkara-perkara sulit dan besar yang diaju- tu yang didengar dan dilihatnya di sidang,
kan oleh penuntut umum dengan surat dakwaan. dan selanjutnya menurut Pasal 155 ayat (2)
Perkara jenis ini menurut istilah KUHAP disebut huruf a KUHAP, sesudah itu hakim ketua
acara pelaksanaan biasa. Pada prinsipnya, proses sidang minta kepada penuntut umum untuk
acara pemeriksaan biasa sebenarnya berlaku membacakan surat dakwaan; selanjutnya
juga bagi pemeriksaan singkat dan cepat, kecuali pada huruf b, bahwa hakim ketua sidang
dinyatakan hal-hal tertentu yang secara tegas menanyakan kepada terdakwa apakah ia su-
dinyatakan lain. Untuk lebih jelasnya, proses dah benar-benar mengerti, apabila terdakwa
acara pemeriksaan dapat diuraikan sebagai beri- ternyata tidak mengerti, penuntut umum
kut: atas permintaan hakim ketua sidang wajib
1. Proses pertama adalah penyerahan berkas memberi penjelasan yang diperlukan.
perkara. Menurut ketentuan Pasal 155 ayat 3. Proses ketiga pada sidang II. Setelah proses
(1) KUHAP, yang berbunyi bahwa pada pemeriksaan identitas terdakwa dan pem-
saat penuntut umum menyerahkan berkas bacaan surat dakwaan oleh penuntut umum
perkara ke pengadilan negeri cq. Hakim maka menurut Pasal 156 ayat (1) KUHAP,
juga dengan disertai dengan surat dakwaan terdakwa atau penasihat hukum mengaju-
(vordering) supaya perkara pidananya diaju- kan eksepsi atau keberatan atas dakwaan
kan dalam persidangan hakim (terechzitting) penuntut umum dan/atau bahwa pengadilan
untuk diperiksa dan diadili. tidak berwenang mengadili perkaranya.
2. Proses kedua yaitu sidang I. Menurut Pasal 4. Proses keempat pada sidang III adalah proses
1. Mengidentifikasi acara pemeriksaan perkara 1. Bertindak cermat dan teliti dalam meng-
menurut jenisnya. identifikasi acara pemeriksaan pidana.
2. Menjelaskan secara runtut tata tertib persi- 2. Bertindak cermat dan teliti dalam menjelas-
dangan sesuai ketentuan dalam KUHAP. kan tata tertib persidangan.
3. Mengidentifikasi tahapan pemeriksaan di 3. Bertindak cermat, teliti, berpikir analitis dan
persidangan secara runtut. evaluatif dalam mengidentifikasi tahapan
4. Menjelaskan secara lengkap pelaksanaan pu- pemeriksaan di persidangan.
tusan pengadilan 4. Bertindak cermat, teliti, berpikir analitis dan
5. Menjelaskan upaya hukum sesuai ketentuan evaluatif dalam menjelaskan pelaksanaan
dalam KUHAP. putusan pengadilan.
6. Menjelaskan penggabungan perkara gugatan 5. Bertindak cermat dan teliti dalam menjelas-
ganti kerugian sesuai ketentuan dalam KU- kan upaya hukum.
HAP. 6. Bertindak cermat, teliti, berpikir analitis dan
7. Menjelaskan koneksitas secara sistematis evaluatif dalam menjelaskan penggabungan
sesuai ketentuan dalam KUHAP. perkara gugatan ganti kerugian sesuai ke-
tentuan dalam KUHAP.
7. Bertindak cermat dan teliti dalam menjelas-
kan koneksitas.
1. Menjelaskan konsep praperadilan melalui 1. Bertindak cermat, teliti, dan berpikir ana-
pengertian, tujuan, wewenang, subjek dan litis dalam menjelaskan konsep praper-
Objek praperadilan. adilan melalui pengertian, tujuan, wewenang,
2. Mendefinisikan perbedaan praper- subjek dan objek praperadilan secara
adilan dengan upaya hukum dan perbedaan komprehensif dan lengkap sesuai ketentuan
proses praperadilan dengan peradilan dalam KUHAP.
normatif sesuai ketentuan dalam KUHAP. 2. Bertindak cermat, teliti, dan berpikir analitis
3. Menjelaskan pengaturan dan pelaksanaan dalam mendefinisikan perbedaan praper-
praperadilan. adilan dengan upaya hukum dan perbedaan
proses praperadilan dengan peradilan
normatif sesuai ketentuan dalam KUHAP.
3. Bertindak cermat, teliti, berpikir analitis dan
evaluatif dalam menjelaskan pengaturan dan
pelaksanaan praperadilan.
BUKU
Eddyono S.W dan Napitupulu, E. (2014). Prospek Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam Pengawasan
Penahanan dalam Rancangan KUHAP. Seri Pembaharuan Hukum Acara Pidana. Jakarta: Institute
for Criminal Justice Reform
Hamzah, Andi. (2008). Asas-asas Hukum Pidana. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamzah, Andi. (2008). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Hamzah, Andi. (1983). Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Penerbit
Ghalia Indonesia.
Harahap, M.Yahya. (1993). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jilid
I. Jakarta: Penerbit Pustaka Kartini.
Harahap, M.Yahya. (2006). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang
Pengadilan Banding Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M.Yahya. (2008). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntu
tan). Jakarta: Sinar Grafika.
Hartono. (2010). Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana (Melalui Pendekatan Hukum Progresif).
Jakarta: Penerbit Sinar Grafika.
Lamintang, P.A.F. (1990). Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Cet 2. Bandung: Sinar Baru.
Moelyatno. Hukum Acara Pidana, Bagian Pertama, Seksi Kepidanaan. Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM.
Nasution, A. Karim. (1981). Masalah Surat Tuduhan dalam proses Pidana. Jakarta: CV. Pantjuran Tujuh.
Prodjodikoro, Wirjono. (1983) Hukum Acara Pidana Indonesia. Cet.7. Bandung: Sumur.
Ramelan. (2006). Hukum Acara Pidana Teori dan Implementasi. Jakarta: Sumber Ilmu Jaya.
Ranoemihardjo, R. Atang. (1976). Hukum Acara Pidana. Bandung: Tarsito.
Saptomo, Ade. (2010). Hukum dan Kearifan Lokal Revitalisasi Hukum Adat Nusantara. Jakarta: PT
Grasindo.
Soesilo, R. (1982). Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana menurut KUHAP bagi
Penegak Hukum). Bogor: Politeia.
Soeparmono, R. (2003). Praperadilan dan Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian dalam
KUHAP. Bandung: Mandar Maju.
Sofyan, Andi. (2012). Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Yogyakarta: Rangkang Educat.
Sutantio, Retnowulan dan Iskandar, Oeripkartawinata. (1985). Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
PERUNDANG-UNDANGAN
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP)
Republik Indonesia. UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht]. (1976) Diterjemahkan oleh
Moeljatno. Jakarta: Pradnya Paramita
Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Se-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan
Surat Dakwaan.
Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana 2010.
PUTUSAN
KAMUS
INTERNET
Agustina, Widiarsi. (2017, 29 September). Pertimbangan Hakim Cepi Menangkan Setya Novanto.
https://nasional.tempo.co/read/1020843/pertimbangan-hakim-cepi-menangkan-setya-novan
to.
Apakah Perbedaan Pengacara dengan Penasihat Hukum?. (2011, 21 Juli). http://www.hukumonline.
com/klinik/detail/cl6143/perbedaan-pengacara-dengan-penasihat-hukum.
BBC Indonesia (2015, 16 Februari). Hakim Nyatakan Penetapan Tersangka Budi Gunawan Tidak Sah
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216 _vonis_budigunawan_kpk.
Fachrudin, Fachri. (2017, 10 Oktober). MK: Kalah Praperadilan, Penegak Hukum Bisa Kembali Tetap
kan Tersangka. http://nasional.kompas.com/read/2017/10/10/ 13480521/mk-kalah-praperadi
Paku Utama lahir di Jakarta, memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Indonesia tahun 2008. Master Hukum (LLM) pada Western Cape University, Afrika Selatan, dan
Humboldt University, Jerman, diperolehnya pada tahun 2012. Ph.D dari China University of Political
Science and Law, Cina, diperolehnya pada tahun 2016. Fokus penelitian penulis adalah asset recovery
(pemulihan aset) dan pencucian uang.