Anda di halaman 1dari 2

Kebijakan dan prestasi Khalifah Umar bin Khattab.

radhiallahu ‘anhu

Prestasi Umar bin Khattab saat menjadi khalifah dan dampaknya terhadap Islam patut mendapat apresiasi. Sejarah mencatat
bahwa Umar punya sumbangan besar untuk kejayaan Islam, di antaranya:

Pertama, penemu penanggalan Hijriyah

Umar adalah orang pertama yang membuat penanggalan hijriyyah. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Umar bin Al-Khatthab
adalah kepala negara yang inovatif, karena inovasinya menjadikan peristiwa hijrahnya Rasulullah ke Yatsrib (Madinah)
sebagai moment awal kalender dalam Islam, bukan peristiwa lahirnya Rasulullah seperti yang digunakan dalam kalender Masehi
yang dihitung sejak lahirnya nabi Musa.

Ide ini muncul ketika beliau didatangi oleh Maimun bin Mahran yang menyodorkan sebuah dokumen berisi tentang kesepakatan
dua orang yang berlaku pada bulan Sya’ban. Umar lalu bertanya, “Sya’ban kapan?. Tahun kemarin, tahun yang akan datang, atau
tahun ini?”.

Tidak jelas Sya’ban tahun kapan yang dimaksud, hingga kemudian Umar mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk meminta
pendapat mereka mengenai penanggalan yang bisa dijadikan standar untuk bermu’amalah.

Ada yang mengusulkan untuk mengikuti penanggalan Persia dan Romawi, ada juga yang mengusulkan mengikuti penanggalan
berdasarkan kelahiran Rasulullah, ada yang berdasarkan diutusnya beliau sebagai nabi, ada juga yang mengusulkan berdasarkan
wafat beliau.

Sedangkan Ali bin Abi Thalib dan beberapa anggota sidang mengusulkan bahwa kalender dalam Islam didasarkan pada
penanggalan hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah karena semua orang mengetahui peristiwa tersebut. Dari beberapa usulan
yang ada, Umar lebih cenderung memilih usulan terakhir karena semua orang mengetahui secara pasti kapan waktu pelaksaaan
hijrah. Di samping itu, hijrah merupakaan moment perubahan besar dalam sejarah dakwah Islam.

Umar pun segera memutuskan penggunaan penanggalan berdarakan hijrah Rasulullah dari awal tahun ini, yaitu bulan Muharram
yang merupakan permulaan tahun berdasarkan putaran bulan, agar tidak merombak urutan bulan yang sudah baku. Keputusan itu
diberlakukan pada tahun 16 H, dua setengah tahun setelah pengangkatan Umar sebagai khalifah atau kira-kira tujuh tahun setelah
Rasulullah wafat.

Kedua, mengumpulkan orang-orang untuk shalat tarawih berjama’ah

Umar adalah orang pertama dalam Islam yang mengumpulkan orang-orang untuk shalat tarawih berjama’ah setelah sebelumnya
dilakukan secara individual (tidak berjama’ah). Umar lalu mengirim surat kepada para gubernur wilayah agar melaksanakan
shalat tarawih secara berjama’ah.

Awalnya, pada suatu malam di bulan Ramadhan Umar keluar rumah menuju ke masjid. Di masjid, ia melihat orang-orang sedang
melaksanakan shalat tarawih sendiri-sendiri, dan sebagian yang lain ada yang shalat berjama’ah. Maka, muncullah ide dari Umar
untuk mengumpulkan orang-orang dengan menetapkan Ubay bin Ka’ab sebagai imam.

Malam berikutnya, Umar yang ditemani oleh ’Abdurrahman bin ’Abdul Qari keluar untuk memantau orang-orang di masjid. Dan
ternyata, mereka sedang shalat tarawih berjama’ah dengan Ubay bin Ka’ab sebagai imamnya. Ia lalu mengatakan, ”Sebaik-
baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih berjama’ah.pen)”.

Ketiga, mendirikan lembaga-lembaga kajian Al-Qur’an

Perhatian Umar terhadap dunia pendidikan sangat besar. Sepeninggal Rasulullah, Umar meresmikan Madinah sebagai ibu kota
negara Islam dan menjadi pusat pembentukan hukum-hukum Islam, terutama setelah berhasil melakukan ekspansi besar-besaran
ke negara-negara koloni.

Selama 10 tahun menjadi kepala negara, agenda Umar difokuskan di antaranya adalah menjadikan Madinah sebagai pusat kajian
Al-Qur’an dan Fikih. Terbilang ada 130 pakar fikih dari kalangan sahabat yang aktif memberi fatwa. Tujuh di antaranya yang
paling sering adalah Umar sendiri, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, sayyidah Aisyah, Zaid bin Tsabit, ‘Abdullah bin
‘Abbas, dan ‘Abdullah bin Umar.

Sementara yang sedang-sedang adalah Abu Bakar, Ummu Salamah, Anas bin Malik, Abu Sa’id al-Khudri, Abu Hurairah,
‘Utsman bin ‘Affan, ‘Abdullah bin Zubair, Abu Musa Al-Asy’ari, Sa’ad bin Abi Waqash, Jabir bin ‘Abdillah, Mu’adz bin Jabal
(imam al-fuqaha’), Thalhah bin ‘Ubaidillah, Zubair bin ‘Awwam, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ‘Imran bin Hushain, dan ‘Ubadah bin
Shamit.

Keempat, memberikan penerangan lampu untuk masjid Al-Haram dan masjid Nabawi

Lampu-lamu pada masa pemerintahan Umar merupakan sarana penerangan yang sifatnya berkesinambungan dengan disiapkan
dana khusus dan petugas yang mengurusinya. Penerangan tersebut merata di seluruh masjid, bahkan berlanjut hingga setelah
Umar. Sebagai buktinya bahwa ketika ’Ali bin Abi Thalib keluar rumah dan melihat lampu gemerlapan di masjid, maka beliau
berkata, ”Semoga Allah menerangi Umar di kuburnya, sebagaimana ia menerangi kita di masjid ini”.

Selain itu, Umar adalah orang pertama yang berkeliling di malam hari mengontrol rakyatnya di Madinah (ronda malam), orang
pertama yang memberikan punishment kepada yang bersalah dengan tongkat pemukul, orang pertama yang menetapkan hukum
cambuk bagi peminum khamr 80 kali, orang pertama yang membangun kota, orang pertama yang membentuk tentara resmi,
orang pertama yang membuat undang-undang perpajakan, orang pertama yang membuat sekretariat, orang pertama yang
mengumpulkan orang shalat jenazah empat kali takbir, orang pertama yang menarik zakat kuda, orang pertama yang mengangkat
logistik dengan kapal dari Mesir ke Madinah, orang pertama yang menetapkan wakaf tanah dan mensedekahkan hasilnya, orang
pertama yang mendirikan departemen kehakiman di semua wilayah, dan lain-lain.

Sumber:

Sirah Amir al-Mukminin Umar bin al-Khattab

al-Bidayah wa al-Nihayah

Sepuluh Shahabat yang Dijamin Masuk Surga\

Anda mungkin juga menyukai