Disusun oleh:
dr. Jesicca Susanto
Pendamping:
dr. Sri Sudewi Handayani
Laporan Kasus
Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter interensip sekaligus sebagai
bagian dari persyaratan menyelesaikan program Interensip Dokter Indonesia di Puskesmas
Kelurahan Manggarai.
Pembimbing
A. Keluhan Utama
Sesak dan nyeri di sekitar daerah ulu hati.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri di bagian ulu hati sejak 4 jam sebelum datang
ke puskesmas. Nyeri muncul secara tiba-tiba pada pagi hari dan nyeri yang dirasakan
adalah perih dan naik sampai ke dari daerah dada dan ke atas kerongkongan dengan
sensasi terbakar dan rasa asam serta pahit. Nyeri dirasakan terus menerus dan disertai
pusing, mual muntah, terkadang sesak, kembung, dan lemas. Nyeri yang dirasakan tidak
menjalar ke bagian dada kiri atau punggung kiri belakang.
V. Diagnosis : GERD
Alasan diagnosis kerja : Rasa nyeri dan perih di daerah epigastrium sejak 4 jam yang lalu,
rasa asam dan pahit serta sensasi terbakar di dada (heartburn) dan naik ke atas kerongkongan,
mual, muntah, sesak, kembung, dan lemas.
Diagnosis banding : Dyspepsia, Gastritis
Alasan diagnosis banding : mual, muntah, kembung, rasa asam yang naik ke atas
kerongkongan
VI. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Omeprazol caps. 20 mg 2x1
Antasida tab 3x1
Domperidon syrup 5 mg/5 mL 3x1 cth jika mual/muntah
Paracetamol tab 500 mg 3x1 prn
2. Non medikamentosa
Istirahat cukup
Hindari konsumsi makanan yang memicu produksi asam lambung berlebih seperti
makanan pedas, asam, santan, teh, kopi, minimal beralkohol, cokelat dan keju.
Hindari posisi tiduran setelah makan.
VII. REVIEW OF DISEASE : GERD (Gastroesophalangeal Reflux Disease)
2. Etiologi
Penyakit GERD dapat disebabkan oleh karena kelebihan aliran retrogad dari asam
dari gaster ke esofagus. Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi
(high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES).
Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran
antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau retrograd yang terjadi pada saat sendawa
atau muntah. Aliran balik gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus
LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg). Pada GERD, masalah pada mekanik
(hypotensive LES) dan fungsional (transient LES relaxation) menjadi penyebab utama
terjadinya GERD.
3. Patogenesis
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:
1. Refluks spontan pada saat relaksasi Lower Esophageal Sphincter (LES) yang tidak
adekuat.
2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen.
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD
menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari
bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esofagus, adalah pemisah antirefluks (lini
pertama), bersihan asam dari lumen esofagus (lini kedua), dan ketahanan epithelial
esofagus (lini ketiga). Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan
daya pilorik.
Faktor Defensif :
1. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES
dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograd pada saat terjadinya peningkatan tekanan
intra abdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang
normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES: Adanya hiatus hernia, panjang
LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan seperti antikolinergik,
beta adrenergik, theofilin, opiat dan lain-lain, faktor hormonal seperti selama kehamilan
dimana peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa
pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya
proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang
bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan.
Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu
diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat (delayed gastric
emptying) dan dilatasi lambung.
2. Bersihan asam dari lumen esofagus
Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari esofagus adalah gravitasi,
peristaltik, ekresi air liur dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan
refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh
proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar
saliva dan kelenjar esofagus. Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama
kontak antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar
kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian pasien GERD ternyata memiliki waktu
transit ehttp://www.cdc.gov/std/treatment/2010/vaginal-discharge.htmlsofagus yang
normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltik esofagus yang
minimal.
3. Ketahanan Epitelial Esofagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan mukus
yang melindungi mukosa esofagus. Mekanisme ketahanan epitelial esofagus terdiri dari:
Membran sel
Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esofagus.
Aliran darah esofagus yang mensuplai nutrien, oksigen dan bikarbonat, serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2
Sel-sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion
H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraselular.
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esofagus, sedangkan
alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H+.
Faktor Ofensif :
Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat.
Kandungan lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl,
pepsin, garam empedu, enzim pankreas. Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung
pada bahan yang dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esofagus makin meningkat
pada pH <2, atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang
memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam.
Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah
kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain: dilatasi
lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.
5. Manifestasi klinis
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak nyaman di epigastrium
atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan
makanan), mual atau regurgitasi rasa asam dan rasa pahit yang naik ke atas kerongkongan
dan lidah. Terkadang gejala nyeri di bagian retrosternal mirip dengan keluhan pada
serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin
terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barrett esofagus.
Odinofagia (rasa sakit pada waktu menelan makanan) timbul jika sudah terjadi ulserasi
esofagus yang berat.
Gejala lain pada GERD yang bisa ditemukan adalah suara serak, laringitis, batuk
karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. Salah satu faktor predisposisi
untuk timbulnya GERD adalah beberapa penyakit paru akibat perubahan anatomis di
daerah gastroesophageal high pressures zone. akibat penggunaan obat-obatan yang
menurunkan tonus LES (misalnya theofilin untuk penderita asma). Gejala GERD
biasanya muncul perlahan dan jarang menimbulkan keadaan gawat yang mengancam
jiwa.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis GERD dapat dilakukan endoskopi untuk
melihat mukosa dari gaster, disertai dengan pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan dapat
mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau regurgitasi disebabkan oleh GERD.
Selain itu untuk memastikan adanya Barret esofagus, displasia atau keganasan. Tes pH
24 jam digunakan untuk mengukur pH pada esofagus bagian distal yang dapat
memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH < 4 pada jarak 5 cm di atas LES
dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
5. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada penderita GERD adalah melalui perubahan gaya
hidup, obat-obatan/terapi obat, dan operasi jika ada indikasi seperti Barrett esofagus.
Berdasarkan guideline dari ACG (American College of Gastroenterology) tahun 2005,
dapat dilakukan perubahan gaya hidup yaitu menurunkan berat badan jika overweight,
mengurangi konsumsi alkohol, coklat, asam jeruk, dan makanan asam lainnya.
Mengurangi porsi makan yang berlebihan dan setelah makan dianjurkan untuk menunggu
3 jam sebelum berbaring untuk mengurangi resiko GERD.
Terapi obat yang dapat diberikan adalah antasid, ranitidine (H2 receptor
antagonist), omeprazole (Protein pump inhibitor) yang merupakan obat dengan efek kuat
untuk GERD. Terkadang juga dapat disertai pemberian metoclopramide (Prokinetic
agents) untuk mengatasi mual dari GERD dan pemakaiannya harus dibatasi.
6. Prognosis
Prognosis baik pada pasien dengan GERD yang menjalani terapi obat walaupun
relaps dari penyakit pada beberapa orang cukup sering terjadi dan mengindikasikan
perlunya pengobatan atau terapi yang lama. Untuk kasus refraktori atau ketika komplikasi
dari GERD muncul, tindakan operasi biasanya diperlukan. Prognosis dari operasi terbukti
baik.
Daftar pustaka