Anda di halaman 1dari 5

Prosiding Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA I Makassar 2000

Konflik antar Agama


mancanegara. Karena itu menjadi salah satu alasan untuk
penulisan makalah ini dan ditempatkan di bawah tema besar
Bhinneka Tunggal Ika: Masih mungkinkah? Alasan lainnya
atau adalah karena di beberapa daerah konflik yang bermuatan
SARA, meskipun berlatar belakang yang berbeda-beda,

Politisasi Agama? seperti masalah tanah, ketidakadilan, dan sebagainya, banyak


yang ujung-ujungnya melahirkan kesan bahwa konflik dan
perpecahan tersebut adalah konflik antar agama. Dan
khususnya di Ambon (Maluku), akhirnya masyarakat
tersegregasi berdasarkan agamanya.. Selain itu, penulis,
meskipun berada dalam jaringan kerja relawan yang terlibat
dalam aksi kemanusiaan di berbagai wilayah konflik,
mengkhususkan diri bekerja di Ambon dan Maluku Tengah.
Maka pengetahuannya juga hanya sebatas pengalaman di
wilayah tersebut.
Selama bekerja di wilayah tersebut, sejak awal 1999,
memang pertanyaan utama adalah apakah konflik yang
berdampak luas ini adalah konflik yang murni antar agama
atau ada sebab lain? Mengapa orang-orang yang sebelum
kerusuhan hidup bersama dalam kebhinekaan agama
sekarang tiba-tiba menjadi terpisah dan saling memusuhi?
Saling mencurigai? Sedemikian hebatkah pertentangan antar
agama di sana sehingga aparat keamanan yang seharusnya
Margaretha Margawati netralpun menjadi terlibat? Mengapa kerusuhan menjadi
(Jaringan Kerja Relawan sedemikian berkepanjangan? Adakah tanda-tanda dan
untuk Krisis Maluku) peluang bahwa kebencian diakhiri ? Untuk menjawabnya,
pembahasan akan dipaparkan dalam dua bagian yaitu pertama,
Peta Konflik dan Dampaknya, diikuti dengan bagian kedua:
Pengantar Beberapa Analisa. Paparan akan ditutup dengan Kesimpulan
dan Penutup.

S
aya baru kembali dari berlebaran di Batumerah,Ambon,
pada tanggal 8 Januari, 2000 membawa sekotak kue
bolu, oleh-oleh dari teman-teman relawan Muslim Peta konflik dan dampaknya
untuk rekan-rekan relawan Kristen di Mardika. Kue bolu Secara garis besar, konflik di Ambon dapat dibagi dalam 4
masih berada di dalam kotaknya, ketika pembantu di biara babak yaitu:
yang menjadi posko relawan bertanya:”Ibu bawa apa?. Ketika
saya mengatakan bahwa itu adalah kue oleh-oleh dari Babak I: Januari-Maret 1999
Batumerah, ia langsung menjerit ketakutan dan berlari Peristiwa sepele, dan dianggap biasa oleh masyarakat
menjauh. setempat, yaitu konflik antar preman Batumerah (Muslim) dan
Peristiwa di atas menggambarkan betapa hebat dampak Mardika (Kristen) pada tgl. 19 Januari 1999, dalam sekejab
dari kerusuhan yang berkepanjangan yang terjadi di Ambon, menimbulkan pertikaian antar kelompok agama dan suku dan
yang berawal pada hari Lebaran tahun sebelumnya. meledak menjadi kerusuhan besar di seantero kota Ambon,
Masyarakat pada umumnya diliputi ketegangan dan bahkan meluas ke seluruh pulau Ambon tanpa dapat
ketakutan antara penduduk yang beragama Muslim dan yang dikendalikan.
Kristen. Dan memang, sejak kerusuhan tersebut, seluruh kota Kerusuhan yang berlarut-larut di P. Ambon yang semula
dan pulau Ambon tersegregasi ketat antara wilayah Muslim berpenduduk 312..000 jiwa ini memakan banyak korban jiwa.
dengan Kristen. Mereka yang berbeda agama hampir tidak Membuat korban pengungsi sekitar 100.000 jiwa yang lari ke
pernah berhubungan secara fisik, kecuali para relawan luar Ambon dan menyisakan 20.000 jiwa orang yang terpaksa
kemanusiaan, sedikit para pelaku bisnis, atau petugas tinggal di 34 lokasi pengungsian. Kota dan desa-desa di
pemerintahan. Itupun terbatas dilakukan di tempat-tempat Ambon bertebaran dengan puing-puing bangunan rumah
netral yang sedikit saja jumlahnya. ibadat, rumah tinggal dan toko yang dibakar serta diratakan
Konflik di Ambon (Maluku) merupakan suatu contoh dengan tanah. Kota Ambon dan sebagian desa-desa
yang paling kuat mengesankan adanya konflik antar agama, sekitarnya tersegregasi ketat dan terbagi dalam 2 wilayah:
utamanya Muslim dengan Kristen. Kesan ini bukan hanya Islam dan Kristen. Masyarakat dan wilayah Kristen disebut
bergaung di tingkat nasional, tetapi juga sampai ke merah, dan yang Muslim disebut putih. Utamanya di kota

Panel 4 : ‘Bhinneka Tunggal Ika’ : Masih Mungkinkah ?


513
Prosiding Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA I Makassar 2000

Ambon, masyarakat hidup dalam keadaan terpisah: pasar Korban jiwa berjatuhan kembali, jumlah pengungsi
khusus merah, pasar khusus putih, pelabuhan speedboat meningkat tajam. Arus pengungsi masuk dari P. Buru ke
merah dan putih, becak merah dan putih, angkot merah dan Ambon. Sebagian ke Maluku Tenggara, dan dari P. Seram
putih, bank merah dan putih, dan sebagainya. mulai memasuki Sorong, Papua. Sementara itu, arus
Pemerintah daerah, aparat keamanan, pemuka-pemuka pengungsi dari Maluku Utara (P. Bacan, P. Obi, dan Halmahera
agama dan adat kemudian sibuk melakukan upaya-upaya utara) juga mengalir ke Seram, Ambon, dan Maluku Tenggara.
rekonsiliasi dengan berbagai gebrakan dan upacara ”panas Ambon menjadi penuh sesak dengan pengungsi yang
pela” dilakukan di sana-sini. Akhir Maret sampai pertengahan hampir-hampir tidak tertampung lagi.
Juli 1999, Ambon relatif reda dari kerusuhan besar, meskipun
masih terjadi insiden berdarah di sana-sini, dan juga di Babak IV: April 2000 – sekarang
beberapa kota dan desa di pulau-pulau lain. Tetapi kerusuhan Sejak Februari- Maret 2000, sebenarnya situasi di Ambon
hebat berlangsung di Tual, Kepulauan Kei, Maluku Tenggara sudah tenang. Aktivitas masyarakat mulai pulih meskipun
pada akhir Maret, 2000. terbatas di wilayah masing-masing. Jalan-jalan yang diblokir
mulai dibuka dan dilewati oleh keduabelah pihak. Upaya
Babak II: Juli-November 1999 rekonsiliasi dilakukan di beberapa tempat, di Jakarta (oleh
Ambon tenang-tenang tegang sementara disuguhi atraksi team rekonsiliasi pusat), di Belanda atas inisiatif dan
kampanye menjelang pemilu. Status wilayah keamanan undangan pemerintah Belanda , di Bali oleh Pemerintah
ditingkatkan menjadi Kodam. Masyarakat tetap tersegregasi, Inggris lewat Perwakilan PBB, di atas kapal-kapal TNI-AL
meskipun di satu dua tempat agak cair. Kerusuhan di Tual dalam program Surya Bhaskara Jaya (SBJ).
reda dan konfliknya selesai. Usai Pemilu, ketegangan Tetapi, gerakan Jihad yang berpusat di Yogya, Jakarta,
meningkat dan tiba-tiba pecah di daerah Poka dan meluas ke Bogor, mulai meresahkan masyarakat Ambon. Pers setempat
bagian lain di Ambon. Kerusuhan besar juga melanda wilayah ramai memberitakan ancaman-ancaman Jihad, dan penolakan
Maluku Utara yang statusnya meningkat menjadi propinsi. kedatangan Jihad muncul baik dari masyarakat Muslim
Segregasi semakin ketat, di Ambon hanya tersisa 1 desa apalagi Kristen.
(Wayame) yang masyarakatnya tetap berbaur. Sebutan merah Keresahan terbukti, sehari setelah kunjungan WaPres ke
diganti dengan Obet (Robert) dan bagi putih menjadi Acang Ambon dalam rangka program SBJ, diawali peristiwa ”makan
(Hasan). Lokasi pengungsi di pulau Ambon menjadi 119 site Patita” antara kelompok milisia Batumerah (Muslim) dengan
untuk Muslim dan 123 site untuk Kristen. Masyarakat Kudamati (Kristen) yang disertai pawai becak, kerusuhan
semakin mempersenjatai diri dengan berbagai bentuk senjata, mulai merebak lagi. Kerusuhan juga menjadi berkepanjangan
mulai dari parang, rakitan hingga senjata organik. Milisia mulai dengan cetusan berbagai insiden seperti insiden di Laha-
tampak menonjol di dua pihak yang bertikai, dan teroganisir. Tawiri, dan sangat menghebat di bulan Juni-Juli dengan
Kelompok milisia anak-anak disebut pasukan Agas, yang adanya ribuan pasukan Jihad di Ambon. Desa-desa Kristen
remaja tergabung dalam pasukan Linggis, dan yang dewasa seperti Ahuru, Poka, Rumah Tiga, Waai, dan kampung-
disebut Laskar Jihad dan Laskar Kristus. Yang menjadi kampung Kristen di Urimesing, Batumeja, Batugantung habis
kesibukan kaum pria pada umumnya hanyalah membuat rata dengan tanah. Universitas Kristen, Universitas Negeri
senjata, dan terang-terangan meminta bantuan amunisi atau Pattimura, sejumlah bank swasta, gedung-gedung umum,
dana untuk membuat senjata. Amunisi memang rumahsakit swasta, bahkan asrama Brimob di Tantui ikut
diperjualbelikan secara terbuka. menjadi korban. Ambon saat ini benar-benar porakporanda,
bantuan kemanusiaan sulit dilakukan dan di seluruh wilayah
Babak III: akhir Desember 1999- pertengahan Januari Maluku diberlakukan Darurat Sipil, setelah Pangdam
2000 Pattimura diganti.
Memasuki bulan puasa, awal bulan Desember, konflik Relawan dari Jaringan Kerja Relawan untuk Krisis Maluku
mereda, namun kesiapsiagaan dan ketegangan meningkat yang saat ini berada di Ambon melaporkan bahwa situasi
sangat tinggi. Situasi siaga sangat terasa di kedua belah pihak masyarakat memprihatinkan baik di wilayah Muslim maupun
dan juga terjadi di P. Seram dan P. Buru. Tanda-tanda akan Kristen. Sekelompok orang di seputar Bandara menyerbu
meledaknya kerusuhan menguat pada saat kunjungan bantuan yang baru diturunkan dari hercules, dan meskipun
Presiden dan Wakil Presiden pada akhir bulan Desember. dapat diatasi, peristiwa tersebut menggambarkan bahwa
Dan benar, kerusuhan meledak di Batumerah-Mardika, masyarakat (Muslim) sangat sulit untuk mendapatkan
Ambon, pada tgl. 26 Desember, 2000, hampir serentak terjadi kebutuhan hidupnya. Relawan Muslim juga sangat sulit
juga pada hari-hari berikutnya di Masohi, Seram dan Namlea berkomunikasi dengan yang Kristen karena takut terhadap
serta sekitarnya di P. Buru. Wilayah-wilayah yang ter tekanan dari jihad. Sedangkan di wilayah Kristen, bantuan
segregasi di Maluku Tengah dan Ambon semakin meluas. sulit untuk disalurkan karena faktor transportasi dan
Selepas kunjungan Wapres berikutnya di bulan Januari 2000, pemblokiran jalur masuk. Reaksi dari masyarakat Kristen
terjadi lagi kerusuhan di Haruku dan Saparua. terhadap bantuan memperlihatkan semacam apatisme.

Panel 4 : ‘Bhinneka Tunggal Ika’ : Masih Mungkinkah ?


514
Prosiding Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA I Makassar 2000

Mereka mengatakan bahwa yang dibutuhkan adalah putih dan di depan gereja Silo, orang sudah mengenakan
intervensi asing untuk pengamanan, bukan barang-barang ikat kepala merah. Ada orang-orang yang mengorganisir masa
bantuan. dengan peralatan HT dan mengendarai mobil bergerak
mondar-mandir. Isu bahwa rumah-rumah ibadat sudah
Beberapa analisa dibakar mendahului tindakan pembakaran itu sendiri,
Apakah kerusuhan di Ambon merupakan konflik antar meskipun warga setempat tidak menghendakinya, namun
agama ? sekelompok orang terus berteriak menghasut dan mengajak
Seperti pada kerusuhan-kerusuhan di wilayah lain di masa. Pada hari kedua muncul isu anti BBM (Bugis, Buton,
Indonesia, kerusuhan babak I di Ambon jelas memperlihatkan Makasar), sebuah istilah yang baru dikenal sekitar 10 tahun
adanya rekayasa. Pola kerusuhan yang dipakai sama dengan terakhir 2 , suatu ungkapan mengenai sentimen asal
pola yang diterapkan di tempat lain1 . Situasi kerentanan kedaerahan. Upaya-upaya tersebut berhasil memecah warga
masyarakat lokal memang mudah untuk memicu sebuah kota berdasarkan sentimen agama, dan juga dikuti dengan
kerusuhan. Kerentanan yang disebabkan oleh pola upaya menutup akses pihak-pihak di luar Ambon untuk
pemerintahan ORBA seperti yang dialami oleh masyarakat mengkomunikasikan kejadian sebenarnya berupa ancaman
di wilayah lain seperti masalah tanah, KKN, kesenjangan terhadap wartawan lewat tilpon gelap.
sosial akibat ketidakadilan, perebutan posisi jabatan dan Pihak mana yang merekayasa kerusuhan dan untuk
sebagainya sudah pasti dialami oleh masyarakat Ambon dan kepentingan apa masih menjadi perdebatan banyak pihak.
Maluku, maka tidak perlu dibahas lagi. Tetapi, secara khas, Ada yang mengatakan bahwa kerusuhan ini menjadi bagian
masyarakat Ambon dan Maluku memang mengalami semacam dari strategi kelompok militer tertentu untuk mempengaruhi
segregasi wilayah berdasarkan agama (Kristen dan Muslim) pemilu Juni 1999 dan membuat kondisi agar militer kembali
yang merupakan warisan sistem kolonialisme pemerintah berkuasa. Ada yang mengaikan dengan keluarga Cendana.
Belanda. Konflik antar agama sering muncul secara sporadis, Tetapi yang jelas, kerentanan masyarakat setempat dalam
namun sejak kemerdekaan RI, tidak pernah meluas seperti konflik-konflik lokalnya tidak cukup kuat untuk menjadikan
sekarang. Masyarakat masih dapat mengandalkan budaya kerusuhan sebesar itu.
Pela Gandong untuk menyelesaikan konflik, yang meskipun
pada jaman ORBA, budaya tersebut sedikit demi sedikit Mengapa kerusuhan menjadi berkepanjangan?
kehilangan kekuatannya, karena digantikan oleh kekuatan Kerusuhan berulang kembali pada babak II. Hal ini tidak
keamanan khas ORBA lewat ABRI-nya. Kerentanan khas terlepas dari kerentanan di dalam masyarakat Ambon sendiri
dalam persaingan wilayah agama ini dijadikan peluang untuk akibat segregasi wilayah yang ketat, cara penanganan
meledakkan dan memelihara kerusuhan oleh pihak-pihak yang pengungsi yang justru memperpanjang konflik,
berkepentingan. ketidakprofesionalan pengusutan kerusuhan dan cara
Ada banyak indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa penanganan keamanan oleh militer, aktivitas-aktivitas
berkembangnya konflik personal antar preman menjadi rekonsiliasi yang elitis dan tidak membasis, dan anyak faktor
kerusuhan pada babak I, bukanlah tindakan spontan lainnya.
masyarakat Ambon, melainkan sengaja diciptakan. Segregasi wilayah yang ketat membuat sebagian
Pengkondisian kerusuhan sudah dimulai sejak satu dua bulan masyarakat Ambon, terutama yang Muslim di daerah Lei Hitu
sebelumnya dengan berbagai cara : isu, selebaran gelap, dan di kota mengalami kesulitan untuk mendapatkan
telpon gelap, grafiti, dll. Hasutan- hasutan banyak yang kebutuhan hidup dan pelayanan lainnya. Misalnya,
memakai istilah yang tidak populer di masyarakat seperti Pemblokiran jalan di sekitar Poka, menutup jalan darat ke Lei
misalnya: istilah Nasrani, padahal warga Ambon akrab Hitu. Hal ini dibiarkan berlarut-larut dan memicu kemarahan
dengan kata Serani, dan Muslim lebh akrab dengan Salami. masyarakat Hitu. Ditambah lagi, asal usul daerah Poka yang
Pada saat menjelang dan selama kerusuhan juga demikian: sebenarnya masuk ke petuanan Hitu justru diblokir. Di kota,
munculnya wajah-wajah tak dikenal pada menit-menit pertama masyarakat Muslim, berbaur dengan sekitar 10.000 pengungsi
kerusuhan meletus, ketika gerombolan masa mulai bergerak di wilayah yang sangat sempit. Ruang gerak terbatas. Akses
menjelang kerusuhan. Saat kerusuhan baru saja mulai, sudah ke pusat kota, di mana terdapat gedung-gedung
muncul sekelompok orang di Batumerah dengan ikat kepala pemerintahan, bank-bank, rumah sakit umum, sekolah-sekolah
negeri dan Universitas negeri tertutup bagi mereka.
1
Pelayanan kesehatan dan kesempatan bagi pendidikan anak-
Pola kerusuhan di Tanah Ambon-Lease: Membaca Kejanggalan di
Balik kerusuhan Berkepanjangan, Dokumentasi TRK-Ambon, 21
anak Muslim sangat minim. Sebaliknya di wilayah Kristen
September, 1999. khususnya di kota, masyarakat juga mengalami kesulitan
2
mendapatkan pasokan kebutuhan hidup, karena pelabuhan
Pada waktu Kol. Dicky Wattimena menjabat walikota Ambon (1985-
1991), dengan pendekatan khas militer ia menertibkan kawasan utama berada di wilayah Muslim. Transportasi dari satu
perdagangan yang didominasi pedagang Muslim dari Bugis, Buton, tempat ke tempat lain menjadi sangat mahal karena tersekat-
Makassar. Itu merupakan awal mula istilah BBM yang menjadi salah sekat. Bisnis keamanan dari aparat meningkat dan
satu bibit dan basis konflik.

Panel 4 : ‘Bhinneka Tunggal Ika’ : Masih Mungkinkah ?


515
Prosiding Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA I Makassar 2000

memberatkan masyarakat. Semua permasalahan ini tidak aman dari masing-masing pihak. Mereka adalah para panglima
diperhatikan oleh aparat pemerintahan. perang, kapitan-kapitan dan anak buahnya. Kelompok-
Cara penanganan pengungsi oleh Satkorlak yang kelompok ini yang belakangan mudah dijadikan alat untuk
membuat pengkotakkan masyarakat pengungsi berdasarkan meledakkan kerusuhan babak kedua, dan ketiga oleh pihak
agama memperparah situasi. Setiap bantuan dari luar yang yang berkepentingan.
disalurkan lewat Satkorlak dipusatkan ke 3 Posko utama: MUI, Kesadaran masyarakat yang mulai muncul bahwa mereka
Maranatha/GPM, Crisis Center Keuskupan Amboina., baru diadu domba dengan mengoyakkan simbol Pela Gandong,
disalurkan kepada masing-masing umatnya. Dengan demikian, merah dan putih, dihancurkan lagi dengan pengalihan simbol
lokasi-lokasi pengungsi yang semula masih menampung menjadi Acang dan Obet. Tataran emotif dipermainkan setiap
masyarakat campuran menjadi homogen. Homogenitas kali kesadaran muncul. Kekuatan media masa dalam
lokasi-lokasi pengungsi mempertajam kebencian dan pemecahbelahan semakin dipakai, pers lokal mulai
permusuhan, bahkan menjadi pemusatan milisia. dipengaruhi sejalan dengan yang terjadi di media masa
Ketidakprofesionalan pengusutan terjadi sama seperti di nasional. Contoh paling jelas adalah berita di Suara Maluku,
wilayah lain di Indonesia. Tetapi, yang menjadi persoalan yang beredar di wilayah Kristen dan berita di Ambon
khas adalah ketidakseimbangan dan ketidaknetralan para Ekspress di Muslim sangat berbeda untuk peristiwa yang
pengacara, jaksa, hakim yang mayoritas Kristen. sama. Pengkondisian untuk memberi kesan bahwa konflik
Peningkatan keamanan daerah menjadi Kodam, di Ambon adalah konflik antar agama semacam ini jelas
pertambahan pasukan TNI-AD, terbukti tidak mampu berasal dari luar Ambon.
mengatasi kerusuhan. Aparat keamanan terlibat dalam setiap Kepentingan sekelompok elite politik di pusat yang
kerusuhan. Pembiaran masyarakat untuk memiliki senjata bermain dalam kerusuhan babak ketiga di Ambon sangat
secara terang-terangan terjadi dan semakin meluas. Hal ini terbaca. 15 batalion pasukan keamanan, 16 buah panser yang
dapat dibicarakan secara khusus di tempat lain, karena sangat dikerahkan menjelang dan sesudah kunjungan Gus Dur dan
banyak fakta dan bukti yang dapat dikemukakan. Megawati ke Ambon bulan Desember 1999, yang tidak
Upaya-upaya rekonsiliasi dilakukan secara tergesa-gesa, mampu mencegah dan mengatasi kerusuhan babak III
elitis dan tidak melibatkan masyarakat di tingkat basis, dan merupakan kejanggalan yang tidak dapat ditutupi.
sangat memperlihatkan upacara-upacara seremonial belaka. Kelanggengan konflik yang dipelihara lewat berbagai cara,
Sebagai contoh, upaya rekonsiliasi di desa Laha, dilakukan termasuk pasokan senjata dan amunisi, pelatih-pelatih
di kompleks TNI-AU, masyarakat hanya menjadi penonton, pembuat senjata yang sangat ahli membutuhkan dana besar
dan pelaku utama adalah para pejabat serta yang terhibur yang tidak mungkin dipenuhi oleh masyarakat Ambon sendiri.
justru para tentara yang mendominasi arena joget. Demikian Masyarakat Ambon semakin rentan dan tidak berdaya untuk
juga acara rekonsiliasi yang condong kepada acara hiburan mengatasi kekuatan dari luar yang membuat mereka semakin
oleh aktris Maya Rumantir di lokasi pengungsi Secapa-Suli. hancur dan larut dalam keberberbedaan agama. Teror terhadap
Sedangkan upacara panas pela Desa Batumerah (Muslim) orang-orang yang mencoba menolak pengkotak-kotakan dan
dan Passo (Kristen), sama sekali tidak memperhitungkan penghancuran ini dilakukan secara sistematis dan terus
kenyataan bahwa masyarakat adat asli Batumerah hanya 20% menerus.
saja, selebihnya pendatang dan pengungsi yang tentu saja Salah satu dari berbagai analisa yang dibuat oleh Team
merasa tidak memiliki ikatan Pela Gandong. Dan justru pelaku Relawan setempat bersama Kelompok Relawan dari Jakarta3
utama yang terlibat langsung dalam setiap kerusuhan, para memunculkan indikasi keterlibatan kelompok TNI tertentu
preman, milisia, kapitan-kapitan dan panglima-panglima yang berkoalisi dengan kelompok elit politisi demi tujuan
perangnya tidak disertakan. Selain itu, pernyataan bersama menjatuhkan kepemimpinan Gus Dur. Penciptaan kerusuhan
yang dilakukan oleh pemuka agama tidak melalui musyawarah babak III untuk menunjukkan salah satu ketidakberhasilan
bersama. Indikasinya, masyarakat mencemooh pernyataan Gus Dur mengatasi konflik dalam kurun waktu 100 hari.
bersama yang ditayangkan di media TV. Dan kerusuhan babak IV, yang meskipun dibantah,
Meskipun faktor kerentanan semakin banyak dan melibatkan pasukan jihad yang didatangkan dari luar Maluku.
kompleks, dan jika dianalisa, lebih banyak disebabkan oleh Ambon saat ini hancur lebur meskipun sudah diberlakukan
elite pemerintahan dan para pemuka agama serta tokoh Darurat Sipil dan pasukan keamanan menjadi 22 batalion.
masyarakat, namun para elite ini tidak pernah mengakui Keterlibatan aparat keamanan dalam konflik mulai dibuka dan
kesalahannya, mereka cenderung mempersalahkan dan
masyarakat dan mengkambinghitamkan provokator yang
3
tidak kunjung terungkap. Masyarakat kehilangan PETA KONFLIK PASCA KERUSUHAN KETIGA, Dokumen TRK
Ambon, Januari, 2000. Dokumen ini diolah oleh KONTRAS dan
kepercayaan kepada para tokoh dan figur formal. Figur-figur diserahkan kepada Presiden dan Wakil Presiden.
informal muncul, tetapi yang berbasis kepada kemanusiaan .
universal kurang mendapatkesempatan, dan kalah oleh figur- 4
SEJARAH GEREJA KATOLIK DI INDONESIA, Kursus Kader
figur informal yang langsung menjawab kebutuhan akan rasa Katolik, Sekretariat Nasional K.M./C.C.C, Jakarta, 1971, hal 15-29.

Panel 4 : ‘Bhinneka Tunggal Ika’ : Masih Mungkinkah ?


516
Prosiding Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA I Makassar 2000

diakui lewat pernyataan-pernyataan resmi dari TNI. yang paling mendesak saat ini adalah segera melakukan
Ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasi intervensi dalam mengusahakan sarana transportasi
permasalahan mereka dan kebutuhan untuk campur tangan untuk membuka ruang bagi perputaran ekonomi, dan
oleh pihak luar sangat dimanfaatkan. Masing-masing dilanjutkan dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Jika
kelompok masyarakat yang dikotakan dalam agamanya transportasi telah terbuka, meskipun masih ada segregasi,
mengulangi sejarah lama4 , meminta bantuan pihak luar untuk ruang untuk memberi berbagai bantuan lewat macam-
membantu mereka menghancurkan yang lain. Padahal pada macam program dapat dilakukan.
waktu itu pertentangan antara dua golongan yang berkedok
Lampiran :
agama sebenarnya merupakan perselisihan untuk merebut
sumber-sumber kekayaan materiil yang dilakukan oleh para

PETA KONFLIK
pedagang dari Gujarat, Portugis, dan VOC. Hasil dari politisasi
agama adalah penguasaan VOC terhadap wilayah Maluku
pada tahun 1605.
Sekarang, masyarakat Muslim di Ambon diperkuat oleh
pasukan Jihad dari Jawa, dan yang Kristen mulai minta BABAK I: 19 Jan-Mar’99 BABAK II: Juli-Nov’99
intervensi pasukan PBB. Berbagai isu berkembang sangat Pusat: Poka
Pusat: Bt.merah-Mardika
kuat bahkan juga di media masa harian setempat membahas
secara terus menerus masalah intervensi asing ini. Di kamp- Pemicu: Pertikaian preman Pemicu: Pemblokiran jalan
kamp pengungsi Kristen seakan ditumbuhkan harapan Dampak: Dampak:
bahwa pasukan Australia akan datang membawa mereka ke • Korban jiwa & luka • Korban jiwa & luka
luar dari Indonesia. • Bangunan rusak (rumah, • Bangunan rusak (rumah, toko
toko, rumah ibadat) rumah ibadat)
Kesimpulan dan Penutup
• 100.000 pengungsi ke luar • Harta benda dijarah
1. Uraian di atas setidaknya memberikan jawaban bahwa
meskipun masalah perbedaan agama dan etnis cukup Ambon • 40.000 pengungsi
memberi peluang akan timbulnya konflik, namun • 20.000 pengungsi di Ambon • Tersisa 1 desa campur
kerentanan dari dalam masyarakat itu sendiri tidak • Segregasi: Merah & Putih • Segregasi: Obet & Acang
mungkin sampai pada situasi yang menghancurkan diri • Kerusuhan meluas ke Tual • Kerusuhan meluas ke Malut
sendiri tanpa mengalami tekanan yang cukup kuat dari
luar.
2. Ada kesamaan pola kerusuhan di Ambon dengan yang
terjadi di wilayah-wilayah lain, dan simbol-simbol agama

PETA KONFLIK
dipakai untuk membangkitkan sentimen agama dan etnis.
3. Setelah mengalami bencana kerusuhan babak I,
penanganan akibat dari bencana tidak dilakukan yang
semestinya, penanganan darurat malah memunculkan
kerentanan yang lebih parah, sehingga tahap pemulihan
menjadi sulit. Hal ini menjadi peluang untuk memunculkan
kerusuhan-kerusuhan berikutnya yang berkepanjangan. BABAK III: Des’99-Jan’00 BABAK IV: April-sekarang
4. Pertanyaan yang belum terjawab dari politisasi agama di Pusat: Pohon Pule Pusat: Waihaong
Ambon di era reformasi sekarang ini adalah sejauh mana
Pemicu: Anak tertabrak Pemicu:
diberlakukannya darurat sipil dapat mengatasi
kerusuhan? Apakah ada upaya atau skenario tertentu Dampak; - konvoi becak
untuk menciptakan konflik yang terus berlangsung ini • Meluas ke Haruku, Seram, - penembakan warga di tawiri
ditujukan untuk memancing intervensi asing? Apakah Buru - insiden di Paso
ada tujuan di balik penyebaran isu akan adanya intervensi • 80.000 pengungsi di Ambon - kedatangan pasukan jihad
asing tersebut untuk melegitimitasi suatu tindakan? • 20.000 pengungsi di Seram
Penghancuran struktur sosial masyarakat Ambon Dampak:
(Maluku) yang masih berlangsung memerlukan uluran • 10.000 pengungsi di Buru • Kehancuran yang semakin
tangan dari berbagai pihak, pertama-tama untuk • 2.000 pengungsi di Haruku parah
mengentikan pertikaian. Selanjutnya, masyarakat • Aliran pengungsi ke masing- • Darurat sipil
setempat harus dibantu untuk secara perlahan-lahan masing wilayah memperluas • Isu intervensi asing
menata kembali kehidupannya, (istilah lokal yang dipakai segregasi seluruh Mal-
untuk ini ”baku bae”). Dari segi bantuan kemanusiaan Tengah

Panel 4 : ‘Bhinneka Tunggal Ika’ : Masih Mungkinkah ?


517

Anda mungkin juga menyukai