Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Awal Pesawat N2XX

N2XX merupakan pesawat dengan kapasitas 19 penumpang yang

digerakkan dengan menggunakan dua turboprop engine yang di produksi

oleh Pratt and Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A–42. masing-

masing bertenaga 850 SHP (shaft horse power). Salah satu kelebihan

pesawat ini adalah mampu terbang dan mendarat di landasan pendek

sehingga mudah beroperasi di daerah-daerah terpencil dan kelebihan-

kelebihan lainnya (seperti pada gambar 2.1)

Pesawat ini sebagian besar menggunakan metal, ada beberapa bahan

yang menggunakan composite dan dirancang untuk mengangkut penumpang

maupun kargo. Pesawat yang dibuat dengan memenuhi persyaratan FAR 23

ini dirancang memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu fleksibel

yang memastikan bahwa pesawat ini bisa dipakai untuk mengangkut

penumpang dan juga kargo.

Pesawat N-2XX bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil,

angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga

bantuan saat bencana alam. Dengan kelebihan tersebut, pesawat ini juga

lebih murah dibandingkan pesawat sejenisnya, yaitu Twin Otter.

8
Pesawat N-2XX memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot,

dan kecepatan terendah mencapai 59 knot. Artinya kecepatan cukup rendah

namun pesawat masih bisa terkontrol, ini penting terutama saat memasuki

wilayah tebing dan pegunungan.

Gambar 2.1 Macam-macam kelebihan N2XX


(Sumber : https://finance.detik.com/infografis/d-3602923/fakta-fakta-seputar-pesawat-n2XX.)

9
2.2 Airworthiness and Maintenance Standard

Keselamatan merupakan faktor utama dalam pengoperasian pesawat

sebagai alat transportasi udara yang menjadi akomodasi masyarakat saat

melakukan perjalanan jauh seperti antar pulau, negara, atau benua. Namun,

mengingat daerah operasional pesawat berada pada daerah kondisi cuaca

yang dapat berubah-ubah, maka setiap sistem dalam pesawat harus

berfungsi dengan baik demi menjamin keselamatan penumpang dan crew

pesawat. Selain itu pesawat juga didisain dengan kualifikasi tinggi baik itu

material, peralatan yang digunakan serta personal terkait di dalamnya harus

memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak produsen pembuat

maupun otoritas.

2.2.1 Laik Terbang (Airworthy)

Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi pesawat udara untuk

dikatakan laik terbang, yaitu:

a. Pesawat harus sesuai dengan sertifikat desainnya “Type Certificate

Data Sheet” (TCDS).

b. Pesawat harus dalam kondisi aman saat beroperasi.

Tanggung jawab operator/pemilik sertifikat:

a. CASR/FAR 121.363. masing-masing operator pesawat udara yang

memiliki sertifikat ini harus bertanggung jawab atas kelaikan

pesawat serta pada kinerja, maintenance, preventive maintenance,

dan perubahan suatu komponen (alteration/rebuilding) harus sesuai

dengan CASR/FAR 43.


10
b. Masing-masing operator atau pemilik sertifikat harus memiliki

program inspeksi meliputi perawatan dan perubahan yang

dilakukan sendiri atau oleh orang lain, melakukan proses pekerjaan

sesuai dengan “buku manual (manual book)”, serta harus mengikuti

“Continuous Airworthiness Maintenance Program (CAMP)”

c. Para pemegang serifikat atau setiap orang yang melakukan

pekerjaan perawatan pesawat udara (mekanik) harus memenuhi

persyaratan seperti yang tertera dalam CASR/FAR 145.

2.2.2 Standar Perawatan (Maintenance Standard)

Setiap pesawat udara yang beroperasi memiliki program

perawatan baik itu perawatan terjadwal atau tidak terjadwal. Tujuan

perawatan dilakukan, karena setiap komponen dalam pesawat

mempunyai batas umur pakai tertentu sehingga komponen tersebut

harus diganti. Selain itu, komponen juga harus diperbaiki bila

ditemukan telah mengalami kerusakan. Secara garis besar, program

perawatan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perawatan

preventif (pencegahan) dan korektif (memperbaiki komponen rusak).

Perawatan yang baik akan memberikan hasil sebagai berikut:

a. Pesawat akan menjadi lebih handal.

b. Pemakaian pesawat akan meningkat.

c. Penumpang akan lebih percaya dan nyaman dalam perjalanannya

serta,

11
d. Penerbang (pilot) akan lebih percaya diri dalam mengoperasikan

pesawatnya.

Maskapai atau operator harus menyadari tanggung jawab

mereka terhadap pemerintah (DGCA - Direktorat General Civil

Aviation), masyarakat atau penumpang untuk kebutuhan pesawat yang

terpelihara dengan baik, handal, dan aman. Standar mutu pesawat

udara diarsipkan bersama sertifikasi oleh otoritas/lembaga yang

mengatur dalam dunia penerbangan.

Dasar untuk memelihara pesawat dalam kondisi laik terbang


tercantum pada CASR part:
 21 Certification Procedures for Aeronautical Products
 23 Airworthiness Standards: Normal, Utility, Acrobatic, and
Commuter Category Airplanes
 25 Airworthiness Standards: Transport Category Airplane
 39 Airworthiness Directives
 43 Maintenance, Preventive Maintenance, Rebuilding and
Alteration
 65 Certification: Airman Other Than Flight Crew members
 91 General Operating and Flight Rule

2.2 Klasifikasi Kerusakan

Kerusakan pada material merupakan salah satu yang menjadi

perhatian bagi beberapa pihak mulai perancang, bagian produksi, dan

pemeliharaan sampai inspektor untuk menjamin keamanan dalam

penggunaan material tersebut. Discontinuities atau kerusakan didefinisi

12
sebagai setiap perubahan daerah cross sectional atau perubahan permanen

dari struktural suatu komponen. Kerusakan diklasifikasikan dalam tiga

kategori:

a. Kerusakan yang diijinkan

b. Kerusakan yang bisa atau boleh diperbaiki

c. Kerusakan yang boleh diganti dengan part baru.

Dalam setiap kasus pemeriksaan haruslah dilaksanakan dengan hati-

hati dan dibuat untuk menghitung tingkat kerusakan yang signifikan serta

memastikan bahwa kerusakan yang dialami suatu komponen masih dalam

batas aman kerusakan.

Discontinuities atau kerusakan secara umum dapat dibagi ke dalam

tiga kategori yaitu: Inherent, Processing, Service.

1. Inherent

Kerusakan tipe ini biasanya terjadi pada saat proses produksi

bahan mentah baik itu saat pencairan, penuangan, pembekuan sebelum

dibentuk menjadi plat, blooms (besi kasar) dan billets (bongkahan).

Temperatur yang tidak pas saat penuangan akan menyebabkan tidak

meratanya pada saat pembekuan yang kemungkinan menyebabkan

pengerasan yang tidak sempurna bahkan dapat pula terjadi pengerasan

lebih awal yang diakibatkan percikan logam cair di dalam cetakan atau

biasa disebut cold shut. Kemurnian suatu bahan harus selalu dijaga agar

terhindarnya kotoran yang masuk ke dalam logam cair (nonmetalic

13
inclusion) dan tidak pasnya pada saat proses penuangan dapat

menimbulkan terperangkapnya gas-gas di dalam article (porosity).

2. Processing Discontinuities

Adalah tipe kerusakan yang terjadi pada bermacam-macam

proses manufacturing seperti: machining, grinding, forging, rolling,

forming, welding, extruding, heattreating, dan plating. Saat proses

grinding, grinding crack dapat terjadi pada logam, (Gambar 2.1)

disebabkan oleh adanya tegangan yang timbul dari kelebihan panas di

antara roda grinda (Grinding Wheel) dengan logam (yang digrinda).

Gambar 2.2 Grinding Crack


(Sumber : Classroom Training Handbook Nondestructive Testing Liquid Penetrant CT-6-
2 Fourth Edition 1977.)

3. Service Discontinuites

Service discontinuities dihubungkan dengan bermacam-macam

kondisi baik itu karena menerima beban secara terus berulang selama

pengoperasiannya, atau faktor lingkungan serta batas umur dari suatu

14
komponen seperti: stress corrosion, fatigue, dan erosion. fatigue crack

adalah tipe service discontinuities yang dapat timbul pada permukaan

dan dimulai dari titik-titik yang mengalami konsenterasi tegangan.

Fatigue crack terjadi pada komponen yang telah digunakan dengan

pembebanan secara berulang atau terdapat pemicu seperti porosity,

korosi, kotoran di dalam komponen dan umur dari suatu komponen

yang dipakai.

2.2.1 Penyebab Kerusakan

Pada suatu elevator tip rib kerusakan merupakan hal yang

sangat dihindarkan. Selain dapat berpengaruh pada peformance bidang

kendali pesawat terbang, kerusakan yang diakibatkan faktor pendukung

seperti: Foreign Object Damage (FOD), korosi, fatigue, dan crack

sangat mempengaruhi dari kinerja serta umur suatu elevator tip rib.

Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dan melakukan pemeriksaan

secara teliti dalam mencegah terjadinya kerusakan.

2.2.1.1 Foreign Object Damage (FOD)

Foreign Object Damage merupakan kerusakaan yang

disebabkan oleh benda asing bisa berupa goresan atau

patahan dari suatu komponen, dan dapat menurunkan pula

level keselamatan suatu komponen beserta karakteristik

kinerjanya. FOD itu sendiri termasuk berbagai objek yang

ditemukan pada lokasi tertentu sebagai hasil dari buangan

15
lokasi tersebut. Hal ini dapat merusak secara langsung part

pesawat, seperti tool yang tergores pada part, cairan kimia

yang menempel pada part tidak dibersihkan, kurangnya

pemeliharaan terhadap mesin pembuatan part pesawat

terbang yang dapat melukai personil dan bahkan dapat

menyebabkan kerugian besar bagi industri pesawat terbang.

Berikut beberapa penyebab terjadinya FOD:

 Kurangnya perhatian atau kecerobohan saat pembuatan

part pesawat terbang sering merupakan alasan dan sumber

benda asing.

 Kesalahan saat membuang limbah dan benda asing di

tempat yang tidak tepat hingga akhirnya terbang ke dalam

mesin pembuatan part pesawat terbang.

 Kesalahan dalam mengikuti prosedur kerja yang telah

disediakan oleh perusahaan dapat mengakibatkan

kerusakan pada part yang akan dibuat.

2.2.1.2 Pengertian Korosi

Korosi adalah kerusakan logam yang diakibatkan oleh

reaksi kimia atau elektrokimia yang berasal dari lingkungan

(alami). Istilah umum yang dipakai untuk korosi yang terjadi

pada logam/metal yang mengandung besi (ferrous metal)

adalah rusting atau yang sering juga kita sebut karat.

16
Korosi pada metal dapat merubah permukaan objek

dan dapat mengakibatkan terlepasnya atau hilangnya bagian

butir-butir yang berdekatan. Korosi menimbulkan banyak

kerugian karena mengurangi umur pakai berbagai objek atau

produksi yang menggunakan metal atau logam.

Korosi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

a. Pengaruh dari iklim dan cuaca.

b. Pengaruh dari kelembaban udara atau kadar oksigen.

c. Pengaruh dari permukaan yang tidak terlindungi oleh

bahan anti korosi.

d. Pengaruh dari adanya sumber korosi yang bersifat korosif.

e. Pengaruh dari adanya faktor pendukung yang sifatnya

mempercepat terjadinya korosi.

f. Akibat dari perbedaan bentuk dan ukuran dalam suatu

bahan yang mengakibatkan perbedaan potensial yang

menyebabkan terjadinya korosi.

g. Perlakuan panas dapat merubah struktur logam, kekuatan

dan kekerasan. Adanya perubahan pada struktur logam

akan berpengaruh pula terhadap karakteristik korosi bahan

yang bersangkutan.

h. Proses erosi adalah bukan peristiwa korosi, tetapi dengan

adanya erosi lama kelamaan akan terjadi korosi dengan

hilangnya lepisan pelindung korosi.

17
i. Jumlah produk korosi biasanya bertambah dengan

bertambahnya waktu.

Berikut beberapa bentuk dari korosi seperti:

1. Serangan Korosi Pada Permukaan Benda/Objek Secara Umum.

Serangan korosi pada permukaan benda/objek secara

umum yaitu bentuk serangan korosi pada seluruh permukaan

yang diperlihatkan pada tempat terjadinya korosi. Biasanya

diakibatkan oleh larutan achid atau larutan alkaline yang sangat

peka. Serangan ini dapat dicegah dengan cara dilapisi

menggunakan pelindung utama (pelapis primer).

Gambar 2.3 Korosi Pada Permukaan


(Sumber : FAA-8083-30_Ch06 AC Cleaning & Corrotion Control)

2. Korosi Logam Yang Berbeda (Dissimilar Metal Corrosions).

Korosi ini dikenal juga dengan istilah “Galvanic

Corrosion”, disebabkan karena perbedaan potensial pada

18
masing-masing komponen metal yang dipasang saling

berdekatan atau berhubungan.

Gambar 2.4 Galvanic Corrosion


(Sumber : https://www.google.co.id//image//Galvanic.corrotion)

3. Korosi Intergranular

Korosi intergranular merupakan jenis korosi yang sangat

merugikan, karena bentuk dari jenis korosi tidak dapat dilihat

secara langsung. Korosi ini hanya dapat dilihat melalui uji lab.

Korosi intergranular disebabkan karena susunan kristal pada

suatu atom material mengalamai kekosongan maka akan

berakibat mudahnya material mengalami korosi.

19
Gambar 2.5 Korosi Intergranular
(Sumber : FAA-8083-30_Ch06 AC Cleaning & Corrotion Control)

4. Stress Corrosion

Stress corrosion adalah bentuk korosi di mana material

mengalami keretakan akibat pengaruh lingkungannya. Stress

corrosion terjadi pada paduan logam yang mengalami tegangan

tarik statis di lingkungan tertentu.

Gambar 2.6 Stress Corrosion


(Sumber : FAA-8083-30_Ch06 AC Cleaning & Corrotion Control)

20
2.2.1.3 Fatique (Kelelahan)

Fatigue atau kelelahan adalah bentuk dari kegagalan

yang terjadi pada struktur karena beban dinamik yang

berfluktuasi di bawah yield strength yang terjadi dalam waktu

yang lama dan berulang-ulang. Di mana pembebanan yang

diberikan secara terus menerus menyebabkan terjadinya retak

awal dan penjalarannya. fatigue menduduki 90% penyebab

utama kegagalan pemakaian. Terdapat 3 fase dalam

perpatahan: permulaan retak (crack initiation), penyebaran

retak (crack propagation), dan patah.

Mekanisme dari permulaan retak umumnya dimulai

dari crack initiation (awalan crack) yang terjadi di

permukaan material yang lemah atau daerah di mana terjadi

konsentrasi tegangan di permukaan (seperti goresan, notch,

lubang-pits dan lain-lain) akibat adanya pembebanan

berulang.

Selanjutnya, adalah penyebaran retak ini berkembang

menjadi microcracks (crack propagation). Perambatan atau

perpaduan microcracks ini kemudian membentuk

macrocracks yang akan berujung pada fracture (patah). Maka

setelah itu,   material akan mengalami apa yang dinamakan

perpatahan. Perpatahan terjadi ketika material telah


21
mengalami siklus tegangan dan regangan yang menghasilkan

kerusakan yang permanen.

Gambar 2.7 Fatigue


(Sumber : https://www.google.co.id//image//fanbladedemage)

Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya fatigue:

a) Konsentrasi tegangan

b) Geometri

c) Kualitas permukaan

d) Jenis material

e) Komposisi material (butiran)

f) Lingkungan

g) Temperatur

h) Umur

22
2.3 Nondestructive Test

Pada sub bab ini akan dibahas secara ringkas macam-macam metoda

pemeriksaan tanpa merusak (NDT) yang digunakan di dalam industri

pesawat terbang. Efektivitas metoda NDT tertentu tergantung pada

keterampilan, pengalaman, dan pelatihan orang-orang yang melakukan

proses pemeriksaan. Setiap proses NDT terbatas dalam kegunaannya

oleh kemampuan beradaptasi terhadap komponen tertentu untuk diperiksa.

Pihak otoritas (authority) umumnya telah menentukan metode NDT

tertentu dan prosedur yang akan digunakan dalam pemeriksaan. Beberapa

persyaratan NDT telah ditentukan dalam manufacturer’s inspection manual,

maintenance manual, overhaul manual, Airwothiness Directives (AD), atau

Service Bulletins (SB). Namun dalam kondisi tertentu, prosedur metoda

NDT alternatif dapat digunakan sesuai dengan prosedur dan data yang

dikembangkan oleh DGCA melalui Civil Aviation Safety Regulations

(CASR), part 145.

Pemeriksaan dengan metoda NDT  harus dilakukan oleh operator

yang memiliki sertifikat, hal ini sesuai dengan "Air Transport Association of

America (ATA),  specification 105 ("guidlines for training and qualifying

personel in non destructive testing methods"). Adapun sertifikat yang

dikeluarkan oleh otoritas (lembaga yang berwenang) ada empat jenis

sertifikat, yaitu untuk Level I, I SC (Special Category), II, dan III.

23
1. Level I 

Seorang NDT Level-I harus mampu melaksanakan kalibrasi alat

pengetesan, melakukan pengetesan, dan mengevaluasi dengan

menggunakan teknik atau prosedur yang telah ditentukan di bawah

pengawasan level-II atau level-III certified. Setiap individu harus

memiliki pengetahuan tentang cleaning dan persiapan-persiapan lainnya

sebelum dan sesudah pemeriksaan, mengerti tentang batasan-batasan

reference standar yang diperlukan. Setiap individu tidak diberikan

wewenang untuk membuat keputusan hasil pemeriksaan apakah

komponen yang diperiksa diterima atau ditolak. Yang membuat

keputusan adalah level-II atau level-III.

2. Level I-SC (Special Category)

Klasifikasi khusus diberikan kepada inspektor NDT level-I SC

di mana level ini dapat mengevaluasi dan menentukan komponen yang

telah mengalami pemeriksaan dapat diterima atau ditolak. Keputusan

tersebut hanya terbatas pada penggunaan instrumen dan komponen

tertentu dalam setiap metoda. Inspektor NDT level-I SC harus

menggunakan teknik atau prosedur yang telah disetujui oleh level-II

dan level-III serta personel level-III harus memonitor kegiatan personel

level-I SC.

3. Level II

Selain harus menguasai persyaratan-persyaratan yang dipenuhi

oleh NDT level-I dan level-I SC, maka level-II harus mempunyai

24
kemampuan mengaplikasikan (melaksanakan pengetesan) teknik-

teknik secara rinci pada komponen, familiar dengan batasan-batasan

metoda pengetesan, mampu mengkalibrasi serta mengevaluasi hasil

pemeriksaan bahwa komponen yang diperiksa dapat diterima atau tidak

berdasarkan spesifikasi teknik dan standar yang berlaku. Level-II

berhak me-release atau me-reject dengan membubuhi stamp

(release/rejected) di bawah pengawasan level-III. Level-II juga

mempunyai kewajiban membuat laporan hasil pemeriksaan NDT.

4. Level III

Level-III bertanggung jawab terhadap penetapan teknik

pengujian, menginterpretasi kode-kode, menentukan metoda pengujian

serta teknik yang digunakan. Memiliki pengalaman praktek lapangan

yang cukup dalam penggunaan “material technology” untuk membantu

dalam pengujian dan pembuatan “Acceptence Criteria”.

Level-III harus mampu mempersiapkan dalam mengadakan

training dan mengadakan pengujian untuk sertifikasi yang bertujuan

mengkualifikasi semua personel level NDT.

Pemilihan metoda NDT yang tepat dapat terdiri dari beberapa

pemeriksaan terpisah. Sebuah pemeriksaan awal dapat menunjukkan

kemungkinan adanya cacat, tapi pemeriksaan lainnya diperlukan untuk

mengkonfirmasi indikasi yang sebenarnya. Membuat seleksi metoda

NDT yang benar membutuhkan pemahaman tentang prinsip dasar,

keterbatasan, keuntungan dan kerugian dari metoda NDT yang dipilih

25
serta pemahaman tentang efektivitas komparatif dan biaya. Faktor lain

yang mempengaruhi pemeriksaan adalah:

a. Sifat penting dari komponen.

b. Bahan, berat, dan dimensi dari komponen.

c. Batasan cacat dalam ukuran dan distribusi tegangan.

d. Aksesibilitas atau mudah dibawa, dan

e. Jumlah bagian yang akan diperiksa.

Variasi bahan yang digunakan dalam NDT mungkin

mengandung bahan kimia. Bahwa jika benar digunakan, dapat

berbahaya bagi kesehatan, keselamatan operator, keselamatan

lingkungan, dan objek yang diperiksa. Informasi mengenai tata cara

penanganan yang aman dari suatu bahan tercantum dalam Material

Safety Data Sheet (MSDS). Material yang akan digunakan atau

diproduksi harus sesuai dengan FED-STD-313.

NDT dipergunakan untuk mengetahui cacat pada permukaan

ataupun pada bagian dalam permukaan yang tidak bisa  terlihat

langsung  secara visual (kasat mata), dan pemilihan pemeriksaan

dengan metoda ini biasanya dengan tujuan dan maksud bahwa barang

yang diuji masih akan dipergunakan lagi. 

Metoda yang dimaksud  yaitu sebagai berikut:

1. Visual Inspection

2. Liquid Penetrant Inspection

26
3. Magnetic Particle Inspection

4. Eddy Current Inspection

5. Ultrasonic Inspection

6. Radiography Inspection

2.3.1 Visual

Visual inspection adalah metoda lama namun paling sering

digunakan dalam proses dasar pemeriksaan pada komponen pesawat yang

baru di produksi maupun sudah terbang. Metoda ini juga sering digunakan

dalam metoda pemeriksaan tanpa merusak (NDT). Sekitar 80 persen dari

semua prosedur NDT dicapai oleh metoda visual secara langsung dalam

menentukan kondisi suatu komponen yang diperiksa. Peralatan yang

digunakan dalam proses Pemeriksaan secara visual (visual inspection)

antara lain seperti kaca pembesar, borescope, penerangan (lighting), dan

lain-lain.

Pemeriksaan visual akan memperoleh hasil dari pemeriksaan pada

berbagai macam komponen dari kerusakan permukaan material, seperti

crack, burn, broken, scratched, korosi, kontaminasi, atau cat yang

terkelupas.

27
Gambar 2.8 Pemeriksaan Visual Menggunakan Alat Bantu Flashlight.
(Sumber : AC 43.13-1B Acceptable Methods, Techniques, and Practices - Aircraft
Inspection and Repair.)

Saat proses pencarian cacat (crack) pada permukaan dengan alat

bantu senter (flashlight), sinar cahaya diarahkan pada sudut 5° sampai

45° ke permukaan yang di periksa ke arah wajah (Lihat Gambar 2.8).

Jangan mengarahkan sinar di bawah ketentuan sudut, karena sinar cahaya

yang dipantulkan dapat bersinar langsung ke arah mata. Penggunakan kaca

pembesar 10 kali pembesaran disarankan untuk mengkonfirmasi

keberadaan celah yang dicurigai. Jika hal tersebut kurang meyakinkan,

pegunaan teknik NDT lain di antaranya seperti: penetrant, magnetic

particle, atau eddy current bisa dijadikan opsi untuk memverifikasi

keretakan tersebut. Hasil pemeriksaan dapat berupa list atau file rekaman

yang dapat memudahkan saat me review dari hasil pemeriksaan.

28
2.3.2 Penetrant Inspection

Penetrant adalah suatu cairan yang digunakan untuk memeriksa

ada atau tidaknya suatu cacat pada permukaan seperti retak atau

lubang-lubang yang mungkin tidak bisa terdeteksi oleh pemeriksaan

secara visual karena kecil atau rapatnya suatu cacat pada komponen

tersebut. Dengan berkurangnya luas penampang suatu komponen

akibat adanya cacat, maka berpengaruh sekali terhadap kekuatan

komponen yang menerima beban seperti: tarik, tekan, puntir, geser,

tumbuk, maupun kombinasi dari beban tersebut.

Terdapat beberapa tahap dalam menggunakan metoda

penetrant seperti:

1. Preclean (pembersihan awal).

2. Penerapan penetrant dan pemberian dwell time.

3. Pembersihan kelebihan penetrant.

4. Penerapan developer.

5. Pemeriksaan.

6. Pembersihan akhir (post clean).

29
Gambar
2.9 Proses Pengerjaan Liquid Penetrant
(Sumber : Classroom Training Handbook Nondestructive Testing Liquid Penetrant CT-6-2 Fourth
Edition 1977.)

Pengujian dengan menggunaan penetrant dapat diterapkan

baik pada bahan logam seperti: aluminium, magnesium, tembaga,

kuningan, besi tuang, stainless stell, titanium, dan logam-logam

paduan. Selain itu, dapat pula diterapkan untuk bahan selain logam

seperti: plastik, keramik, glass, dan cetakan yang terbuat dari karet.

Tetapi tidak dapat diterapkan pada bahan dasar kayu karena pada

dasarnya kayu mempunyai banyak pori-pori yang akan menyerap

cairan penetrant.

2.3.3 Magnetic Particle Inspection

Pemeriksaan menggunakan partikel magnetik adalah metoda

untuk mendeteksi cacat permukaan (surface) dan cacat di bawah

permukaan (subsurface) pada komponen yang terbuat dari bahan

ferro-magnetik. Tujuan dari pemeriksaan partikel magnetik adalah

30
untuk menentukan komponen yang diperiksa masih dapat diterima

atau tidak.

Pemeriksaan ini dapat diterapkan pada bahan baku material,

bahan jadi, bahan setengah jadi, hasil pengelasan, dan in-service

assembly atau disassembled parts. Bahan partikel magnetik yang

digunakan bisa kering atau basah (dicampur cairan, seperti minyak,

air atau kerosine) dengan ukuran 100 mesh/in².

Prinsip kerja dari partikel magnetik adalah dengan

membangkitkan medan magnet circuIar atau longitudinal. Bila

sebuah batang feromagnetik material digenggam dengan tangan

kanan, maka akan menunjukan bahwa ibu jari adalah arah arus listrik

mengalir dan jari jemari yang lainnya menunjukan arus medan

magnetik yang arahnya melingkar (medan magnet circular).

Apabila pada benda uji terdapat cacat arah memanjang dan

terpotong secara tegak lurus 90° atau paling kecil 45° oleh medan

magnet, maka pada bentuk cacat akan timbul kutub-kutub baru yang

mempunyai medan magnet yang cukup kuat untuk menarik partikel-

partikel magnet pada daerah cacat (seperti yang terlihat pada Gambar

2.10). Jika arah cacat segaris atau searah dengan medan magnetik,

ini menghasilkan kutub baru berjauhan. Sehingga medan magnetik

yang ditimbulkan sangat kecil oleh karena itu tidak mampu menarik

partikel magnetik (butiran besi) dan tidak timbul indikasi cacat.

31
Cacat trsebut dapat terlihat dengan jelas dengan metoda longitudinal

magnetitazion.

Gambar 2.10 Circular Magnetitazion


(Sumber : www.google.co.id-image-circularmagnetitazion)

Cara yang digunakan untuk mendeteksi adanya kebocoran

medan magnet adalah dengan menaburkan partikel magnetik

dipermukaan dan dilanjutkan dengan melakukan proses pemeriksaan

di bawah cahaya normal atau alat bantu pencahayaan black light

(jika menggunakan partikel jenis fluorescent). Jika terdeteksi cacat

pada single part atau komponen yang diperiksa partikel-partikel

tersebut akan berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet

(seperti yang terlihat pada gambar 2.11).

32
Gambar 2.11 Pendeteksian Crack dengan Metoda Pemeriksaan
Partikel Magnetik.
(Sumber : AC 43.13-1B Acceptable Methods, Techniques, and Practices -
Aircraft Inspection and Repair.)

Kelemahannya, metoda ini hanya bisa diterapkan untuk

single part atau komponen yang terbuat dari bahan ferromagnetic.

Selain itu agar dapat terdeteksi, cacat harus memotong secara tegak

lurus dengan garis gaya magnet. Selain itu, single part atau

komponen yang telah melalui tahap pemeriksaan harus dilakukan

demagnetisasi (penghilangan medan magnet).

33
2.3.4 Eddy Current Inspection

Eddy Current dipergunakan untuk mendeteksi cacat pada

permukaan material, cacat pada bagian dalam benda uji dan

kedalaman cacat, bahkan metoda ini dapat digunakan untuk

mendeteksi ketebalan cat yang melekat pada logam. Pemeriksaan ini

memanfaatkan prinsip elektromagnetik. Prinsipnya, arus listrik

dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet. Jika

medan magnet ini didekatkan pada benda logam yang akan

diperiksa, maka akan terbangkit arus eddy (seperti gambar 2.12).

Arus eddy kemudian menginduksi adanya medan magnet. Medan

magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan magnet pada

kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat. Keterbatasan dari

metode ini yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat

dijangkau.

Gambar 2.12 Pendeteksian Cacat dengan Metoda Eddy Current.


(Sumber : www.google.co.id-image-Eddycurrentmethod)

34
2.3.5 Ultrasonic Inspection

Pemeriksaan dengan metoda ultrasonik, adalah pemeriksaan

yang prinsip kerjanya menggunakan pengiriman energi suara dengan

alat bantu transducer sebagai pengirim (transmiter) dan penerima

(receiver) untuk mendeteksi ada tidaknya suatu cacat pada

permukaan (surface) atau dalam permukaan (sub surface). Selain itu

metoda ini dapat mendeteksi ketebalan material dan mutu dari hasil

pengelasan. Oleh karena itu, alat ini biasa dipergunakan untuk

menguji atau memeriksa: bahan baku, barang jadi, barang setengah

jadi, hasil pengelasan, barang-barang yang sedang dalam proses

perawatan, dan lainnya.

Jika pada single part atau komponen yang diperiksa

ditemukan suatu cacat (discontinuity), maka akan terdengar suara

(biiip) dan langsung dikoneksikan pada layar monitor Liquid Crystal

Display (LCD) untuk memperlihatkan indikasi cacat yang

ditemukan.

Pada dasarnya teknik pemeriksaan dengan  metoda ultrasonik

terdapat dua cara, yaitu Pulse–Echo, dan Through Transmission.

1) Metoda Pulse–Echo

Cara ini lebih sering dipergunakan, di mana akan

mengukur waktu lintasan antara bagian permukaan dan belakang

permukaan dengan refleksi signal. Proses ini mempergunakan

35
transducer sebagai pengirim (transmiter) dan menerima

(receiver) pulsa ultrasonik.  Penerimaan pulsa ultrasonik

dipisahkan oleh waktu yang dipergunakan oleh energi suara

untuk mencapai perbedaan permukaan yang diuji.  Ukuran

amplitudo yang diperlihatkan layar monitor merupakan

gambaran dari pada ukuran ketebalan dan kedalaman cacat pada

suatu single part atau komponen yang diperiksa.  Oleh karena

itu, pola atau bentuk pulsa yang ditampilkan pada layar monitor

akan dianalisa dengan data dari signal amplitudo  dan

pelepasannya yang timbul saat pemeriksaan.

2) Metoda Through Transmission Inspection

Yaitu mempergunakan 2 (dua) transducer (Gambar

3.15), dimana satu transducer untuk mengirimkan energi suara

(transmiter), sedangkan tranducer yang kedua berfungsi sebagai

penerima energi suara (receiver).  Perbedaan antara amplitudo

dari pulsa suara yang ditampilkan pada layar monitor,

dipergunakan untuk mengevaluasi hasil pemeriksaan.  Alat ini

kurang efektif bila dibandingkan dengan metoda Pulse – Echo.

36
Gambar 2.13 Macam-macam Metoda Ultrasonic.
(Sumber : AC 43.13-1B Acceptable Methods, Techniques, and Practices -
Aircraft Inspection and Repair.)

Untuk alat pengujian metoda ultrasonik berjenis portable,

frekuensi yang dipergunakan antara 0.5 MHz sampai 15 MHz;

dilengkapi dengan tranducer (Longitudinal dan Shear Wave),

positioner, standar referensi, dan couplant (jenis couplant bisa

berupa: Air, glycerin, oli, dan grease).

Gambar 2.14 Contoh Instrumen Ultrasonic Inspection


(Sumber : FAA-8083-30_Ch08 AC Inspection Fundamentals.)

37
2.3.6 Radiographic (X-ray) Inspection

Metode NDT ini digunakan untuk mendeteksi ada atau

tidaknya cacat pada material dengan menggunakan sinar X atau sinar

gamma. Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang

diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap

sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudian

ditunjukkan dengan warna hitam, putih, atau abu-abu yang dapat

dilihat pada film (klise), atau dapat dilihat pada layar monitor

Catode Ray Tube (CRT) seperti pada (Gambar 2.15). Jika ada cacat

pada material maka intensitas yang terekam pada film tentu akan

bervariasi. Hasil rekaman pada film akan memperlihatkan bagian

material yang mengalami cacat.

38
Gambar 2.15 Inspeksi dengan Metode Radiography (X-Ray)
(Sumber : www.google.co.id-image-Radiography-method)

Pemakaian metoda ini terbilang cukup rumit, hal ini diawali

sejak persiapan, pengadaan film, dan pelaksanaan pemeriksaannya

sendiri memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan

cara NDT lainnya. Selain itu metoda ini memerlukan penanganan

yang sangat serius karena radiasi yang dipancarkan oleh metoda ini

sangat membahayakan bagi kesehatan manusia.

Pemilihan atau penentuan pemeriksaan dengan metoda NDT,

dapat dilakukan seperti pada kriteria pada tabel 2.1 di bawah ini,

yaitu:

Tabel 2.1 Kriteria Metoda Nondestructive Test

Jenis Sifat Alat Dampak


Metoda Obyek Laporan Biaya Uji
Barang Uji Kesehatan

Permukaan/
Tidak
Eddy Bagian
Conductor Portable Langsung terlalu Pasif
Current dalam (Sub
mahal
Permukaan)

Permukaan/
Tidak
Bagian Semua
Ultrasonic Portable Langsung terlalu Pasif
dalam (Sub Material
mahal
Permukaan)

Permukaan/
Portable
Magnetic Bagian Ferro- Tidak Perlu hati-
dan Tidak Langsung
Particle dalam (Sub magnetic Mahal hati
Portable
Permukaan)
Hanya Portable Menunggu
Semua Tidak Perlu hati-
Penetrant Permukaan dan Tidak (Tidak
Material Mahal hati
saja Portable Langsung)

39
Permukaan/
Portable Menunggu
Readiograph Bagian Semua Sangat
dan Tidak (Tidak Mahal
ic (X-ray) dalam (Sub Material hati-hati
Portable Langsung)
Permukaan)

(Sumber : AC 43.13-1B Acceptable Methods, Techniques, and Practices - Aircraft Inspection and
Repair.)

40

Anda mungkin juga menyukai