Anda di halaman 1dari 6

LO 5

a. Insufisiensi plasenta

Definisi:

Insufisiensi plasenta adalah suatu komplikasi yang terjadi pada kehamilan di mana plasenta
mengalami gangguan atau hambatan sehingga bayi yang di dalam kandungan tidak dapat
cukup oksigen dan nutrisi, karena hal itu, maka bayi mengalami gangguan pertumbuhan.

Gejala:

Gejala-gejala insufisiensi plasenta atau disfungsi plasenta

1.Berat plasenta yang kurang dari 500 gram atau indeks plasenta yang kurang menambah
kejadian kelahiran mati dan fetal, distress (gawat janin). Juga bentuk makrospis dan
mikroskopis yang luar (infarkt) dapat menjurus ke dysfungsi plasenta.

2.Uterus yang kurang membesar, berat badan ibu yang turun terutama kalau disertai dengan
gejala gawat janin.

3.Penurunan kadar oestriol.

4.Persalinan merupakan test juga bagi reserve placenta dengan memperhatikan BJ anak
sewaktu persalinan.

Stadium:

Bayi dengan tanda insufsiensi plasenta dapat dibagi dalam tiga ( 3 )stadium menurut berat
ringannya yaitu:

1.Stadium pertama: Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang,kulitnya longgar, kering
seperti perkamen tetapi belum terdapat tanda mekonium

2.Stadium kedua: Didapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan pada
kulit, plasenta dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam
amnion yang kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus dan plasenta sebagai akibat
anoksia intrauterin.

3.Stadium ketiga: Ditemukan tanda stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna
kuning, demikian pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda anoksia intra uterin yang
lama.
LO 7

b. Plasenta previa

Merupakan plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim, di daerah ostium


uteri. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian
rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum2. Sejalan dengan
bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah proksimal
memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah
mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri
yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas
pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau
klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatai
maupun dalam masa intranatal, baik dengan ulrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh
karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal
ataupun intranatal.

Klasifikasi
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasentayang menutupi seluruh ostium
uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasentayang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasena yatg berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari
ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
Patofisiologi :

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di
situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak
plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendarar (efficement) dan membuka (dilation) ada
bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun
pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen
bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung
lebih banyak dan lebih lama. oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang keiadian perdarahan.
Demikianlah perdarahan akan berulang ranpa sesuaru sebab lain (cawseless). Darah
yang keluar berwarna merah segar ranpa rasa nyei (painless). Pada plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena
segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri
internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsiaiis atau letak rendah, perdarahan baru
terjadi pada waktu mendekati atau mulai persaiinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit
tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah
syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada
kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34
minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum,
maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan trornboplastin ke
dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa. Hal iain
yang perlu diperhatikan adaiah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh
pertumbuhan vili dari trofobias, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus.
Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang
pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rektum bersama piasenta
previa. Plasenta akreta dan inkrera lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab
kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya daiam kala tiga karena
plasenta sukar melepas dengan sempurna (retentio placentae), atau setelah uri lepas karena
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.
Gejala :

Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali
terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada
setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada
plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan; perdarahan bisa
sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen
bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian,
perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah
disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah
mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan
tangan misalnya pada retensio piasenta sebagai komplikasi plasenta akreta. Berhubung
plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering ditemui bagian
terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang.
Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak regang.

Etiologi :

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui


dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai
salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai
akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas ringgi, usia lanjrt, cacat rahim misalnya bekas
bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya beqperan dalam proses peradangan dan
kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor risiko bagi
ter.iadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai
tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa iebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Insidensi :

Banyak pada negara berkembang (sosio ekonomi)

Diagnosis :

Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya


menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang klasik, sangat
menolong membedakan antara keduanya. Dahulu untuk kepastian diagnosis pada kasus
dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan di dalam kamar bedah demikian rupa segala
sesuatunya rermasuk staf dan perlengkapan anestesia semua siap untuk tindakan bedah sesar.
Dengan pasien dalam posisi litotomi di atas meja operasi dilakukan periksa dalam
(vaginal toucher) dalam lingkungan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati dengan
dua iari telunjuk dan jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan ada atau
tidak ada bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin. Perlahan jari-jari digerakkan
menuju pembukaan serviks untuk meraba jaringan plasenta. Kemudian jari-jari digerakkan
mengikuti seluruh pembukaan untuk mengetahui derajat atas klasifikasi plasenta. Jika
plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi oksitosin drip
untuk mempercepat persalinan jika tidak teriadi perdarahan banyak untuk kemudian pasien
dikembalikan ke kamar bersaiin. Jika terjadi perdarahan banyak atau ternyata plasenta previa
totalis, langsung dilanjutkan dengan seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila
ada indikasi penyelesaian persalinan. Persiapan yang demikian disebut dengan double set-up
examinationl.
Perlu diketahui tindakan periksa dalam tidak boleh/kontra-indikasi dilakukan di luar
persiapan double set-up examination. Periksa dalam sekalipun yang dilakukan dengan sangat
lembut dan hati-hati tidak menjamin tidak akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika
terjadi perdarahan banyak di luar persiapan akan berdampak pada prognosis yang lebih buruk
bahkan bisa fatal.
Dewasa ini double set-up examination pada banyak rumah sakit sudah jarang
dilakukan berhubung telah tersedia alat ultrasonografi. Transabdominal ultrasonografi dalam
keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberi kepastian diagnosis plasenta previa
dengan ketepatan tinggi sampai 96 % - 98 %. Walaupun lebih superior jarang diperlukan
transvaginal ultrasonografi untuk medeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang
tidak ahli pemakaian transvaginal ultrasonografi bisa mem provokasi perdarahan lebih
banyaks. Di tangan yang ahli dengan transvaginal ultrasonografi dapat dicapai 98 % positive
prediaive value dan 100 % negatiae predictive aalue pada. upaya diagnosis plasenta previa.
Transperineal sonografi dapat mendeteksi osrium uteri intranum dan segmen bawah rahim,
dan teknik ini dilaporkan 90 '/o positiae predictiae value dan 100 % negathte prediaiae oalwe
dalam diagnosis plasenta previa. Magnetic Resonance Imagrng (MRI) juga dapat
dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa. MRI kalah
praktis jika dibandingkan dengan USG, terlebih dalam suasana yang mendesak.

Anda mungkin juga menyukai