PENDAHULUAN
Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut dan
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat
mengakibatkan lesi nervus fasialis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun
lebih sering terjadi pada umur 20-50 tahun. Peluang untuk terjadinya bell’s palsy
pada laki-laki sama dengan para wanita. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2
minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya bell’s palsy lebih tinggi dari pada
misalnya diabetes melitus, hipertensi berat, anestesi lokal pada pencabutan gigi,
infeksi telinga bagian tengah, sindrom Guillain Barre. Apabila faktor penyebab jelas
atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari
bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu,
rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada
wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk
profesi penderita. Sehingga diperlukan terapi secara cepat dan tepat untuk mencapai
1
pemulihan terbaik fungsi saraf wajah dan penderita dapat kembali melakukan
B. DEFINISI
yang kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat disebabkan oleh bawaan
adalah Bell’s palsy. Bell’s palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama
Charles Bell. Bell’s palsy adalah suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh
kerusakan saraf wajah (N. Fasialis) yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan
tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Paralisis ini menyebabkan asimetris wajah serta
C. STRUKTUR ANATOMI
2
c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap
d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan
rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus.
Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot
mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang
mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anterior lidah dan sensasi kulit dari
pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu
kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual
dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian
ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus
IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi
infiltratif. Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus
akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior
3
vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang
nervus petrosus superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi
persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis
4
parotis dan terbagi menjadi lima cabang yang melayani otot-otot wajah, m.
D. EPIDEMIOLOGI
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan
Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah
sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Bell’s
palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi,
wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada
kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih
sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2
minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada
E. ETIOLOGI
o Kongenital.
o Didapat
5
Trauma
bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi,
F. PATOFISIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut
Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas,
tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis
dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar
dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong
yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Lokasi terserangnya
Nervus Fasialis di Bell’s palsy bersifat perifer dari nukleus saraf tersebut, dimana
timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di ganglion genikulatum. Jika lesinya
6
motorik disertai dengan ketidak abnormalan fungsi gustatorium dan otonom. Apabila
saja.10,11
G. MANIFESTASI KLINIS
didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.
Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit
akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini
7
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
fasialis).
Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah
hiperakusis.
Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen
sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media
8
H. DIAGNOSIS
pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese
dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata
dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.
Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya bersifat
LMN.13
a. Anamnesis.
Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa bahwa
Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis
Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata
mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga
saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak
dipercepat.
9
Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan rasa,
empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi akibat
Mata kering.
b. Pemeriksaan fisik.
penyebab lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua cabang
dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain juga dapat terlibat.
sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada sisi yang
diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas wajah pada sisi yang
diserang.
Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas; di atas
10
kelemahan dan dua per tiga bagian bawahnya mengalami paralisis.
normal.
komplikasi.
c. Pemeriksaan laboratorium.
diagnosia Bell’s palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c
diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan
namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut
berasal.
d. Pemeriksaan radiologi.
11
meningioma). Bila pasien memiliki riwayat trauma maka pemeriksaan CT-
I. DIAGNOSA BANDING
Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Ramsay Hunt tahun 1907, dengan
herpetic di sekitar daun telinga. Sesudah periode prodromal dari malaise dan sedikit
demam, terjadi serangan sakit yang hebat di dalam telinga. Kemudian diikuti erupsi
herpes di sekitar gendang pendengar, meatus eksternus dan telinga. Paralisis fasialis
sering disertai oleh gangguan lakrimasi dan salivasi, serta hilangnya rasa pengecapan
pada sisi yang sama. Sering disertai gejala nervus VIII, yaitu gangguan pendengaran,
vertigo dan tinitus. Perjalanan penyakit singkat, sembuh dalam beberapa hari sampai
minggu, tetapi rasa sakit dapat menetap sampai beberapa bulan (neuralgia post
herpetik).
Otitis Media14
Otitis media akut maupun otitis media kronik dapat menyebabkan paralisis
fasialis. Pada otitis media akut terjadi paresis fasialis karena adanya tekanan edema
dalam kanalis fasialis yang mungkin disebabkan deshiscence dari tulang. Pada otitis
media kronis, paresis fasialis terjadi karena adanya tekanan kolesteatoma atau abses
12
Adanya paresis fasialis pada otitis media kronik merupakan suatu isyarat berbahaya
Tumor14
Paralisis fasialis dapat disebabkan oleh karena tumor primer pada nervus
fasialis atau tumor sekunder di batang otak, os temporalis, dan pada wajah atau leher.
Tumor primer pada saraf terbanyak adalah neuroma. Neuroma dapat tumbuh pada
semua bagian dari nervus fasialis atau cabang-cabangnya mulai dari fossa posterior
mengenai nervus fasialis oleh karena ekstensi langsung. Kista epidermoid, tumor
glomus, neuroma pada nevus X dan XI, squamous neoplasma ganas dari os
Tumor fossa kranii posterior atau tumor batang otak dapat juga menyebabkan
paralisis fasialis. Neuroma akustik, meningioma, dan kista epidermoid dari fossa
posterior dapat menyebabkan disfungsi nervus fasialis baik oleh karena tumornya
maupun akibat operasi dari tumor-tumor ini. Tumor parotis dapat juga mengakibatkan
Trauma14
13
Trauma yang bisa menyebabkan paresis fasialis adalah trauma pada tulang
temporal. Fraktur yang mungkin terjadi akibat trauma ini dapat berupa fraktur
timpanoplasti, atau pembedahan stapes. Paralisis ini dapat timbul oleh karena cedera
J. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pada fase akut Bell’s palsy termasuk strategi untuk
meliputi patch dan lubrikasi mata, lubrikan tetes harus sering digunakan pada siang
hari dan salep mata harus digunakan pada malam hari. Strategi untuk mempercepat
14
Algoritma Tatalaksana Bell’s palsy
a. Agen antiviral.15
semua ahli percaya pada etiologi virus. Penemuan genom virus disekitar
jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah
replikasi virus.
b. Kortikosteroid.16
hasil yang lebih baik. Bila telah diputuskan untuk menggunakan steroid,
mg/ hari per oral atau 1 mg/ kgBB/ hari selama 3 hari, diturunkan
15
pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan
c. Perawatan mata.15
benda asing. Atasi dengan pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan
pelindung mata.
terbangun jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah
Kaca mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan
d. Konsultasi.15
berikut:
16
Ahli neurologi: bila dijumpai tanda-tanda neurologik pada
pemeriksaan fisik dan tanda-tanda yang tidak khas dari Bell palsy,
Ahli penyakit mata: bila terjadi nyeri okuler yang tidak jelas atau
sebaiknya dirujuk.
K. KOMPLIKASI
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul
beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi
yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi
terkendali) pada wajah yang pada stadium awal hanya mengenai 1 sisi
17
wajah saja tetapi kemudian kontraksi ini dapat mengenai pada sisi lainnya.
Bila mengenai kedua sisi wajah, maka tidak terjadi bersamaan pada kedua
sisi wajah. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini.
kompresi N.VII oleh tumor atau aneurisme pada daerah sudut serebelo
c. Kontraktur17
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis
lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat.
pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah
bergerak.
L. PROGNOSIS
Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.
b. Paralisis komplit.
lumpuh.
18
d. Nyeri pada bagian belakang telinga.
Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh
dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang
berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko
tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya
memiliki perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan
gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung
meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme
hemifasial.19
Hanya 23% kasus Bell’s palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bell’s palsy
M. KESIMPULAN
19
Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan
yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. Penyebab Bell’s palsy
adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis.
didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.
Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit
akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini
Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi obat- obatan
pasien dengan Bell’s palsy relative baik meskipun pada beberapa pasien, gejala sisa
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Donald H. Gilden, M.D. The New England Journal Medicine. Bell’s palsy. N
Engl J Med 2010; 351:1323-1331. 2010. Available from: URL:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp041120
2. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR et al. Bell’s palsy: aetiology, clinical
features and multidisciplinary care. 2014; 42 :1206-52.
3. Anonym. Bell’s palsy. [online]. 2010 May [cited 2015 October 11; 2 screens.]
Available from: URL:
http://medicastore.com/penyakit/333/Bells_Palsy.html
4. Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat;
2010.
5. Taylor DC. Bell’s palsy. [online]. 2015 June [cited 2015 October 11; 2
screens.] Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview
21
6. Rohkamm, Reinhard. Facial Nerve Lesions. Color Atlas of Neurology 2 nd ed.
George Thieme Verlag: German, 2009. 98-99.
7. Ropper AH, Brown RH. Bell’s palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams
and Victor’s Principles of Neurology, 8th ed. New York : McGraw Hill, 2008.
1181-1184.
8. Rowlands S, Hooper R, Hughes R, Burney P. The epidemiology and
treatment of Bell’s palsy in the US. Eur J Neurol. 2012 Jan;9(1):63-7.
Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11784378
9. Valença MM, Valença LP, Lima MC. Idiopathic facial paralysis (Bell’s
palsy): a study of 180 patients [Paralisia facial periférica idiopática de Bell].
Arquivos de Neuro-Psiquiatria 2011;59:733–9.
10. Gussan R. Pathogenesis of Bell’s palsy. Retrograde epineurial edema and
postedematous fibrous compression neuropathy of the facial nerve. Eur J
Neurol. 2013. Jul-Aug;549-58. Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/889228
11. Pathology and surgery of bell’s palsy. A report of 108 cases subjected to the
ballance-duel operation. Neuro-Psiquiatr. vol.12. 2014
12. Gilden DH. Clinical Practice. Bell’s palsy. The New England Journal of
Medicine 2011; 351:1323–31.
13. Lowis H, Gaharu MN. Bell’s palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan
Primer. Tanggerang: Departemen Saraf Rumah Sakit Jakarta Medical Center
UPH, Jakarta; Volume 6. 2012
14. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Disorders of peripheral nerves: Bell
palsy. In: Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP, editors. Clinical
Neurology. 6th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2010. p. 182-6.
15. Frank M. Sullivan, Ph.D., Iain R.C. Swan, M.D. Early Treatment in Bell’s
palsy. N Engl J Med 2010; 357:1598-1607. 2010. Available from: URL:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa072006
22
16. Hato N, Yamada H, Kohno H, Matsumoto S, Honda N, Gyo K, et al.
Valacyclovir and prednisolone treatment for Bell’s palsy: a multicenter,
randomized, placebo-controlled study. Otol Neurotol. 2007;28:408-13.
17. Ginsberg L. Penglihatan dan nervus kranialis lainnya. In: Ginsberg L, editor.
Lecture Notes-Neurologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2005. p. 35.
18. Hauser WA, Karnes WE, Annis J, Kurland LT. Incidence and prognosis of
Bell’s palsy in the population of Rochester, Minnesota. Mayo Clin Proc.
2010;46:258.
19. Sabirin J. Bell’s palsy. In: Hadinoto HS, Noerjanto M, Jenie MN, Wirawan
RB, Husni A, Soetedjo, editors. Gangguan gerak. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. 2011. p. 163-5.
23