PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat pada karya ilmiah ini adalah :
1. Apa pengertian ilmu akhlak?
2. Apa saja ruang lingkup ilmu akhlak?
3. Apa manfaat yang diperoleh dari mempelajari ilmu akhlak?
4. Apa pengertian Tasawuf ?
5. Bagaimana hubungan akhlak dan tasawuf?
6. Apa saja tujuan taswuf?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M Abdullah Dirroz, mengemukakan
definisi akhlak sebagai berikut:
“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan
kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak
yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal
akhlak yang jahat).”
Menurut Istilah, akhlak adalah:
1. Ibnu Miskawaih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya
untuk melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran
danpertimbangan.
2. Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-
macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Selanjutnya menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat
dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:
1. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,
sehingga menjadi kebiasaan.
2. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya,
bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti
paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan
dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang
bertentangan, melainkan memiliki satu kemiripan antara satu dengan lainnya.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan
darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1. Pebuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan
tanpa pemikiran.
3. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri
orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
7
4. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak
yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata
karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin
mendapatkan suatu pujian.
Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang
berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan,
rujukan , aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang
terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling
berhubungan dan membentuk suatu ilmu.
Ma’arif ilmu akhlak adalah: Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara
mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara
menghindarinya hingga jiwa kosong dari padanya.
Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah: Ilmu yang
objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk.
Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu
tentang tata krama.
8
Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya
perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.
Dengan demikian terdapat akhlak yang bersifat perorangan dan akhlak
yang bersifat kolektif. Jadi yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak di sini adalah
perbuatan yang memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, yaitu perbuatan
yang dilakukan atas kehendak dan kemauan. Sebenarnya, mendarah daging dan
telah dilakukan secara terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya.
Perbuatan atau tingkah laku yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut tidak dapat
disebut sebagai perbuatan yang dijadikan garapan Ilmu Akhlak, dan tidak pula
termasuk ke dalam perbuatan akhlaki.
Dengan demikian perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang
dilakukan dengan tidak senganja, atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki,
karena dilakukan tidak atas dasar pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah
SAW yang berbunyi: Bahwasanya Allah memaafkanku dan ummatku yang
berbuat salah, lupa dan dipaksa. ( HR. Ibnu Majah dari Abi Zar )
Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas kita dapat memahami
bahwa yang dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan
sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura.
Perbuatan-perbuatan yang demikian selanjutnya diberi nilai baik atau buruk.
Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur,
yang baik atau buruk menurut siapa, dan apa ukurannya.
Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat
macam, yaitu:
1) Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang
mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya disebut al-jahil.
2) Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa
meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga
pelakunya disebut al-jahil al-dhollu.
9
3) Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik
baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya
baik. Maka pelakunya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq
4) Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada nya,
sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali
hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat
lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq al-
syarir
Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua
dan ketiga masih bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama
sekali tidak bisa dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya
untuk memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan
masyarakat umum. Sebab kalu dibiarkan hidup, besar kemungkinannya akan
melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak.
Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk
memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar,
bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya.
Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat
bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk.
10
Prof,Dr, Ahmad amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang
dibiasakan .Maksudnya suatu kehendak itu apabila membiasakan sesuatu
maka kebiasaan itu dinamakan akhlak
1. Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah
menjadi kepribadiannya.
2. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3. Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan
atau tekanan dari luar.
4. Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5. Dilakukan dengan ikhlas
11
dengan niat suci untuk membersihkan jiwa dalam mengabdi kepada Allah SWT.
Ada lagi yang mengatakan tasawuf berasal dari kata saff, artinya saff atau baris.
Mereka dinamakan sebagai para sufi, menurut pendapat ini, karena berada
pada baris (saff) pertama di depan Allah, karena besarnya keinginan mereka akan
Dia, kecenderungan hati mereka terhadap-Nya. Ada pula yang mengatakan bahwa
tasawuf berasal dari kata suffah atau suffah al Masjid, artinya serambi mesjid.
Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di Mesjid Nabawi yang didiami oleh
sekelompok para sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai tempat
tinggal. Mereka dikenal sebagai ahli suffah. Mereka adalah orang yang
menyediakan waktunya untuk berjihad dan berdakwah serta meninggalkan usaha-
usaha duniawi. Jelasnya, mereka dinamakan sufi karena sifat-sifat mereka
menyamai sifat orang-orang yang tinggal di serambi mesjid (suffah) yang hidup
pada masa nabi SAW.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata suf,
yaitu bulu domba atau wol. Hal ini karena mereka (para sufi) tidak memakai
pakaian yang halus disentuh atau indah dipandang, untuk menyenangkan dan
menenteramkan jiwa. Mereka memakai pakaian yang hanya untuk menutupi aurat
dengan bahan yang terbuat dari kain wol kasar (suf).
Sedangkan tasawuf menurut beberapa tokoh sufi adalah seperti berikut:
1. Bisyri bin Haris mengatakan bahwa sufi ialah orang yang suci hatinya
menghadap Allah SWT.
2. Sahl at-Tustari mengatakan bahwa sufi ialah orang yang bersih dari
kekeruhan, penuh dengan renungan, putus hubungan dengan manusia dalam
menghadap Allah SWT, dan baginya tiada beda antara harga emas dan pasir.
3. Al-Junaid al-Bagdadi (w. 289 H), tokoh sufi modern, mengatakan bahwa
tasawuf ialah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan
melepaskan akhlak yang fitri, menekan sifat basyariah (kemanusiaan),
menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi kerohanian, berpegang pada
ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar
12
keabadiannya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji
terhadap Allah SWT, dan mengikuti syari’at Rasulullah SAW.
4. Abu Qasim Abdul Kari mal-Qusyairi memberikan definisi bahwa tasawuf
ialah menjabarkan ajaran-ajaran al-Qur’an dan sunah, berjuang
mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan syahwat,
dan menghindari sikap meringan-ringankan ibadah.
5. Abu Yazid al-Bustami secara lebih luas mengatakan bahwa arti tasawuf
mencakup tiga aspek, yaitu kha (melepaskan diri dari perangai yang tercela),
ha (menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji) dan jim (mendekatkan diri
kepada Tuhan).
13
Dengan demikian inti dari ajaran tasawuf adalah menempatkan Allah
sebagai pusat segala aktivitas kehidupan dan menghadirkan-Nya dalam diri
manusia sebagai usaha memperoleh keridaan-Nya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti, peranggai, tingkah laku atau
tabiat. Ahklak adalah hal yang melekat dalam jiwa, dan dari kebiasaan itu
akan timbul perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa dipikirkan oleh
manusia.
2. Tasawuf itu bersumber dari ajaran Islam itu sendiri ialah al-Qur’an dan
Sunah, mengingat yang dipraktekkan Nabi SAW dan para sahabat. Namun
setelah tasawuf itu berkembang menjadi pemikiran, bisa saja ia mendapat
pengaruh dari luar seperti filsafat Yunani dan sebagainya. Dan andaipun
terdapat persamaan dengan ajaran beberapa agama, kemungkinan yang
dapat terjadi adalah persamaan dengan agama-agama samawi (Nasrani dan
Yahudi), mengingat semua agama samawi berasal dari tuhan yang sama
Allah SWT yang dalam Islam diyakini sama mengajarkan tentang
ketauhidan.
3.2 Saran
Sebagai pembaca yang baik,kami berharap ada kritik dan saran dari
hasil makalah yang kami buat. Mudah-mudahan bermanfaat bagi yang
membacanya. walaupun makalah ini di buat dengan sederhana. Di
dalam banyak mengandung perluasan makna dan arti.
14
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia.
15
16