Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era globalisasi ini kita mengetahui banyak pemuda yang
sudah kehilangan akhlakul karimahnya sehingga perlu pemahaman dan
pembelajaran untuk mengkaji akhlak dan tasawuf.
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang
dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga
tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau
hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus
langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna
dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan.
Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh
manusia dengan Tuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara manusia perlu
mengasingkan dirinya. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan
berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti
persoalan “sufisme” baik pada agama Islam maupun diluarnya.

4
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat pada karya ilmiah ini adalah :
1. Apa pengertian ilmu akhlak?
2. Apa saja ruang lingkup ilmu akhlak?
3. Apa manfaat yang diperoleh dari mempelajari ilmu akhlak?
4. Apa pengertian Tasawuf ?
5. Bagaimana hubungan akhlak dan tasawuf?
6. Apa saja tujuan taswuf?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu akhlak.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu akhlak.
3. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh dari mempelajari akhlak.
4. Untuk memahami pengertian tasawuf
5. Untuk mengetahui tujuan tasawuf

5
BAB II
PEMBAHASAN 

2.1 Pengertian Akhlak


Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut
bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang
berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti sang
pencipta, demikian pula dengan mkhluqun yang berarti yang diciptakan.
Kata akhlak adalah jamak dari kata khalqun atau khuluqun yang artinya sama
dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas. Baik kata akhlak atau
pun khuluk kedua-duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam Al Qur’an maupun
Al Hadits, sebagai berikut:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al


Qalam: 4)

“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah ia yang memiliki


akhlak terbaik. Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya
kepada pasangannya.”(HR. Tirmidzi)
 
Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan
manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong
perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut
sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku
manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut,
yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dalam pengertian yang

6
hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M Abdullah Dirroz, mengemukakan
definisi akhlak sebagai berikut:
“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan
kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak
yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal
akhlak yang jahat).”
Menurut Istilah, akhlak adalah:
1. Ibnu Miskawaih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya
untuk melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran
danpertimbangan.
2. Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-
macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Selanjutnya menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat
dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:
1. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,
sehingga menjadi kebiasaan.
2. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya,
bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti
paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan
dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang
bertentangan, melainkan memiliki satu kemiripan antara satu dengan lainnya.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan
darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1. Pebuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan
tanpa pemikiran.
3. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri
orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

7
4. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak
yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata
karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin
mendapatkan suatu pujian.
Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang
berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan,
rujukan , aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang
terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling
berhubungan dan membentuk suatu ilmu.
Ma’arif ilmu akhlak adalah: Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara
mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara
menghindarinya hingga jiwa kosong dari padanya.
Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah: Ilmu yang
objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan  baik atau buruk.
Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu
tentang tata krama.

2.2 Ruang Lingkup Kajian Ilmu Akhlak


Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan
manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong
perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut
sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku
manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut,
yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk.
Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma
atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Perbuatan
tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam
hubungan ini Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut:

8
Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya
perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.
Dengan demikian terdapat akhlak yang bersifat perorangan dan akhlak
yang bersifat kolektif. Jadi yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak di sini adalah
perbuatan yang memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, yaitu perbuatan
yang dilakukan atas kehendak dan kemauan. Sebenarnya, mendarah daging dan
telah dilakukan secara terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya.
Perbuatan atau tingkah laku yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut tidak dapat
disebut sebagai perbuatan yang dijadikan garapan Ilmu Akhlak, dan tidak pula
termasuk ke dalam perbuatan akhlaki.
Dengan demikian perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang
dilakukan dengan tidak senganja, atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki,
karena dilakukan tidak atas dasar pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah
SAW yang berbunyi: Bahwasanya Allah memaafkanku dan ummatku yang
berbuat salah, lupa dan dipaksa. ( HR. Ibnu Majah dari Abi Zar )
Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas kita dapat memahami
bahwa yang dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan
sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura.
Perbuatan-perbuatan yang demikian selanjutnya diberi nilai baik atau buruk.
Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur,
yang baik atau buruk menurut siapa, dan apa ukurannya.
Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat
macam, yaitu:
1) Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang
mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya disebut al-jahil.
2) Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa
meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga
pelakunya disebut al-jahil al-dhollu.

9
3) Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik
baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya
baik. Maka pelakunya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq
4) Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada  nya,
sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali
hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat
lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq al-
syarir
Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua
dan ketiga masih bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama
sekali tidak bisa dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya
untuk memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan
masyarakat umum. Sebab kalu dibiarkan hidup, besar kemungkinannya akan
melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak.
Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk
memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar,
bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya.
Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat
bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk.

2.3 Akhlak secara  Universal


Akhlak universal adalah kebaikan yang bersumber kepada al-quran dan hadist,
sehingga berlaku umum untuk seluruh umat di setiap tempat dan masa, oleh
karena itu dipandang dari sumbernya akhlak bersifat tetap dan berlaku untuk
selamanya, untuk mendapatkan definisi di atas ada beberapa pendapat para ahli
diantaranya :
 Imam Al-Ghazali menyebut akhlak  ialah suatu sifat yang tertanam dalam
jiwa dan dari jwa itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
melakukan pertimbangan pikiran.

10
 Prof,Dr, Ahmad amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang
dibiasakan .Maksudnya suatu  kehendak itu apabila membiasakan sesuatu
maka kebiasaan itu dinamakan akhlak
1. Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah
menjadi kepribadiannya.
2. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3. Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan
atau tekanan dari luar.
4. Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5. Dilakukan dengan ikhlas

2.4 Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak


Berkenaan dengan manfaat mempelajari Ilmu Akhlak ini, Ahmad Amin
mengatakan sebagai berikut:
Tujuan mempelajari Ilmu Akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat
menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian
perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan
berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknya
termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan
buruk.
Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu,
ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga
hati menjadi bersih.

2.5 Pengertian Tasawuf


Sebelum lebih jauh membahas tentang asal-usul tasawuf, sedikit kami berikan
pengertian singkat sufi dan tasawuf. Ada beberapa pendapat tentang asal-usul kata
tasawuf. Ada yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata safa’, artinya
suci, bersih atau murni. Karena memang, jika dilihat dari segi niat maupun tujuan
dari setiap tindakan dan ibadah kaum sufi, maka jelas bahwa semua itu dilakukan

11
dengan niat suci untuk membersihkan jiwa dalam mengabdi kepada Allah SWT.
Ada lagi yang mengatakan tasawuf berasal dari kata saff, artinya saff atau baris.

Mereka dinamakan sebagai para sufi, menurut pendapat ini, karena berada
pada baris (saff) pertama di depan Allah, karena besarnya keinginan mereka akan
Dia, kecenderungan hati mereka terhadap-Nya. Ada pula yang mengatakan bahwa
tasawuf berasal dari kata suffah atau suffah al Masjid, artinya serambi mesjid.
Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di Mesjid Nabawi yang didiami oleh
sekelompok para sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai tempat
tinggal. Mereka dikenal sebagai ahli suffah. Mereka adalah orang yang
menyediakan waktunya untuk berjihad dan berdakwah serta meninggalkan usaha-
usaha duniawi. Jelasnya, mereka dinamakan sufi karena sifat-sifat mereka
menyamai sifat orang-orang yang tinggal di serambi mesjid (suffah) yang hidup
pada masa nabi SAW.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata suf,
yaitu bulu domba atau wol. Hal ini karena mereka (para sufi) tidak memakai
pakaian yang halus disentuh atau indah dipandang, untuk menyenangkan dan
menenteramkan jiwa. Mereka memakai pakaian yang hanya untuk menutupi aurat
dengan bahan yang terbuat dari kain wol kasar (suf).
Sedangkan tasawuf menurut beberapa tokoh sufi adalah seperti berikut:
1. Bisyri bin Haris mengatakan bahwa sufi ialah orang yang suci hatinya
menghadap Allah SWT.
2. Sahl at-Tustari mengatakan bahwa sufi ialah orang yang bersih dari
kekeruhan, penuh dengan renungan, putus hubungan dengan manusia dalam
menghadap Allah SWT, dan baginya tiada beda antara harga emas dan pasir.
3. Al-Junaid al-Bagdadi (w. 289 H), tokoh sufi modern, mengatakan bahwa
tasawuf ialah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan
melepaskan akhlak yang fitri, menekan sifat basyariah (kemanusiaan),
menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi kerohanian, berpegang pada
ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar

12
keabadiannya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji
terhadap Allah SWT, dan mengikuti syari’at Rasulullah SAW.
4. Abu Qasim Abdul Kari mal-Qusyairi memberikan definisi bahwa tasawuf
ialah menjabarkan ajaran-ajaran al-Qur’an dan sunah, berjuang
mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan syahwat,
dan menghindari sikap meringan-ringankan ibadah.
5. Abu Yazid al-Bustami secara lebih luas mengatakan bahwa arti tasawuf
mencakup tiga aspek, yaitu kha (melepaskan diri dari perangai yang tercela),
ha (menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji) dan jim (mendekatkan diri
kepada Tuhan).

2.6 Hubungan Akhlak dan Tasawuf


Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya
mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf
mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak
menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf
mementingkan akhlak. Hubungan akhlak dan tasawuf  tidak bisa terpisashkan
karena kesucian hati akan membentuk akhlakjyang baik pula .Pada intinya
seseorang yang masuk kedalamn dunia tasawuf hgarus munundukan jasmani dan
rohani dengan cara mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga akhlak yang
baik.

2.7 Tujuan Tasawuf


Adapun tujuan tasawuf adalah:
1. Menurut Harun Nasution, tujuan  tasawuf  adalah  mendekatkan  diri
sedekat  mungkin dengan  Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan
mata hati bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan.
2. Menurut K. Permadi, tujuan tasawuf ialah fana untuk mencapai
makrifatullah, yaitu leburnya diri pribadi pada kebaqaan Allah, dimana
perasaan keinsanan lenyap diliputi rasa ketuhanan.

13
Dengan demikian inti dari ajaran tasawuf adalah menempatkan Allah
sebagai pusat segala aktivitas kehidupan dan menghadirkan-Nya dalam diri
manusia sebagai usaha memperoleh keridaan-Nya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti, peranggai, tingkah laku atau
tabiat. Ahklak adalah hal yang melekat dalam jiwa, dan dari kebiasaan itu
akan timbul perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa dipikirkan oleh
manusia.
2. Tasawuf itu bersumber dari ajaran Islam itu sendiri ialah al-Qur’an dan
Sunah, mengingat yang dipraktekkan Nabi SAW dan para sahabat. Namun
setelah tasawuf itu berkembang menjadi pemikiran, bisa saja ia mendapat
pengaruh dari luar seperti filsafat Yunani dan sebagainya. Dan andaipun
terdapat persamaan dengan ajaran beberapa agama, kemungkinan yang
dapat terjadi adalah persamaan dengan agama-agama samawi (Nasrani dan
Yahudi), mengingat semua agama samawi berasal dari tuhan yang sama
Allah SWT yang dalam Islam diyakini sama mengajarkan tentang
ketauhidan.
3.2 Saran
Sebagai pembaca yang baik,kami berharap ada kritik dan saran dari
hasil makalah yang kami buat. Mudah-mudahan bermanfaat bagi yang
membacanya. walaupun makalah ini di buat dengan sederhana. Di
dalam banyak mengandung perluasan makna dan arti.

14
DAFTAR PUSTAKA
 
Mustafa. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia.

Thaib, Ismail. 1984. Risalah Akhlak.Yogyakarta: CV Bina Usaha.

Al-Qur’an dan Terjemahan. 1997. Depag Ri.

Nata, Abudin. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ardiani, Moh. 2005. Akhlak Tasawuf (nilai-nilai akhlak/budipekerti dalam


ibadat dan tasawuf). Jakarta: PT Karya Mulia.

AR, Zahruddin dkk. 2004. Pengaantar Studi


Akhlak,Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Ilyas, Yunahar. 2006. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offse

15
 

 
 
 
 

16

Anda mungkin juga menyukai