Anda di halaman 1dari 17

Kelompok 12 Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Teori Dasar Pengujian Bahan


1.1.1 Pengujian Bahan
Pengujian bahan adalah untuk mengidentifikasi sifat dan karakteristik suatu
material denagn standar tertentu. Dalam pengujian bahan ini ada 2 macam jika ditinjau
berdasarkan sifat dari pengujian tersebut, yaitu :
a. Pengujian Destruktif
Pengujian destruktif adalah pengujian suatu material, yang hasil akhirnya akan
menyebabkan cacat atau menghilangkan fungsi utama dari benda tersebut. Pengujian
ini dilakukan dengan cara memberi pembebanan atau penekanan sampai benda uji
tersebut rusak. Dari pengujian ini akan diperoleh sifat mekanik bahan. Pengujian
destruktif terdiri dari :
1. Uji tarik (Tensile test)
Uji tarik dilakukan untuk menentukan kekuatan tarik, dengan menarik suatu
bahan. Sehingga kita akan mengetahui spesifikasi bahan terhadap reaksi tenaga
tarikan.

Gambar 1.1 Mesin Uji Tarik


Sumber: Dokumentasi Pribadi (2017)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

2. Uji impact
Jenis-jenis logam tertentu dapat menahan beban statis yang berat tetapi
mudah patah walaupun berada dibawah tekanan beban dinamis yang ringan
sekalipun.

Gambar 1.2 Charpy Impact Testing Machine


Sumber: Dokumentasi Pribadi (2017)

3. Uji kekerasan
Kemampuan material logam menerima gaya berupa penetrasi, pengikisan,
ataupun penggoresan sebelum terjadi perubahan bentuk. Ada beberapa metode
dalam uji kekerasan, yaitu metode pantulan, indentasi, dan goresan.
b. Pengujian Non-Destruktif
Pengujian non-destruktif adalah salah satu teknik pengujian material tanpa
merusak benda ujinya atau menghilangkan fungsi utama dari benda tersebut.
Pengujian bertujuan untuk mendeteksi secara dini timbulnya crack atau flaw pada
material secara dini. Dari tipe keberadaan crack pada material uji dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu inside crack dan surface crack. Pengujian non-destruktif
antara lain adalah:
1. Pengujian Visual
Metode ini bertujuan untuk menemukan cacat atau retak serta melihat korosi
pada permukaan. Digunakan alat bantu optikal untuk dapat melihat cacat atau
retakan pada permukaan secara jelas.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

2. Pengujian Cairan Penetran


Metode ini digunakan untuk menemukan cacat permukaan terbuka dari
permukaan solid, baik logam maupun non logam. Metode ini menggunakan 3
jenis cairan untuk melihat cacat pada permukaan, yaitu penetrant, cleaner, dan
developer.
3. Pengujian Partikel Magnet
Merupakan metode lain untuk menemukan adanya retakan dengan lebih teliti.
Magnet berfungsi untuk membentuk garis-garis gaya sehingga retakan-retakan
yang kecil dan halus dapat terlihat secara jelas sesuai dengan bentuk garis-garis
gaya magnet.
4. Pengujian Radiografi
Pada pengujian ini diletakkan film dibelakang objek, kemudian objek akan
disinari sinar laser x atau sinar gamma. Apabila pada objek terdapat cacat, maka
akan terjadi variasi intensitas pada film. Hasil film inilah yang akan menunjukkan
kecacatan yang ada pada spesimen.
5. Pengujian Eddy Current
Metode ini memanfaatkan prinsip elektromagnetik dimana arus yang
dialirkan pada kumparan akan menghasilkan gaya elektromagnetis yang
dikenakan pada benda uji, hingga terbentuk arus eddy. Arus ini menandakan
adanya induksi magnet pada logam dan bila terdapat cacat besarnya impedansi
yang diukur sensor arus eddy akan berubah. Metode ini hanya dapat diterapkan
pada logam saja.
6. Pengujian Ultrasonik
Pada pengujian ini gelombang suara dirambatkan pada spesimen uji dan
sinyal yang ditransmisikan atau dipantulkan akan diamati. Gelombang suara akan
terganggu jika terdapat retakan atau delaminasi pada material. Gelombang ini
akan dibangkitkan transducer piezoelectric dan akan diterima kembali untuk
dikonversikan menuju energi listrik kembali.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

1.2 Sifat Mekanik Logam


Sifat mekanik logam adalah sifat yang menyatakan kemampuan suatu logam untuk
menerima beban atau gaya tanpa mengalami kerusakan. Sifat – sifat mekanik logam
antara lain:
1. Kekuatan (strength)
Yaitu kemampuan bahan untuk menerima gaya berupa tegangan tanpa
mengalami patahan pada bahan.
2. Kekerasan (hardness)
Yaitu kemampuan material logam menerima gaya berupa penetrasi, indentasi,
serta pengikisan atau penggoresan.
3. Kekakuan (stiffness)
Yaitu kemampuan suatu bahan menerima beban tegangan tanpa menyebabkan
perubahan bentuk / defleksi.
4. Ketangguhan (toughtness)
Yaitu sifat yang menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah
energi tanpa menyebabkan kerusakan.
5. Elastisitas (elasticity)
Yaitu kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan
perubahan bentuk permanen setelah beban atau tegangan dihilangkan.
6. Plastisitas (plasticity)
Yaitu kemampuan suatu bahan untuk mengalami sejumlah deformasi permanen
tanpa mengalami kerusakan dimensi.
7. Kelelahan (fatigue)
Yaitu kecenderungan logam untuk patah jika menerima tegangan atau beban
secara berulang-ulang.
8. Keuletan (ductility)
Yaitu kemampuan suatu material untuk diregang atau ditekuk secara permanen
tanpa mengakibatkan pecah atau patah.
9. Kegetasan (brittleness)
Yaitu sifat kerapuhan pada material, yang berarti material tersebut pecah dengan
sedikit pergeseran permanen.
10. Mulur (creep)
Yaitu kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis apabila
diberikan gaya dalam jangka waktu tertentu.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

11. Keausan
Yaitu hilangnya sejumlah lapisan permukaan material karena adanya gesekan
antara permukaan dengan benda lain.

1.3 Perlakuan Panas


Perlakuan panas adalah pengubahan sifat-sifat bahan dengan pemanasan dan
pendinginan tertentu untuk menghasilkan sifat bahan tertentu dan sesuai batas
kemampuan dari masing-masing bahan. Proses dalam perlakuan panas ada 3, yaitu
heating, holding, dan cooling. Pada proses heating, material dipanaskan sampai terjadi
pembentukan butir, kemudian material diholding, yaitu dipanaskan pada suhu tetap
untuk menyamakan butir yang terbentuk, kemudian material di cooling/didinginkan
untuk membentuk struktur yang kita inginkan.
A. Perlakuan Panas Fisik
Perlakuan panas fisik merupakan perlakuan panas dari fisik benda untuk
merubah sifat benda tersebut.
1. Hardening
Hardening adalah perlakuan panas yang bertujuan untuk memperoleh
kekerasan maksimum pada logam baja. Untuk baja hipoeutektoid perlu
dipanaskan hingga suhu 20-30°C di atas garis A3 dan selanjutnya di-holding,
kekerasan maksimum yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon – semakin
tinggi kadar karbon semakin tinggi kekerasan maksimum yang didapat –
kemudian didinginkan dengan cepat (quenching). Media pendingin yang
digunakan antara lain udara, air, oli, dan air garam. Untuk baja hipereutektoid,
hardening dilakukan dengan memanaskan baja hingga 20-30°C di atas garis ACM.
2. Annealing
Annealing adalah perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan
keuletan, menghilangkan tegangan dalam, menghaluskan ukuran butir dan
meningkatkan sifat mampu mesin. Pada baja hipereutektoid, prosesnya adalah
dengan memanaskan material sampai suhu sekitar 20-50°C di atas garis A1
sehingga fasenya berubah menjadi austenit, kemudian di-holding, lalu didinginkan
secara perlahan dalam dapur pemanas atau media terisolasi. Untuk baja
hipoeutektoid, pemanasan dilakukan pada temperatur 20-50°C di atas garis A3.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

3. Normalizing
Normalizing adalah perlakuan panas yang digunakan untuk menghaluskan
struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan
dalam, meningkatkan permesinan, dan memperbaiki sifat mekanik material.
Prosesnya pada baja hipoeutektoid adalah dengan pemanasan sampai 30-40°C di
atas garis A3 dan didinginkan pada udara temperatur ruang. Pada baja
hipereutektoid, pemanasan dilakukan pada suhu 30-40°C di atas garis ACM.
4. Tempering
Tempering digunakan untuk mengurangi tegangan dalam dan melunakkan
bahan setelah di hardening dan meningkatkan keuletan. Hal itu karena baja yang
dikeraskan dengan pembentukan martensit biasanya sangat getas sehingga tidak
cukup baik untuk berbagai pemakaian.
Adapun macam-macam tempering adalah:
a. Martempering
Martempering adalah perbaikan dari prosedur quenching dan digunakan
untuk mengurangi distorsi selama pendinginan. Pada proses pendinginan, baja
di-quenching hingga sedikit di atas garis Ms, lalu ditahan hingga suhu pada inti
sama dengan suhu pada permukaan, kemudian didinginkan dalam suhu kamar.
Struktur yang terbentuk adalah martensit → bainit.

Gambar 1.4 Martempering


Sumber: Thelning (1984,p.154)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

b. Austempering
Austempering bertujuan untuk meningkatkan keuletan, ketahanan impact,
dan mengurangi distorsi. Struktur yang dihasilkan adalah bainit. Pada proses
pendinginan, baja didinginkan dalam media garam pada suhu di atas garis Ms.
Struktur yang terbentuk adalah austenit → bainit.

Gambar 1.5 Austempering


Sumber: Thelning (1984,p.158)

B. Perlakuan panas Kimiawi


Perlakuan panas kimiawi merupakan perlakuan panas dengan cara kimiawi
untuk merubah sifat benda tersebut.
1. Carburizing
Carburizing merupakan suatu proses penjenuhan lapisan permukaan besi
dengan karbon. Baja yang diikuti dengan hardening akan mendapatkan kekerasan
yang sangat tinggi, sedang bagian tengahnya tetap lunak. Jenis- jenis carburizing
adalah sebagai berikut:
a. Pack Carburizing
Prosesnya material dimasukkan dalam kotak yang berisi medium kimia
aktif padat, kotak tersebut dipanaskan sampai 900-950˚C, serta waktu total
ditentukan dari kedalaman kekerasan yang akan dicapai.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

b. Paste Carburizing
Medium kimia yang digunakkan berupa pasta, prosesnya yaitu bagian
yang dikeraskan akan ditutup dengan pasta setebal 3-4 mm dan kemudian
dikeringkan serta dimasukkan dalam kotak, prosesnya pada temperatur 920-
930˚C.
c. Gas Carburizing
Disini logam dilepaskan atmosfir yang mengandung karbon yaitu gas alam
maupun gas buatan dan dipanaskan hingga temperatur 850-900˚C.
d. Liquid Carburizing
Proses carburizing dilakukan pada media kimia aktif cair, komposisi
medium kimianya adalah soda abu, NaCl, SiC dan kadang kadang ikut
dilengkapi NH4Cl, lalu diberikan pemanasan pada suhu 850-900˚C.
2. Nitriding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan nitrogen,
yaitu dengan cara melakukan holding dalam waktu yang agak lama pada
temperatur 480˚C - 650˚C dalam lingkungan amoniak ( NH 3 ). Nitriding
digunakan untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek dan fatigue. Ada 2
macam nitriding, yaitu:
a. Straight nitriding, digunakan media untuk besi paduan, besi tuang
(meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek dan fatigue) melapisi hingga
bagian permukaan.
b. Anti-corrosion nitriding, bahan yang digunakan biasanya besi tuang dan baja
paduan. derajat dari kelarutan yang dicapai adalah 30% - 70%. Melapisi bagian
ujung untuk mencegah terjadinya suatu proses korosi pada benda.
3. Cyaniding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan unsur
karbon dan nitrogen, bertujuan untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek,
dan kelelahan. Bila proses ini dilakukan diudara disebut carbon nitriding.
4. Sulphating
Perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan gesek dari
bagian bagian mesin maupun alat-alat tertentu dari bahan HSS dengan cara
penjenuhan permukaan dengan sulfur.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

C. Perlakuan Panas pada Permukaan


Perlakuan panas dengan cara memberikan perlakuan panas pada permukaan
benda untuk mengubah sifat benda tersebut.
1. Flame Hardening
Flame hardening adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan
baja pada nyala api. Permukaan baja dipanaskan hingga suhu di atas suhu kritis
atas, lalu di quenching dengan semprotan air. Sebelum dilakukan flame hardening
sebaiknya baja di normalizing dulu, sehingga didapat kulit yang keras dan inti
yang ulet.
2. Induction Surface Hardening
Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan arus listrik frekuensi tinggi.
Logam berbentuk silindris diletakkan pada indikator ini. Jadi pemanasan dari
permukaan dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu dari pemanasan. Pendinginan
dilakukan dengan penyemprotan air setelah pemanasan selesai.
3. Electrolite Bath Hardening
Pemanasan yang dilakukan dalam suatu larutan elektrolit, yang biasanya
digunakan adalah 5% - 10% sodium karbonat dan digunakan arus DC. Prosesnya
yaitu baja dipakai sebagai katoda, sehingga terbentuk gelembung gelembung
hidrogen tipis. Karena konduktivitas dari gelembung hidrogen rendah maka arus
meningkat cepat pada katoda, akibatnya katoda mengalami pemanasan pada
temperatur yang sangat tinggi. Logam yang dikeraskan dicelupkan dalam
elektrolit sedalam bagian yang akan dikeraskan. Setelah proses dipanaskan, aliran
listrik diputus dan elektrolit digunakan sebagai media quenching.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

1.4 Diagram Fe-Fe3C

Gambar 1.6 Diagram Fasa Fe-Fe3C


Sumber: Askeland (2014,p.463)

Dari gambar 1.6, dapat kita lihat pada proses pendinginan perubahan struktur kristal
dan struktur makro sangat bergantung pada komposisi kimia. Pada Kandungan karbon
0,83% sampai 6,67% terbentuk struktur makro yang dinamakan cementite Fe3C. Angka
6,67 berasal dari:
ArC 12
= x 100 %=6,67 %
Mr Fe 3 C 180
Diagram fase Fe-Fe3C dibuat mengacu kadar karbon dalam Fe (0%-6.67%) dan
suhu (sebelah kiri berdasarkan Fahrenheit dan sebelah kanan berdasarkan Celsius). Fe
yang mengandung karbon kurang dari 2% adalah baja, sedangkan yang lebih dari 2%
adalah besi cor. Baja yang mengandung karbon sebanyak 0,8% merupakan baja
eutectoid. Yang dibawah 0,8% merupakan baja hypoeutectoid, sedangkan yang lebih
dari 0,8% merupakan hypereutectoid. Pada diagram fase Fe-Fe3C diatas, baja yang
kadar karbonnya kurang dari 0,025%, merupakan fase ferit 100%. Baja hypoeutectoid
pada suhu tertentu mempunyai fase campuran antara pearlite dan ferrite. Pada baja
hypereutectoid, dimana pada suhu tertentu mempunyai fase campuran antara perlit dan
sementit. Pada baja eutectoid fase yang terjadi adalah 100% pearlite.
Semua Fe yang mengandung karbon atau logam lain harus dijadikan fase austenite
terlebih dahulu, supaya bisa dibentuk. Karena pada fase austenite unit cellnya
merupakan FCC, yang mudah dibentuk dan ulet. Setelah menjadi fase austenite, bisa

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

dibentuk menjadi besi apa saja tergantung cara pendinginannya, cepat atau lambat, yang
masing-masing menghasilkan besi/baja yang berbeda.
A. Reaksi Eutectoid
Transformasi yang dibahas adalah Transformasi yang terjadi pada Kondisi
equilibrium. Untuk pembahasan ini lihatlah diagram fase Fe-Fe3C.
Baja eutectoid, paduan besi-karbon dengan kadar karbon C=0,8% adalah paduan
dengan komposisi eutectoid. Pada temperatur diatas garis liquidus berupa larutan cair
(liquid). Bila temperatur diturunkan saecara perlahan pada saat mencapai garis
liquidus (di titik 1) akan mulai terbantuk inti austenite. Pembekuan selesai di titik 2
(pada garis solidus), seluruhnya sudah menjadi austenite. Pada pendinginan
selanjutnya tidak terjadi perubahan hingga temperatur mencapai titik 3, di garis A1,
temperatur kritis bawah, disini austenit yang mempunyai komposisi eutectoid ini
akan mengalami reaksi eutectoid
Austenite ↔ Ferrite + Cementite (Pearlite)
Terbentuknya Pearlite ini dimulai dengan terbentuknya inti Cementite (biasanya
pada batas butir austenite). Inti ini akan bertumbuh dengan mengambil sejumlah
karbon dari asutenite disekitarnya. (Cementite, Fe3C mengandung 6,67%C sedang
austenite mengandung 0,8%C). Karenanya austenite dengan kadar karbon yang
sangat rendah ini pada temperatur ini akan berubah jadi ferrite (transformasi
allotropik). ferrite ini juga akan bertumbuh, yaitu dengan mengambil besi dari
austenite disekitarnya, sehingga austenite disekitar ferrite itu akan kelebihan karbon
dan mulai membentuk Cementite disebelah ferrite yang ada. demikian selanjutnya
sampai seluruh austenite habis, dan yang terjadi adalah suatu struktur yang berlapis
lapis (lamellar) yang terdiri dari lamela-lamela Cementite-ferrite-Cementite. Struktur
ini dinamakan Pearlite.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

Gambar 1.7 Transformasi Baja eutectoid


Sumber: Thelning (1984,p.266)

B. Reaksi Hypo Eutectoid


Baja hypoeutectoid memiliki kadar karbon kurang dari 0,1-0,8 % dengan
struktur mikro terdiri dari ferrite + pearlite. Apabila dipanaskan secara ekuilibrium
akan mengalami perubahan struktur pada garis A1 (723 o C). Pada titik tadi setelah
pearlite habis, dan temperatur makin naik, ferrite sedikit demi sedikit mulai
bertransformasi menjadi austenite.

Gambar 1.8 Transformasi Baja hypo-eutectoid

Sumber: Thelning (1984,p.278)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

C. Reaksi Hyper Eutectoid

Baja hypereutectoid yang memiliki kadar karbon lebih dari 0,8-2% dengan
struktur mikro terdiri dari pearlite yang terbungkus cementite. Apabila dipanaskan
secara ekulibrium akan mengalami perubahan struktur pada titik A 1 (723 o C). Mulai
titik ini jaringan cementite akan larut ke dalam austenite dan struktur seluruhnya
akan berubah menjadi austenite pada titik Acm.

Gambar 1.9 Transformasi Baja hyper-eutectoid


Sumber: Thelning (1984,p.288)

1.5 Diagram TTT


Diagram Time-Transfomation-Temperatur, diagram TTT, merupakan diagram
yang menggambarkan hubungan antara fasa atau struktur yang terbentuk setelah
terjadinya transformasi fasa akibat perubahan temperature dan waktu. Diagram ini
biasanya digunakan untuk menentukan kapan transformasi dimulai dan berakhir pada
perlakuan panas isotermal sebelum menjadi campuran austenite. Ketika austenite
didinginkan secara perlahan sampai suhu dibawah suhu kritis, struktur yang terbentuk
adalah pearlite. Semakin meningkat suhu pendinginan, suhu transformasi pearlite akan
semakin menurun. Struktur mikro dari material berubah dengan pasti bersama dengan
meningkatnya laju pendinginan. Diagram TTT menunjukkan kapan transformasi mulai
dan berakhir secara spesifik dan menunjukkan berapa persen austenite yang
bertransformasi pada saat suhu yang dibutuhkan tercapai.
Perubahan sifat mekanik dapat tercapai melalui kecepatan pendinginan dengan
melakukan pendinginan dari suhu yang dinaikkan seperti pendinginan furnace,
pendinginan udara, pendinginan oli, cairan garam, air biasa, dan air asin.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

Gambar 1.10 Diagram Time Temperatur Transformation (TTT)


Sumber: Avner (1974,p.265)

Pada gambar 1.10 menjelaskan transformasi pada diagram TTT dimana area
sebelah kiri kurva transformasi menunjukkan daerah austenite. Austenite stabil pada
suhu diatas suhu kritis, tapi tidak stabil dibawah suhu kritis. Kurva disebelah kiri
menandakan dimulainya transformasi dan kurva sebelah kanan berakhirnya
transformasi. Area diantara kurva tersebut menandakan austenite bertransformasi ke
jenis struktur material berbeda (austenite ke pearlite, austenite ke martensite, austenite
ke bainite).

1.6 Diagram CCT


Diagram Continous Cooling Transformation atau biasa disebut CCT diagram,
merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju pendingin lanjut
dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya transformasi fasa secara
teoritis. Kurva pendinginan CCT tidak terdapat pada TTT diagram dan berlangsung
secara lanjut. Diagram TTT hanya menunjukkan hubungan waktu, temperatur untuk
transformasi austenite yang terjadi pada temperatur konstan.
Hubungan pendinginan secara lanjut terdapat pada tansformasi di diagram CCT.
CCT diagram pada hakekatnya adalah turunan dari TTT diagram, yaitu dengan
menggeser nose (merupakan titik penting terjadinya CCT) ke bawah.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

Gambar 1.11 Diagram Continuous Cooling Transformation (CCT)


Sumber: Anver (1974,p.271)

Terlihat bahwa dengan menggeser nose, maka proses pendinginan relatif lebih
lambat dibanding TTT. Diagram untuk perbandingan lanjut seringkali disebabkan oleh
kelebihan diagram TTT yang memberikan perkiraan terhadap klasifikasi mikrostruktur
baja selama pendinginan lanjut.
Pada proses laju pendinginan perlahan akan menghasilkan pearlite, pada proses laju
pendinginan yang sedang akan dihasilkan pearlite dan martensite. Pada laju
pendinginan cepat akan menghasilkan yang seluruhnya martensite.

1.7 Pergeseran Titik Eutectoid


Diagram fase Fe-Fe3C dibuat tanpa unsur paduan, jika terdapat unsur paduan maka
diagram akan mengalami pergeseran, sedangkan pergeseran yang terjadi pada diagram
ini dapat ditentukan dengan bantuan diagram berikut ini.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

Gambar 1.12 Pengaruh komposisi bahan


Sumber: Thelning (1984,p.316)

Dari gambar diatas terlihat komposisi unsur paduan mempengaruhi komposisi


eutectoid dan suhu. Unsur paduan menggeser temperatur eutectoid dari 723˚C menjadi
naik atau turun tergantung jenis dari besarnya unsur paduan yang ditambah. Pergeseran
dari diagram Fasa dapat dihitung dari pergeseran titik eutectoid (perpotongan A3 dan
Acm pada diagram fasa) dengan rumus:
∞ ∞

∑ TCx%C ∑ TCx %C
c=a
TC= ∞
%C = c=a ∞ ....................................................................(5-1)
∑ %C ∑ TC
c=a c=a

Dengan:
TC = Temperatur kritis (eutektoid)
%C = Persentase kandungan karbon

Contoh perhitungan:
Spesimen dengan komposisi kimia Cr = 1,2%, Mn = 0,3%, Si = 0,2%. tentukan
pergeseran titik eutectoidnya.
Penyelesaiannya:

Tabel 1.1
Persentase Unsur Paduan, Suhu Eutektoid, dan Kadar Karbon
Unsur Paduan % Paduan Suhu Eutectoid %C
Cr 1,2% 740˚C 0,65
Mn 0,3% 720˚C 0,76
Si 0,2% 730˚C 0,74
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2017)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017
Kelompok 12 Pendahuluan

∑ TCx%C ( 740 x 0,65 ) + ( 720 x 0,76 )+ ( 730 x 0,74 )


TC= c=a ∞ =
0,65+0,76+ 0,74
∑ %C
c=a

TC=729,49 ˚ C

∑ TCx %C ( 740 x 0,65 )+ ( 720 x 0,76 ) + ( 730 x 0,74 )


%C= c=a ∞ =
740+720+730
∑ TC
c=a

%C=0,76 %

Gambar 1.13 Pergeseran Titik Eutectoid


Sumber: Dokumentasi Pribadi (2017)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Genap 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai