Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISTRES SPIRITUAL

Dosen pengampu : Umy Setyoningrum,S.Kep.,Ns

Di Susun Oleh :

Rina Novitasari (010117A084)


Rizkhy Erwin H (010117A092)
Supriyati (010117A105)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWTAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manusia adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk tuhan yang
lainnya. Mengapa demikian?,tentu jawabannya karena manusia telah diberkahi dengan akal dan
fikiran yang bisa membuat manusia tampil sebagai khalifah dimuka bumi ini. Akal dan fikiran
ini lah yang membuat manusia bisa berubah dari waktu ke waktu.Dalam kehidupan manusia sulit
sekali dipredeksi sifat dan kelakuannya bisa berubah sewaktu-waktu. Kadang dia baik,dan tidak
bisa bisa dipungkiri juga banyak manusia yang jahat dan dengki pada sesame manusia dan
makhluk tuhan lainnya.

Setiap manusia kepercayaan akan sesuatu yang dia anggap angung atau maha.kepercyaan
inilah yang disebut sebagai spriritual. Spiritual ini sebagai kontrol manusia dalam bertindak, jadi
spiritual juga bisa disebut sebagai norma yang mengatur manusia dalam berperilaku dan
bertindak.

Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan.Berdasarkan konsep keperawatan,


makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna, harapan, kerukunan, dan sistem
kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati bahwa perawat menemukan
aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain, dan
dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan intra-, inter-, dan
transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan
mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan prilaku serta dalam
hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan (Dossey & Guzzetta, 2000).

B. Tujuan
1. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
2. Untuk membantu mahasiswa mengerti tentang distress sepiritual
3. Untuk membantu mahasiswa bisa mengerti bagaimana konsep distress sepiritual
dalam keperawatan (kesehatan)

C. Rumusan Masalah
dalam makalah ini ingin menyampaikan beberapa permasalahan yang menjadi
dasar penulisan makalh ini
1. Apa yang di maksud dengan distress sepiritual
2. Apa penyebab dari distress sepiritual
3. Apa karakteristik dari distress sepiritual
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian

Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan


arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan
kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Nanda, 2005).

Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup
yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial
(Varcarolis, 2000).

Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah kegagalan individu
dalam menemukan arti kehidupannya.

Penyebab

Menurut Budi anna keliat (2011) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :
1.      Pengkajian Fisik 
2.      Pengkajian Psikologis  Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan,
ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan
(Otis-Green, 2002).
3.      Pengkajian Sosial Budaya  dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer,
1998).

Patofisiologi :

Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta
fungsi otak.
Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat
dapat menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian
terhadap perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon
untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam
Davis M, dan kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan
diri” sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan
seseorang menghadapi ancaman yaitu stres.

Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke


hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan
perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana
salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status
emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional,
perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan,
kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi,
nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991). Kegagalan otak untuk melakukan fungsi
kompensasi terhadap stresor akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku
maladaptif dan sering dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi
kompensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik
secara fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual.

Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan
timbulnya depresi. Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi
terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi
antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi.

Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam


memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus
depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk
kebutuhan spritual.
Karakteristik Distres Spritual menurut Nanda (2005) meliputi empat hubungan dasar yaitu :

A. Hubungan dengan diri

1. Ungkapan kekurangan

a. Harapan
b. Arti dan tujuan hidup
c. Perdamaian/ketenangan
d. Penerimaan
e. Cinta
f. Memaafkan diri sendiri
g. Keberanian

2. Marah
3. Kesalahan
4. Koping yang buruk

B. Hubungan dengan orang lain

1. Menolak berhubungan dengan tokoh agama


2. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
3. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
4. Mengungkapkan pengasingan diri

C. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam

1. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi, mendengarkan musik,


menulis)
2. Tidak tertarik dengan alam
3. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan

D. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya


1. Ketidakmampuan untuk berdo’a
2. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
3. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan
4. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
5. Tiba-tiba berubah praktik agama
6. Ketidakmampuan untuk introspeksi
7. Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita

Penyebab :
Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :

 Pengkajian Fisik  Abuse


 Pengkajian Psikologis  Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan,
ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang
bertentangan (Otis-Green, 2002).
 Pengkajian Sosial Budaya  dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien
(Spencer, 1998).
Pengkajian Spiritual
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spritiual History Tool
(Pulschalski, 1999) :

 F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara memikirkan diri
saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa yang saudara pikirkan tentang
keyakinan saudara dalam pemberian makna hidup?
 I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa
pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri sendiri?
Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi perilaku selama sakit?
 C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religius?)
Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana? Apakah ada seseorang
didalam kelompok tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi
saudara?
 A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk
membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
 Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual,
mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :

 Perasaan ketika seseorang gagal


 Perasaan tidak stabil
 Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
 Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan
 Perasaan hampa

Faktor Predisposisi :

 Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga
akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer
pengalaman yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.
 Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan, okupasi,
posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan
sosial.

Faktor Presipitasi :

 Kejadian Stresful

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup,
kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin
hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.

 Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual adalah
ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan
menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

Penilaian Terhadap Stressor :

 Respon Kognitif
 Respon Afektif
 Respon Fisiologis
 Respon Sosial
 Respon Perilaku

Sumber Koping :
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual :

1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan
orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan
langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan
umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok
untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003) menambahkan dukungan
apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor
spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang efektif.

PSIKOFARMAKA :

 Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan dengan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek
spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga,
empat atau lima

Diagnosa :

Distters Spritual

Kriteria hasil:

·         Individu :

1.      Klien dapat melakukan spiritual yang tidak mengganggu kesehatan

2.      Klien dapat mengekspresikan pengguguran perassaan bersalah dan ansietas

3.      Klien dapat mengekspresikan kepuasan dengan kondisi spiritual.

Intervensi :
Sp. 1-P :         

1.      Bina hubungan saling percaya dengan pasien

2.      kaji faktor penyebab distress spiritual pada pasien

3.      bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran terhadap agama yang diyakininya

4.      bantu klien mengembangkan kemampuan untuk mengatasi perubahan spritual dalam


kehidupan.

Sp. 2-P :

1.      Fasilitas klien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan klien,

2.      fasilitas klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain

3.      bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.

Tindakan keperawatan

Tujauan intervensi keperawatan untuk pasien:

1. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat


2. Mamapu mengungkapkan penyebab distres spritual
3. Mampu mengungkapkan perasaan dan fikiran tentang kyakinannya
4. Mempu mengembangkan kemampuan mengatasi masalah dan perubahan keyakinannya.
5. Mampu melakukan kegiatan keagamaan
Tindakan keperaawatan untuk pasien distres spiritual

1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien


2. Kaji faktor penyebab distres spritual pada pasien
3. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan fikiran tentang keyakinanya
4. Bantu klien mengembangkan keterampilan untuk mengatasi perubahan spiritul dalam
kehidupan
5. fasilitasi pasien dengan alat alat ibadah seseuai agamanya
6. fasilitasi pasien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
7. bantu passien untuk ikut serta dalam keadaan keagamaan
8. bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan keagamaan
Fase kerja
DAFTAR PUSTAKA

Achir Yani S. Hamid, Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa/ Achir Yani S. Hamid:
editor, Monica Ester,Onny Anastasia Tampubolon. –Jakarta: EGCC, 2008.

Manajemen kasus gangguan jiwa : CMHN ( intermadiate course )/ editor, Budi Ana Keliat,
Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti ; editor penyelaras, Monica Ester, Egi Komara Yudha –
Jakarta : EGC, 2011

Anda mungkin juga menyukai