Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Anak autis merupakan salah satu anak luar biasa atau anak

berkebutuhan khusus yang memliki gangguan perkembangan tertentu. Di

bidang psikologi, psikiatri, sosiologi dan kesehatan yang mengalami

gangguan perkembangan otak yang mempengaruhi komunikasi, interaksi

sosial, perilaku emosi, aktivitas imanijinasi dan kognitif. Autis juga

mrngalami gangguan pada kemampuan intelektual yang disebabkan

adanya kerusakan pada fungsi saraf (Handojo,2015).

Menurut WHO (2018), prevalensi autis di Indoensia mengalami

peningkatan luar biasa dari 1 per 1.000 penduduk menjadi 8 per 1.000

penduduk. Data tersebut menunjukan bahwa peningkatan autisme sangat

pesat, menurut Depkes RI akan berakibat hilangnya generasi penerus

bangsa karena anak autis adalah anak yang ikut dalam menentukan masa

depan Indonesia.

Anak autis memiliki masalah yang sangat mempengaruhi

perkembangan baik mental maupun fisik anak yaitu masalah

perkembangan yang menyangkut masalah imajinasi, emosi, perilaku

komunikasi dan intraksi sosial sedang masalah fisik sebagai gangguan

bicara dan menulis atau pendengaran dan kurangnya ekspresi yang tepat.

Apabila tidak dilakukan penangan dini dan tata laksana yang tepat, sulit

di harapkan perkembangan yang optimal akan terjadi pada anak-anak


tersebut. Adanya gangguan komunikasi, interaksi dan perilaku, semakin

mengganggu dan semakin banyak dampak negatif yang akan terjadi pada

anak. Anak akan tersaing dari pergaulan di lingkungannya

(Mahardani,2016).

Menurut Yulia (2017), menyatakan anak autis merupakan

kondisi yang muncul sebelum anak berusia 3 tahun ditandai adanya

kelainan yang membuat anak mengalami kesulitan dalam interaksi sosial

memiliki perilaku yang menyimpang, serta memiliki masalah dalam

berkomunikasi dengan orang lain baik secara verbal maupun non verbal.

Anak autis merupakan gangguan dalam perkembangan

komunikasi dan interaksi sosial, anak autis dapat menghambat hubungan

sosial. Sementara beberapa individu dengan autis dan gangguan

perkembangan lain memiliki berbagai tingkat kemampuan kemandirian

dan hidup produkif dengan berbagai tingkat dukungan sehingga sengat

tergantung memerlukan perawatan dan dukungan. Berdasarkan

identifikasi permasalahan anak autis adalah anak yang mengalami

gangguan komunikasi, interaksi sosial dan menyibukkan diri dengan

benda mati atau berdiam diri tidak mau berkomunikasi (WHO, 2013).

Indra Gunawan (Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan

Anak atau PPPA), memaparkan jumlah penduduk Indonesia adalah 237,9

juta 2018 dengan pertumbuhan 1,14 persen mengacu pada data Badan

Pusat Statistik 2015 terdapat sekitar 140.000 anak autis. Oleh karena itu

penyandang autisme di Indonesia diprediksi 2,4 juta orang dengan

pertambahan 500 orang pertahun. Berdasarkan data Dinas Pendidikan


Sumatra Barat (2018), jumalah anak berkebutuhan khusus autisme

mencapai 789 anak.

Seperti keterangan yang sebelumnya telah dijelaskan di atas

bahwa anak autis mengalami kesulitan dalam interaksi sosial, serta

memiliki masalah dalam berkomunikasi dengan orang lain baik secara

verbal maupun non verbal, karena dalam melakukan interaksi sosial

sangat diperlukannya komunikasi.

Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau

beberapa orang, kelompok, organisasi dan masyarakat menciptakan dan

menggunakan informasi agar bisa terhubung dengan lingkungan dan

orang lain, komunikasi yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan

sosial (Deddy Mulyana, 2012).

Pada umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal

yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa

verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat

dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap

tertentu misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu

cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahas nonverbal

(Wikipedia,2016).

Menurut Joko Yuwono (2016) komunikasi autis adalah bentuk

bahasa yang dapat berupa isyarat/gestur, tulisan, gambar, simbol, atau

wicara dalam proses komunikasi, komunikan dan komunikator menjalin

hubungan yang saling memahami bahasa yang digunakan sebagai alat

penyampai pesan. Anak autis memiliki kesulitan dan menggunakan


bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain, kesulitan bahasanya

menyangkut aspek yaitu aspek receptive language (bahasa reseptif) dan

expresive languange (bahasa ekpesif).

Menurut Al Bayan (2019) komunikasi pada anak lebih banyak

menggunakan komunikasi nonverbal dibandingkan verbal, karena anak

menunjukkan komunikasinya dengan cara berteriak, menangis.

Interaksi sosial penting untuk diajarkan pada anak semajak dini.

Interaksi sosial pada dasarnya bersifat dinamis, timbal baliak antar

individu, antar kelompok (Rahayu, 2017). Interaksi sosial terjadi apabila

satu individu melakukan tindakan sehingga menimbulkan reaksi bagi

indivindu lainnya. Interaksi sosial secara tidak langsung menyadarkan

anak bahwa manusia hidup tidak akan pernah lepas dari lingkungan

sosial disekitarnya dengan beragam kegiatan dan personalan yang ada.

Sementara itu dalam melakukan interaksi sosial harus ada komunikasi

antar individu.

Menurut Yulia (2017), interaksi sosial positif pada anak autis

tidak pernah menyapa hanya melihat, menjawab panggilan dengan

menengok dan terkadang belum bisa fokus memperhatikan sember suara.

Anak autis bisa merespon komunikasi cukup baik dan mengikuti

percakapan sederhana.

Interaksi sosial negatif pada anak autis, tidak pernah berteriak

kecuali saat takut, dan tidak pernah memanggil nama. Adapun hambatan

adalah sejak tahun pertama anak autis mungkin telah menunjukkan

adanya gangguan interaksi sosial yang timbal balik, seperti menolak


untuk disayang atau dipeluk, tidak menyabut ajakan kurang dapat meniru

pembicaraan atau gerakan badan, gagal menunjukkan suatu objek kepada

orang lain, serta adanya gerekan pandangan mata yang abnormal

(Yulia,2017)

Berdasarkan survey awal yang dilakukan penelitian di Pusat

Pelayanan Autis Padang didapatkan data anak autisme yang mengalami

hubungan intreaksi sosial dan komunikasi berjumlah 24 anak tetapi

belum optimal.

Berdasarkan uraian di atas penelitian tertarik untuk melakukan

penelitian lanjut tentang hubungan interaksi sosial dan komunikasi

terhadap anak autis di Pusat Layanan Autisme Padang.

NB : untuk latar belakang tambahkan lagi jurnal penelitian yg lain. Perdalam

sedikit lagi masalah penelitiannya di lintas “jurnal yang ada sekarang mengenai

anak autis khusus interaksi sosial dan komunikasi”

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan interaksi sosial dengan komunikasi pada

anak autis di Pusat Layanan Autis Padang.

C. Tujuan Penelitain

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan interaksi sosial dan komunikasi

pada anak autis di Pusat Layanan Autis Padang.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya rata-rata hubungan interaksi sosial dan komunikasi

pada anak autis di Pusat Layanan Autis Padang sebelum

melakukan wawancara.

b. Diketahui rata-rat hubungan interkasi sosial dan komunikasi pada

anak autis di Pusat Layanan Autis Padang sesudah melakukan

wawancara.

NB :

1. Untuk tujuan ini lihat lagi variabel penelitian yg akan dilakukan penelitian

sesuai dnegan analisis univariat dan bivariat yag akan dilakukan. Karena

penelitian ini merupakan asosiasi (hubungan) artinya kita menghubungkan

2 variabel (Independen dan dependen). Ibu harapkan iyha benar2

melakukan revisi dg sungguh2 sehingga kemajuan untuk bab berikutnya

bisa kita kejarkan dengan baik. Jangan berlama2 hanya di BAB 1 saja..

2. Persiapkan BAB II dan BAB III

3. Ingat pentimbangan waktu untuk ujian proposalnya

3. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan peneliti dalam bidang penelitian

tentang hubungan interkasi sosial dan komunikasi pada anak autis di

Pusat Layanan Autis Padang 2020.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi bidang keperawatan dalam

melakukan intervensi keperawatan kepada penderita autisme dan menjadi


masukan untuk penyusunan proposal tentang gangguan interaksi sosial

dan komunikasi pada autis berikutnya.

3. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi Pusat

Layanan Autis dalam menghadapi hubungan ineraksi sosial dan

komunikasi pada anak autis.

Anda mungkin juga menyukai