naungan al Quran adalah nikmat. Nikmat yang tidak diketahui kecuali oleh yang telah
merasakanya. Ia merasa dekat dan mendengar serta berbicara dengan Allah melalui al Quran.
Hidup di bawah naungan al Quran, Sayyid Qutub merasakan keselarasan yang indah antara
gerak manusia sebagaimana kehendak Allah dengan gerak-geri alam ciptaan-Nya. Ia melihat
kebinasaan yang akan menimpa kemanusiaan akibat pemyimpangannya dari undang-undang
alam ini. Ia menyaksikan benturan yang keras antara ajaran-ajaran rosak[ CITATION Muh14 \l
17417 ].
Keadaan Mesir tatkala itu sedang porak poranda ketika Sayyid Qutb telah kembali
dari menempuh ilmu di negeri Barat. ketika itu, Mesir sedang mengalami krisis politik yang
mengakibatkan terjadinya kudeta militer pada bulan julai 1952. Pada saat itulah, Sayyid Qutb
memulakan mengembangkan pemikirannya yang lebih mengedepankan terhadap kritik sosial
dan politik.
Oleh itu, kita melihat usaha-usaha yang dilakukan Sayyid Qutb dalam tafsirnya lebih
cenderung mengangkat terma sosial kemasyarakatan.Dalam tafsir fi Zilalil Qur’an ini lebih
cenderung membahas tentang logik konsep negara islam sebagai mana yang diperkatakan
oleh pengikut Ikhwan al-Muslimin lainnya seperti halnya Hasan Al Banna, Abu A’la al
Maududi.
Secara ringkasnya, sebenarnya Sayyid Qutb memulakan menulis tafsirnya atas
permintaan rakannya yang bernama Dr. Said Ramadhan yang merupakan redaksi majalah al-
Muslimun yang diterbitkan di Kairo dan Damaskus. Dia meminta Sayyid Qutb untuk
mengisi artikel khusus mengenai penafsiran al-Quran yang akan diterbitkan sekali dalam
sebulan.
Sayyid Qutb menyambut baik permintaan rakannya tersebut dan mengisi
artikeltersebut yang kemudian diberi nama Fi Zhilal Al-Qur`an. Adapun mengenai tulisan
yang pertama yang dimuat adalah penafsiran surah al-Fâtihah lantas dilanjutkan dengan surah
al-Baqarah.
Namun, hanya beberapa edisi saja tulisan itu berlangsung yang kemudian Sayyid
Qutb berinisiatif menghentikan penulisan itu kerana hendak menyusun satu kitab tafsir
sendiri yang diberi nama Fî Zhilâl Al-Qur`an.
Karya beliau tersebut diterbitkan oleh penerbit al-Bâbi al-Halabi. Akan tetapi
penulisan tafsir tersebut tidak serta merta dalam bentuk 30 juz. Setiap juz kitab tersebut terbit
dalam dua bulan sekali dan ada yang kurang dalam dua bulan dan sisa-sisa juz itu beliau
selesaikan ketika berada dalam tahanan[ CITATION Muh14 \l 17417 ].