Disusun oleh:
FAKULTAS TEKNIK
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejayaan Islam dan umatnya adalah harapan yang harus ada dalam benak semua
orang yang benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala dan hari kemudian. Karena di
antara perkara yang bisa membatalkan keislaman seseorang adalah merasa senang
dengan kejatuhan dan kemunduran agama Islam dan justru tidak mengharapkan
kejayaan dan ketinggian Islam tersebut. Sebagaimana termasuk konsekuensi keimanan
seorang muslim adalah ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudaranya sesama
muslim, dengan turut merasa prihatin dan berduka atas semua penderitaan yang mereka
alami, kemudian berusaha membantu meringankan beban mereka, minimal dengan
berdo’a, serta berusaha mencari jalan keluar terbaik untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang-orang
yang beriman dalam kecintaan dan kasih sayang di antara mereka adalah seperti satu
badan, jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh (anggota) tubuh
lainnya ikut merasakan (sakit tersebut) karena susah tidur dan demam“[1]. Dalam hadits
shahih lainnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah sempurna
keimanan seseorang sampai dia menyukai (kebaikan) untuk saudaranya (sesama
muslim) sebagaimana dia menyukai (kebaikan tersebut) untuk dirinya sendiri“[2].
Bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa keadaan umat Islam saat ini begitu
lemah. Apa yang kita dengar dan saksikan pada jaman sekarang ini yaitu kondisi yang
memprihatinkan dan penderitaan yang menimpa kaum muslimin di berbagai penjuru
dunia, berupa penindasan, penganiayaan, penghinaan dan lain-lain. Semua ini seolah-
olah mengesankan bahwa agama Islam ini bukanlah agama yang tinggi dan mulia, dan
tidak adanya pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kaum muslimin,
sehingga mereka tidak memiliki daya dan kekuatan untuk menghadapi musuh-musuh
mereka. Di hadapan musuh-musuh mereka, umat ini terus mengalami kekalahan, dan
ketertinggalan. Negeri-negeri kaum muslimin dirampas begitu saja oleh musuh-musuh
1
HR. Muslim (4/1999) dari Nu’man bin Basyir
2
HR Al Bukhari 1/14 dan Muslim (1/67) dari Anas bin Malik
mereka. Dalam internal umat islam sendiri mereka saling berselisih dan berpecah
belah.
Berkaca pada sejarah indah Islam di masa lampau tentu akan menyisakan sesak
dan kesedihan bila membandingkannya dengan realita umat Islam pada hari ini, jam
ini dan detik ini. Dimana umat Islam sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam permisalkan banyak layaknya buih di lautan dan menjadi mangsa santapan
umat-umat yang lain. Inilah yang disebutkan dalam hadits dengan “penyakit wahn”.
Kemudian musuh-musuh Islam memanfaatkan penyakit ini dan mereka bersatu-padu
serta berlomba-lomba memerangi kaum muslimin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«بَل: « َومِ ن قِلَّة نَح ُن يَو َمئِذ؟ قَا َل: »فَقَا َل قَائِل. عى األ َ َكلَةُ ِإلَى قَص َعتِ َها َ علَيكُم َك َما تَدَاَ عى َ يُو ِشكُ األ ُ َم ُم أَن تَدَا
ّللا فِى ََّن َ ُ َ ُ
ُ َّ عد ُِوك ُم ال َم َهابَة مِ نكم َوليَق ِذفَ ُور
ِ صد ُ ّللا مِ ن َّن
ُ َّ ع َ َوليَن ِز. أَنتُم يَو َمئِذ َكثِير َولَ ِكنكم غثاء َكغثاءِ السَّي ِل
َ َ ُ َ ُ ُ َّ
تِ ّللا َو َما ال َوهَ ُن قَا َل «حُب الدنيَا َوك ََرا ِهيَةُ ال َمو ِ َّ »فَقَا َل قَائِل يَا َرسُو َل. َ» قُلُوبِكُ ُم ال َوهَن.
B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab umat islam berjaya pada masa itu?
2. Kenapa Al-Qur’an dapat menjadi inspirasi peradaban?
3. Bagaimana upaya untuk mengembalikan kejayaan umat Islam?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sebab-sebab umat Islam dapat berjaya pada masanya.
2. Untuk mengetahui Al-Qur’an menjadi sebab inspirasi peradaban.
3. Untuk mengetahui upaya untuk mengembalikan kejayaan umat Islam.
3
HR. Imam Abu Dawud no, 4297 dari Tsauban dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani
BAB II
PEMBAHASAN
Tidak sebatas kerusakan di sisi ideologi, bangsa Arab pun telah ditimpa degradasi
moral yang parah. Perjudian, perzinahan, dan penindasan secara merata merasuki umat
kala itu. Kehidupan sosial kemasyarakatan dalam kaitannya dengan hubungan lain
jenis sangatlah hina dan rendah, khususnya di kalangan masyarakat menengah ke
bawah. Sampai-sampai pada salah satu cara pernikahan mereka, seorang wanita
menancapkan bendera di depan rumahnya sebagai tanda mempersilahkan bagi lelaki
siapa saja yang ingin ‘mendatanginya’. Jika sampai melahirkan, maka semua yang
pernah melakukan hubungan dengannya dikumpulkan dan diundang seorang ahli nasab
untuk menentukan siapa bapaknya, kemudian sang lelaki harus menerimanya.
Lalu diutuslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliau bagaikan
hujan deras di tengah kering kerontangnya tanah Arab saat itu. Perlahan tapi pasti,
beliau mengajarkan nilai-nilai tauhid dan meluruskan kembali akhlak yang telah rusak,
bahkan menyempurnakannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Sepuluh tahun lamanya
beliau menanamkan tauhid di hati para sahabat pada periode Makkah. Bukan waktu
yang sebentar, namun begitulah teladan yang telah beliau tinggalkan. Mengindikasikan
urgensi tauhid sebagai cikal bakal kesuksesan umat. Banyak hadits-hadits yang
menggambarkan kegigihan beliau agar akar-akar tauhid ini menghujam kuat di hati
para pengikutnya.
Tauhid adalah fokus pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam membangun
umat. Saat beliau mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman dalam misi dakwah pada tahun
10H, hal pertama yang beliau ingin pastikan adalah agar Muadz bisa membuat
masyarakat binaannya patuh mengikuti tauhid “laailaha illallah”. Baru kemudian ia
bisa melanjutkan dakwah menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Mengapa Tauhid?
Jawabannya tak lain karena tauhid adalah pondasi. Semegah apapun bangunan tanpa
pondasi yang kuat, maka kemegahan itu bersifat semu, karena suatu saat pastilah akan
roboh. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun yakin akan janji Allah dalam surat An-
Nur ayat 55, bahwa kejayaan umat ini akan bisa terlealisasi apabila mereka
mentauhidkan Allah semata. Jika kita beriman dan beramal shalih dengan tidak
mempersekutukan Allah dengan sesuatupun (tidak berbuat syirik), Allah akan
menjadikan kita berkuasa di muka bumi. Allah ta’ala berfirman,
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan)
mereka setelah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka
senantiasa menyembah-Ku (samata-mata) dan tidak mempersekutukan-Ku dengan
sesuatu apapun, dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang yang fasik” (QS An-Nuur:55).
Sejarah Islam juga telah mencatat berbagai kemenangan gemilang yang dicapai
oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika berperang menghadapi musuh-musuh mereka, karena Rasulullah dan
para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang yang paling kuat dalam
menegakkan agama Allah Ta’ala, sebagaimana keterangan Imam Ibnu Katsir di atas.
Pada diri merekalah terwujud dengan sesungguhnya makna firman Allah Ta’ala,
Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqiiti berkata, “Dalam ayat yang mulia ini
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa Dia bersumpah akan sungguh-sungguh menolong
orang yang menolong-Nya, dan sudah diketahui bahwa (makna) “menolong Allah”
tidak lain adalah dengan mengikuti syariat-Nya, dengan melaksanakan segala perintah-
Nya dan menjauhi semua larangan-Nya…”[4].
Islam perlahan tapi pasti terus berkembang sepeninggal khalifah yang empat. Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyah yang memimpin setelah mereka, menaklukkan lebih
banyak lagi bagian dari bumi Allah ini. Maka tersebarlah wilayah Islam sejauh mata
memandang, manifestasi dari sabda Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
Allah telah melipat bumi bagiku hingga kulihat timur dan baratnya, dan kekuasaan
umatku akan meliputi apa yang dilipat untukku.” (HR Bukhari)
Dan inilah sebab utama yang menjadikan gentar dan takutnya musuh-musuh Islam
menghadapi Rasulullah dan para sahabatnya, sebagaimana yang Allah Ta’ala nyatakan
dalam firman-Nya,
{س َمث َوى َ ب ِب َما أَش َركُوا ِباّللَّ ِ َما لَم يُن َِزل ِب ِه سُل
ُ َّطانا َو َمأ َواهُ ُم الن
َ ار َو ِبئ َ ب الَّذِينَ َكف َُروا الرع
ِ سنُلقِي فِي قُلُو َ
َّ
َ}الظالِمِ ين
Imam Ibnu Katsir berkata, “(Dalam ayat ini) Allah memberikan kabar gembira bagi
orang-orang yang beriman bahwa Dia akan memasukkan ke dalam hati orang-orang
kafir rasa takut/gentar dan rendah di hadapan orang-orang yang beriman, disebabkan
4
Adhwaa-ul bayaan (5/272).
perbuatan kafir dan syirik mereka, ditambah dengan azab dan sikasaan (pedih) yang
Allah sediakan bagi mereka di akhirat (nanti)”[5].
Kemudian Ibnu Katsir membawakan sebuah hadits shahih dari Jabir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah
memberikan kepadaku lima perkara yang tidak diberikan-Nya kepada seorang nabipun
sebelumku: aku ditolong (oleh Allah dalam menghadapi musuh-musuhku) dengan rasa
gentar (yang Allah masukkan ke dalam hati mereka) sebelum berhadapan denganku
(sejauh jarak) sebulan perjalanan…”[6].
Sehubungan dengan pembahasan ini, ada dua peristiwa perang besar yang terjadi
di jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dapat kita petik hikmah dan
pelajaran berharga darinya, tentang bagaimana Allah Ta’ala menguji kaum mu’minin
dengan menangguhkan sementara pertolongan-Nya kepada mereka disebabkan
perbuatan maksiat sebagian dari mereka.
Yang pertama, perang Hunain[7] yang terjadi pada tahun kedelapan hijriyah.
Ketika itu sebagian dari kaum mu’minin merasa bangga dengan jumlah mereka yang
banyak sehingga mereka lalai bahwa pertolongan itu semata-mata dari Allah dan bukan
hanya karena jumlah yang banyak[8]. Allah Ta’ala mengisahkan peristiwa ini dalam
firman-Nya,
{علَيكُ ُم
َ ضاقَت َ عنكُم شَيئا َو َ ِيرة َويَو َم ُحنَين إِذ أَع َجبَتكُم كَث َرتُكُم فَلَم تُغ ِن ُ َّ ص َر ُك ُم
َ ّللا فِي َم َواطِ نَ َكث َ ََلقَد ن
َ َ َ
على ال ُمؤمِ نِينَ َوأنزَ َل ُجنُودا لم ت ََروهَا َ على َرسُو ِل ِه َوَ َ ُسكِينَتَه َ ُ ُ َّ ُ
ُ َّ ث َّم أنزَ َل، َض بِ َما َر ُحبَت ث َّم َوليتم ُمدبِ ِرين
َ ّللا ُ األَر
َب الَّذِينَ َكف َُروا َوذَلِكَ َجزَ ا ُء الكَاف ِِرين َ َّعذ
َ } َو
Yang kedua, perang Uhud yang terjadi pada tahun ketiga hijriyah. Ketika itu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada pasukan pemanah
yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair radhiyallahu ‘anhu, untuk tidak meninggalkan
tempat mereka apapun yang terjadi pada pasukan kaum muslimin. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian meninggalkan tempat kalian meskipun
5
Tafsir Ibnu Katsir (1/545).
6
HR Al Bukhari (no. 328) dan Muslim (no. 521).
7
Kisah perang Hunain dalam HR. Muslim (no. 1775).
8
Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (2/452).
kalian melihat kami telah mengalahkan musuh, atau meskipun kalian melihat musuh
telah mengalahkan kami maka janganlah kalian menolong kami”. Dalam riwayat lain,
“…meskipun kalian melihat kami disambar burung”. Kemudian setelah mereka
melihat pasukan musuh berlari mundur, sebagian dari pasukan pemanah berlari
meninggalkan tempat mereka menuju pasukan muslimin untuk bersama
mengumpulkan harta rampasan perang, padahal pemimpin mereka Abdullah bin Jubair
telah mengingatkan mereka akan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akibatnya pasukan musuh berbalik menyerang pasukan muslimin sehingga terbunuh
tujuh puluh orang dari pasukan muslimin, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sendiri terluka wajahnya yang mulia pada perang tersebut[ 9]. Meskipun
kemudian Allah Ta’ala menurunkan pertolongan-Nya kepada mereka sehingga
pasukan musuh mundur.
Dalam perang Hunain sebagian mereka merasa bangga dengan jumlah mereka
yang banyak, sehingga mereka lalai sesaat dari Allah Ta’ala, yang akibatnya mereka
mulanya dikalahkan pasukan musuh, meskipun kemudian Allah Ta’ala menurunkan
pertolongan-Nya kepada mereka[11]. Demikian pula dalam perang Uhud, sebab
kekalahan mereka di awalnya adalah karena sebagian mereka menyelisihi perintah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[12].
Maka kalau keadaan ini bisa menimpa para sahabat Rasulullah shallalahu ‘alaihi
wa sallam yang sangat kuat dalam berpegang teguh dengan agama Islam, disebabkan
sekali kesalahan sebagian mereka ketika lalai dari bersandar kepada Allah, yang ini
menyangkut masalah tauhid, dan ketika menyelisihi perintah Rasulullah shallalahu
‘alaihi wa sallam, maka bagaimana lagi dengan orang-orang yang banyak melanggar
syariat Allah Ta’ala, serta tidak memperhatikan upaya pemurnian tauhid (mengesakan
Allah Ta’ala dalam beribadah) dan al ittiba’ (semata-mata mengikuti petunjuk dan
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)? Mungkinkah pertolongan dan
kemenangan akan Allah Ta’ala berikan kepada mereka?
Dan semua itu diakibatkan tidaklah lain oleh kemaksiatan hambanya sebagaimana
firman Allah pada QS. As-Syura ayat 30 dan QS. Ar-Rum ayat 41. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman
َ ُ ُ َ َ َ ُ َ
َو َما أ َص َابكم ِمن ُم ِص َيبة ف ِب َما ك َس َبت أي ِديكم َو َيعفو َعن ك ِث ري
9
Lihat kisah selengkapnya dalam HR. Al Bukhari (no. 3817).
10
Lihat kitab “As Sabiilu ilai ‘izzi wat tamkiin” (hal. 33), tulisan syaikh Abdul Malik Ramadhani.
11
Ibid (hal. 15).
12
Ibid (hal. 33-34).
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
َ ُ ُ َ َ َ ُ َ
َو َما أ َص َابكم ِمن ُم ِص َيبة ف ِب َما ك َس َبت أي ِديكم َو َيعفو َعن ك ِث ري
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
اس قَرنِي ث ُ َّم الَّذِينَ يَلُونَ ُهم ث ُ َّم الَّذِينَ يَلُونَ ُهم
ِ َّخَي ُر الن
Membaca dan mentadaburi Al-Qur`an bisa menguatkan iman. Jundub bin Abdillah
berkata, “Dahulu ketika kami bersama Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam dan ketika itu
kami masih muda, kami belajar iman sebelum belajar Al-Qur`an, kemudian kami
belajar Al-Qur`an maka iman kami pun semakin bertambah.” [14]
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah umat yang menjadi teladan dalam
mempelajari Al-Qur`an. Apabila mereka mempelajari Al-Qur`an, tidaklah sebatas
hanya mempelajari ilmunya saja, namun mereka juga mengamalkannya. Subhanallah
begitu lekat interaksi para salaf dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an itu bagi mereka adalah
sesuatu yang paling berharga yang harus dijaga, dibaca dengan tartil dan direnungi
13
HR. al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533
14
(HR. Ibnu Majah, hal 7 (Shahih); lihat hayat As- Shahabah 3/ 176)
maknanya, serta dijadikan pedoman hidup. Majelis-majelis ilmu yang mengkaji
Kitabullah penuh dengan orang-orang yang ikhlas meniti jalan ilmu.
Dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar berkata, “Umar mempelajari Al-Baqarah
selama 12 tahun, manakala dia mengkhatamkannya, maka dia menyembelih onta.” [16]
Jati diri seorang mukmin diukur dengan Al-Qur’an. Kalamullah adalah surat dari
Rabbul ‘alamin. Dialah pintu keselamatan, ayat-ayatnya penuh keajaiban,
menggetarkan hati dan membuat seorang mukmin bahagia hidupnya. Syaikhul Islam
berkata. ”Dan kebutuhan umat ini sangat mendesak untuk memahami Al-Qur`an.” [17]
Dalam sebuah hadits yang shahih, dari ‘Utsman bin ‘Affân Radhiyallahu anhu
bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ُعلَّ َمه
َ خَي ُركُم َمن تَعَلَّ َم القُرآنَ َو
Cukuplah firman Allâh Azza wa Jalla berikut ini untuk menunjukkan betapa tinggi
kemuliaan dan keutamaan orang-orang yang dianugerahi pemahaman al-Qur’an yang
benar:
َّللا َوبِ َرح َمتِ ِه فَبِ َٰذَلِكَ فَليَف َرحُوا ه َُو خَير مِ َّما يَج َمعُون
ِ َّ قُل بِفَض ِل
Katakanlah, “Dengan karunia Allâh dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
(orang-orang yang beriman) bergembira (berbangga), karunia Allâh dan rahmat-Nya
itu lebih baik dari apa (kesenangan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia)
[Yûnus/10:58]
Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla memerintahkan orang-orang yang beriman agar
mereka merasa bangga (gembira dan bahagia) dengan anugerah yang Allâh Azza wa
Jalla limpahkan kepada mereka. Anugerah yang berupa pemahaman terhadap al-
Qur’an dan kesempurnaan iman. Dan Allâh Azza wa Jalla menyatakan bahwa anugerah
dari-Nya itu lebih indah dan lebih mulia dari semua kesenangan dunia yang
diperebutkan oleh kebanyakan manusia. ”Karunia Allâh” dalam ayat ini ditafsirkan
oleh para Ulama ahli tafsir dengan “keimanan”, sedangkan “Rahmat Allâh” ditafsirkan
dengan “al-Qur’an”. Keduanya (yaitu keimanan dan al-Qur-an) adalah ilmu yang
bermanfaat dan amalan shaleh, sekaligus keduanya merupakan petunjuk dan agama
15
(Al-Muwaththa’, I/ 205 dan Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat dari Abu Malih, dari Maimun).
16
(Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, I/ 40; Tahdzib Siyar A’lam An–Nubala’, I/ 35 dan Ibnu Sa’ad dalam
Ath-Thabaqot 4 / 121)
17
(Muqodimah Fi Ushul At-Tafsir, hal 2 ).
18
HR. Al-Bukhâri, no. 4739
yang benar (yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Bahkan
keduanya merupakan ilmu yang paling tinggi dan amal yang paling utama.[19]
Hadits yang agung ini menunjukkan tingginya keutamaan orang yang mempelajari
al-Qur’an, mempelajari cara membacanya dengan tajwid yang benar, memahami
kandungannya dan berusaha menghafalnya dengan baik, kemudian mengajarkannya
kepada orang lain, agar petunjuk dan kebaikan yang terkandung di dalamnya tersebar
dan di amalkan manusia. Bahkan sebagian dari Ulama mengatakan bahwa barangsiapa
mengikhlaskan niatnya dan selalu menyibukkan diri dengan mempelajari al-Qur’an
dan mengajarkannya, maka termasuk ke dalam golongan para Nabi Alaihissallam
(pengikut para Nabi Alaihissallam yang setia).”[20]
Dan masih banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang menjelaskan hal ini, cukuplah ayat dan hadits di atas sebagai contoh yang
menggambarkan betapa agung kedudukan orang yang memahami al-Qur’an.
Agungnya kedudukan orang yang memahami al-Qur’an, juga semakin terlihat jelas
dengan merenungkan besarnya fungsi diturunkannya al-Qur’an itu sendiri, yaitu
sebagai sumber petunjuk dalam kebaikan dan obat penyakit hati manusia.
19
Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah, 1/51
20
Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (3/499).
21
Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah, 1/165
22
Kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah, 1/74
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat atau pelajaran dari
Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati
manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman [Yûnus/10:57]
Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla mengabarkan tentang anugerah besar yang
diturunkan kepada para hamba-Nya, yaitu al-Qur’an yang mulia. Karena di dalam al-
Qur’an terdapat nasehat untuk menjauhi perbuatan maksiat, penyembuh bagi penyakit
hati, yaitu kelemahan iman, keragu-raguan dan kerancuan dalam memahami agama,
serta penyakit syahwat yang merusak hati. Juga terdapat petunjuk, yaitu bimbingan
bagi orang yang merenungkan, memahami, dan mengikuti al-Qur’an ke jalan yang bisa
mengantarkannya ke surga, serta sebab-sebab untuk mendapatkan rahmat Allâh Azza
wa Jalla yang terkandung di dalamnya.[23]
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “(Dalam ayat ini) Allâh Azza
wa Jalla mengabarkan tentang kemuliaan dan keagungan al-Qur’an, bahwa kitab ini
memberikan petunjuk menuju (jalan) yang paling lurus dan paling mulia dalam
keyakinan, amal dan akhlak. Sehingga barangsiapa mengikuti petunjuk yang diserukan
dalam al-Qur’an, maka dia akan menjadi orang yang paling sempurna, paling lurus dan
paling terbimbing dalam segala urusannya.”[24]
23
Lihat kitab Tafsir Ibni Katsîr, 2/553 dan Fathul Qadîr, 2/656
24
Kitab Taisîrul Karîmir Rahmân, hlm. 454
Namun, semua itu bergantung pada pemahaman dan penghayatan terhadap
kandungan makna al-Qur’an. Barangsiapa dinugerahkan oleh Allâh Azza wa Jalla hal
itu, maka dia akan dapat memandang (dan dapat membedakan) kebenaran dan
kebatilan secara jelas dengan hatinya, sebagaimana dia bisa memandang (dan bisa
membedakan dengan jelas) siang dan malam hari.”[25]
Barcode 2.2 Typography and hand lettering Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah. MA:
Keutamaan Membaca dan manfaat membaca Al-Qur’an
Pada era sekarang ini manusia benar-benar disibukkan dengan gadget. Apapun
keadaanya manusia benar-benar tidak lepas dari gadget dan digunakan untuk hal-hal
yang tidak bermanfaat dan buang-buang waktu. Di jalan lihat gadget, sedang antre lihat
gadget, sedang berbicara pun curi-curi pandang lihat gadget. Memang gadget ibarat
pedang bermata dua, jika digunakan dengan bijak, gadget sangat bermanfaat, akan
tetapi kebanyakan kita lalai dan kurang bijak menggunakan gadget.
Salah satu kelalaian kita adalah gadget memalingkan kita dari Al-Quran. Sungguh
sangat tersentuh membaca perkataan Khalid bin Walid yang begitu sedih karena tidak
bisa fokus belajar Al-Quran karena sibuk dengan jihad, sedangkan kita sekarang
meninggalkan Al-Quran karena gadget.
“Sungguh jihad di jalan Allah telah menyibukkan (mencegah) kami dari membaca
Al-Quran.”[27]. Dan itu keadaan Khalid bin Walid dalam keadaan berjihad membela
agama Allah sedangkan umat muslim saat ini? Apakah mereka berpaling dari Al-
Qur’an karena berjihad? Sungguh benar akan datang zaman di mana manusia benar-
benar meninggalkan Al-Quran. Padahal Al Qur’an bisa bermanfaat dan menjadi
pembela kita, sebaliknya bisa menjadi musuh bagi kita. Kapan ia menjadi pembela?
Kapan sebaliknya menjadi musuh? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
25
Kitab Ighâtsatul Lahfân, 1/44
26
HR. Ibnu Abi Syaibah 6/151
27
Musnad Abu Ya’la 6/361
َ َوالقُراَ ُن ُحجَّة لَكَ أَو
َعلَيك
“Al Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau musuh bagimu.” [28]
“Sungguh dengan sebab Kitab (Al Qur’an) ini, Allah akan mengangkat
sekelompok kaum, dan dengannya pula Dia akan merendahkan sekelompok kaum yg
lain”.[29]
Barcode 2.3 Hafidz buta atau tuna netra hafal Al-Qur’an dan tidak memiliki keinginan
matanya disembuhkan penyakitnya oleh Allah
Barcode 2.4 Anak berkebutuhan khusus tes hafalan dengan Syaikh Dr. Abdurrazzaq
Al Badr
28
HR. Muslim no. 223
29
HR. Muslim: 817
“Harusnya orang-orang yang menyelisihi perintah RasulNya, takut akan
mendapatkan cobaan atau azab yg pedih” (QS. An-nur: 63).
Padahal kalau kita amati dengan seksama peristiwa sejarah yang kami nukilkan di
atas, jelas sekali menunjukkan bahwa kemajuan teknologi, kekuasaan besar dan jumlah
pasukan yang besar sama sekali tidak bermanfaat tanpa adanya landasan iman dan
ketaatan yang kuat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bukankah negeri Qibrus yang ditaklukkan oleh kaum muslimin adalah negeri yang
unggul dalam teknologi dan persenjataan saat itu, serta memiliki pasukan yang perkasa
dan kekuasaan yang besar, sebagaimana ucapan Abu Darda’ di atas? Bukankah jumlah
pasukan muslimin dalam perang Hunain sangat banyak akan tetapi tidak bermanfaat
karena sebagian mereka lalai dari bersandar kepada Allah Ta’ala?
Perhatikanlah dengan seksama hadits sebelumnya. Bagaimana besarnya jumlah
kaum muslimin secara kuantitas tidak bermanfaat sedikitpun dalam menghadapi
musuh-musuh mereka, bahkan sekedar membuat takut musuh-musuh mereka juga
tidak bisa. Hal ini disebabkan kualitas keimanan mereka sangat lemah, sehingga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan mereka dengan buih yang
mudah terbawa aliran air, karena tidak mempunyai pijakan yang kuat di atas tanah.
Seandainya kaum muslimin benar-benar beriman dan mentauhidkan Allah Ta’ala,
maka mestinya mereka tidak akan seperti buih, karena iman dan tauhid akan
menjadikan pemiliknya kokoh dan kuat dalam hidupnya, disebabkan dia selalu
bersandar kepada Allah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Oleh karena itulah, Allah Ta’ala menyerupakan kalimat tauhid (laa ilaaha illallah)
dengan pohon indah yang akarnya menancap kokoh ke dalam tanah, dalam firman-
Nya,
Makna “kalimat yang baik” di sini adalah kalimat tauhid laa ilaaha illallah (tidak
ada sembahan yang benar kecuali Allah)[30].
Maka dengan ini, jelaslah bahwa satu-satunya cara untuk mengembalikan kejayaan
dan kemuliaan umat Islam adalah dengan mengajak mereka kembali kepada agama
mereka, dengan mengoreksi kembali pemahaman dan pengamalan mereka terhadap
dua kalimat syahadat (Laa ilaaha illallah) dan (Muhammadur Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam).
Adapun cara-cara lain yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, maka tidak
akan mendatangkan kebaikan sedikitpun, bahkan justru semakin memperparah dan
merusak kondisi umat Islam. Karena cara-cara itu adalah menyimpang dari petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan merupakan perbuatan bid’ah dalam
agama, yang berarti itu adalah perbuatan maksiat kepada Allah Ta’ala, dan maksiat
merupakan sebab terjadinya kerusakan dan bencana di muka bumi ini. Allah Ta’ala
berfirman:
{ َض الَّذِي عَمِ لُوا لَ َعلَّ ُهم يَر ِجعُون ِ َّسبَت أَيدِي الن
َ اس ِليُذِيقَ ُهم بَع َ سادُ فِي البَ ِر َوالبَح ِر ِب َما َك َ }
َ َظ َه َر الف
30
Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (2/698).
31
Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 297).
Inilah yang dipahami oleh para ulama salaf, sehingga Imam Abu Bakar Ibnu
‘Ayyasy Al Kuufi[32] ketika ditanya tentang makna firman Allah Ta’ala,
Barcode 2.5 Motion graphic: Buku Petunjuk Jiwa – Ustadz Johan Saputra Halim,
M.H.I
Wallahu A’lam
32
Beliau adalah imam dari kalangan atba’ut tabi’in senior, seorang ahli ibadah dan terpercaya
dalam meriwayatkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (wafat 194 H), lihat kitab
“Taqriibut tahdziib” (hal. 576).
33
“Tafsir Ibni abi Hatim Ar Raazi” (6/74) dan “Ad Durrul mantsuur” (3/477).
BAB III
KESIMPULAN
Dari semua paparan diatas dapat disimpulkan bahwa umat Islam dapat meraih
kejayaan dan menjadi inspirasi bagi peradaaban dunia ketika umat Islam kembali
kepada mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah. Semua umat Islam kembali mentauhidkan
Allah dan meninggalkan perbuatan kesyirikan dan kembali mengikuti ajaran sesuai
yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta meninggalkan
perbuatan perkara baru dalam beragama.
علَيكُم ذُ ًال
َ ع َّز
َ ّللا َج َّل َو َ َّسل
ُ َّ ط َ َوت ََركت ُ ُم ال ِج َها َد،ع َّ ضيتُم ِب
ِ الزر َ َوأَخَذتُم أَذن،ِِإذَا تَ َبا َيعتُم ِبالعِينَة
ِ َو َر،َاب ال َبق َِر
عنكُم َحتَّى تَر ِجعُوا ِإلَى دِينِكُم َ َُال يَن ِزعُه
Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, dan kalian mengambil ekor-ekor sapi
dan kalian rela dengan bercocok tanam dan kalian tinggalkan jihad, Allâh Azza wa
Jalla akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Kehinaan itu tidak akan diangkat dari
kalian sampai kalian kembali ke agama kalian. (HR. Abu Dawud, dishahihkan Al-
Albani dalam Ash-Shahihah).
Barangsiapa menempuh satu jalan untuk menempuh ilmu, maka Allâh Azza wa
Jalla akan mempermudah untuknya jalan menuju surga [HR. Muslim]. Akhirnya,
semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang menyadari
kesalahannya yang menyebabkan keterpurukan ini dan semoga Allâh Azza wa Jalla
memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk bergegas mengambil solusi yang
diberitahukan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel
1. www.muslim.or.id
2. www.muslimah.or.id
3. www.almanhaj.or.id
4. www.rumaysho.com