Anda di halaman 1dari 19

AL-QUR’AN SEBAGAI INSPIRASI PERADABAN

Diajukan Kepada Dosen Pengampu Sebagai Tugas Paper Pada Mata


Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh:

Panji Anggoro Setyo 1503617036

Nura Nida Dwi Kurnia Putri 1503617063

Nala Saka Ocean Setiani 1503617065

PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejayaan Islam dan umatnya adalah harapan yang harus ada dalam benak semua
orang yang benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala dan hari kemudian. Karena di
antara perkara yang bisa membatalkan keislaman seseorang adalah merasa senang
dengan kejatuhan dan kemunduran agama Islam dan justru tidak mengharapkan
kejayaan dan ketinggian Islam tersebut. Sebagaimana termasuk konsekuensi keimanan
seorang muslim adalah ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudaranya sesama
muslim, dengan turut merasa prihatin dan berduka atas semua penderitaan yang mereka
alami, kemudian berusaha membantu meringankan beban mereka, minimal dengan
berdo’a, serta berusaha mencari jalan keluar terbaik untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang-orang
yang beriman dalam kecintaan dan kasih sayang di antara mereka adalah seperti satu
badan, jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh (anggota) tubuh
lainnya ikut merasakan (sakit tersebut) karena susah tidur dan demam“[1]. Dalam hadits
shahih lainnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah sempurna
keimanan seseorang sampai dia menyukai (kebaikan) untuk saudaranya (sesama
muslim) sebagaimana dia menyukai (kebaikan tersebut) untuk dirinya sendiri“[2].

Tinta sejarah telah mengisahkan bagaimana Islam meruntuhkan keangkuhan


kekuasaan Romawi dan Persia. Islam dengan gagahnya membuat dua kekuatan itu
bertekuk lutut. Tinta sejarah pun dengan rapi mencatat betapa majunya peradaban
islam di segala bidang, baik itu keagamaan, ekonomi, sosial, militer, ilmu pengetahuan,
dan arsitektur. Tahukah bahwa dahulu negeri Islam adalah kiblat ilmu pengetahuan
dunia? Putra-putri terbaik dari seluruh penjuru dunia dahulu diutus oleh orang tua
mereka untuk menimba ilmu di negeri-negeri kaum muslimin. Lembaran-lembaran
bisu sejarah-lah saksinya, saksi betapa Islam dihormati dan disegani kala itu.

Bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa keadaan umat Islam saat ini begitu
lemah. Apa yang kita dengar dan saksikan pada jaman sekarang ini yaitu kondisi yang
memprihatinkan dan penderitaan yang menimpa kaum muslimin di berbagai penjuru
dunia, berupa penindasan, penganiayaan, penghinaan dan lain-lain. Semua ini seolah-
olah mengesankan bahwa agama Islam ini bukanlah agama yang tinggi dan mulia, dan
tidak adanya pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kaum muslimin,
sehingga mereka tidak memiliki daya dan kekuatan untuk menghadapi musuh-musuh
mereka. Di hadapan musuh-musuh mereka, umat ini terus mengalami kekalahan, dan
ketertinggalan. Negeri-negeri kaum muslimin dirampas begitu saja oleh musuh-musuh

1
HR. Muslim (4/1999) dari Nu’man bin Basyir
2
HR Al Bukhari 1/14 dan Muslim (1/67) dari Anas bin Malik
mereka. Dalam internal umat islam sendiri mereka saling berselisih dan berpecah
belah.
Berkaca pada sejarah indah Islam di masa lampau tentu akan menyisakan sesak
dan kesedihan bila membandingkannya dengan realita umat Islam pada hari ini, jam
ini dan detik ini. Dimana umat Islam sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam permisalkan banyak layaknya buih di lautan dan menjadi mangsa santapan
umat-umat yang lain. Inilah yang disebutkan dalam hadits dengan “penyakit wahn”.
Kemudian musuh-musuh Islam memanfaatkan penyakit ini dan mereka bersatu-padu
serta berlomba-lomba memerangi kaum muslimin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

«‫بَل‬: «‫ َومِ ن قِلَّة نَح ُن يَو َمئِذ؟ قَا َل‬: ‫»فَقَا َل قَائِل‬. ‫عى األ َ َكلَةُ ِإلَى قَص َعتِ َها‬ َ ‫علَيكُم َك َما تَدَا‬َ ‫عى‬ َ ‫يُو ِشكُ األ ُ َم ُم أَن تَدَا‬
‫ّللا فِى‬ َّ‫َن‬ َ ُ َ ُ
ُ َّ ‫عد ُِوك ُم ال َم َهابَة مِ نكم َوليَق ِذف‬َ ‫ُور‬
ِ ‫صد‬ ُ ‫ّللا مِ ن‬ َّ‫ن‬
ُ َّ ‫ع‬ َ ‫ َوليَن ِز‬. ‫أَنتُم يَو َمئِذ َكثِير َولَ ِكنكم غثاء َكغثاءِ السَّي ِل‬
َ َ ُ َ ُ ُ َّ
‫ت‬ِ ‫ّللا َو َما ال َوهَ ُن قَا َل «حُب الدنيَا َوك ََرا ِهيَةُ ال َمو‬ ِ َّ ‫»فَقَا َل قَائِل يَا َرسُو َل‬. َ‫» قُلُوبِكُ ُم ال َوهَن‬.

“Akan datang suatu masa di mana musuh-musuh (bersatu-padu dan) berlomba-


lomba untuk memerangi kalian. Sebagaimana berebutnya orang-orang yang sedang
menyantap makanan di atas nampan”. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena
saat itu jumlah kami sedikit?”. Beliau menjawab, “Justru saat itu kalian banyak, namun
kalian bagaikan buih di lautan. Allah akan membuang rasa takut mereka kepada kalian,
dan akan memasukkan wahn di dalam hati kalian. “Apakah wahn itu wahai Rasul?”
tanya salah satu sahabat. Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut kematian” [3]

B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab umat islam berjaya pada masa itu?
2. Kenapa Al-Qur’an dapat menjadi inspirasi peradaban?
3. Bagaimana upaya untuk mengembalikan kejayaan umat Islam?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sebab-sebab umat Islam dapat berjaya pada masanya.
2. Untuk mengetahui Al-Qur’an menjadi sebab inspirasi peradaban.
3. Untuk mengetahui upaya untuk mengembalikan kejayaan umat Islam.

3
HR. Imam Abu Dawud no, 4297 dari Tsauban dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menyelami Sebab Kejayaan Umat Islam Dahulu


Ustadz Maududi hafidzahullah pernah memberi sebuah analogi yang menarik.
Beliau mengatakan bahwa cara mudah bagi orang yang berada di kota A untuk sampai
ke kota B adalah dengan bertanya kepada mereka yang sudah pernah pergi ke kota B.
Kemudian beliau melanjutkan, “Maka barangsiapa yang ingin pergi ke Surga, tirulah
orang-orang yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jamin Surga buat
mereka.” Analogi ini bisa kita lontarkan kepada siapa saja yang bertanya, bagaimana
mengembalikan kejayaan islam di masa lalu? Maka jawabannya adalah mari sama-
sama kita tiru bagaimana cara umat terdahulu tersebut meraih kejayaan itu.

Kehidupan bangsa Arab sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam berada dalam kekacauan yang luar biasa. Mereka kembali menganut
kepercayaan paganisme, kecuali segelintir dari mereka yang masih setia mengikuti
Nabi Ibrahim alaihi sallam. Perbuatan kesyirikan telah merajalela menyirnakan cahaya
tauhid. Peribadatan kepada berhala menjadi pemandangan yang sangat mencolok.

Tidak sebatas kerusakan di sisi ideologi, bangsa Arab pun telah ditimpa degradasi
moral yang parah. Perjudian, perzinahan, dan penindasan secara merata merasuki umat
kala itu. Kehidupan sosial kemasyarakatan dalam kaitannya dengan hubungan lain
jenis sangatlah hina dan rendah, khususnya di kalangan masyarakat menengah ke
bawah. Sampai-sampai pada salah satu cara pernikahan mereka, seorang wanita
menancapkan bendera di depan rumahnya sebagai tanda mempersilahkan bagi lelaki
siapa saja yang ingin ‘mendatanginya’. Jika sampai melahirkan, maka semua yang
pernah melakukan hubungan dengannya dikumpulkan dan diundang seorang ahli nasab
untuk menentukan siapa bapaknya, kemudian sang lelaki harus menerimanya.

Lalu diutuslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliau bagaikan
hujan deras di tengah kering kerontangnya tanah Arab saat itu. Perlahan tapi pasti,
beliau mengajarkan nilai-nilai tauhid dan meluruskan kembali akhlak yang telah rusak,
bahkan menyempurnakannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Sepuluh tahun lamanya
beliau menanamkan tauhid di hati para sahabat pada periode Makkah. Bukan waktu
yang sebentar, namun begitulah teladan yang telah beliau tinggalkan. Mengindikasikan
urgensi tauhid sebagai cikal bakal kesuksesan umat. Banyak hadits-hadits yang
menggambarkan kegigihan beliau agar akar-akar tauhid ini menghujam kuat di hati
para pengikutnya.

Tauhid adalah fokus pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam membangun
umat. Saat beliau mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman dalam misi dakwah pada tahun
10H, hal pertama yang beliau ingin pastikan adalah agar Muadz bisa membuat
masyarakat binaannya patuh mengikuti tauhid “laailaha illallah”. Baru kemudian ia
bisa melanjutkan dakwah menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Mengapa Tauhid?
Jawabannya tak lain karena tauhid adalah pondasi. Semegah apapun bangunan tanpa
pondasi yang kuat, maka kemegahan itu bersifat semu, karena suatu saat pastilah akan
roboh. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun yakin akan janji Allah dalam surat An-
Nur ayat 55, bahwa kejayaan umat ini akan bisa terlealisasi apabila mereka
mentauhidkan Allah semata. Jika kita beriman dan beramal shalih dengan tidak
mempersekutukan Allah dengan sesuatupun (tidak berbuat syirik), Allah akan
menjadikan kita berkuasa di muka bumi. Allah ta’ala berfirman,

{‫ف ا َّلذِينَ مِ ن قَب ِل ِهم‬


َ ‫ض َك َما استَخ َل‬ ِ ‫ّللا ا َّلذِينَ آ َمنُوا مِ ن ُكم َوعَمِ ُلوا الصَّا ِل َحا‬
ِ ‫ت َل َيستَخ ِل َف َّن ُهم فِي األَر‬ ُ َّ ‫ع َد‬َ ‫َو‬
‫ضى لَ ُهم َولَيُبَ ِدلَنَّ ُهم مِ ن بَع ِد خَوفِ ِهم أَمنا يَعبُدُونَنِي ال يُش ِركُونَ بِي شَيئا َو َمن َكف ََر بَع َد‬ َ َ‫َولَيُ َم ِكنَنَّ لَ ُهم دِينَ ُه ُم الَّذِي ارت‬
َ‫}ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُ ُم الفَا ِسقُون‬

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan)
mereka setelah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka
senantiasa menyembah-Ku (samata-mata) dan tidak mempersekutukan-Ku dengan
sesuatu apapun, dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang yang fasik” (QS An-Nuur:55).

Sejarah Islam juga telah mencatat berbagai kemenangan gemilang yang dicapai
oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika berperang menghadapi musuh-musuh mereka, karena Rasulullah dan
para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang yang paling kuat dalam
menegakkan agama Allah Ta’ala, sebagaimana keterangan Imam Ibnu Katsir di atas.
Pada diri merekalah terwujud dengan sesungguhnya makna firman Allah Ta’ala,

َ ‫ص ُرهُ إِنَّ للا لَقَ ِوي‬


{‫ع ِزيز‬ ُ ‫} َولَيَن‬
ُ ‫ص َرنَّ للا َمن يَن‬

“Seseungguhnya Allah pasti akan menolong orang yang menolong-Nya,


sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa” (QS Al Hajj:40).

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqiiti berkata, “Dalam ayat yang mulia ini
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa Dia bersumpah akan sungguh-sungguh menolong
orang yang menolong-Nya, dan sudah diketahui bahwa (makna) “menolong Allah”
tidak lain adalah dengan mengikuti syariat-Nya, dengan melaksanakan segala perintah-
Nya dan menjauhi semua larangan-Nya…”[4].

Dimulai dari semenjak diutusnya Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam


untuk menyampaikan risalah, semburat cahaya Islam menyebar menerangi jazirah
Arab. Tatkala beliau wafat, tanah Mekah, Khaibar, Bahrain, Yaman, dan bagian jazirah
Arab lainnya telah Allah taklukkan untuk kaum Muslimin. Kemudian diangkatlah Abu
Bakar sebagai khalifah pertama, melanjutkan estafet dakwah dan memimpin umat.
Melaluinya Allah perluas wilayah kekuasaan kaum Muslimin. Abu Bakar mengutus
pasukan ke Persia, dengan Khalid bin Walid sebagai panglimanya sehingga mereka
menaklukkan sebagian wilayah Persia. Abu Bakar juga mengutus dua utusan lain
dengan komando Abu Ubaidah ke dataran Syam dan Amr bin Ash ke negeri Mesir.
Setelah Abu Bakar wafat, naiklah Umar bin Khattab sebagai khalifah. Melaluinya
Allah taklukkan untuk kaum muslimin seluruh wilayah Syam, Mesir, dan sebagian
besar wilayah Persia, serta memukul mundur kaisar Romawi dari tanah Syam ke
Konstantinopel. Pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, wilayah kaum Muslimin
semakin membentang dari timur ke barat. Cahaya Islam tersebar sampai ke Andalusia
dan Cina.

Islam perlahan tapi pasti terus berkembang sepeninggal khalifah yang empat. Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyah yang memimpin setelah mereka, menaklukkan lebih
banyak lagi bagian dari bumi Allah ini. Maka tersebarlah wilayah Islam sejauh mata
memandang, manifestasi dari sabda Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
Allah telah melipat bumi bagiku hingga kulihat timur dan baratnya, dan kekuasaan
umatku akan meliputi apa yang dilipat untukku.” (HR Bukhari)
Dan inilah sebab utama yang menjadikan gentar dan takutnya musuh-musuh Islam
menghadapi Rasulullah dan para sahabatnya, sebagaimana yang Allah Ta’ala nyatakan
dalam firman-Nya,

{‫س َمث َوى‬ َ ‫ب ِب َما أَش َركُوا ِباّللَّ ِ َما لَم يُن َِزل ِب ِه سُل‬
ُ َّ‫طانا َو َمأ َواهُ ُم الن‬
َ ‫ار َو ِبئ‬ َ ‫ب الَّذِينَ َكف َُروا الرع‬
ِ ‫سنُلقِي فِي قُلُو‬ َ
َّ
َ‫}الظالِمِ ين‬

“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut/gentar


(menghadapi orang-orang beriman), disebabkan mereka mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat
kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang
yang zalim” (QS Ali ‘Imraan:151)

Imam Ibnu Katsir berkata, “(Dalam ayat ini) Allah memberikan kabar gembira bagi
orang-orang yang beriman bahwa Dia akan memasukkan ke dalam hati orang-orang
kafir rasa takut/gentar dan rendah di hadapan orang-orang yang beriman, disebabkan

4
Adhwaa-ul bayaan (5/272).
perbuatan kafir dan syirik mereka, ditambah dengan azab dan sikasaan (pedih) yang
Allah sediakan bagi mereka di akhirat (nanti)”[5].

Kemudian Ibnu Katsir membawakan sebuah hadits shahih dari Jabir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah
memberikan kepadaku lima perkara yang tidak diberikan-Nya kepada seorang nabipun
sebelumku: aku ditolong (oleh Allah dalam menghadapi musuh-musuhku) dengan rasa
gentar (yang Allah masukkan ke dalam hati mereka) sebelum berhadapan denganku
(sejauh jarak) sebulan perjalanan…”[6].

Sehubungan dengan pembahasan ini, ada dua peristiwa perang besar yang terjadi
di jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dapat kita petik hikmah dan
pelajaran berharga darinya, tentang bagaimana Allah Ta’ala menguji kaum mu’minin
dengan menangguhkan sementara pertolongan-Nya kepada mereka disebabkan
perbuatan maksiat sebagian dari mereka.

Yang pertama, perang Hunain[7] yang terjadi pada tahun kedelapan hijriyah.
Ketika itu sebagian dari kaum mu’minin merasa bangga dengan jumlah mereka yang
banyak sehingga mereka lalai bahwa pertolongan itu semata-mata dari Allah dan bukan
hanya karena jumlah yang banyak[8]. Allah Ta’ala mengisahkan peristiwa ini dalam
firman-Nya,

{‫علَيكُ ُم‬
َ ‫ضاقَت‬ َ ‫عنكُم شَيئا َو‬ َ ‫ِيرة َويَو َم ُحنَين إِذ أَع َجبَتكُم كَث َرتُكُم فَلَم تُغ ِن‬ ُ َّ ‫ص َر ُك ُم‬
َ ‫ّللا فِي َم َواطِ نَ َكث‬ َ َ‫َلقَد ن‬
َ َ َ
‫على ال ُمؤمِ نِينَ َوأنزَ َل ُجنُودا لم ت ََروهَا‬ َ ‫على َرسُو ِل ِه َو‬َ َ ُ‫سكِينَتَه‬ َ ُ ُ َّ ُ
ُ َّ ‫ ث َّم أنزَ َل‬، َ‫ض بِ َما َر ُحبَت ث َّم َوليتم ُمدبِ ِرين‬
َ ‫ّللا‬ ُ ‫األَر‬
َ‫ب الَّذِينَ َكف َُروا َوذَلِكَ َجزَ ا ُء الكَاف ِِرين‬ َ َّ‫عذ‬
َ ‫} َو‬

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (wahai kaum mu’minin) di medan


peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu merasa
bangga dengan banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi
manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian
kamu lari kebelakang dan bercerai-berai. Kemudian Allah memberi ketenangan kepada
Rasul-Nya dan kepada oang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara
yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang
kafir, dan demikian pembalasan kepada mereka” (QS At Taubah:25-26).

Yang kedua, perang Uhud yang terjadi pada tahun ketiga hijriyah. Ketika itu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada pasukan pemanah
yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair radhiyallahu ‘anhu, untuk tidak meninggalkan
tempat mereka apapun yang terjadi pada pasukan kaum muslimin. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian meninggalkan tempat kalian meskipun

5
Tafsir Ibnu Katsir (1/545).
6
HR Al Bukhari (no. 328) dan Muslim (no. 521).
7
Kisah perang Hunain dalam HR. Muslim (no. 1775).
8
Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (2/452).
kalian melihat kami telah mengalahkan musuh, atau meskipun kalian melihat musuh
telah mengalahkan kami maka janganlah kalian menolong kami”. Dalam riwayat lain,
“…meskipun kalian melihat kami disambar burung”. Kemudian setelah mereka
melihat pasukan musuh berlari mundur, sebagian dari pasukan pemanah berlari
meninggalkan tempat mereka menuju pasukan muslimin untuk bersama
mengumpulkan harta rampasan perang, padahal pemimpin mereka Abdullah bin Jubair
telah mengingatkan mereka akan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akibatnya pasukan musuh berbalik menyerang pasukan muslimin sehingga terbunuh
tujuh puluh orang dari pasukan muslimin, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sendiri terluka wajahnya yang mulia pada perang tersebut[ 9]. Meskipun
kemudian Allah Ta’ala menurunkan pertolongan-Nya kepada mereka sehingga
pasukan musuh mundur.

Perhatikan dan renungkanlah kedua peristiwa di atas, bagaimana Allah Ta’ala


menunda turunnya pertolongan-Nya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum hanya karena perbuatan maksiat sebagian dari
mereka, padahal mereka secara keseluruhan adalah orang-orang yang paling kuat
dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya[10].

Dalam perang Hunain sebagian mereka merasa bangga dengan jumlah mereka
yang banyak, sehingga mereka lalai sesaat dari Allah Ta’ala, yang akibatnya mereka
mulanya dikalahkan pasukan musuh, meskipun kemudian Allah Ta’ala menurunkan
pertolongan-Nya kepada mereka[11]. Demikian pula dalam perang Uhud, sebab
kekalahan mereka di awalnya adalah karena sebagian mereka menyelisihi perintah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[12].

Maka kalau keadaan ini bisa menimpa para sahabat Rasulullah shallalahu ‘alaihi
wa sallam yang sangat kuat dalam berpegang teguh dengan agama Islam, disebabkan
sekali kesalahan sebagian mereka ketika lalai dari bersandar kepada Allah, yang ini
menyangkut masalah tauhid, dan ketika menyelisihi perintah Rasulullah shallalahu
‘alaihi wa sallam, maka bagaimana lagi dengan orang-orang yang banyak melanggar
syariat Allah Ta’ala, serta tidak memperhatikan upaya pemurnian tauhid (mengesakan
Allah Ta’ala dalam beribadah) dan al ittiba’ (semata-mata mengikuti petunjuk dan
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)? Mungkinkah pertolongan dan
kemenangan akan Allah Ta’ala berikan kepada mereka?

Dan semua itu diakibatkan tidaklah lain oleh kemaksiatan hambanya sebagaimana
firman Allah pada QS. As-Syura ayat 30 dan QS. Ar-Rum ayat 41. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman
َ ُ ُ َ َ َ ُ َ
‫َو َما أ َص َابكم ِمن ُم ِص َيبة ف ِب َما ك َس َبت أي ِديكم َو َيعفو َعن ك ِث ري‬

9
Lihat kisah selengkapnya dalam HR. Al Bukhari (no. 3817).
10
Lihat kitab “As Sabiilu ilai ‘izzi wat tamkiin” (hal. 33), tulisan syaikh Abdul Malik Ramadhani.
11
Ibid (hal. 15).
12
Ibid (hal. 33-34).
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).

َ ُ ُ َ َ َ ُ َ
‫َو َما أ َص َابكم ِمن ُم ِص َيبة ف ِب َما ك َس َبت أي ِديكم َو َيعفو َعن ك ِث ري‬

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).

B. Al-Qur’an Sebagai Inspirasi Peradaban


Al-Qur’an adalah Kitabullah yang mengandung petunjuk kebenaran, keselamatan,
dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kalamullah ini sangat sempurna, orisinal
dan terjaga hingga hari Kiamat. Al-Qur`an bukan sekedar sesuatu yang tertulis dalam
lembaran-lembaran, atau terpampang pada mushaf-mushaf, namun ia telah
dipraktekkan secara nyata dan ideal di masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
dan dalam kehidupan salafus sholeh (orang-orang salih terdahulu).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫اس قَرنِي ث ُ َّم الَّذِينَ يَلُونَ ُهم ث ُ َّم الَّذِينَ يَلُونَ ُهم‬
ِ َّ‫خَي ُر الن‬

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya,


kemudian generasi berikutnya.” [13]

Perilaku keseharian generasi emas didikan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam


sungguh luar biasa. Hari-hari mereka selalu basah oleh lantunan ayat-ayat-Nya, hati
mereka begitu tersentuh, tunduk, hingga menangis karena keagungan firman-firman
Allah ‘Azza wa Jalla. Potret hidup mereka sarat dengan pengamalan wahyu-Nya yang
mendorong kuat berubahnya manusia dari mencintai dunia menjadi sosok yang
merindukan akhirat. Nuansa hati, jiwa, hingga perkataan atau perbuatan mereka adalah
refleksi dari pijar keimanan yang kokoh karena telah di tempa dalam madrasah nabawi
hingga membuat mereka menjadi pribadi mulia yang mencintai Rabb-nya.

Membaca dan mentadaburi Al-Qur`an bisa menguatkan iman. Jundub bin Abdillah
berkata, “Dahulu ketika kami bersama Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam dan ketika itu
kami masih muda, kami belajar iman sebelum belajar Al-Qur`an, kemudian kami
belajar Al-Qur`an maka iman kami pun semakin bertambah.” [14]

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah umat yang menjadi teladan dalam
mempelajari Al-Qur`an. Apabila mereka mempelajari Al-Qur`an, tidaklah sebatas
hanya mempelajari ilmunya saja, namun mereka juga mengamalkannya. Subhanallah
begitu lekat interaksi para salaf dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an itu bagi mereka adalah
sesuatu yang paling berharga yang harus dijaga, dibaca dengan tartil dan direnungi

13
HR. al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533
14
(HR. Ibnu Majah, hal 7 (Shahih); lihat hayat As- Shahabah 3/ 176)
maknanya, serta dijadikan pedoman hidup. Majelis-majelis ilmu yang mengkaji
Kitabullah penuh dengan orang-orang yang ikhlas meniti jalan ilmu.

Di dalam Al-Muwaththa’ Imam Malik, sebuah riwayat sampai kepadanya, ‘Bahwa


Abdullah bin Umar secara fokus mempelajari surat Al-Baqarah selama 8 tahun. [15]

Dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar berkata, “Umar mempelajari Al-Baqarah
selama 12 tahun, manakala dia mengkhatamkannya, maka dia menyembelih onta.” [16]

Jati diri seorang mukmin diukur dengan Al-Qur’an. Kalamullah adalah surat dari
Rabbul ‘alamin. Dialah pintu keselamatan, ayat-ayatnya penuh keajaiban,
menggetarkan hati dan membuat seorang mukmin bahagia hidupnya. Syaikhul Islam
berkata. ”Dan kebutuhan umat ini sangat mendesak untuk memahami Al-Qur`an.” [17]

Dalam sebuah hadits yang shahih, dari ‘Utsman bin ‘Affân Radhiyallahu anhu
bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ‫علَّ َمه‬
َ ‫خَي ُركُم َمن تَعَلَّ َم القُرآنَ َو‬

Sebaik-baik orang di antara kamu adalah yang mempelajari al-Qur’an dan


mengajarkannya (kepada orang lain)[18].

Cukuplah firman Allâh Azza wa Jalla berikut ini untuk menunjukkan betapa tinggi
kemuliaan dan keutamaan orang-orang yang dianugerahi pemahaman al-Qur’an yang
benar:

َ‫ّللا َوبِ َرح َمتِ ِه فَبِ َٰذَلِكَ فَليَف َرحُوا ه َُو خَير مِ َّما يَج َمعُون‬
ِ َّ ‫قُل بِفَض ِل‬

Katakanlah, “Dengan karunia Allâh dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
(orang-orang yang beriman) bergembira (berbangga), karunia Allâh dan rahmat-Nya
itu lebih baik dari apa (kesenangan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia)
[Yûnus/10:58]

Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla memerintahkan orang-orang yang beriman agar
mereka merasa bangga (gembira dan bahagia) dengan anugerah yang Allâh Azza wa
Jalla limpahkan kepada mereka. Anugerah yang berupa pemahaman terhadap al-
Qur’an dan kesempurnaan iman. Dan Allâh Azza wa Jalla menyatakan bahwa anugerah
dari-Nya itu lebih indah dan lebih mulia dari semua kesenangan dunia yang
diperebutkan oleh kebanyakan manusia. ”Karunia Allâh” dalam ayat ini ditafsirkan
oleh para Ulama ahli tafsir dengan “keimanan”, sedangkan “Rahmat Allâh” ditafsirkan
dengan “al-Qur’an”. Keduanya (yaitu keimanan dan al-Qur-an) adalah ilmu yang
bermanfaat dan amalan shaleh, sekaligus keduanya merupakan petunjuk dan agama

15
(Al-Muwaththa’, I/ 205 dan Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat dari Abu Malih, dari Maimun).
16
(Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, I/ 40; Tahdzib Siyar A’lam An–Nubala’, I/ 35 dan Ibnu Sa’ad dalam
Ath-Thabaqot 4 / 121)
17
(Muqodimah Fi Ushul At-Tafsir, hal 2 ).
18
HR. Al-Bukhâri, no. 4739
yang benar (yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Bahkan
keduanya merupakan ilmu yang paling tinggi dan amal yang paling utama.[19]

Hadits yang agung ini menunjukkan tingginya keutamaan orang yang mempelajari
al-Qur’an, mempelajari cara membacanya dengan tajwid yang benar, memahami
kandungannya dan berusaha menghafalnya dengan baik, kemudian mengajarkannya
kepada orang lain, agar petunjuk dan kebaikan yang terkandung di dalamnya tersebar
dan di amalkan manusia. Bahkan sebagian dari Ulama mengatakan bahwa barangsiapa
mengikhlaskan niatnya dan selalu menyibukkan diri dengan mempelajari al-Qur’an
dan mengajarkannya, maka termasuk ke dalam golongan para Nabi Alaihissallam
(pengikut para Nabi Alaihissallam yang setia).”[20]

Imam asy-Syâfi’i rahimahullah berkata, “Barangsiapa mempelajari al-Qur’an


maka akan tinggi kedudukannya.”[21]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Mempelajari dan mengajarkan al-


Qur’an (dalam hadits ini) mencakup mempelajari dan mengajarkan lafazhnya, juga
mempelajari dan mengajarkan kandungan maknanya.”[22]

Dan masih banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang menjelaskan hal ini, cukuplah ayat dan hadits di atas sebagai contoh yang
menggambarkan betapa agung kedudukan orang yang memahami al-Qur’an.

Barcode 2.1 Berita via CNN. Inspirasi ilmu melalui Al-Qur’an

Agungnya kedudukan orang yang memahami al-Qur’an, juga semakin terlihat jelas
dengan merenungkan besarnya fungsi diturunkannya al-Qur’an itu sendiri, yaitu
sebagai sumber petunjuk dalam kebaikan dan obat penyakit hati manusia.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ِ ‫ظة مِ ن َربِكُم َو ِشفَاء ِل َما فِي الصد‬


َ‫ُور َوهُدى َو َرح َمة لِل ُمؤمِ نِين‬ ُ َّ‫يَا أَي َها الن‬
َ ‫اس قَد َجا َءتكُم َمو ِع‬

19
Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah, 1/51
20
Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (3/499).
21
Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah, 1/165
22
Kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah, 1/74
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat atau pelajaran dari
Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati
manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman [Yûnus/10:57]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla mengabarkan tentang anugerah besar yang
diturunkan kepada para hamba-Nya, yaitu al-Qur’an yang mulia. Karena di dalam al-
Qur’an terdapat nasehat untuk menjauhi perbuatan maksiat, penyembuh bagi penyakit
hati, yaitu kelemahan iman, keragu-raguan dan kerancuan dalam memahami agama,
serta penyakit syahwat yang merusak hati. Juga terdapat petunjuk, yaitu bimbingan
bagi orang yang merenungkan, memahami, dan mengikuti al-Qur’an ke jalan yang bisa
mengantarkannya ke surga, serta sebab-sebab untuk mendapatkan rahmat Allâh Azza
wa Jalla yang terkandung di dalamnya.[23]

Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

‫ت أَنَّ لَ ُهم أَجرا َكبِيرا‬ َ ‫إِنَّ َٰهَذَا القُرآنَ يَهدِي ِللَّتِي ه‬


ِ ‫ِي أَق َو ُم َويُبَش ُِر ال ُمؤمِ نِينَ الَّذِينَ يَع َملُونَ الصَّا ِل َحا‬

Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling


lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan
amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar [Al-Isrâ’/17:9]

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “(Dalam ayat ini) Allâh Azza
wa Jalla mengabarkan tentang kemuliaan dan keagungan al-Qur’an, bahwa kitab ini
memberikan petunjuk menuju (jalan) yang paling lurus dan paling mulia dalam
keyakinan, amal dan akhlak. Sehingga barangsiapa mengikuti petunjuk yang diserukan
dalam al-Qur’an, maka dia akan menjadi orang yang paling sempurna, paling lurus dan
paling terbimbing dalam segala urusannya.”[24]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menegaskan tingginya kedudukan dan


sempurnanya petunjuk al-Qur’an dalam semua kebaikan dan keutamaan. Beliau
rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu kitabpun di kolong langit yang mengandung
bukti-bukti dan argumentasi tentang perkara-perkara mulia yang dituntut (dalam
Islam), yaitu tauhid, penetapan sifat-sifat Allâh, hari kebangkitan dan kenabian, juga
sanggahan terhadap kelompok-kelompok yang menyimpang dan pemikiran-pemikiran
yang rusak, tidak ada satupun yang seperti al-Qur’an. Sesungguhnya al-Qur’an
menjamin dan menanggung semua itu dalam bentuk yang paling baik dan sempurna,
paling masuk akal, serta paling jelas penjabarannya. Maka al-Qur’an merupakan obat
penyembuh yang sejati bagi penyakit-penyakit syubhat (kerancuan dalam memahami
Islam) dan keragu-raguan.

23
Lihat kitab Tafsir Ibni Katsîr, 2/553 dan Fathul Qadîr, 2/656
24
Kitab Taisîrul Karîmir Rahmân, hlm. 454
Namun, semua itu bergantung pada pemahaman dan penghayatan terhadap
kandungan makna al-Qur’an. Barangsiapa dinugerahkan oleh Allâh Azza wa Jalla hal
itu, maka dia akan dapat memandang (dan dapat membedakan) kebenaran dan
kebatilan secara jelas dengan hatinya, sebagaimana dia bisa memandang (dan bisa
membedakan dengan jelas) siang dan malam hari.”[25]

Barcode 2.2 Typography and hand lettering Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah. MA:
Keutamaan Membaca dan manfaat membaca Al-Qur’an

Pada era sekarang ini manusia benar-benar disibukkan dengan gadget. Apapun
keadaanya manusia benar-benar tidak lepas dari gadget dan digunakan untuk hal-hal
yang tidak bermanfaat dan buang-buang waktu. Di jalan lihat gadget, sedang antre lihat
gadget, sedang berbicara pun curi-curi pandang lihat gadget. Memang gadget ibarat
pedang bermata dua, jika digunakan dengan bijak, gadget sangat bermanfaat, akan
tetapi kebanyakan kita lalai dan kurang bijak menggunakan gadget.

Salah satu kelalaian kita adalah gadget memalingkan kita dari Al-Quran. Sungguh
sangat tersentuh membaca perkataan Khalid bin Walid yang begitu sedih karena tidak
bisa fokus belajar Al-Quran karena sibuk dengan jihad, sedangkan kita sekarang
meninggalkan Al-Quran karena gadget.

Perhatikan perkataan Khalid bin Walid berikut:

‫شغلنا الجهاد عن تعليم القرآن‬

“Sungguh jihad telah menyibukkan kami dari belajar Al-Quran.”[26]. Di riwayat


yang lain, jihad telah menyibukkan mereka dari membaca Al-Quran.

‫لقد منعني كثيرا من القراءة الجهاد في سبيل للا‬

“Sungguh jihad di jalan Allah telah menyibukkan (mencegah) kami dari membaca
Al-Quran.”[27]. Dan itu keadaan Khalid bin Walid dalam keadaan berjihad membela
agama Allah sedangkan umat muslim saat ini? Apakah mereka berpaling dari Al-
Qur’an karena berjihad? Sungguh benar akan datang zaman di mana manusia benar-
benar meninggalkan Al-Quran. Padahal Al Qur’an bisa bermanfaat dan menjadi
pembela kita, sebaliknya bisa menjadi musuh bagi kita. Kapan ia menjadi pembela?
Kapan sebaliknya menjadi musuh? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

25
Kitab Ighâtsatul Lahfân, 1/44
26
HR. Ibnu Abi Syaibah 6/151
27
Musnad Abu Ya’la 6/361
َ ‫َوالقُراَ ُن ُحجَّة لَكَ أَو‬
َ‫علَيك‬

“Al Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau musuh bagimu.” [28]

Di hadits yang lain beliau mengatakan

َ‫ض ُع به آخَرين‬ ِ ُ‫للا لَيرفَ ُع بهذا الق‬


َ ‫رآن أقواما وي‬ َ َّ‫إن‬

“Sungguh dengan sebab Kitab (Al Qur’an) ini, Allah akan mengangkat
sekelompok kaum, dan dengannya pula Dia akan merendahkan sekelompok kaum yg
lain”.[29]

Siapapun yang membela Al Qur’an, Allah akan mengangkat derajatnya.


Sebaliknya siapapun yang merendahkannya, Allah akan meruntuhkan martabatnya.
Karena Al Qur’an adalah kalamullah; firman Allah yang Dia jamin penjagaannya dan
kemurniannya. Maka merendahkannya berarti merendahkan Allah ta’ala. Sungguh Dia
tidak akan rela dengan siapapun yang merendahkannya. Ingatlah, disamping Allah
Maha Pengampun dan Maha Penyayang, Allah juga Maha Kuat Perkasa, serta Maha
Pedih Siksa dan Hukuman-Nya.

Barcode 2.3 Hafidz buta atau tuna netra hafal Al-Qur’an dan tidak memiliki keinginan
matanya disembuhkan penyakitnya oleh Allah

Barcode 2.4 Anak berkebutuhan khusus tes hafalan dengan Syaikh Dr. Abdurrazzaq
Al Badr

Kaum Muslimin, jadilah pasukan-pasukan pembela Al Qur’an, sehingga Allah


memuliakan kalian. Dan jangan sampai kalian merendahkan Al Qur’an atau membela
orang-orang yang merendahkannya, sehingga Allah meruntuhkan martabat kalian.
Lihatlah orang-orang yang hari ini mencari ketenaran dan kedudukan dengan jalan
merendahkan Al Qur’an atau membela orang yg merendahkan Al Qur’an, nantinya
Allah pasti akan menghinakannya. Allah azza wajalla telah berfirman:

‫عذَاب أَلِيم‬ ِ ‫صيبَ ُهم فِتنَة أَو ي‬


َ ‫ُصيبَ ُهم‬ ِ ُ ‫عن أَم ِر ِه أَن ت‬
َ َ‫فَليَحذَ ِر الَّذِينَ يُخَا ِلفُون‬

28
HR. Muslim no. 223
29
HR. Muslim: 817
“Harusnya orang-orang yang menyelisihi perintah RasulNya, takut akan
mendapatkan cobaan atau azab yg pedih” (QS. An-nur: 63).

C. Upaya Untuk Mengembalikan Kejayaan Umat


Solusi utamanya adalah mengembalikan umat kepada tauhid dan aqidah untuk
menunaikan hak Allah, kemudian mengembalikan umat Islam ke masjid-masjid Allah
untuk mempelajari agama dan memupuk iman mereka. Sejarah telah membuktikan
bahwa Islam berjaya dengan kekuatan Tauhid dan Aqidah. Belum pernah tercatat
dalam sejarah dunia, dalam waktu 30 tahun masa pemerintahan khulafa Rasiyin, Islam
hampir menguasai sepertiga dunia. Padahal saat itu sedang ada dua negara adidaya
yang berkuasa yaitu Rowami dan Persia, sedangkan Islam yang berasal dari tanah Arab
tidak diperhitungkan karena miskin, kering dan terbelakang. Ternyata dengan kekuatan
tauhid dan aqidah Islam –atas izin Allah- Islam mampu menunjukkan kejayaannya.

Kemudian untuk mengembalikan kejayaan dan kemuliaan mereka adalah yaitu


dengan kembali mengoreksi pemahaman dan pengamalan kita terhadap Al Qur’an dan
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kembali membaca Al-Qur’an,
mempelajari isi yang terkandung di dalam Al-Qur’an dengan mentadaburinya,
mengamalkan isi Al-Qur’an dan mengajarkan Al-Qur’an serta mengikuti sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sementara itu, kita dapati sebagian kaum muslimin saat ini banyak yang
melakukan cara-cara dengan mengatasnamakan upaya mengembalikan kejayaan umat,
ada yang menempuh jalur politik, ada yang berupaya menggulingkan pemerintah yang
berkuasa, ada yang mengutamakan kemajuan teknologi, ada yang menitikberatkan
pada upaya menghimpun massa sebanyak-banyaknya, dan cara-cara lain yang tidak
bersumber dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Padahal kalau kita amati dengan seksama peristiwa sejarah yang kami nukilkan di
atas, jelas sekali menunjukkan bahwa kemajuan teknologi, kekuasaan besar dan jumlah
pasukan yang besar sama sekali tidak bermanfaat tanpa adanya landasan iman dan
ketaatan yang kuat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bukankah negeri Qibrus yang ditaklukkan oleh kaum muslimin adalah negeri yang
unggul dalam teknologi dan persenjataan saat itu, serta memiliki pasukan yang perkasa
dan kekuasaan yang besar, sebagaimana ucapan Abu Darda’ di atas? Bukankah jumlah
pasukan muslimin dalam perang Hunain sangat banyak akan tetapi tidak bermanfaat
karena sebagian mereka lalai dari bersandar kepada Allah Ta’ala?
Perhatikanlah dengan seksama hadits sebelumnya. Bagaimana besarnya jumlah
kaum muslimin secara kuantitas tidak bermanfaat sedikitpun dalam menghadapi
musuh-musuh mereka, bahkan sekedar membuat takut musuh-musuh mereka juga
tidak bisa. Hal ini disebabkan kualitas keimanan mereka sangat lemah, sehingga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan mereka dengan buih yang
mudah terbawa aliran air, karena tidak mempunyai pijakan yang kuat di atas tanah.
Seandainya kaum muslimin benar-benar beriman dan mentauhidkan Allah Ta’ala,
maka mestinya mereka tidak akan seperti buih, karena iman dan tauhid akan
menjadikan pemiliknya kokoh dan kuat dalam hidupnya, disebabkan dia selalu
bersandar kepada Allah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Oleh karena itulah, Allah Ta’ala menyerupakan kalimat tauhid (laa ilaaha illallah)
dengan pohon indah yang akarnya menancap kokoh ke dalam tanah, dalam firman-
Nya,

َّ ‫طيِبَة أَصلُ َها ثَابِت َوفَرعُ َها فِي ال‬


{ ِ‫س َماء‬ َ ‫ش َج َرة‬ َ ‫ّللا َمثَل َك ِل َمة‬
َ ‫طيِبَة َك‬ ُ َّ ‫ب‬
َ ‫ض َر‬ َ ‫}أَلَم ت ََر كَي‬
َ ‫ف‬

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat


yang baik seperti pohon yang baik, akarnya (menancap) kokoh (ke dalam tanah) dan
cabangnya (menjulang) ke langit” (QS Ibrahim:24).

Makna “kalimat yang baik” di sini adalah kalimat tauhid laa ilaaha illallah (tidak
ada sembahan yang benar kecuali Allah)[30].

Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata ketika menafsirkan ayat di


atas,”Demikianlah (keadaan) pohon iman (tauhid), akarnya (menancap) kokoh di
dalam hati seorang mu’min dalam ilmu dan keyakinannya, sedangkan cabangnya yang
berupa ucapan yang baik, amal shaleh, akhlak dan tingkah laku yang terpuji selalu
(menjulang) ke langit…”[31].

Maka dengan ini, jelaslah bahwa satu-satunya cara untuk mengembalikan kejayaan
dan kemuliaan umat Islam adalah dengan mengajak mereka kembali kepada agama
mereka, dengan mengoreksi kembali pemahaman dan pengamalan mereka terhadap
dua kalimat syahadat (Laa ilaaha illallah) dan (Muhammadur Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam).

Adapun cara-cara lain yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, maka tidak
akan mendatangkan kebaikan sedikitpun, bahkan justru semakin memperparah dan
merusak kondisi umat Islam. Karena cara-cara itu adalah menyimpang dari petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan merupakan perbuatan bid’ah dalam
agama, yang berarti itu adalah perbuatan maksiat kepada Allah Ta’ala, dan maksiat
merupakan sebab terjadinya kerusakan dan bencana di muka bumi ini. Allah Ta’ala
berfirman:

{ َ‫ض الَّذِي عَمِ لُوا لَ َعلَّ ُهم يَر ِجعُون‬ ِ َّ‫سبَت أَيدِي الن‬
َ ‫اس ِليُذِيقَ ُهم بَع‬ َ ‫سادُ فِي البَ ِر َوالبَح ِر ِب َما َك‬ َ }
َ َ‫ظ َه َر الف‬

“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan


tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar
Ruum:41).

30
Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (2/698).
31
Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 297).
Inilah yang dipahami oleh para ulama salaf, sehingga Imam Abu Bakar Ibnu
‘Ayyasy Al Kuufi[32] ketika ditanya tentang makna firman Allah Ta’ala,

ِ ‫} َوال تُف ِسدُوا فِي األَر‬


{‫ض بَعدَ ِإصلحِ َها‬

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)


memperbaikinya…“. Beliau berkata: “Sesungguhnya Allah mengutus Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat manusia, (sewaktu) mereka
dalam keadaan rusak, maka Allah memperbaiki (keadaan) mereka dengan (petunjuk
yang dibawa) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga barangsiapa
yang mengajak (manusia) kepada selain petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia termasuk orang-orang yang membuat kerusakan
di muka bumi”[33]

Barcode 2.5 Motion graphic: Buku Petunjuk Jiwa – Ustadz Johan Saputra Halim,
M.H.I

Wallahu A’lam

32
Beliau adalah imam dari kalangan atba’ut tabi’in senior, seorang ahli ibadah dan terpercaya
dalam meriwayatkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (wafat 194 H), lihat kitab
“Taqriibut tahdziib” (hal. 576).
33
“Tafsir Ibni abi Hatim Ar Raazi” (6/74) dan “Ad Durrul mantsuur” (3/477).
BAB III

KESIMPULAN

Dari semua paparan diatas dapat disimpulkan bahwa umat Islam dapat meraih
kejayaan dan menjadi inspirasi bagi peradaaban dunia ketika umat Islam kembali
kepada mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah. Semua umat Islam kembali mentauhidkan
Allah dan meninggalkan perbuatan kesyirikan dan kembali mengikuti ajaran sesuai
yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta meninggalkan
perbuatan perkara baru dalam beragama.

Sebagaimana hadits di atas Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan


juga dengan gamblang penyebab runtuhnyanya kejayaan Islam pada jaman sekarang
yaitu cinta dunia dan takut terhadap kematian. Artinya, jika kita ingin lepas dari
keadaan yang menyakitkan ini, kita harus meninggalkan dua penyebab tersebut. Dalam
hadits yang lain, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫علَيكُم ذُ ًال‬
َ ‫ع َّز‬
َ ‫ّللا َج َّل َو‬ َ َّ‫سل‬
ُ َّ ‫ط‬ َ ‫ َوت ََركت ُ ُم ال ِج َها َد‬،‫ع‬ َّ ‫ضيتُم ِب‬
ِ ‫الزر‬ َ ‫ َوأَخَذتُم أَذن‬،ِ‫ِإذَا تَ َبا َيعتُم ِبالعِينَة‬
ِ ‫ َو َر‬،‫َاب ال َبق َِر‬
‫عنكُم َحتَّى تَر ِجعُوا ِإلَى دِينِكُم‬ َ ُ‫َال يَن ِزعُه‬

Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, dan kalian mengambil ekor-ekor sapi
dan kalian rela dengan bercocok tanam dan kalian tinggalkan jihad, Allâh Azza wa
Jalla akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Kehinaan itu tidak akan diangkat dari
kalian sampai kalian kembali ke agama kalian. (HR. Abu Dawud, dishahihkan Al-
Albani dalam Ash-Shahihah).

Kembalilah kepada agama yang pernah dipraktikkan oleh Rasûlullâh Shallallahu


‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum itulah solusinya. Jika agama
seseorang baik, maka yang lain ikut baik. Ini menuntut kita untuk tidak pernah berhenti
menuntut ilmu agama. Tanpa ilmu, tidak mungkin seseorang bisa kembali ke agamanya
yang benar. Belajar ilmu juga menjadi jalan agar seseorang dipermudah menuju surga,
sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ط ِريقا ِإلَى ال َج َّن ِة‬


َ ُ‫ّللا لَه‬
ُ َّ ‫س َّه َل‬ َ َ‫سلَك‬
ُ ِ‫ط ِريقا يَلتَم‬
َ ‫س فِي ِه عِلما‬ َ ‫َمن‬

Barangsiapa menempuh satu jalan untuk menempuh ilmu, maka Allâh Azza wa
Jalla akan mempermudah untuknya jalan menuju surga [HR. Muslim]. Akhirnya,
semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang menyadari
kesalahannya yang menyebabkan keterpurukan ini dan semoga Allâh Azza wa Jalla
memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk bergegas mengambil solusi yang
diberitahukan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Taslim, Lc., M. (2010). Mengembalikan Kejayaan Umat Islam.


Abdullah Taslim, Lc., M. (2015). Jadilah Ahli al-Qur’an.
Argi Abdul Muhsin As-Sundawy. (2019). Tauhid, Kunci Kejayaan Umat Islam.
Dr. Musyaffa Addariny, Lc., M. A. (2016). Sungguh Allah Akan Menghinakan Musuh Al
Qur’an.
dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, S. P. (2016). Meraih Kejayaan Islam Dengan Tauhid.
dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, S. P. (2019). Gadget Telah Memalingkan Kita dari Al-Quran.
Isruwanti Ummu Nashifa. (2017). Al–Qur’an Dalam Kehidupan Salafus Sholeh.
Muhammad Abduh Tuasikal, Ms. (2009). Sebab Lemahnya Kaum Muslimin.
Muhammad Abduh Tuasikal, Ms. (2013). Al Qur’an Menjadi Pembela ataukah Musuhmu.

Artikel

1. www.muslim.or.id
2. www.muslimah.or.id
3. www.almanhaj.or.id
4. www.rumaysho.com

Anda mungkin juga menyukai