Sebelum pada dalil-dalil akhlak tasawuf ada baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu tentang hubungan akhlak dengan tasawuf. Para ahli ilmu tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, kedua tasawuf akhlaki dan ketiga tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf ini tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Denan demikian, dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorangharus terlebih dahulu berakhlak mulia. Hubungan antara ilmu akhlak dan ilmu tasawuf lebih lanjut dapat kita ikuti uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadist mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan Al-Hadist menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong-menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu dan berpikiran lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki seorang muslim dan dimasukkan kedalam dirinya dari semasa ia kecil. Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti sholat, puasa, haji, zikir, dan lain sebagainya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yan dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut mengatakan bahwa ibadah dalam islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-Qur’an dikaitkan dengan taqwa, dan taqwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat baik da jauh dari yang tidak baik. Inilah yan dimaksud dengan ajaran Amar Ma’ruf Nahi Munkar, mengajak orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka. Hal itu, dalam istilah sufi disebut dengan al-takhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau al- ittishaf bi shifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat-sifat yang dimiliki Allah.
B. Dalil-Dalil Akhlak dan Tasawuf
Dasar Akhlak Tasawuf juga berasal dari dua sumber, yaitu Al-Qur’an dan Al- Hadist. Dinyatakan dalam hadist nabi sebagai berikut : هللا َو ُس َّن َة رَ س ُْولِ ِه ْ ْن َلنْ َتضِ لُّ ْوا مَا َتم ِ ََسَك ُت ْم ِب ِهمَا ِك َتاب ُ ْن مَالِكٍ َقا َل ال َّن ِبىُ صَ لَّى هللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم َترَ ْك ِ ت فِ ْي ُك ْم اَمْ رَ ي ٍ عَ نْ اَ َن ِ س اب Artinya : “Dari Anas bin Malik berkata : Bersabda Nabi SAW : telah kutinggalkan atas kamu sekalian dua perkara yang apabila kamu berpegang pada keduanya maka tidak akan tersesat yaitu kitab Allah dan sunnah Rasulnya”. 1. Sumber Tasawuf Tasawuf menurut para ahli : a. Shaykh ‘Abd al-Qadir al-Jilani : Tasawuf ialah pembersihan hati dari sesuatu yang lain dari Allah. Menurut beliau, tasawuf itu diambil dari pperkataan safa yaitu bermaksud orang yang Allah bersihkan batinnya. b. Shaykh Abu Bakr al-Kattani : Tasawuf itu ialah kejernihan hati dan penyaksian batin. Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk : Surat Ali Imran 3:31 (Mencintai Allah) ُّون ٱهَّلل َ َفٱ َّت ِبعُونِى يُحْ ِب ْب ُك ُم ٱهَّلل ُ َو َي ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذ ُنو َب ُك ْم ۗ َوٱهَّلل ُ َغفُو ٌر رَّ حِي ٌم َ قُ ْل إِن ُكن ُت ْم ُت ِحب Artinya :”Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan menutupi dosa-dosa kamu, Allah Maha Pengampun dan Maha Pemurah.” Jika kita memahami landasan pada ayat diatas, maka harapan orang bertasawuf adalah ‘mahabbah’ atau jatuh cinta kepada Allah. Surat Al-Baqarah : 115 (Hidup Bertauhid) Dan kkepunyaan Allah ddunniaa timur dan barat itu. Karena itu, kemana saja kamu menghadap, disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah maha luas dan Maha Mengetahui.” Hidup bertauhid seperti ayat diatas sangat ditekankan. Kemana saja manusia itu memalingkan wajahnya, niscaya ia tetap menghadap wajah Allah. Sekali lagi menghadap wajah Allah!. Surat Al-Baqarah : 269 (Mencari Hikmah Allah) “Allah memberikan hikmah kepada siappa yang dikehendaki. Dan barang siapa yang menerima hikmah, sungguh ia telah diberi kebajikan yang banyak. Tak ada yang dapat memahami pelajaran kecuali kelompok albab.” Kata” khairan katsiira” pada ayat diatas sebenarnya tidak cukup diterjemahkan dengan “kebajikan yang banyak”. Makna “khair” yang lain adalah sesuatu yang sangat baik, rahmat, keistimewaan, keuntungan, dan kesejahteraan. Sehingga proses untuk mencapai status “Hamba-Tuhan” adalah proses pencarian hikmah. Surat Qaaf : 16 (Dekat dengan Allah) “Dan sungguh kami telah menciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh jiwanya. Kami lebih dekat kepada-Nya dari pada urat lehernya.” Surat At-Tahrim : 8 (Bertaubah dan Mensucikan Diri) “ Wahai , orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni murninya, mudah-mudahan tuhan kamu akan menghapus kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga- surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai..” 2. Sumber Akhlak Secara bahasa Akhlak berasal dari kata akhlaqa artinya perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik, agama. Kata akhlak sama dengan kata khuluq. Dasarnya adalah : QS. Al-Qalam : 4 “Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur” QS Asy-Syu’ara : 137 “Agama kami ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu” Hadist Riwayat Tarmidzi menyebutkan, “ Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi pekertinya” Sedang pada hadist lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, disebutkan “Aku (Muhammad) di utus ke dunia untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti” 3. Akhlak menurut para tokoh : Ibnu Miskawaih “Keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu” Imam Ghazali “Suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat memunculkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran.” Ibarahim Anis Dalam kitab Al-Mu’jam Al-Wasith, beliau mengatakan bahwa akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang melahirkan bermacam- macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.” Abd Al-Hamid Yunus Dimana ia dalam kitab Dairat Al-Ma’rif mengatakan akhlak secara singkat sebagai : “Sifat-sifat manusia yang terdidik”. Sedang ilmu akhlak didefinisikan sebagai “Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga jiwa terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya.” Barmawi Umarie Dalam buku materi akhlak, beliau mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perbuatan dan perkataan manusia, lahir dan batin.