Anda di halaman 1dari 3

1. Bagaimana cara Islam dalam menghapi tantangan dalam moderenisasi?

Menghadapi tantangan liberalisme dan modernisasi ini, maka ada tiga sikap yang
menghinggapi umat Islam, yaitu: menerima tanpa ada kritisisme sedikitpun. Apa yang ada di
barat itulah yang dilakukannya. Apa yang datang dari barat adalah sebuah kebaikan. Barat
adalah identik dengan kemajuan dan kehebatan. Jadi agar menjadi modern maka harus
mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat. Kehidupan yang serba permisif juga
menjadi trennya. Lalu menolak apa saja yang datang dari barat. Semua yang dari barat harus
ditolak dan disingkirkan.
Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah menerima
dengan sikap kritis. Ada anggapan bahwa ada budaya barat yang positif dan ada budaya barat
yang negatif. Makanya, di dalam tindakan yang diambil adalah dengan mengambil budaya
barat yang positif dan membuang budaya barat yang negatif. Handphone adalah produk
budaya barat yang lebih banyak positifnya. Dengan HP maka jarak tidak lagi menghalangi
orang untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Bisa orang berbicara tentang hal-hal yang
santai sampai urusan bisnis internasional dihandle dengan teknologi HP tersebut.
Namun demikian, tidak selamanya HP itu positif. Kalau yang disimpan di dalam HP
adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi adalah kejelekan. Akan tetapi kalau yang
disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat AL Quran, dan AL Quran itu dibaca pastilah HP
memiliki sifat menguntungkan atau bermanfaat.
Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan mana
yang dianggap mudarat. Jadi tetap saja ada yang manfaat dan ada yang mudarat dari budaya
barat yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, maka umat Islam harus cerdas mengambil
sikap di tengah modernisasi yang tidak bisa dilawan. Masyarakat Islam harus menjadi
modern tetapi harus tetap berada di dalam koridor ajaran Islam yang selalu mengagungkan
terhadap penetapan norma-norma yang selalu berguna bagi umat manusia.

2. Bagaimana metode islam dalam menghadapi moderenisasi zaman?


Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dan disiplin ilmu lainnya. Semua
disiplin ilmu dipandang penting dan mulia di sisi Allah. Demikian juga, mulialah orang
yang mempelajari, menguasai, dan mengembangkannya. Orang yang menguasai disiplin ilmu
disebut ‘alim (jamak: ‘ulama).orang yang berilmu oleh Allah SWT akan dianugerahi
kedudukan istimewa. Perhatikan firman Allah berikut:
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:”berlapang-lapanglah kamu
dalam majelis”, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan:”berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah,
58:11)
Dalam pandangan islam, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat urgen bagi
kehidupan umat manusia. Tanpa menguasai IPTEK manusia akan tetap dalam lumpur
kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Penguasaan manusia terhadap IPTEK dapat
mengubah eksistensi manusia dari yang semula manusia sebagai abdullah menjadi
khalifatullah. Oleh karena itu islam menetapkan bahwa hukum mempelajari ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah wajib. Tanpa menguasai iptek umat manusia akan
mengalami banyak hambatan dan kesuliatan dalam menjalani kehidupan di jagat ini.

3. Mengapa diperlukan prespektif Islam dalam Implementasi IPTEK, Ekonomi, Politik,


Sosial-Budaya dan Pendidikan?
IPTEK dalam kacamata islam tidak bebas nilai. Dalam Kacamata Islam ilmu dibagi
menjadi dua , yang pertama adalah Ayat-ayat Qur’aniyah adalah wahyu tuhan yang allah swt
kepada rasulullah saw, termaktub dalam mushaf untuk kemaslahatan umat manusia. Kedua
ayat kauniah yaitu alam semesta sebagai ciptaan allah yang diteliti dengan paradigma ilmiah
dan menggunakan akal yang merupakan ciptaan allah swt.Seni juga tidak bebas nilai ,
hakikatnya adalah ekspresi jiwa yang suci.
Sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat islam belum tentu islami, Karena ada
yang gharar dan riba. Dalam masalah politik NKRI bukan negara agama dan negara-negara
lain seperti Afrika, Eropa Timur Dan lain-lainnya juga bukan negara agama. Nilai-nilai
ilahiah yang terkandung dalam fiqih siyasah sepertinya tidak lagi dijadikan etika dalam
perpolitikan.
Sistem pendidikan nasional kita mengandung visi misi yang sarat nilai ilahiah, tetapi
tidak sedikit para pakar dan praktisi pendidikan yang berjiwa sekuler sehingga sistem
pendidikan kita di seret ke arah sekularisme.
Untuk menghadapai semua itu prespektif islam sangat di perlukan untuk
mengimplementasikan hal-hal diatas agar sesuai kaidah islam. .

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Vi
    Bab Vi
    Dokumen13 halaman
    Bab Vi
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen6 halaman
    Bab 2
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Bab Viii
    Bab Viii
    Dokumen16 halaman
    Bab Viii
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Bab Viii
    Bab Viii
    Dokumen16 halaman
    Bab Viii
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen6 halaman
    Bab 2
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Agama
    Agama
    Dokumen25 halaman
    Agama
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 LPF
    Bab 1 LPF
    Dokumen6 halaman
    Bab 1 LPF
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen12 halaman
    Bab V
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen12 halaman
    Bab V
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Arduino Ooo
    Arduino Ooo
    Dokumen2 halaman
    Arduino Ooo
    Al afifah
    Belum ada peringkat
  • Generasi 1G: Politeknik Negeri Sriwijaya Tahun Ajaran 2018
    Generasi 1G: Politeknik Negeri Sriwijaya Tahun Ajaran 2018
    Dokumen13 halaman
    Generasi 1G: Politeknik Negeri Sriwijaya Tahun Ajaran 2018
    Al afifah
    Belum ada peringkat