Anda di halaman 1dari 16

Nama : Ulul Azmi

No.Bp : 1812087

kelas : 2A

TUGAS OTK PERTEMUAN 5

1. Berikan penjelasan gambar diagram fasa kristalisasi !

1. Diagram fasa kristalisi

Diagram fasa adalah diagram fasa yang dipengaruhi oleh tekanan dan temperature. Dimana pada
setiap fasa di bawah ini dibatasi oleh 3 bagian kurva fasa.

Kesetimbangan Fasa – Sistem 1 Komponen

Gambar di atas menunjukkan tentang perubahan fasa yang dipengaruhi oleh tekanan dan suhu.
Diagram ini terdiri dari komponen Air yang sebagai salah satu contohnya, dan fase yang mungkin
terbentuk adalah kristal murni Air dan cairan dengan komposisi Air murni. Kurva ini hanya terdiri
dari satu komponen, sehingga pada kurva ini digambarkan dengan perbandingan suhu dan tekanan,
sehingga dapat disimpulakan bahwa pada kurva diatas suhu ataupun tekanannya tidak dalam keadaan
konstan.

Pada suatu komponen murni, diagram satu komponen tersebut terbagi atas tiga fas, yakni fasa
padat, cair, dan gas. Pada air maka pada fasa padat akan terbentuk es, pada fasa cair hanya akan
berupa cairan air dan, pada fasa gas akan terbentuk steam. Dalam bentuk padat (es) molekul tersusun
dengan pola tertentu sehingga punya ruang-ruang kosong. Pada saat menjadi cair, molekul molekul
itu jadi acak dan ruang-ruang kosong jadi semakin kecil
Masing – masing fasa dibatasi oleh garis kurva kesetimbangan. Pemisah antara fasa padat dengan
fasa gas disebut dengan kurva penguapan atau evaporisation curve. Pemisah antara fasa padat dengan
fasa cair disebut dengan kurva pencairan atau fusion curve. Pemisah antara fasa padat dengan fasa
gas disebut dengan kurva sublimasi atau sublimation curve.

Pada diagram fasa tersebut terdapat triple point. Triple point adalah suatu titik dimana komponen
tersebut dapat berbentuk tiga fasa yakni cairr, padat dan gas.

Pada suatu bahan bisa dikristalisaisi dalam lebih dari satu 7 sitem pengkristalan. Semua hal
tersebut tergantung susunan molekul, bentuk dasar, dan juga sifat fisik.

Kesetimbangan Fasa – Sistem 2 Komponen

Cair+B

Cair+A

Gambar di atas menunjukkan diagram fase 2 komponen yang paling sederhana. Diagram ini
terdiri dari komponen A dan B, dan fase yang mungkin terbentuk adalah kristal murni A, kristal
murni B, dan cairan dengan komposisi antara A murni dan B murni. Komposisi diplotkan di bagian
bawah diagram. Sebagai catatan, komposisi dapat ditulis dengan persentase A atau persentase B (%A
atau %B dengan rentang 0-100%) atau dapat dituliskan sebagai fraksi mol A atau B dengan total
maksimum komponen sama dengan 1. Suhu atau tekanan diplotkan pada sumbu y (vertikal).
Tekanan dianggap konstan, sehingga di sumbu y adalah suhu.

Kurva yang memisahkan A + Liquid dari Liquid dan B + Liquid dinamakan Garis Liquidus. Garis
horizontal yang memisahkan bagian A + Liquid dan B + Liquid dari A + B all solid dinamakan garis
solidus. Titik E, dimana garis liquidus dan solidus berpotongan disebut dengan titik eutektik.
Pada titik eutektik, ketiga fase yang terlibat (Liquid,kristal Am dan kristal B) berada dalam
kondisi kesetimbangan (equilibrium). Untuk catatan, eutektik adalah satu satunya titik atau kondisi
pada diagram yang sesuai dengan kenyataan. Karena kita melihat pada suatu sistem dengan tekanan
konstan, maka aturan fasa pada kondisi ini adalah F = C + 1 - P. Jika kita mengubah komposisi dari
Liquid atau mengubah suhu, maka jumlah fase yang terlibat akan berkurang menjadi 2. Jika sistem
hanya terdiri dari murni zat A, maka sistem tersebut merupakan sistem satu komponen dan fase A
akan meleleh hanya pada satu titik suhu, yaitu suhu leleh murni zat A, T mA. Begitu pula jika sistem
hanya terdiri dari murni zat B, maka sistem tersebut merupakan sistem satu komponen danfase B
akan meleleh hanya pada satu titik suhu, yaitu suhu leleh murni zat B, T mB.

Untuk semua komposisi anatara murni A dan murni B, suhu leleh akan berkurang secara drastis,
dan pelelehan akan dimulai pada suhu eutektik T E. Pelelehan juga terjadi pada suatu rentang suhu
antara solidus dan liquidus untuk semua komposisi antara A dan B. Hal ini bisa diaplikasikan untuk
semua komposisi kecuali pada eutektik. Komposisi eutektik hanyaakan meleleh pada suhu eutektik,
TE.

Pada titik x komponen dalam keadaan cair. Cair + B terjadi proses pendinginan pertama yaitu
pada titik y. Pada titik z masih dalam pendinginan dan terbentuk padatan lebih banyak. Pada fase ini
jumlah relatif padatan dan cairan (yang berada dalam kesetimbangan), pada tahap ini padatan dan
cairan masing - masing berjumlah sama. Pada titik L Fase cair lebih banyak akan A daripada
sebelumnya karena komponen B sudah mengendap.
Dalam Gambar 2, kurva yang berada di atas disebut dengan garis liquidus, sementara kurva yang
berada di bawah disebut dengan garis solidus. Pada suhu di atas garis liquidus semua berada dalam
fase liquid, dibawah garis solidus semua berada dalam fase solid (kristal solid solution plagioklas.
Pada suhu diantara solidus dan liquidus, yakni titik Z berada dalam kesetimbangan (equilibrium)
dengan liquid.

Kita sekarang akan melihat histori kristalisasi dari komposisi X. X berada dalam fase liquid di
atas garis liquidus. Proses pendinginan menuju garis liquidus pada titik Y menghasilkan kristalisasi
sebagian kecil dari solid solution. Kemudian akan terus didinginkan sampai titik Z sehingga terdapat
kesetimbangan antra padatan dengan cairan. Komposisi krisatalisai pada titik ini dapat ditemukan
dengan menarik suatu garis isoterm sepanjang (garis suhu konstan, garis horizontal dari titik L ke C).
Ketika garis ini berpotongan dengan garis solidus (di titik C), komposisi padatan dapat ditemukan
dengan menggambar garis vertikal kebagian dasar diagram. Maka dari itu, dapat ditemukan bahwa
kristal yang diendapkan pertama kali dari komposisi X. Selama kristalisasi berlangsung proporsi
solid (kristal) akan terusbertambah sementara proporsi liquid terus berkurang.
Kesetimbangan Fasa – Sistem 3 Komponen

Sistem tiga komponen mempunyai derajad kebebasan F = 3-P, karena tidak mungkin membuat
diagram dengan 4 variabel, maka sistem tersebut dibuat pada tekanan dan suhu tetap. Sehingga
diagram hanya merupakan fungsi komposisi. Harga derajad kebebasan maksimal adalah 2, karena
harga P hanya mempunyai 2 pilihan 1 fasa yaitu ketiga komponen bercampur homogen atau 2 fasa
yang meliputi 2 pasang misibel. Umumnya sistem 3 komponen merupakan sistem cair-cair- cair.
Jumlah fraksi mol ketiga komponen berharga 1.

Kesetimbangan fasa dalam tiga komponen sistem dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, dan
konsntrasi dari dua diantara tiga komponen. Misalnya pada contoh gambar kurva diatas yang
merupakan fasa diagram kristalisasi 3 komponen. Dimana sistem KNO3 – NaNO3 – H2O, ketika
tidak terbentuk hidrat atau terjadi reaksi kimia pada suhu 323 K yang ditunjukkan pada gambar
diatas. Pada titik A merupakan kelarutan dari KNO3 di dalam air pada suhu 323 K. Titik C
merupakan kelarutan dari NaNO3. Kurva AB adalah komposisi pada saturated larutan tiga
komponen dalam keadaan equilibrium dengan padatan KNO3, dan BC dalam equilibrium dengan
padatan NaNO3. Area diatas ABC adalah area unsaturated larutan homogen. Pada titik B, larutan
tersebut saturated dengan kedua KNO3 dan NaNO3. Misalnya, sebagai contoh, air diuapkan secara
isotermal dari larutan unsaturated pada X1, konsentrasi larutan tersebut naik sejajar X1X2 dan
KNO3 murni dalam endapan ketika consentrasi mencapai X2. Jika lebih banyak air yang diuapkan
untuk diberikan pada sistem komposisi X3, komposisi larutan tersebut dijadikan sebagai X3’ pada
kurva jenuh AB dan pada titik B ketika komposisi X4 tercapai. Lebih banyak pemisahan air akan
menyebabkan pengendapan NaNO3. Setelah ini, semua larutan dalam kontak dengan padatna harus
dalam keadaan konstan pda komposisi B, dimana ini ditunjukan sebagai sistem eutonic point atau
titik pengeringan. Setelah penguapan air selesai, komposisi residu padatan akan ditunjukkan oleh X5.
Sama halnya jika larutan tidak jenuh ditunjukkan oleh titik ke kanan dari B yang merupakan
penguapan secara isotermal, hanya NaNO3 yang diendapkan sampai komposisi larutan mencapai
titik B. KNO3 akan terendapkan dan koposisi larutan akan tetap konstan sampai penguapan selesai.
Jika air dihilangkan dengan isothermal dari komposisi larutan B, endapan komposisi tersebut akan
ditunjukkan oleh titik X6 dan akan tetap tidak berubah melewati proses penguapan.

Kesetimbangan Fasa – Transformasi Fasa

Pada digaram diatas menunjukkan kelarutan untuk bahan 2 polymorps. Untuk menstabilkan fase
kristalisasi dalam pengkristalan sering kali dengan aturan tahan Ostwald dan jenis transformasi fase
yang lebih umum terjadi dalam kristalisasi dan endapan meliputi polimorf dan solvat. Transformasi
dalam keadaan padat, terutama pada suhu dekat titik leleh kristal padat, dan karena intervesi pelarut.
Fase stabil memiliki kelarutan yang lebih rendah daripada fase metasble.

Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan kristal :
1. Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah
kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan
membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu
lingkungan.
2. Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk
kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini,
kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan.
Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku
karena perubahan temperature.
3. Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan
temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia
tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena
terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan
berubah bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah
karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.

2. Carilah penjelasan mengenai 7 jenis geometri Kristal, lengkap dengan gambarnya, proses
terbentuknya, sifat fisik dan kimia serta penerapannya.

Jawaban :

1) Sistem Trigonal

Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal.
Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah
terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan
menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c ,


yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Gambar Sistem Trigonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚
terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:

 Trigonal piramid
 Trigonal Trapezohedral
 Ditrigonal Piramid
 Ditrigonal Skalenohedral
 Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah  tourmaline dan
cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)

2) Sistem Monoklinik

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya.
Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak
lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya
sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.

Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠
c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β
saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
Gambar Sistem Monoklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin


memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi
ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal
ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:

 Sfenoid
 Doma
 Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,  malachite,
colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)

Sifat Fisik dan Kimia :

1. Sederhana
2. Berpusat muka C
3. larutan (solution) mengalami presipitasi (contohnya pada gypsum)

Penerapannya : azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot

3) Sistem triklinik

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus.
Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b
≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama
lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β
dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.
Gambar Sistem Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan


sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada
sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut
80˚ terhadap c+.

Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:

 Pedial
 Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite,
kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

4) Sistem Orthorombik

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling
tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda
satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini,
ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).
Gambar Sistem Orthorhombik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik memiliki


perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran
panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:

 Bisfenoid
 Piramid
 Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)

Sifat Fisik dan Kimia :

1. Sederhana
2. Berpusat badan
3. Berpusat muka
4. Berpusat muka A, B, atau C

Penerapannya : tibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite.

5) Sistem Heksagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu
lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a,
b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih
pendek (umumnya lebih panjang).

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a
= b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi
tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu
γ.
Gambar Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki


perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚
terhadap sumbu b+.

Sistem  ini dibagi menjadi 7:

 Hexagonal Piramid
 Hexagonal Bipramid
 Dihexagonal Piramid
 Dihexagonal Bipiramid
 Trigonal Bipiramid
 Ditrigonal Bipiramid
 Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum,
hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)

Sifat Fisik dan Kimia :

1. Harga 𝑎1 = 𝑎2, sudut 𝜑 = 120𝑜


2. Sel satuannya berbentuk belah ketupat, jumlah titik kisi pada: Sel primitif: 4 × 1 4 = 1 𝑏𝑢𝑎ℎ.
3. Sel konvensional: 6 × 1 3 +1 = 1 𝑏𝑢𝑎ℎ.
4. Memiliki pengembangan yang besar
5. Tidak ada perbedaan kutub positif dan kutub negatif
Penerapannya :

Seng, quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite, magnesium, titanium, seng, berrelium dan
kobalt,

6) Sistem kubik

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal  kubus atau
kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan
perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a =
b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya
( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Gambar Sistem Kubik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki


perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan
patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :

 Tetaoidal
 Gyroida
 Diploida
 Hextetrahedral
 Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal kubik ini adalah gold, pyrite, galena, halite,
Fluorite (Pellant, chris: 1992)

Sifat Fisik dan Kimia :

1. Titik leleh tinggi


2. Hantaran listrik rendah
3. Sederhana
4. Berpusat badan
5. Berpusat muka

Penerapannya : Kristal ionic NaCl

Fe, Cr, Mn

Nikel, tembaga, Alumunium, intan

7) Sistem Tetragonal

Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-
masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c
berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.

Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang
artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki
sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α ,
β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Gambar Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal


memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1,
pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan
patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:

 Piramid
 Bipiramid
 Bisfenoid
 Trapezohedral
 Ditetragonal Piramid
 Skalenohedral
 Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite,
Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

Sifat Fisik dan Kimia :

1. Sederhana
2. Berpusat Badan

Penerapannya : util, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite

Anda mungkin juga menyukai