Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN JIWA II

“Konsep Resiko Bunuh Diri Dan Pembahasan Kasus”

Dosen Pembimbing :

Siska Damaiyanti Ners.M.Kep

Disusun oleh :

Yuni Elmia Nori

1912142010172

STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

PROGSUS S1 KEPERAWATAN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT dimana masih memberikan kepada
Kami nikmat kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah keperawatan
mengenai “Konsep Resiko Bunuh Diri Dan Pembahasan Kasus “

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan jiwa II.
Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyusun
makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat Kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan
makalah pada tugas yang lain nantinya pada waktu mendatang.

Payakumbuh, 9 April 2020

pemakalah

i
Daftar Isi

Cover ............................................................................................................

Kata Pengantar...........................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan....................................................................................1

1. Latar Belakang ...............................................................................1


2. Rumusan Masalah............................................................................2
3. Tujuan Masalah................................................................................2

Bab II pembahahasan...............................................................................3

2.1 Defenisi ...........................................................................................3


2.2 Etiologi ...........................................................................................5
2.3 Jenis-jenis bunuh diri.......................................................................7
2.4 Rentang respon.................................................................................7
2.5 Manifestasi klinis.............................................................................8
2.6 Proses terjadinya masalah................................................................9
2.7 Sumber dan mekanisme koping.....................................................10
2.8 Pohon masalah...............................................................................11
2.9 Pencegahan....................................................................................11
2.10 Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji........................13

Bab III kasus ...........................................................................................15


Bab IV Pembahasan kasus .....................................................................17
Bab V Penutup ........................................................................................19
1. Kesimpulan...................................................................................19
2. Saran.............................................................................................19

Daftar pustaka............................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunuh diri merupakan tindakan yang sangat personal, pribadi dan rumit.
Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan bahwa dirinya
mengalami kegagalan dalam mengelola dirinya sendiri. Masalah yang muncul dalam
kehidupan seseorang tidak diselesaikan dengan tuntas, tetapi justru menggunakan cara
alternatif yaitu mengakhiri hidupnya.
Oleh karena itu, gejala awal bunuh diri adalah seseorang mengalami gejala
depresi, dimana seseorang tidak mampu untuk mengelola dirinya sendiri dengan baik.
Perilaku bunuh diri merupakan fenomena yang marak terjadi di berbagai belahan
dunia, termasuk di Indonesia. Kisaran tahun 2000-2012, WHO (2014) memperkirakan
ada lebih dari 800.000 orang yang meninggal akibat bunuh diri setiap tahunnya.
Menurut WHO, kasus bunuh diri merupakan peringkat ketiga yang menjadi
penyebab kematian pada usia 15-44 tahun pada pria dan wanita. Indonesia menempati
peringkat 137 dari 172 negara yang memiliki kasus bunuh diri terbanyak di dunia.
Berdasarkan data estimasi WHO (2014), pada tahun 2012 angka bunuh diri di
Indonesia mencapai 4,3% per 100.000 populasi.
Depresi seringkali disebut sebagai faktor yang mempunyai korelasi signifikan
dengan tingkah laku bunuh diri. Namun tidak semua orang yang melakukan usaha
bunuh diri mengalami depresi dan sebaliknya orang depresi tidak selalu melakukan
usaha bunuh diri. Depresi dikombinasikan dengan beberapa faktor risiko yang lainnya
akan meningkatkan risiko terjadinya usaha bunuh diri. Freud (1963) mengkaitkan
dengan rasa duka setelah kehilangan seseorang yang dicintai karna kematian,
perpisahan atau berkurangnya kasih sayang, verbal bullying maupun korban bullying,
merupakan faktor seseorang bisa menjadi depresi.
Bunuh diri menjadi permasalahan yang penting untuk segera ditangani dengan
benar. Perlu adanya Deteksi dini kecenderungan bunuh diri dapat digunakan
membantu seseorang yang telah merasa putus asa dengan hidupnya. Deteksi dini
kecenderungan bunuh diri dapat dijadikan acuan awal bagi klinisi, konselor atau
tenaga medis untuk membantu seseorang menemukan dan meningkatkan kualitas
hidup seseorang yang merasa putus asa terhadap hidupnya. Dalam membuat deteksi
dini, perlu diperhatikan mengenai prosedur penyusunan skala psikologi.

1
Mengenai fenomena dan faktor tersebut pemakalah tertarik untuk mengangkat
makalah ini dengan judul konsep resiko bunuh diri dan pembahasan kasus.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana konsep resiko bunuh diri dan bagaimana pembahasan salah satu contoh dari
resiko bunuh diri ?

1.3 Tujuan Masalah

Untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan jiwa, dan untuk mengetahui bagaimana
konsep resiko bunuh diri dan bagaimana pembahasan salah satu contoh dari resiko
bunuh diri

2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Defenisi

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
1) Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2) Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3) Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup
atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan –
putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.Respon adaptif merupakan
respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara
umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan
individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat.
Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapat mengarah
kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai
respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri, dan bunuh
diri merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 1998).

RENTANG RESPONS PROTEKTIF-DIRI

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

Peningkatan Pertumbuhan Perilaku Pencederaan Bunuh


diri
Diri peningkatan beresiko destruktif-diri diri
Gambar 1. Rentang respon protektif-diri (Wiscarz dan Sundeen, 1998 : 282)

3
Rentang sehat sakit juga dapat dipakai untuk menggambarkan respons adaptif
sampai respon maladaptif pada bunuh diri.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menghargai diri Berani ambil resiko Merusak diri sendiri Bunuh diri
dalam mengembangkan diri secara tidak langsung
Gambar 2. Rentang menghargai-merusak diri (Stuart dan Sundeen, 1987)

Dalam kehidupan, individu selalu mengadapi masalah atau stressor. Respon


individu terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki serta
tingkat stress yang dialami. Individu yang sehat senantiasa berespons secara adaptif
dan jika gagal ia berespons secara maladaptif dengan menggunakan koping bunuh
diri.
Beck, Rawlins, dan Williams (1984) mengemukakan bahwa individu
berharapan. Rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Harapan Putus Harapan
- Yakin - Tidak berdaya
- Percaya - Putus asa
- Inspirasi - Apatis
- Tetap hati - Gagal &
kehilangan
- - Ragu-ragu
- - Sedih
- - Depresi
- - Bunuh diri
Gambar 3. Rentang harapan-putus harapan (Beck, dkk.,1984)

1. Rentang adaptif          : Harapan, Yakin, Percaya, Inspirasi, Tetap hati, Respon
2. maladaptif antara lain :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang 
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping
yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.

4
b. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan
bunuh diri.
c. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke
luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri  untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
1.2 Etiologi
Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai
berikut :
1. Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya.
Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang
berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang
yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide
untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam
berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan
hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
Tabel 1. Faktor Resiko tingkah laku bunuh diri. (Stuart dan Sundeen, 1987)

Faktor Risiko tinggi Resiko Rendah


Umur 45 tahun dan remaja 25-45 th dan < 12 th
Jenis kelamin laki-laki perempuan
Status kawin cerai,pisah,janda/duda kawin
Jabatan profesional pekerjaan kasar
Pengangguran pekerja pekerjaan
5
Penyakit fisik kronik, terminal tidak ada yg serius
Gangguan mental depresi, halusinasi gangguan
kepribadian
Pemakai obat & alkohol ketergantungan tidak
Sebagai tambahan dari penyebab terjadinya bunuh diri, Cook dan Fontaine (1987)
menerangkan penyebab bunuh diri dari masing-masing golongan usia.

1. Pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
b. Situasi keluarga yang kacau
c. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
d. Gagal sekolah
e. Takut atau dihina di sekolah
f. Kehilangan orang yang dicintai
g. Di hukum orang lain
2. Pada remaja
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain
e. Kehilangan orang yang dicintai
f. Keadaan fisik
g. Masalah dengan orang tua
h. Masalah seksual
i. depresi
3. Pada dewasa
a. Self-ideal terlalu tinggi
b. Cemas akan tugas akademik yang banyak
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang
orang tua
d. Kompetisi untuk sukses
e. Cyberbullying dikalangan anak sekolah maupun artis terkenal
4. Pada usia lanjut
a. Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat
d. Kesepian dan isolasi sosial
6
e. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan , kesehatan, pasangan)
f. Sumber hidup berkurang

1.3 Jenis-jenis bunuh diri


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa
kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena
tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
1.4 Rentang respon
Menurut Stuart, Gail W. 2006 : 227, perilaku bunuh diri berkembang dalam

rentang diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Suicidal ideation

Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda

yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien pada tahap ini

tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian,

perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang

keinginan untuk mati.

2. Suicidal intent

7
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit

untuk melakukan bunuh diri.

3. Suicidal threat

Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam

bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.

4. Suicidal gesture

Pada tahap ini klien menunjukkan parilaku destruktif yang diarahkan pada diri

sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada

percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini

pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat

pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami

ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini

masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini sedang

mengalami konflik mental. Tahap ini sering dinamakan “Crying for help” sebab

individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu diselesaikan.

5. Suicidal attempt

Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin

mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan.

Walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan

kehidupannya.

1.5 Manifestasi klinis


1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan BB
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
8. Petunjuk psikiatrik :
8
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
f. Riwayat psikososial :
1) Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
2) Hidup sendiri
3) Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
9. Faktor-faktor kepribadian
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negative
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisosial
1.6 Proses terjadinya masalah
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), penyebab bunuh diri antara lain :
1. Faktor Prediposisi
a. Diagnostik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor biokimia

9
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media  proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
1.7 Sumber dan mekanisme koping
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme koping pada
perilaku bunuh diri yaitu:
1. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara
sadar memilih untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang
mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat
yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada
jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus
melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri
tak langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi

Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan


cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara
individu dan bunuh diri.

Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme


koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang
terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.
10
1.8 Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

1.9 Pencegahan
Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan peringatan
pada keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis. Sehingga ada
kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang lebih baik.
Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi isolasi sosial,
rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan penyalahgunaan alkohol dan
obat.
1.10 Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Masalah keperawatan
a). Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b). Resiko bunuh diri
c). Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Data yang perlu dikaji
1) Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
1) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
a. Data subjektif
a) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
c) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
d) Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e) Mengkritik diri sendiri
b. Data objektif
a) Merusak diri sendiri
b) Merusak orang lain
11
c) Menarik diri dari hubungan sosial
d) Tampak mudah tersinggung
e) Tidak mau makan dan tidak tidur
2) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
a. Data subyektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
b. Data obyektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
c. Diagnosa
1. Resiko bunuh diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR)
d. Rencana tindakan keperawatan

Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri


Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
12
3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.
5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup.
d. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2) Identifikasi aspek positif yang dimiliki
3) Dorong klien untuk berfikir positif terhadap diri
4) Dorong klien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga.
5) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
e. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.)
2) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang
efektif
Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan umum : meningkatkan kepercayaan diri pasien
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

13
2. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif disetiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang
dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang
bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

14
BAB III
KASUS

Artis Korea Sulli Bunuh Diri Karena Dibully, Minggu, 20 Oktober 2019

POS KUPANG.COM -- Sulli, artis dan penyanyi Korea, ditemukan meninggal dunia di
kediamannya pada Senin (14/09/2019).

Sulli yang merupakan mantan personel girl band fx dan pemeran drama Korea
Hotel del Luna itu diduga tewas bunuh diri dengan cara gantung diri.Mantan pacar rapper
Choiza itu meninggal dunia di usia 25 tahun.Dugaan awal yang diungkapkan polisi, Sulli
meninggal dunia bunuh diri dengan cara gantung diri.Artis Korea bernama asli Choi Ji-rin
tersebut diduga menderita depresi berat yang kemungkinan jadi penyebab
dia bunuh diri dengan cara gantung diri.Apalagi Sulli kerap menjadi sasaran nyinyir dan
bully netizen gegara postingan di Instagram termasuk saat hubungan dekatnya dengan
Choiza terkuak.Terkait postingan nyinyir netizen itu, Sulli pernah menyampaikan curahan
hati alias Curhat dalam live stream di Instagram. Sulli diketahui mengidap penyakit mental
seperti serangan panik atau panic disorder dan fobia sosial atau social phobia . Fakta
lainnya, serangan bully ini rupanya sudah dia alami sejak umurnya 20-21 tahun.Artinya
sudah sekitar 4 tahun, Sulli menjadi korban pembullyan.Tapi tahukah kalian, cibiran apa
saja yang dia terima sejak itu?Bukan hanya saja soal dirinya yang malas mengenakan bra,
tapi juga sampai urusan keluarganya juga.

Dilansir dari tayangan YouTube Jayfy yang di upload pada Rabu 16 Oktober
kemarin, dan dikutip Tribun Timur Jumat (18/10/2019), beberapa komentar warganet
dibacakan langsung dari media sosialnya.Jayfy sebelum membacakan, sempat mengatakan
jika apa yang ditulis para warganet tentang Sulli sangat merendahkan dan agresif.Seperti
kebanyakan artis Korea, Sulli juga memiliki postur tubuh yang kurus.Ini kemudian
membuat netizen mengatakan jika dirinya jelek."Dia jelek, badannya benar-benar
datar""Gak ada lekukan sama sekali. Kalau kamu tetap gak pake bra mu payudaramu akan
kendor.Jayfy kemudian menampilkan saat Sulli tidak mengenakan bra.Komentar
lainnya"Setiap aku melihat Sulli yang pertama aku lihat adalah payudaranya"Sulli eks
F(X) meninggal dunia bunuh diri (Instagram/jelly_jilli) "Dia pelacur nasional"Jayfy pun

15
tidak menyangka jika komentar tersebut di ucapkan oleh anak-anak dibawah umur. Dan
kebanyakan komen itu dibuat saat Sulli baru berumur 20-21 tahun.Orang cuman peduli
sama putingnya dan dia tahu itu. Itulah kenapa dia pos foto foto putingnya dan dapat
perhatian. "Sulli itu perawan" "Kamu terlahir kotor itu satu satunya alasan kenapa kamu
lahir","Aku merasa buruk untuk keluargamu"Setelah Sulli wafat masih ada saja yang
melontarkan komentar jahat."Kamu gak seharusnya jadi mencari perhatian. “ Kalau kamu
beneran gak suka sama komen kebencian kamu seharusnya meninggal lebih awal”

Foto terbaru Sulli sebelum meninggal dunia (instagram) ,Dari komentar itu, Jayfy
penasaran dengan wajah-wajah netizen tersebut."Kamu gak laku kamu bakal dilupain
karena kamu cuma mau cari perhatian kayak gini", "Choiza mantan pacarnya . dia gak
ngomong apa-apa soal kamu, tapi kamu Sulli terus ngomong soal Choiza. kamu cewek gak
waras","Dia telat datang ke acara karena dia tidak tahu apakah harus mengenakan bra atau
tidak","ibunya sudah bercerai tiga kali. bahkan adik cowoknya bukan adik kandungnya.
aku bisa lihat apa yang dia pelajari dari keluarga kacau itu"
Dikata-katai seperti itu, Sulli sebenarnya akan menuntut mereka namun Karena
kebanyakan dari netizen tersebut masih anak-anak, dia pun memaafkan.Tapi rupanya tidak
berhenti sampai disitu."temanku itu perawat di RS Samsung, Sulli sekarang ada di
UGD dan alasannya adalah hamil di luar kemaluan".Menurutnya Jayfy komentar itu diluar
rasa kemanusiaan. Dia tidak menyangka jika ada manusia yang bisa berkomentar seperti
itu kepada sesamanya hanya karena seorang selebriti. Hanya karena tidak suka orang
tersebut.

16
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Pada kasus yang terjadi kepada artis cantik korea selatan yaitu nya salah satu
member girlband f(x) sulli, kasus tersebut menggambarkan bahwasanya sulli telah
mendapat cyberbullying 4 tahun yang lalu yaitu semenjak umurnya 21 tahun sekarang
umur nya disaat meninggal 25 tahun, sulli 4 tahun lalu telah mengalami depresi karna terus
mendapat hate comment (cyberbullying) dari haters nya namun berhasil dia lawan, tetapi
sebelum kematian nya dia benar-benar tidak bisa melawannya, dan memilih untuk
mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Sulli sering mendapat hate coment dan
bodyshaming dari pengguna instagram yang kebanyakan berumur 20-21 tahun,
cyberbullying yang sering ia dapat kan adalah karna payudaranya yang kecil dan badannya
yang kurus, tak hanya itu ia juga mendapat ujaran kebencian lainnya setelah berpacaran
dengan salah satu rapper dikorea, banyak komentar pedas yang didapatkan sulli setelah
dirinya mempublish ke publik tentang hubungan nya dengan sang rapper, sulli mendapat
tuai koment yang kebanyakan berisi ketidakpercayaan mereka dengan hubungan yang
dijalin antara sulli dengan sang repper, mereka menilai itu hanya inisiatif sulli sendiri dan
sang repper tidak mengakui. Bukan hanya soal tubuhnya dan hubungan percintaan nya,
bahkan juga menyangkut keluarganya, banyak komentar di instagram nya menyebutkan
bahwa dia berasal dari keluarga kacau, dan kelahirannya merupakan kelahiran yang kotor,
dikarenakan ibunya sulli telah 3 kali menikah dan bercerai dan adik nya bukanlah adik
kandungnya, tak hanya mengungkit tentang keluarga namun ada juga ditemukan hate
coment yang menginginkannya untuk meninggal lebih awal. Diakhir sebelum kematianya
sulli mengetahui bahwa haters nya berusia 20-21 tahunan dan ia bisa saja untik menuntut
mereka, namun ia lebih memaafkanya.

Cyber bullying didunia medsos, tidak dapat dianggap remeh, buktinya hal ini dapat
membuat seseorang mengakhiri hidupnya dan melukai diri sendiri, kasus sulli merupakan
salah satu kasus akibat kejam nya dunia permedsosan dan bahaya nya hatecomment.
Komentar jahat yang diterima para korban cyberbullying sering membuat korban depresi
dan sampai depresi hebat, inilah yang menyebabkan seseorang mengakhiri hidupnya,
dalam jurnal Nyi Nyoman Ayu Suciartini Verbal bullying adalah menggunakan makian
17
yang tidak habis-habis maupun mengolok-olok korbannya, yang biasanya dinilai dari
ketidakmampuan fisiknya, maupun mengatai kebodohan dan kegemarannya, suku, agama,
maupun fisiknya secara keseluruhan. Walaupun verbal bullying tidak menyebabkan
kerusakan fisik, tapi penggencetan seperti ini dapat memberikan dampak buruk pada
sisi psikologis korban, dalam jurnal tersebut juga dapat disimpulkan Verbal bullying yang
mengemukandi media sosial berpengaruh terhadap psikologi korban bullying, mendapat
ancaman, merendahkan harga diri, membuat rasa tidak nyaman, selalu mencurigai setiap
orang yang berkomentar, dipenjara,intimidasi lingkungan sosial, dan paling parah
membiasakan verbalbullying sebagai sebuah kewajaran atau wadah lelucon, padahal
mereka tidak menyadari dampak psikologis dari korbannya.
Dalam jurnal Udi Wahyudi , Perilaku bullying sering terjadi pada remaja, baik dalam
bentuk verbal maupun non verbal,sehingga akan berdampak terhadap pelaku maupun
korban bullying, terutama dampak psikososial yaitu berupa ketidakberdayaan yang akan
berlanjut pada terjadinya risiko bunuh diri. Ini jugalah yang dialami oleh sulli kebanyakan
cyber bullying nya berasal dari remaja usia 20 – 21 tahunan, ini membuktikan usia mereka
masih labil dan bersikap semaunya serta tidak mampu memikirkan dampak yang akan
terjadi setelah mereka mengirimkan hate komenannya.
Dalam jurnal Ruth Febriana juga menyimpulkan ,Berdasarkan temuan peneliti,
yang menjadi alasan seseorang melakukan cyberbullying karena masalah intern, balas
dendam, emosi dan hanya ingin bercanda. Dalam penelitian terdahulu motivasi pelaku
melakukan cyberbullying adalah hanya karena igin iseng atau sekedar main-main
(bercanda), ingin mencari perhatian, ada juga karena marah, frustasi dan ingin balas
dendam (Rifauddin, 2016). Walaupun motivasi awalnya bercanda namun beberapa korban
melihat candaan itu terlalu berlebihan dan membuat korban merasa sakit hati, stress dan
memikirkan secara terus menerus.
Cyberbullying yang ditujukan kepada seseorang secara terus-menerus akan
membuat seseorang mengalami stress, gangguan kesehatan, kecemasan, ketakutan, bahkan
ada sampai melakukan percobaan bunuh diri berupa self-injury dan sebagainya.
Jika cyberbullying. dibiarkan terjadi secara terus menerus, maka akan merugikan
banyak orang dan bahkan bisa mengacam nyawa korban. Bahkan setiap pelaku akan
mengajak orang-orang atau membentuk kelompok untuk melakukan perundungan atau
bullying di media sosial kepada salah satu pihak, disatu sisi pihak yang diserang
melakukan pembalasan maka akan terjadi saling menyerang satu dengan yang lainnya dan
perpecahan pun akan terjadi. Maka dalam hal ini cyberbullying akan menjadi suatu

18
patologi sosial jika tidak ditangani atau ada hukum yang ditegakkan mengenai pelaku
cyberbullying.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bunuh diri merupakan tindakan yang sangat personal, pribadi dan rumit. Seseorang
yang melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan bahwa dirinya mengalami
kegagalan dalam mengelola dirinya sendiri.
WHO (2014) memperkirakan ada lebih dari 800.000 orang yang meninggal akibat
bunuh diri setiap tahunnya. Menurut WHO, kasus bunuh diri merupakan peringkat
ketiga yang menjadi penyebab kematian pada usia 15-44 tahun pada pria dan wanita.
Indonesia menempati peringkat 137 dari 172 negara yang memiliki kasus bunuh diri
terbanyak di dunia.
Bunuh diri bisa disebabkan oleh cyberbullying ,Cyberbullying yang ditujukan
kepada seseorang secara terus-menerus akan membuat seseorang mengalami stress,
gangguan kesehatan, kecemasan, ketakutan, bahkan ada sampai melakukan percobaan
bunuh diri berupa self-injury dan sebagainya.
B. saran
Dengan adanya pembahasan mengenai konsep resiko bunuh diri beserta kasus
seperti ini, diharapkan para pembaca mengetahui bagaimana cara mengenali dan
merawat orang-orang dengan resiko bunuh diri dengan baik. Karena dengan adanya
manajemen yang baik, maka kejadian bunuh diri dapat ditekan dan hidup masyarakat
akan menjadi lebih baik pula dan diperlukan suatu perubahan cara pikir masyarakat
agar stigma negative mengenai kesehatan jiwa sangat penting. Dan semoga makalah ini
dapat menjadi acuan, atau referensi dalam pengajaran mata kuliah kesehatan jiwa.

19
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa.

NANDA. (2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014.


Philadelphia: NANDA International.
Pos.kupang.com terbitan tanggal 20 Oktober 2019

11012095-makalah-resiko-bunuh-diri

20
1

Anda mungkin juga menyukai