Anda di halaman 1dari 18

Makalah manajemen bencana tentang karakteritik dan antisipasi bencana

tanah longsor, banjir, dan kebakaran

Kelompok II (DUA)

Kelas NR.kep 10.B

1. Ahmad 6. Trie febby eryanti

2. Emyusnita 7. Sandra Deswita

3. Fifi delora 8. Yuhendra

4. Fitri susanti 9. hendri Gusnadi

5. Gina briliantina

STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG

2018

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bencana dapat terjadi dikarenakan adanya bahaya dan kerentanan. Tanpa ada
salah satu dari bahaya dan kerentanan, maka bencana tidak akan terjadi. Bencana
tidak mungkin dihindari, untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan yang dapat
dilakukan adalah memperkecil terjadinya korban jiwa, harta maupun lingkungan.
Banyaknya korban jiwa maupun harta benda dalam peristiwa bencana yang selama ini
terjadi, lebih sering disebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman pemerintah
maupun masyarakat terhadap potensi bahaya, kerentanan, bencana tanah longsor serta
upaya mitigasinya
Tanah longsor merupakan jenis bencana terbesar ke 3 (tiga) di Indonesia
setelah bencana banjir dan puting beliung. Daerah kajian penelitian ini adalah
Keecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Terdapat beberapa bencana yang berpotensi
terjadi di kabupaten bantul, yaitu gunung api, tsunami, erosi, dan tanah longsor.
Kecamatan dlingo merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi terjadinya
bencana tanah longsor yang terletak di sebelah timur Kabupaten Bantul dan
bersebelahan dengan kecamatan Imogiri. Apabila dilihat dari topografi di daerah
tersebut, Kecamatan Dlingo merupakan daerah dengan topografi berbukit hingga
bergunung sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya
bahaya tanah longsor.
Paradigma mitigasi fokus perhatian terhadap penanggulangan bencana adalah
pada pengurangan tingkat ancaman, intensitas, dan frekuensi bencana sehingga
kerugian, kerusakan, dan korban jiwa dapat dikurangi (UNDP dalam Totok 2014).
Mitigasi bencana adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari
bencana baik bencana alam, bencana akibat ulah manusia maupun gabungan
keduanya. Bencana (disaster) disebabkan oleh faktor alam dan atau manusia yang
dapat menimbulkan bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability) terhadap manusia
dan lingkungan itu sendiri. Hazard dan kerentanan saling berhubungan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Bahaya adalah kemungkinan dari kejadian dalam
jangka waktu tertentu pada suatu wilayah yang berpotensi terhadap rusaknya
fenomena alam.
B. TUJUAN
1) Tujuan umum
Mampu menjelaskan tentang karakteritik dan antisipasi dari macam – macam
bencana
2) Tujuan Khusus
a. Dapat menjelaskan karakterst antisipasinya macam – macam bencana
tanah longsor
b. Dapat menjelaskan karakterst antisipasinya macam – macam bencana
banjir
c. Dapat menjelaskan karakterst antisipasinya macam – macam bencana
kebakaran.

BAB II

PEMBAHASAN

A. TANAH LONGSOR
1. Defenisi
Tanah longsor adalah proses perpindahan atau pergerakan massa tanah dengan
arah miring atau vertikal dari kedudukan semula, hal tersebut merupakan akibat
dari adanya gaya dorong.
Tanah longsor dapat pula diartikan sebagai proses perpindahan suatu massa
batuan/tanah akibat gaya gravitasi. Intensitas kejadian longsor dan tingkat bahaya
longsor sangat dipengaruhi oleh intensitas curah hujan yang tinggi dan terjadi
terus menerus, kondisi lereng yang miring hingga terjal, penggunaan lahan yang
kurang sesuai dengan kemampuan lahan di daerah tersebut, tanah yang tebal, serta
batuan dan strukur geologi yang bervariasi.
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang
terjadi karena pergerakan massa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis
seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian
longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu.
Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material
sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya
material tersebut
2. Karakteristik
Karakteristik longsor dapat dibagi menjadi lima macam yaitu :
a. Jatuhan (falls)
Umumnya material longsor baik berupa batu maupun tanah bergerak cepat
hingga sangat cepat. Tipe gerakan ini terjadi pada lereng terjal seperti tebing
atau tegak yang terdiri dari batuan yang mempunyai bidang-bidang tidak
menerus. Contoh dirujuk pada Gambar 1.7

Tipe Longsor Jatuhan Gambar 1.8 Tipe Longsor Jatuhan


b. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah bergeraknya batuan pada bidang gelincir berbentuk
rata. Longsoran ini disebut longsoran translasi blok batu. Contoh dirujuk pada
Gambar 1.8 Tipe Longsor Blok

Gambar 1.9 Tipe Longsor Blok


Sumber: http://www.ibnurusydy.com/geo-bencana/longsor
c. Longsoran (slides)
Gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh terjadinya
kegagalan geser, disepanjang satu atau lebih bidang longsor. Material
longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran berbentuk tapal kuda.
Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau terpecah- pecah.

Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua


jenis, yaitu longsoran rotasional dan Longsoran translasional
a) Longsoran rotasional (rotational slides)
mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering terjadi pada
massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional
murni (slump) terjadi pada material yang relatif homogen seperti timbunan
batuan (tanggul). Contoh dirujuk pada Gambar 1.9 Tipe Longsor Rotasi.
Gambar 1.10 Tipe Longsor Rotasi
b) Longsoran translasional
merupakan gerakan disepanjang diskontinuitas atau bidang lemah yang
secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng sehingga gerakan
tanah secara translasi. Translasi terjadi di sepanjang lapisan tipis pasir atau
lanau pada tanah lempung, khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar
dengan lereng yang ada. Longsoran translasi lempung yang mengandung
lapisan pasir atau lanau, dapat disebabkan oleh tekanan airpori yang tinggi
dalam pasir atau lanau tersebut. Contoh dirujuk pada Gambar 1.10 Tipe
Longsor Translasi.

Gambar 1.11 Tipe Longsor Translasi


d. Sebaran (spreads)
Termasuk longsoran translasional dan disebut sebaran lateral (lateral
speading), adalah kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa
batuan terpecah -pecah ke dalam material lunak dibawahnya. Permukaan
bidang longsor tidak berada di lokasi terjadinya geseran terkuat. Sebaran dapat
terjadi akibat liquefaction tanah granuler atau keruntuhan tanah kohesif lunak
di dalam lereng. Contoh dirujuk pada Gambar 1.11 Tipe Longsor Sebaran.
e. Aliran (flows)
Gerakan hancuran material kebawah lereng dan mengalir seperti cairan kental
dengan kecepaatan tinggi serta bergerak cepat dan mendadak. Aliran sering
terjadi dalam bidang relatif sempit. Material yang terbawa oleh aliran dapat
terdiri dari berbagai macam tanah (termasuk batu-batu besar), kayu-kayuan,
ranting, dan lain-lain. Contoh dirujuk pada Gambar 1.12 Tipe Longsor Aliran
Pada prinsipnya longsor terjadi karena terganggunya keseimbangan lereng
akibat adanya pengaruh gaya-gaya yang berasal dari dalam lereng (gravitasi
bumi dan tekanan air pori di dalam tanah lereng) dan atau gaya-gaya yang
berasal dari luar lereng (getaran kendaraan dan pembeban yang berlebihan
pada lereng).

Menurut Dwikorita (2002, dalam Priyanto 2005), kawasan yang rawan akan longsor
adalah sebagai berikut :

a. Kondisi alamiah :
a) Kondisi lereng yang biasanya mempunyai kemiringan lereng dari 20 o
b) Kondisi tanah atau batuan penyusun lereng, umumnya lereng yang tersusun
oleh :
 Tumpukan massa tanah gembur/lepas-lepas yang menumpang diatas
permukaan tanah atau batuan yang lebih kedap dan kompak.
 Lapisan tanah atau batuan yang miring searah dengan kemiringan lereng.
 Adanya struktur geologi yang miring searah dengan kemiringan lereng.
 Struktur geologi ini dapat merupakan bidang-bidang lemah, sehingga
massa tanah sensitif bergerak disepanjang bidangbidang lemah tersebut.
c) Kondisi hidrologi lereng, terutama kondisi aquifer dan kedudukan muka air
tanah dalam lereng
 Kondisi non alamiah :Bertambahnya pembeban pada lereng, misal
adanya konstruksi bangunan atau meresapnya air dari permukaan.
Hilangnya penahan pada lereng karena penggalian dibawah lereng.
 Aktivitas manusia, mencakup pola penggunaan lahan yang dilakukan
oleh manusia. Terdapat ciri-ciri wilayah yang memiliki bahaya terhadap
tanah longsor. Ciri-ciri tersebut dibagi menjadi kondisi alami dan non-
alami. Kondisi alami berupa kondisi alam yang terdapat di wilayah
tersebut, yaitu kemiringan lereng, kondisi tanah, struktur geologi, dan
kondisi hidrologi. Kondisi non alami adalah yang berkaitam dengan
berbagai aktifitas manusia.

Mengetahui ciri-ciri wilayah yang memiliki potensi terjadinya tanah longsor dapat
meminimalisir terjadinya kerugian maupun korban jiwa apabila bahaya telah berubah
menjadi benacna tanah longsor.

a. Parameter Bahaya Tanah Longsor


b. Kemiringan lereng Kemiringan lereng merupakan nilai atau tingkat kemiringan lahan
terhadap bidang datar yang dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman lereng,
panjang lereng, dan bentuk lereng akan memengaruhi tingkat bahaya tanah longsor
dan erosi. Semakin curam lereng makatingkat bahaya longsor semakin tinggi, karena
gaya dorong yang ada semakin besar. Bentuk serta kecuraman lereng yang ada
dipengaruhi oleh curah hujan dan erosi yang terjadi di daerah tersebut.
c. Penggunaan Lahan Klasifikasi tutupan lahan dan klasifikasi penggunaan lahan
digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan
jauh untuk tujuan pembuatan peta tutupan lahan maupun peta penggunaan lahan.
Penggunaan lahan merupakan aktifitas manusia dalam mengolah lingkungan alam
sehingga memberikan nilai ekonomis sebagai sumber penghasilan. Penggunaan lahan
juga mempengaruhi dalam proses terjadinya tanah longsor.

3. Gejalan umum tanah longsor


a. Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing
b. Biasanya terjadi setelah hujan.
c. Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
d. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
4. Penyebab terjadinya tanah longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan
batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh
besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Faktor-faktor
Penyebab Tanah Longsor:
a. Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November
karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang
akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah
dalamjumlah besar.
Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga
terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan
menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang
kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya
sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam
waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor,
karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di
bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada
pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan
diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat
tanah.
b. Lereng terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya
pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai,
mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan
longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya
mendatar.
c. Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah
tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut
lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya
tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan
terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah
ketika hawa terlalu panas.
d. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan
campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat.
Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses
pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada
lereng yang terjal.
e. Jenis tata lahan Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan
persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal.
Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah
dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah
terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah
karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang
dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama
f. Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi,
ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang
ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah
menjadi retak.
g. Susut muka air danau atau bendungan Akibat susutnya muka air yang
cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut
kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang
biasanya diikuti oleh retakan.
h. Adanya beban tambahan Adanya beban tambahan seperti beban bangunan
pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya
longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya
adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah
lembah.
i. Pengikisan/erosi Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah
tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai,
tebing akan menjadi terjal.
j. Adanya material timbunan pada tebing Untuk mengembangkan dan
memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing
dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum
terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya.
Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian
diikuti dengan retakan tanah.
k. Bekas longsoran lama Longsoran lama umumnya terjadi selama dan
setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif
terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi.

Bekas longsoran lama memilki ciri:

 Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.


• Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena
tanahnya gembur dan subur.
 Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
 Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
 Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran
kecil pada longsoran lama.
 Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan
longsoran kecil.
 Longsoran lama ini cukup luas.
l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung) Bidang tidak
sinambung ini memiliki ciri:
 Bidang perlapisan batuan
 Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
 Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang
kuat.
 Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan
Penggundulan hutan Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah
yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.
m. Daerah pembuangan sampah Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk
pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah
longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di
Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini
menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.
5. Pencegahan terjadinya bencana tanah longsor
1) Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
pemukiman
2) Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun
permukiman
3) Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam
tanah melalui retakan
4) Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal
5) Jangan menebang pohon di lereng
6) Jangan membangun rumah di bawah tebing.
7) Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang Terjal
8) Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit.
9) Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal
10) Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit
11) Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak.
12) Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
6. Tahapan mitigasi bencana tanah longor
a. Pemetaan Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana
alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau
pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan
pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
b. Penyelidikan Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga
dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana
pengembangan wilayah
c. Pemeriksaan Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana,
sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.
d. Pemantauan Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah
strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya,
oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
e. Sosialisasi Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi
/Kabupaten /Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor
dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara
antara lain, mengirimkan
f. poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat
dan aparat pemerintah.
g. Pemeriksaan bencana longsor Bertujuan mempelajari penyebab, proses
terjadinya, kondisi bencana dan tatacara penanggulangan bencana di suatu
daerah yang terlanda bencana tanah longsor.
7. Selama dan sesudah terjadi bencana
1) Tanggap Darurat Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah
penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak
bertambah.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
 Kondisi medan
 Kondisi bencana
 Peralatan
 Informasi bencana
2) Rehabilitasi Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi
sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan
tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak
berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor
sulit dikendalikan.
3) Rekonstruksi Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan
longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang
disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan
yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.

Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk
tempattempat hunian, antara lain:

 Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap).


 Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pem-bangunan)
 Vegetasi kembali lereng-lereng.
 Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi
hunian.

B. BANJIR
1. Defenisi
Banjir adalah debit aliran air sungai yang secara relatif lebih besar dari
biasanya akibat hujan yang turun di hulu atau disuatu tempat tertentu secara terus
menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai
yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya. Banjir
bandang (flash flood) terjadi pada aliran sungai yang kemiringan dasar sungainya
curam (Kementerian Kehutanan, 2009)
Kerentanan Banjir Kerentanan (vulnerability) merupakan rangkaian kondisi
yang menentukan suatu bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang
terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster). Banjir menjadi bencana jika
terjadi pada daerah yang rentan. Kerentanan banjir merupakan suatu kondisi yang
menunjukkan mudah tidaknya suatu daerah terlanda dan tergenang banjir
(Dibyosaputro,1988 dalam Kurnianto, 2010).
2. Penyebab banjir
Setiap daerah dengan kondisi fisik Kerentanan Banjir Kerentanan
(vulnerability) merupakan rangkaian kondisi yang menentukan suatu bahaya (baik
bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan
bencana (disaster). Banjir menjadi bencana jika terjadi pada daerah yang rentan.
Kerentanan banjir merupakan suatu kondisi yang menunjukkan mudah tidaknya
suatu daerah terlanda dan tergenang banjir (Dibyosaputro,1988 dalam Kurnianto,
2010). Setiap daerah dengan kondisi fisik
Bencana banjir pada umumnya diakibatkan oleh intensitas curah hujan yang
tinggi. Apabila peningkatan curah hujan tidak di imbangi dengan infiltrasi dan air
larian yang baik maka air akan melebihi kapasitas, sehingga mengakibatkan
limpasan. Dalam daur hidrologi masukan berupa curah hujan akan di distribusikan
kedalam beberapa cara, yaitu air lolos (throughfall), aliran batang (steamfall), dan
air hujan langsung ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian,
evaporasi dan air infiltrasi. Aliran batang dan air lolos erat kaitannya dengan
penggunaan lahan sedangkan air larian dan air infiltrasi dipengaruhi oleh
parameter kemiringan kemiringan lereng dan jenis tanah
3. Akibat banjir
a. Merusak rumah, tanaman, dan harta benda lainnya.
b. Menghanyutkan lapisan humus.
c. Menimbulkan berbagai penyakit.
d. Menyuburkan tanah, seperti terjadi di Sungai Nil.
4. Macam-macam Banjir
a. Banjir sungai, yaitu meluapnya air sungai secara berkala, menggenangi
lembah atau daratan di sekelilingnya.
b. Banjir laut, adalah meluapnya air laut karena angin topan yang mendorong
ombak jauh ke arah daratan.
c. Banjir danau, adalah meluapnya air danau ke daratan yang disebabkan badai
angin besar. Di samping itu banjir dapat disebabkan oleh bobolnya bendungan
yang mengakibatkan banjir bandang.
5. Tindakan untuk mencegah Banjir
a. Tidak membuang sampah ke sungai karena dapat menyumbat aliran air.
b. Menjaga kebersihan air saluran air dan limbah. Tujuanya agar air dapat
mengalir dengan mudah dan lancar.
c. Tidak melakukan penebangan hutan secara membabi buta.
d. Melakukan kegiatan penanaman hutan kembali/reboisasi.
C. KEBAKARAN
1. Defenisi
Kebakaran adalah api yang tidak terkendali, yang artinya kebakaran itu di luar
kemampuan dan keinginan manusia.
Menurut teori segi tiga api (fire triangel) kebakaran terjadi karena adanya 3 faktor
yang menjadi unsur api yaitu
a. bahan bakar (fuel)
b. sumber panas (heat)
c. oksigen (Ramli, 2010)

Menurut National Fire Protection Association (NFPA) kebakaran adalah


suatu peristiwa oksidasi yang melibatkan tiga unsur yang harus ada, yaitu:
bahan bakar, oksigen, dan sumber panas yang berakibat menimbulkan
kerugian harta benda, cidera bahkan kematian.

Kebanyakan kebakaran di rumah sakit umumnya berasal dari tiga sumber


yang berbeda, yaitu: 1) cairan yang mudah terbakar, seperti benda padat yang
mengandung alkohol (misalnya, benda padat tertentu) dan bahan kimia yang
mudah menguap lainnya, seperti eter atau aseton digunakan di ruang operasi
(OK), yang menjadi lebih rawan kebakaran di hadapan oksigen (O2) dan
nitrous oksida (N2O), 2) percikan kecil atau panas yang berasal dari peralatan
yang beroperasi dekat dengan zona penempatan O2 untuk pasien, dan 3)
dalam komponen garis gas O2, tangki cair O2, dan silinder yang membawa O2
murni (mendekati 100%) (Chowdhury, 2014)

2. klasifikasi
Klasifikasi Kebakaran Berdasar Permenaker Nomor : 04/MEN/1980
penggolongan atau pengelompokan jenis kebakaran menurut jenis bahan yang
terbakar, dimaksudkan untuk pemilihan media pemadam kebakaran yang sesuai.
Pengelompokan itu adalah :
a. Kebakaran kelas (tipe) A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam,
seperti : kertas, kayu, tekstil, plastik, karet, busa dll. yang sejenis dengan
itu.
b. Kebakaran kelas (tipe) B, yaitu kebakaran bahan cair atau gas yang mudah
terbakar, seperti : bensin, aspal,gemuk, minyak, alkohol, LPG dll. yang
sejenis dengan itu
c. Kebakaran kelas (tipe) C, yaitu kebakaran listrik yang bertegangan
d. Kebakaran kelas (tipe) D, yaitu kebakaran bahan logam, seperti :
aluminium, magnesium, kalium, dll. yang sejenis dengan itu
3. Penyebabnya
Sebab-sebab Kebakaran :
a. Kebakaran karena sifat kelalaian manusia, seperti : kurangnya pengertian
pengetahuan penanggulangan bahaya kebakaran; kurang hati menggunakan
alat dan bahan yang dapat menimbulkan api; kurangnya kesadaran pribadi atau
tidak disiplin.
b. Kebakaran karena peristiwa alam, terutama berkenaan dengan cuaca, sinar
matahari, letusan gunung berapi, gempa bumi, petir, angin dan topan.
c. Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang bahan kimia
di mana bahan bereaksi dengan udara, air dan juga dengan bahan-bahan
lainnya yang mudah meledak atau terbakar.
d. Kebakaran karena kesengajaan untuk tujuan tertentu, misalnya sabotase,
mencari keuntungan ganti rugi klaim asuransi, hilangkan jejak kejahatan,
tujuan taktis pertempuran dengan jalan bumi hangus.
e. Peralatan Pemadaman Kebakaran Untuk mencegah dan menanggulangi
kebakaran perlu disediakan peralatan pemadam kebakaran yang sesuai dan
cocok untuk bahan yang mungkin terbakar di tempat yang bersangkutan
a) Perlengkapan dan alat pemadam kebakaran sederhana a. Air, bahan alam
yang melimpah, murah dan tidak ada akibat ikutan (side effect), sehingga
air paling banyak dipakai untuk memadamkan kebakaran. Persedian air
dilakukan dengan cadangan bak-bak iar dekat daerah bahaya, alat yang
diperlukan berupa ember atau slang/pipa karet/plastik
b) Pasir, bahan yang dapat menutup benda terbakar sehingga udara tidak
masuk sehingga api padam. Caranya dengan menimbunkan pada benda
yang terbakar menggunakan sekop atau ember
c) Karung goni, kain katun, atau selimut basah sangat efektif untuk menutup
kebakaran dini pada api kompor atau kebakaran di rumah tangga, luasnya
minimal 2 kali luas potensi api.
d) Tangga, gantol dan lain-lain sejenis, dipergunakan untuk alat bantu
penyelamatan dan pemadaman kebakaran.
4. APAR
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) APAR adalah alat yang ringan serta mudah
dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran.
Tabung APAR harus diisi ulang sesuai dengan jenis dan konstruksinya.
Jenis APAR meliputi :
a. jenis air (water)
b. busa (foam)
c. serbuk kering (dry chemical)
d. gas halon dan gas CO2, yang berfungsi untuk menyelimuti benda terbakar dari
oksigen di sekitar bahan terbakar sehingga suplai oksigen terhenti. Zat keluar
dari tabung karena dorongan gas bertekanan

Alat Pemadam Kebakaran Besar Alat-alat ini ada yang dilayani secara manual ada
pula yang bekerja secara otomatis.

a. Sistem hidran mempergunakan air sebagai pemadam api. Terdiri dari pompa,
saluran air, pilar hidran (di luar gedung), boks hidran (dalam gedung) berisi :
slang landas, pipa kopel, pipa semprot dan kumparan slang
b. Sistem penyembur api (sprinkler system), kombinasi antara sistem isyarat alat
pemadam kebakaran.
c. Sistem pemadam dengan gas.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tanah longsor adalah proses perpindahan atau pergerakan massa tanah dengan arah
miring atau vertikal dari kedudukan semula, hal tersebut merupakan akibat dari
adanya gaya dorong.
Banjir adalah debit aliran air sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya
akibat hujan yang turun di hulu atau disuatu tempat tertentu secara terus menerus,
sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai yang ada, maka
air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya. Banjir bandang (flash flood)
terjadi pada aliran sungai yang kemiringan dasar sungainya curam
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan dalam penanganan
bencana tanah longor,banjir, dan kebakaran.

Anda mungkin juga menyukai