Disusun Oleh:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui PAUD yang merupakan bagian dari
pendidikan Non Formal. Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis,
di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting
dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di
dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan Non Formal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (UU No.20 thn
2003). Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan siswa-siswa PAUD bisa menjadi sumber
daya manusia yang handal, SDM berdaya saing global, dan insan cerdas komprehensif.
Kata Kunci: pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan nonformal.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas karunia yang Allah SWT berikan, atas limpahan rahmat,
dan kasih sayang-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisa
Pendidikan Anak Usia Dini sebagai Bagian Pendidikan Non Formal Beserta
Permasalahan Dan Solusinya”
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa makalah ini
didukung oleh Lembaga Pengelola Pendidikan Provinsi Gorontalo. Selanjutnya
ucapan terima kasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada semua pihak,
yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan, arahan, motivasi, dan doa
selama proses penulisan makalah ini.
Teriring harapan dan doa semoga Allah SWT, membalas amal kebaikan dari
berbagai pihak. tentunya masih banyak kekurangan yang ada dalam penulisan
makalah ini, untuk itu penulis sangat berharap masukan dari pembaca dan semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.
Gorontalo, 2020
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK.....................................................................................................i
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Berpikir
Pengertian pendidikan nonformal adalah salah satu dari sekian banyak istilah yang
muncul dalam studi kependidikan pada akhir tahun tujuh puluhan. Sudjana mengemukakan
istilah-istilah kependidikan yang berkembang di tingkat internasional mulai saat itu yaitu:
Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long Education)
Pendidikan Pembaharuan (Recurrent Education)
Pendidikan Abadi (Permanent Education)
Pendidikan Informal (Informal Education)
Pendidikan Masyarakat (Community Education)
Pendidikan Perluasan (Extension Education)
Pendidikan Massa (Mass Education)
Pendidikan Sosial (Social Education)
Pendidikan Orang Dewasa (Adult Education)
Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education) (Sudjana, 2004).
Berbagai istilah tersebut kadang membingungkan orang yang mendengarnya atau
mengacaukan konsep orang yang belum menelusuri maknanya. Namun istilah-istilah
tersebut telah tumbuh dan berkembang menjadi kenyataan yang memperkaya khazanah
pendidikan. Munculnya berbagai istilah pendidikan secara wajar dan luas, memberi arti
bahwa pendidikan tidak hanya berbentuk kegiatan terorganisasi yang dilakukan di sekolah.
Dengan kata lain, di samping adanya pendidikan di sekolah (pendidikan formal),
berkembang pula pendidikan non formal dan pendidikan informal.
Konsep pendidikan nonformal muncul atas dasar hasil observasi dan pengalaman
langsung atau tidak langsung. Hasil observasi dan pengalaman ini kemudian dibentuk
sehingga dapat diketahui persamaan dan perbedaan ciri-ciri antara pendidikan nonformal
dengan pendidikan formal. Coombs dalam Sudjana (2004) membedakan pengertian antara
tiga jenis pendidikan, yaitu: Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis,
berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai denga perguruan
tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk ke dalamnya kegiatan studi yang berorientasi
akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan
dalam waktu yang terus menerus. Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung
sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan
termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubung an dengan tetangga,
3
lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa. sedangkan
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari
kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di
dalam mencapai tujuan belajarnya.
Ketiga pengertian tersebut dapat digunakan untuk membedakan program pendidikan
yang termasuk ke dalam setiap jalur pendidikan. Berdasarkan ketiga pengertian tersebut,
jelaslah bahwa pendidikan nonformal tidak identik baik dengan pendidikan formal maupun
dengan pendidikan informal.
6
diasingkan di Belanda selama 2 tahun (1913-1915). Ki Hajar Dewantara mendirikan
Taman Lare atau Taman Anak atau
Kindertuin. Seiring dengan perkembangannya Pendidikan Usia Dini pun
berkembang di Indonesia. Ada istilah PAUD, TK, ataupun TPA (Tempat Penitipan
Anak). PAUD diharapkan memberikan pendidikan yang melibatkan seluruh anak dan
mencakup perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan sosial anak (Santrock, 2007).
PAUD di Indonesia memang setara dengan kelompok bermain (play group).
Berdasarkan rancangan kurikulum PAUD 2013, diharapkan siswa-siswa PAUD bisa
menjadi sumber daya manusia yang handal, SDM berdaya saing global, dan insan
cerdas komprehensif. Mengapa? Karena dalam kurikulumnya, PAUD membina anak
untuk mengembangkan potensinya. Potensi yang harus dikembangkan di PAUD adalah
agama-moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni. Serta dengan
diadakannya PAUD, diharapkan peserta yang dibina siap mengikuti pendidikan yang
lebih lanjut. (Kurikulum PAUD, 2013). Kriteria kurikulum PAUD yang baik di Indonesia
adalah dapat mengembangkan potensi anak secara utuh, dapat menyiapkan anak untuk
masa depan bukan hanya masa kini, tanggap terhadap kebutuhan dunia yang selalu
berubah. PAUD sendiri sudah sangat diminati oleh orang tua di Indonesia. Dari data
statistik yang direlease oleh Kemendikbud di tahun 2017, jumlah siswa usia dini umur <4
tahun sampai 4 tahun adalah sebanyak 1.268.323 anak (Kemdikbud, 2017). Hal ini
dikarenakan orang tua ingin memaksimalkan pengetahuan yang diperoleh anaknya di usia
terbaik mereka. Tidak hanya kemampuan akademik, tapi juga sosial, psiko motor,
kognitif, serta spiritualitasnya. Sehingga terbentuk insan yang cerdas komprehensif.
7
2.6. Permasalahan yang Dialami oleh PAUD di Indonesia
Meskipun PAUD ini sangat mulia tujuan didirikannya, namun ternyata PAUD
ini juga menyimpan beberapa masalah. Masalah yang akan disoroti kali ini adalah
masalah psikologis pada sekolah PAUD. Menurut Netti Herawati Ketua HIMPAUDI
permasalahan dari PAUD yang ada keterkaitannya dengan aspek psikologis adalahh
minimnya kerja sama orang tua dalam pengimplementasian nilai-nilai yang sudah
diajarkan di sekolah dengan prakteknya di rumah atau lingkungan. Orang tua masih
banyak yang menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada guru di sekolah PAUD,
tanpa bekerja sama untuk mengimplementasikan apa yang dipelajari di sekolah terhadap
lingkungan di sekitarnya (Tribunnews, 2016). Hal ini pun menyebabkan anak tidak bisa
sepenuhnya menyerap dan memahami bagaimana nilai-nilai yang diajarkan di sekolah,
dimana tujuannya adalah untuk mengembangkan kemampuannya selain dunia
akademik, bisa diimplementasikan di kehidupan nyata. Mereka masih menganggap bahwa
apa yang diajarkan di sekolah ya hanya berlaku di sekolah, bukan di rumah. Padahal
tujuan PAUD sendiri adalah membentuk pribadi yang siap menghadapi dunia, bukan
menghadapi segelintir orang saja, masalah kedua yang dihadapi program PAUD saat ini
adalah pembelajaran yang harusnya dilakukan dalam PAUD adalah bermain dan
pengembangan kepribadian. Namun hal ini kini perlahan mulai pupus, dikarenakan
tuntutan masuk TK yang harus menggunakan jalur tes membuat orang tua mau tidak mau
merasa panik saat anak mereka akan masuk TK (Tribunnews, 2016).
Intisari utama pendidikan PAUD pun mulai terpinggirkan. Sudah tidak sesuai
lagi dengan UU Sisdiknas No.20 tahun 2003. Kapasitas anak yang masih dalam fase
pra-operasional belum bisa membayangkan sesuatu yang abstrak dan butuh penalaran
lebih. Dalam fase ini, mereka harusnya diajarkan terkait dengan simbol-simbol
komunikasi, simbol interaksi, dan bagaimana bersikap di lingkungan. Tapi pada
kenyataannya, masih banyak sekolah yang memberikan tugas pekerjaan rumah pada
anak-anak PAUD, soal hitungan yang hanya berupa angka tanpa perwujudan benda, soal
bahasa inggris yang sulit dimengerti, dan masih banyak lagi. Alasan yang sering
didengar adalah agar lolos masuk ke TK yang diinginkan. Sehingga ini bukan
masalah PAUD saja, melainkan juga masalah sistem pendidikan kita. Betulkah untuk
masuk TK butuh ujian? Bukankah TK juga masih tergolong pendidikan di usia dini?
Sistem inilah yang nantinya harus diperbaiki.
Ketiga adalah masalah materiil yang memicu masalah psikologis. Menurut Netti,
penghargaan atau gaji guru PAUD sangat jauh di bawah standard. Padahal guru PAUD ini
8
tidak hanya mengajar, tapi juga mendidik, mengasuh, bahkan harus siap diajak
bermain anak-anak didiknya. Begitu banyak peran yang harus dijalani tapi
penghargaannya tidak lebih besar daripada guru yang hanya mengajar di kelas. Efeknya
adalah, kebanyakan guru ini lalai menjalankan proses pembelajaran sesuai kurikulum
karena gaji yang didapatkan membuat mereka harus memutar otak kembali.
Keresahan akhirnya membuat para guru ini kurang fokus menjalankan perannya sebagai
pendidik, pengajar, pengasuh, fasilitator, dan moderator di ruang PAUDnya. Pun dengan
lulusan S1, pasti akan berpikir berkali-kali sebelum mau untuk terjun dalam bidang
ini.
9
BAB III SOLUSI DARI PERMASALAHAN PAUD
3.1. Solusi dari permasalahan psikologis PAUD
Meskipun permasalahan dari Pendidikan Anak usia dini ini tidak bisa dibilang
sedikit, namun tiap permasalahan ini pasti ada solusinya. Untuk permasalahan terkait
dengan kurangnya kerjasama orang tua dalam mendidik anaknya saat ada di rumah, ada
baiknya pihak PAUD bisa mengadakan penyuluhan atau seminar parenting terhadap para
orang tua yang anaknya belajar di PAUD. Karena kurangnya kerja sama yang
dilakukan oleh orang tua bisa jadi disebabkan oleh ketidaktahuan orang tua tentang
seberapa pentingnya pendidikan yang diikuti oleh anaknya di sekolah untuk masa
depannya. Orang tua juga perlu diajak untuk menganalisis bagaimana dunia akan
berubah dalam 10-15 tahun mendatang. Sehingga para orang tua diharapkan lebih
tanggap dan sigap dalam menyelaraskan pendidikan di PAUD dengan pendidikan di
lingkungan rumahnya. Sedangkan terkait dengan pembelajaran akademik yang porsinya
jauh lebih besar daripada pendidikan karakter di PAUD, maka ini harus ada perbaikan
terhadap sistem pendidikannya. Kenyataan yang terjadi di lapangan, banyak sekali orang
tua yang mengeluhkan tentang tes masuk TK. Stres yang dihadapi tidak hanya oleh orang
tua, tapi juga oleh sang anak. Di TK, harusnya anak baru mulai belajar pendidikan
akademik dan itupun porsinya tidak besar sekitar 40-50%. Namun yang terjadi justru
mereka sudah dituntut untuk pandai dulu sebelum masuk TK. Lalu dimanakah fungsi guru
TK yang sesungguhnya? Jika alasannya karena fasilitas TK yang terbatas? Kenapa
tidak membatasinya dengan melihat jumlah formulir pendaftaran yang masuk saja? Jika
sudah lewat masa pendaftaran atau kuota sudah terpenuhi, maka pendaftar lain tidak
diterima. Bukan dengan tes. Anak usia dini masih terlalu kecil untuk metode seperti itu.
Jadi harapannya para pengamat dan penggerak pendidikan bisa mewadahi hal ini.
Kemudian untuk gaji guru PAUD, lebih baik segera dilakukan penyesuaian
agar bisa menambah semangat para guru PAUD dan memperbaiki kualitas mengajar
mereka. Karena meskipun menurut beberapa orang hal ini sepele (karena usia peserta
didiknya masih kurang dari 4 tahun sampai 6 tahun), namun PAUD merupakan tahap
pendidikan yang penting karena akan membentuk pola pikir dan pola bersikap sang anak.
Semoga PAUD semakin berkembang ke depannya mengingat tujuan yang
sangat mulia diharapkan dapat tercapai dari program ini. Apapun masalahnya, selama
semua pihak mau bekerja sama untuk menyelesaikannya maka masalah akan bisa
terpecahkan. Sungguh amat disayangkan program pendidikan karakter di usia emas ini
10
menjadi tidak terarah karena masih ada beberapa masalah yang belum ditemukan
solusinya. Gerak cepat, sigap dan tanggap sangat diperlukan untuk mempertahankan
tahapan PAUD agar makin gemilang dan bisa menciptakan insan yang cerdas
komprehensif.
11
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Tidak semua orang yang telah menempuh pendidikan non-formal akan memenuhi
kualifikasi dalam dunia kerja. Terdapat beberapa unsur sebagai indikator yang
mempengaruhi kualifikasi dirinya dalam dunia kerja. Yang dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Setiap pendidikan non-formal tidak memiliki standar yang sama yang menurut Bowles dan
Gintis, biasa disebut dengan legitimacy inequality. Ketika lembaga tersebut memiliki
perijinan, maka selain mendapatkan sertifikat resmi, lembaga tersebut juga akan mudah
dalam bekerja sama dengan lembaga lain Hal itu lah yang akan membuat lembaga tersebut
akan lebih menghasilkan orang-orang yang lebih kompeten dalam dunia kerja.
4.2 Saran
Ketika kita hendak menempuh pendidikan non formal maka hal pertama yang harus
dilakukan adalah memilih lembaga yang memiliki perizinan. Lembaga pendidikan non
formal yang tidak memiliki izin tidak akan memiliki sertifikat yang diakui. Dalam hal ini,
lembaga pendidikan non formal yang tidak memiliki izin operasi akan kurang menunjang
peserta didiknya untuk memperoleh akses yang lebih besar dalam memenuhi kualifikasi
pekerjaan.
Selain itu, di dalam lembaga pendidikan nonformal selain harus memiliki syarat perijinan,
sebaiknya juga memiliki staf pengajar yang berkualitas, dan prasarana yang mendukung
pendidikan, sehingga pada akhirnya kita akan mendapatkan kompetensi yang lebih baik
daripada orang yang tidak menempuh pendidikan yang nonformal.
12
DAFTAR PUSTAKA
Andriezens. 2008. Pengaruh Pendidikan Formal, Non Formal, Dan Informal Terhadap
Prestasi Pendidikan. Jakarta: Yudistira.
Effendy, Muhajir. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-5. Jakarta: Balai
Pustaka.
Gredler, Margaret. 2009. Learning and Instruction Theory Into Practices. Canada:
Pearson Education
Newig, Gunther, & Pahl-Wastl. 2010. Synapses in The Network: Learning in Governance
Networks in The Context of Environmental Management. Journal ecology and
society: 15(4), 24-39.
Tudor, Sofia Loredana. 2013. Formal, non formal, informal in education. Sciverse
Sciencedirect, Procedia Social and Behavioral Science.
13