Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ANALISA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI SEBAGAI


BAGIAN PENDIDIKAN NON FORMAL BESERTA
PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA

Disusun Oleh:

Herlinawati Habibie, S.Pd

BP PAUD DAN DIKMAS GORONTALO


2020
ABSTRAK

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui PAUD yang merupakan bagian dari
pendidikan Non Formal. Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis,
di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting
dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di
dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan Non Formal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (UU No.20 thn
2003). Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan siswa-siswa PAUD bisa menjadi sumber
daya manusia yang handal, SDM berdaya saing global, dan insan cerdas komprehensif.
Kata Kunci: pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan nonformal.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia yang Allah SWT berikan, atas limpahan rahmat,
dan kasih sayang-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisa
Pendidikan Anak Usia Dini sebagai Bagian Pendidikan Non Formal Beserta
Permasalahan Dan Solusinya”
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa makalah ini
didukung oleh Lembaga Pengelola Pendidikan Provinsi Gorontalo. Selanjutnya
ucapan terima kasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada semua pihak,
yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan, arahan, motivasi, dan doa
selama proses penulisan makalah ini.
Teriring harapan dan doa semoga Allah SWT, membalas amal kebaikan dari
berbagai pihak. tentunya masih banyak kekurangan yang ada dalam penulisan
makalah ini, untuk itu penulis sangat berharap masukan dari pembaca dan semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Gorontalo, 2020

Herlinawati Habibie, S.Pd

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK.....................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...................................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan ..........................................................................2

BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS ...............................................3

2.1 Kerangka Berpikir ..........................................................................3

2.2 Pengertian Pendidikan Nonformal .................................................4

2.3 Satuan Pendidikan Nonformal........................................................4

2.4 Pelaksanaan PAUD di Indonesia....................................................6

2.5 Tujuan Didirikannya PAUD ..........................................................7

2.6 Permasalahan yang Dialami PAUD di Indonesia ..........................8

BAB III. SOLUSI DARI PERMASALAHAN PAUD..................................10

3.1. Solusi dari permasalahan psikologis PAUD..................................10

3.2. Metode Penulisan..........................................................................11

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................12

4.1 Kesimpulan ....................................................................................12

4.2 Saran ..............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Masyarakat yang semakin majemuk dan tidak dapat diprediksi karakteristik masing-
masing individunya, membutuhkan kemampuan untuk belajar dalam kecepatan yang tinggi
sehingga dapat segera memahami kondisi yang terjadi di sekitar mereka dan dapat
dengan cepat menyerap pengetahuan yang baru. (Tudor, 2012)
Meskipun begitu, pembelajaran di sekolah formal tidak bisa mencakup semua hal
yang harus dipelajari oleh masing-masing individu. Karena dalam belajar, individu
dituntut untuk merubah pengetahuan dan informasi menjadi kompetensi serta belajar
melalui pengalaman dan penerapan (Cerghit, 2008). Dari penjabaran mengenai
pendidikan yang sudah diuraikan, dapat ditarik sebuah gambaran bahwa tiap individu
terutama di usia sekolah tidak hanya berinteraksi dengan satu lingkungan saja atau
satu orang saja. Melainkan ada beberapa jenis lingkungan dan kelompok individu
yang sering berinteraksi dengan mereka. Lingkungan dan kelompok individu tersebut
adalah lingkungan sekolah (formal), lingkungan sekitar tempat tinggal atau lingkungan
organisasi dan lingkungan keluarga.
Maka dari itu untuk menambah pengetahuan individu terkait dengan
lingkungan ataupun menambah ilmu untuk mengembangkan bakatnya, diperlukanlah
pendidikan non formal. Karena jika hanya mengandalkan pendidikan formal, tidak akan
cukup dengan keterbatasan waktu yang dihadapi. Meskipun begitu, masih banyak juga
problem yang dihadapi oleh pendidikan non formal ini. Salah satu pendidikan non formal
yang ada di masyarakat saat ini adalah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Dimana
PAUD adalah jenjang pendidikan yang dijalani oleh individu sebelum memasuki jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir
sampai 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu perkembangan jasmani dan rohani (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 1, pasal 1, butir 14)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari PAUD yang merupakan bagian dari pendidikan Non Formal?
2. Bagaimana pelaksanaan PAUD di Indonesia?
3. Apakah tujuan dilaksanakannya PAUD di Indonesia?
4. Apa saja permasalahan yang dihadapi oleh PAUD yang dikembangkan di Indonesia?
5. Bagaimana cara mengatasi problematika PAUD yang ada dewasa ini?
1
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. untuk mengetahui PAUD yang merupakan bagian dari pendidikan Non Formal
2. untuk mengetahhui pelaksanaan PAUD di Indonesia
3. untuk mengetahui tujuan dilaksanakannya PAUD di Indonesia
4. untuk mengetahui saja permasalahan yang dihadapi oleh PAUD yang dikembangkan
di Indonesia
5. untuk mengetahui Bagaimana cara mengatasi problematika PAUD yang ada dewasa
ini

2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Berpikir
Pengertian pendidikan nonformal adalah salah satu dari sekian banyak istilah yang
muncul dalam studi kependidikan pada akhir tahun tujuh puluhan. Sudjana mengemukakan
istilah-istilah kependidikan yang berkembang di tingkat internasional mulai saat itu yaitu:
 Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long Education) 
 Pendidikan Pembaharuan (Recurrent Education)
  Pendidikan Abadi (Permanent Education)
  Pendidikan Informal (Informal Education)
  Pendidikan Masyarakat (Community Education)
  Pendidikan Perluasan (Extension Education)
  Pendidikan Massa (Mass Education)
  Pendidikan Sosial (Social Education)
  Pendidikan Orang Dewasa (Adult Education)
  Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education)  (Sudjana, 2004).
Berbagai istilah tersebut kadang membingungkan orang yang mendengarnya atau
mengacaukan konsep orang yang belum menelusuri maknanya. Namun istilah-istilah
tersebut telah tumbuh dan berkembang menjadi kenyataan yang memperkaya khazanah
pendidikan. Munculnya berbagai istilah pendidikan secara wajar dan luas, memberi arti
bahwa pendidikan tidak hanya berbentuk kegiatan terorganisasi yang dilakukan di sekolah.
Dengan kata lain, di samping adanya pendidikan di sekolah (pendidikan formal),
berkembang pula pendidikan non formal dan pendidikan informal.
Konsep pendidikan nonformal muncul atas dasar hasil observasi dan pengalaman
langsung atau tidak langsung. Hasil observasi dan pengalaman ini kemudian dibentuk
sehingga dapat diketahui persamaan dan perbedaan ciri-ciri antara pendidikan nonformal
dengan pendidikan formal. Coombs dalam Sudjana (2004) membedakan pengertian antara
tiga jenis pendidikan, yaitu: Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis,
berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai denga perguruan
tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk ke dalamnya kegiatan studi yang berorientasi
akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan
dalam waktu yang terus menerus. Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung
sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan
termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubung an dengan tetangga,

3
lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa. sedangkan
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari
kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di
dalam mencapai tujuan belajarnya.
Ketiga pengertian tersebut dapat digunakan untuk membedakan program pendidikan
yang termasuk ke dalam setiap jalur pendidikan. Berdasarkan ketiga pengertian tersebut,
jelaslah bahwa pendidikan nonformal tidak identik baik dengan pendidikan formal maupun
dengan pendidikan informal.

2.2 Pengertian Pendidikan Nonformal


Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa: Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal
setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Sedangkan fungsi pendidikan nonformal sebagai mana dikemukakan oleh Syaripudin
(2008) dalam bukunya Landasan Pendidikan menjelaskan bahwa: Pendidikan nonformal
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak
usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan. Layanan pendidikan ini berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

2.3 Satuan Pendidikan Nonformal


Satuan pendidikan nonformal terdiri dari: 1) Lembaga kursus, 2) lembaga pelatihan,
3) kelompok belajar, 4) pusat kegiatan belajar masyarakat, 5) majelis taklim, serta 6)
satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan
hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh
lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada
4
standar nasional pendidikan. Banyak sekali cara yang dilakukan untuk memperoleh
pengetahuan dan meningkatkan kapasitas belajar dari masing-masing individu. Salah
satu yang sedang menjadi fokus pembelajaran individu saat ini adalah pendidikan dalam
sekolah formal. Bagaimana yang mereka pikirkan dan perasaan mereka tentang sekolah
dan tugas yang mereka dapatkan sedang menjadi fokus untuk penelitian dewasa ini.
(Gredler, 2009).
Pendidikan adalah sebuah proses yang dilakukan oleh tiap individu untuk
mempelajari obyek tertentu secara spesifik dan diperoleh secara formal. Proses
pembelajaran secara formal tersebut akan mengakibatkan individu memiliki pola pikir,
perilaku, dan akhlak yang sesuai dengan pendidikan yang didapatkannya (KBBI,
2016). Sedangkan menurut UU Sisdiknas No.20 tahun 2003, pendidikan adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh suatu lembaga atau organisasi secara sadar dan terstruktur
serta terencana untuk memberikan proses pembelajaran yang baik agar peserta didik
secara aktif mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri. Sehingga intinya,
pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran yang dilakukan individu untuk
memahami dan menganalisa fenomena sekitarnya. Sehingga akan membentuk pola
pikir, tingkat spiritualitas, maupun penyikapan terhadap tiap fenomena yang terjadi
di sekitarnya.
Pendidikan dewasa ini memang memiliki pengertian yang makin meluas serta
implementasi yang tak terbatas. Jika mendengar kata pendidikan, maka tidak jarang yang
terbayang pada benak kita adalah pendidikan di sekolah dengan guru, murid, dan fasilitas
formal yang dilakukan sehari-hari dari pagi sampai siang. Padahal, pelaksaan pendidikan
sendiri tidak hanya terbatas pada sekolah formal. Pendidikan terbagi menjadi 3 jenis:
1. Pendidikan Formal : adalah jalur pendidikan yang sifatnya terstruktur serta
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi (UU No.20 thn 2003). Contoh pendidikan formal: SD, SMP, SMA, Perguruan
Tinggi.
2. Pendidikan Non Formal : adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (UU No.20 thn 2003).
Union Eropa sering sekali mengatakan bahwa sangat penting untuk mengadakan
pendidikan non formal. Karena pendidikan non formal ini dirasa dapat
mengembangkan hasil pembelajaran formal yang didapatkan di sekolah.
Sehingga proses pembelajaran tidak hanya berlangsung pada jenjang tertentu,
melainkan pembelajaran sepanjang hayat (Tudor, 2013) Contoh pendidikan Non
5
formal: PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Kelompok Bermain, Tempat
penitipan anak, lembaga kursus, organisasi pencinta alam, pendidikan
pemberdayaan perempuan, dll
3. Pendidikan Informal : adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (UU No.20
thn 2003). Contoh pendidikan Informal: pendidikan lingkungan, ibu yang
mengajarkan anaknya bersopan santun, ayah yang mengajarkan anaknya untuk tidak
mudah menyerah, dsb.
Dengan semakin besarnya tuntutan kepada individu untuk bisa menjadi
manusia yang seutuhnya dan bisa mempelajari fenomena sekitar dengan cepat, maka
dibutuhkan pendidikan tambahan selain pendidikan formal untuk membentuk
kepribadiannya. Maka dari itu, dipilihlah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sebagai
alternatif solusi. Jika menurut UU Sisdiknas pasal 28 No.20 ayat 1 tahun 2003 rentang
usia siswa PAUD adalah 0-6 tahun, pada pelaksanaannya PAUD di Indonesia diikuti oleh
anak-anak berusia 2-4 tahun kemudian usia 5 tahun melanjutkan ke TK (Taman
Kanak-Kanak) yang juga sebetulnya masih
dikategorikan PAUD. Mengapa PAUD dilaksanakan di usia 2-4 tahun? Karena di usia 2-6
tahun
individu sedang dalam tahapan Praoperasional dimana tiap individu sudah mulai
bisa
merepresentasikan dunia dalam bentuk simbolik, salah satunya adalah bahasa
(Piaget,1896-1980). Sehingga di usia ini, anak atau individu diharapkan cepat
menyerap pengetahuan yang terkait dengan pengembangan diri. Tidak melulu
mengenai ilmu eksak atau akademik. Hal-hal terkait moral dan cara bersikap di
masyarakat sangat baik diajarkan di usia ini.

2.4. Pelaksanaan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di Indonesia


Sejarah berdirinya PAUD dimulai di sekitar abad 19-20 saat pergerakan Budi Utomo
dimulai. Pada awalnya, para penjajah Belanda memperbolehkan Froble School (Istilah
Belanda untuk taman kanak-kanak) hanya untuk anak-anak Belanda saja. Warga Pribumi
tidak diperkenankan masuk di sekolah ini. Namun pada tahun 1919, organisasi
Aisyiyah (organisasi wanita Muhammadiyah) mendirikan Busthanul Athfal. Sekolah
untuk anak-anak usia dini yang didirikan sebagai respon terhadap Froble School yang
sedang marak di Eropa (https://silabus.org). Tidak hanya sampai disitu, sepulang dari

6
diasingkan di Belanda selama 2 tahun (1913-1915). Ki Hajar Dewantara mendirikan
Taman Lare atau Taman Anak atau
Kindertuin. Seiring dengan perkembangannya Pendidikan Usia Dini pun
berkembang di Indonesia. Ada istilah PAUD, TK, ataupun TPA (Tempat Penitipan
Anak). PAUD diharapkan memberikan pendidikan yang melibatkan seluruh anak dan
mencakup perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan sosial anak (Santrock, 2007).
PAUD di Indonesia memang setara dengan kelompok bermain (play group).
Berdasarkan rancangan kurikulum PAUD 2013, diharapkan siswa-siswa PAUD bisa
menjadi sumber daya manusia yang handal, SDM berdaya saing global, dan insan
cerdas komprehensif. Mengapa? Karena dalam kurikulumnya, PAUD membina anak
untuk mengembangkan potensinya. Potensi yang harus dikembangkan di PAUD adalah
agama-moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni. Serta dengan
diadakannya PAUD, diharapkan peserta yang dibina siap mengikuti pendidikan yang
lebih lanjut. (Kurikulum PAUD, 2013). Kriteria kurikulum PAUD yang baik di Indonesia
adalah dapat mengembangkan potensi anak secara utuh, dapat menyiapkan anak untuk
masa depan bukan hanya masa kini, tanggap terhadap kebutuhan dunia yang selalu
berubah. PAUD sendiri sudah sangat diminati oleh orang tua di Indonesia. Dari data
statistik yang direlease oleh Kemendikbud di tahun 2017, jumlah siswa usia dini umur <4
tahun sampai 4 tahun adalah sebanyak 1.268.323 anak (Kemdikbud, 2017). Hal ini
dikarenakan orang tua ingin memaksimalkan pengetahuan yang diperoleh anaknya di usia
terbaik mereka. Tidak hanya kemampuan akademik, tapi juga sosial, psiko motor,
kognitif, serta spiritualitasnya. Sehingga terbentuk insan yang cerdas komprehensif.

2.5. Tujuan Didirikannya PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)


Dari berbagai penjelasan yang sudah dicantumkan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan didirikannya PAUD di Indonesia adalah sebagai berikut: 1)
Mengoptimalkan kemampuan anak pada usia dini dari berbagai segi, 2) Memberikan
rangsangan kepada peserta PAUD untuk mengembangkan kemampuan analisis sosial,
spiritual, psiko motor, emosi, seni, serta kognitifnya, 3) Membentuk insan yang cerdas
komprehensif (cerdas akademik, perilaku, dan emosi), dan 4) Menyiapkan peserta PAUD
untuk menghadapi pendidikan dengan jenjang yang lebih tinggi

7
2.6. Permasalahan yang Dialami oleh PAUD di Indonesia
Meskipun PAUD ini sangat mulia tujuan didirikannya, namun ternyata PAUD
ini juga menyimpan beberapa masalah. Masalah yang akan disoroti kali ini adalah
masalah psikologis pada sekolah PAUD. Menurut Netti Herawati Ketua HIMPAUDI
permasalahan dari PAUD yang ada keterkaitannya dengan aspek psikologis adalahh
minimnya kerja sama orang tua dalam pengimplementasian nilai-nilai yang sudah
diajarkan di sekolah dengan prakteknya di rumah atau lingkungan. Orang tua masih
banyak yang menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada guru di sekolah PAUD,
tanpa bekerja sama untuk mengimplementasikan apa yang dipelajari di sekolah terhadap
lingkungan di sekitarnya (Tribunnews, 2016). Hal ini pun menyebabkan anak tidak bisa
sepenuhnya menyerap dan memahami bagaimana nilai-nilai yang diajarkan di sekolah,
dimana tujuannya adalah untuk mengembangkan kemampuannya selain dunia
akademik, bisa diimplementasikan di kehidupan nyata. Mereka masih menganggap bahwa
apa yang diajarkan di sekolah ya hanya berlaku di sekolah, bukan di rumah. Padahal
tujuan PAUD sendiri adalah membentuk pribadi yang siap menghadapi dunia, bukan
menghadapi segelintir orang saja, masalah kedua yang dihadapi program PAUD saat ini
adalah pembelajaran yang harusnya dilakukan dalam PAUD adalah bermain dan
pengembangan kepribadian. Namun hal ini kini perlahan mulai pupus, dikarenakan
tuntutan masuk TK yang harus menggunakan jalur tes membuat orang tua mau tidak mau
merasa panik saat anak mereka akan masuk TK (Tribunnews, 2016).
Intisari utama pendidikan PAUD pun mulai terpinggirkan. Sudah tidak sesuai
lagi dengan UU Sisdiknas No.20 tahun 2003. Kapasitas anak yang masih dalam fase
pra-operasional belum bisa membayangkan sesuatu yang abstrak dan butuh penalaran
lebih. Dalam fase ini, mereka harusnya diajarkan terkait dengan simbol-simbol
komunikasi, simbol interaksi, dan bagaimana bersikap di lingkungan. Tapi pada
kenyataannya, masih banyak sekolah yang memberikan tugas pekerjaan rumah pada
anak-anak PAUD, soal hitungan yang hanya berupa angka tanpa perwujudan benda, soal
bahasa inggris yang sulit dimengerti, dan masih banyak lagi. Alasan yang sering
didengar adalah agar lolos masuk ke TK yang diinginkan. Sehingga ini bukan
masalah PAUD saja, melainkan juga masalah sistem pendidikan kita. Betulkah untuk
masuk TK butuh ujian? Bukankah TK juga masih tergolong pendidikan di usia dini?
Sistem inilah yang nantinya harus diperbaiki.
Ketiga adalah masalah materiil yang memicu masalah psikologis. Menurut Netti,
penghargaan atau gaji guru PAUD sangat jauh di bawah standard. Padahal guru PAUD ini
8
tidak hanya mengajar, tapi juga mendidik, mengasuh, bahkan harus siap diajak
bermain anak-anak didiknya. Begitu banyak peran yang harus dijalani tapi
penghargaannya tidak lebih besar daripada guru yang hanya mengajar di kelas. Efeknya
adalah, kebanyakan guru ini lalai menjalankan proses pembelajaran sesuai kurikulum
karena gaji yang didapatkan membuat mereka harus memutar otak kembali.
Keresahan akhirnya membuat para guru ini kurang fokus menjalankan perannya sebagai
pendidik, pengajar, pengasuh, fasilitator, dan moderator di ruang PAUDnya. Pun dengan
lulusan S1, pasti akan berpikir berkali-kali sebelum mau untuk terjun dalam bidang
ini.

9
BAB III SOLUSI DARI PERMASALAHAN PAUD
3.1. Solusi dari permasalahan psikologis PAUD
Meskipun permasalahan dari Pendidikan Anak usia dini ini tidak bisa dibilang
sedikit, namun tiap permasalahan ini pasti ada solusinya. Untuk permasalahan terkait
dengan kurangnya kerjasama orang tua dalam mendidik anaknya saat ada di rumah, ada
baiknya pihak PAUD bisa mengadakan penyuluhan atau seminar parenting terhadap para
orang tua yang anaknya belajar di PAUD. Karena kurangnya kerja sama yang
dilakukan oleh orang tua bisa jadi disebabkan oleh ketidaktahuan orang tua tentang
seberapa pentingnya pendidikan yang diikuti oleh anaknya di sekolah untuk masa
depannya. Orang tua juga perlu diajak untuk menganalisis bagaimana dunia akan
berubah dalam 10-15 tahun mendatang. Sehingga para orang tua diharapkan lebih
tanggap dan sigap dalam menyelaraskan pendidikan di PAUD dengan pendidikan di
lingkungan rumahnya. Sedangkan terkait dengan pembelajaran akademik yang porsinya
jauh lebih besar daripada pendidikan karakter di PAUD, maka ini harus ada perbaikan
terhadap sistem pendidikannya. Kenyataan yang terjadi di lapangan, banyak sekali orang
tua yang mengeluhkan tentang tes masuk TK. Stres yang dihadapi tidak hanya oleh orang
tua, tapi juga oleh sang anak. Di TK, harusnya anak baru mulai belajar pendidikan
akademik dan itupun porsinya tidak besar sekitar 40-50%. Namun yang terjadi justru
mereka sudah dituntut untuk pandai dulu sebelum masuk TK. Lalu dimanakah fungsi guru
TK yang sesungguhnya? Jika alasannya karena fasilitas TK yang terbatas? Kenapa
tidak membatasinya dengan melihat jumlah formulir pendaftaran yang masuk saja? Jika
sudah lewat masa pendaftaran atau kuota sudah terpenuhi, maka pendaftar lain tidak
diterima. Bukan dengan tes. Anak usia dini masih terlalu kecil untuk metode seperti itu.
Jadi harapannya para pengamat dan penggerak pendidikan bisa mewadahi hal ini.
Kemudian untuk gaji guru PAUD, lebih baik segera dilakukan penyesuaian
agar bisa menambah semangat para guru PAUD dan memperbaiki kualitas mengajar
mereka. Karena meskipun menurut beberapa orang hal ini sepele (karena usia peserta
didiknya masih kurang dari 4 tahun sampai 6 tahun), namun PAUD merupakan tahap
pendidikan yang penting karena akan membentuk pola pikir dan pola bersikap sang anak.
Semoga PAUD semakin berkembang ke depannya mengingat tujuan yang
sangat mulia diharapkan dapat tercapai dari program ini. Apapun masalahnya, selama
semua pihak mau bekerja sama untuk menyelesaikannya maka masalah akan bisa
terpecahkan. Sungguh amat disayangkan program pendidikan karakter di usia emas ini

10
menjadi tidak terarah karena masih ada beberapa masalah yang belum ditemukan
solusinya. Gerak cepat, sigap dan tanggap sangat diperlukan untuk mempertahankan
tahapan PAUD agar makin gemilang dan bisa menciptakan insan yang cerdas
komprehensif.

3.2 Metode Penulisan


Desain yang digunakan merupakan salah satu rancangan metode campuran terdiri dari
kedua metode kualitatif.dan studi literatur.

11
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Tidak semua orang yang telah menempuh pendidikan non-formal akan memenuhi
kualifikasi dalam dunia kerja. Terdapat beberapa unsur sebagai indikator yang
mempengaruhi kualifikasi dirinya dalam dunia kerja. Yang dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Setiap pendidikan non-formal tidak memiliki standar yang sama yang menurut Bowles dan
Gintis, biasa disebut dengan legitimacy inequality. Ketika lembaga tersebut memiliki
perijinan, maka selain mendapatkan sertifikat resmi, lembaga tersebut juga akan mudah
dalam bekerja sama dengan lembaga lain Hal itu lah yang akan membuat lembaga tersebut
akan lebih menghasilkan orang-orang yang lebih kompeten dalam dunia kerja.

4.2 Saran
Ketika kita hendak menempuh pendidikan non formal maka hal pertama yang harus
dilakukan adalah memilih lembaga yang memiliki perizinan. Lembaga pendidikan non
formal yang tidak memiliki izin tidak akan memiliki sertifikat yang diakui. Dalam hal ini,
lembaga pendidikan non formal yang tidak memiliki izin operasi akan kurang menunjang
peserta didiknya untuk memperoleh akses yang lebih besar dalam memenuhi kualifikasi
pekerjaan.
Selain itu, di dalam lembaga pendidikan nonformal selain harus memiliki syarat perijinan,
sebaiknya juga memiliki staf pengajar yang berkualitas, dan prasarana yang mendukung
pendidikan, sehingga pada akhirnya kita akan mendapatkan kompetensi yang lebih baik
daripada orang yang tidak menempuh pendidikan yang nonformal. 

12
DAFTAR PUSTAKA

Andriezens. 2008. Pengaruh Pendidikan Formal, Non Formal, Dan Informal Terhadap
Prestasi Pendidikan. Jakarta: Yudistira.

Cerghit, I. 2008. Sisteme de Instuire Alternative Si Complementare. Lasi: Edituria Polirum

Effendy, Muhajir. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-5. Jakarta: Balai
Pustaka.

Gredler, Margaret. 2009. Learning and Instruction Theory Into Practices. Canada:
Pearson Education

https://silabus.org/sejarah-paud/ diakses tanggal 10 September 2018.

Indriana, Witri. 2014. Sejarah PAUD. Lampung: Universitas Lampung.

Kemdikbud. 2017. Statistik Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta.

Lave, J, & Wenger, E. 1991. Situated Learning: Legitemate Peripheral


Practice.New York: Cambridge University Press.

Newig, Gunther, & Pahl-Wastl. 2010. Synapses in The Network: Learning in Governance
Networks in The Context of Environmental Management. Journal ecology and
society: 15(4), 24-39.

Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak. Boston: Mc Graw Hill.

Tudor, Sofia Loredana. 2013. Formal, non formal, informal in education. Sciverse
Sciencedirect, Procedia Social and Behavioral Science.

13

Anda mungkin juga menyukai