1814201119
S1 Keperawatan / 4
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai
hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana Elin, 2011).
Benigna prostate hyperplasia adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria
lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia
60 tahun (Brunner & Suddarth, 2005). \
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa BPH adalah suatu kondisi
dimana sistem perkemihan mengalami gangguan yang disebabkan oleh terjadinya
pertumbuhan kelenjar prostat mengelilingi saluran kemih pada pria dengan usia diatas 50
tahun yang mengakibatkan kurang lancarnya berkemih.
a. Anatomi Prostat
b. Fisiologi prostat
Menurut Purnomo (2011) f isiologi p rostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung
kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti.
Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi pek a
terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami
hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-
sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pad a
pH 5.
Prostat bersifat difus dan bermuara ke dalam pelksus santorini. Persarafan prostat
terutama berasal dari simpatis pleksus hipoglaktikus dan serabut yang berasal dari nervus
sakralis ketiga dan keempat melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi
obturatoria, iliaka eksterna dan pre sakralis, serta sangat penting dalam mengevaluasi luas
penyebaran penyakit dari prostat (Andra Yessie, 2013).
3. Etiologi
Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim de jong (2010) dengan bertambahnya usia, akan
terjadi perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen karena produksi estrogen menurun
dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikrokopik
ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun
angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut
menyebabkan gejala dan tanda klinis.
Menurut Nursalam (2006), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat.
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati. Diduga
hormon androgen berperan menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan
kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostate. Estrogen diduga
mampu memperpanjang usia sel-selprostate.
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
4. Pathofisiologi
Pada beberapa kasus jika obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi
kandung kemih menjadi struktur yang flasid (lemah), berdilatasi dan sanggup berkontraksi
secara efektif. Karena terdapat sisa urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung
kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi
air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat.
5. Manifestasi Klinik
Menurut Yuliana Elin (2011), pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda
dan gejala. Gejala BPH berganti-ganti dari waktu-kewaktu dan mungkin dapat semakin
parah, menjadi stabil, atau semaki buruk secara spontan.
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori: obstruktif (terjadi ketika
faktor dinamik/atau faktor static mengurangi pengosongan kandung kemih) dan iritatif (hasil
dari obstruksiyang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih).
Menurut Andra Saferi dan Yessie Mariza (2013), timbulnya gejala LUTS (lower
urinary tract symptom) merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk untuk
mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga
jatuh kepada fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut.
Adapun gejala dan tanda yang nampak pada pasien dengan BPH :
Retensi urine
Kolik renal
1. Fokus Pengkajian
a. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya penurunan tekanan darah. Peningkatan nadi
sering dijumpai pada kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
b. Integritas
Ego Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya karena
memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda
seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
c. Eliminasi
Pada kasus post operasi BPH terjadi gangguan eliminasi yang terjadi karena tindakan
invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk
mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh
: merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan
viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga
ada kemugkinan terjadinya konstipasi.
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar yang
utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada pasien
post operasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri
punggung bawah.
f. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan tidak luput
dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk menghindari segala jenis tuntutan
akibat kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda
infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada pre operasi), sedang pada
postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada luka
bedah maupun pada saluran perkemihannya.
g. Seksualitas
Pada pasien BPH baik pre operasi maupun post operasi terkadang mengalami masalah
tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama
hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri
tekan pada prostat.
h. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien pre operasi maupun post operasi
BPH. Pada pre operasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin, urologi urin,
BUN/kreatinin, asam fosfat serum, sel darah putih. Sedangkan pada post operasinya perlu
dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan kadar leukosit
untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dari hasil pengkajian pada pasien
dengan BPH menurut Doengoes, dkk (2006) dan NANDA (2007), adalah :
a. Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (resistensi vesika, penebalan destrusor
dan disuria).
6. Resiko infeksi berhubungan dengan destruksi jaringan serta refluks vesiko ureter.
b.Pasca operasi
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi dengan diuresis
dari drainase kandung kemih yang terlalu cepat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi (terputusnya kontinuitas jaringan
akibat pembedahan).
Intervensi keperawatan menurut Diagnosa Keperawatan Nanda (NIC & NOC) (2007),
yaitu pada tabel 2.3 tentang intervensi pre operasi dan tabel 2.4 tentang intervensi post
operasi.
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Pre Operasi