Anda di halaman 1dari 9

Nama : Vanneslya Leiwakabessy

Nim : 190130100011074

3.4 Pemeriksaan Kepala dan Leher


Pemeriksaan fisik pada regio kepala dan leher memiliki peran penting dalam
pnegakan diagnosis suatu penyakit. Pemeriksaan fisik pada kepala dan leher
dilakukan setelah kita melakukan peemriksaan pada sistem tubuh yang lain untuk
menghindari efek restrain dan kondisi eksitasi terhadap tanda-tanda vital tubuh.
Namun, jika masalah utama penyakit terletak pada area kepala dan leher, maka
pemeriksaan dapat kita lakukan lebih awal setelah kita mengevaluasi tanda-tanda
vital tubuh. Pemeriksaan dilakukan terhadap mata, hidung, rongga mulut, palatum
molle, tonsil, laring, faring, telinga, dan area leher (Lukiswanto, 2013).
a. Ekspresi Wajah
Ekspresi wajah dilakukan secara inspeksi dengan melihat apakah wajah dari
hewan menunjukan suasana hati. Suasana hati hewan sehat dapat terlihat dari
raut mukanya, ada ekspresi santai, cemas, waspada, dan marah (Tanuatmadja,
2019).
b. Pertulangan Kepala
Pertulangan kepala dilakukan untuk menilai bentuk, ukuran, dan kesimetrisan
kranium, pengamatan dilakukan dengan membandingkan sisi kiri dan sisi
kanan kranium, mengamati ada tidaknya paralisa. Kondisi asimetris dapat
terjadi secara kongenital dan menunjukan terjadinya kelainan pertumbuhan
saat fetus, ataupun fraktur. Palpasi dilakukan secara lembut untuk menilai
kontur dan konsistensi, perubahan kontur dan konsistensi pada tulang yang
sering terjadi biasanya pada kasus fraktur mandibula, fraktur articulasio
temporo-mandibula, maupun vulnus traumatikus (Lukiswanto, 2013).
c. Posisi Tegak Telinga
Posisi daun telinga dapat dilakukan dengan metode inspeksi dilihat apakah
adanya ketidak simetrisan, ukuran ataupun paralisa ( Batan, 2018).
d. Posisi Kepala
Posisi kepala dilakukan dengan cara inspeksi dilihat apakah posisi kepala
dapat tegak atau tidak, pada kasus head tilt kepala menjadi tidak seimbang
sehingga membuat hewan selalu jatuh dan tidak mampu berdiri
 Mata dan Orbita
Pemeriksaan fisik mata diawali dengan melakukan observasi secara seksama
dan hati-hati tanpa harus menyentuh pasien. Selama observasi, terdapat hal-hal
penting yang harus diamati seperti, apakah mata terbuka normal, apakah mata
berkedip dengan normal, adakah tanda-tanda fotofobia, apakah mata memiliki ukuran
dan berada pada posisi normal, adakah tanda-tanda exophtalmus atau buphtalmus,
apakah ada tanda ectropion atau entropion dan kelainan-kelainan lainnya. Selanjutnya
mata dipalpasi untuk mendeteksi adanya fraktur, bengkak, dan dan abnormalitas
lainnya (Lukiswanto, 2013).
a. Palpebrae
Palpebrae atau kelopak mata merupakan asesori mata . Cara menilai normal
atau tidaknya palpebrae (kelopak mata) adalah dengan mengamati apakah
dapat terbuka sempurna atau tidak (Sari, 2017)
b. Cilia
Cilia atau bulu mata, biasanya lebih mudah didapatkan dan lebih banyak
jumlahnya pada Palpebrae atas dibandingkan dengan palpebrae bawah. Pada
karnivora cilia tidak dapat ditemukan pada  palpebrae bagian bawah. Memerika
cilia dapat dilakukan dengan melihat apakah cilia tersebut keluar dengan sempurna atau
tidak (Tanuatmadja, 2019).
c. Konjungtiva
Pemeriksaan pada bagian ini dilakukan untuk melihat warna mukosa,
Conjunctiva, normal menandakan bahwa pasien dalam keadaan tidak anemia
atau kekurangan darah. Karena warna normal conjunctiva yaitu berwarna
merah rose. Pada daerah ini juga bisa mengevaluasi terjadinya cianosis
dimana conjunctiva berwarna biru akibat tingginya kadar CO2 dalam darah
dan juga bisa mengevaluasi adanya icterus dimana warna conjunctiva
berwarna kuning (Patet et al, 2018).
d. Membrana Nictitan
Pada hewan domestik, terdapat kelopak mata ketiga yang disebut membrana
nictitans . Membrana nictitans merupakan lipatan membran mukosa dari tepi
ventromedial mata. Pada bagian dasar terdapat kelenjar serous yang
dinamakan glandula membrana nictitans (Tanuatmadja, 2019).
e. Sclera
Sclera normal yaitu jernih, dan tidak adanya kekeruhan dan tidak adanya vasa
injection, jika ada vasa injection berarti dicurigai terdapat iritasi pada bagian
tersebut (Tanuatmadja, 2019).
f. Kornea
Kornea adalah lapisan trasnparan yang menutupi iris. Cornea berbentuk
melengkung dan berfungsi untuk membengkokkan cahaya yang akan masuk
ke retina. Cornea normal yaitu bening, pada bagian ini yang dievaluasi adanya
kekeruhan, benda asing, dan ulserasi (Akers, 2013).
g. Iris
Iris adalah bagian mata yang berwarna. Iris adalah pigmented muscular
diaphragm yang mengontrol jumlah cahaya yang akan memasuki bagian
posterior dari bola mata (Colville, 2016). Iris normal tanpa kelainan dan
berwarna coklat.
h. Limbus
Limbus merupakan pertemuan antara cornea dan sclera. Limbus normal yaitu
batas jelas, limbus merupakan batas antara kornea dengan sclera (Aspinall,
2015).
i. Pupil
Pemeriksaan pada pupil dapat dilakukan dengan mengamati ukuran pupil,
pasien dengan pupil yang abnormal sering terjadi karena gangguan syaraf
optic, pada kasus posisi bola mata yang lebih condong ke depan melebihi
kelopak mata, salah satu penyebabnya adalah karena ukuran pupil yang
abnormal (Sari, 2017)
j. Reflek pupil
Pemeriksaan reflek pupil dilakukan untuk mengetahui refleks terhadap
stimulasi cahaya yang diberikan, terdapat dua macam refleks yaitu direct dan
indirect (consensual) Bila kita memberikan stimulasi pada mata sebelah
kanan, maka pupil mata kanan akan secara automatis menyempit atau miosis
(direct).Stimulasi cahaya yang kita berikan juga berpengaruh pada mata kiri,
pada keadaan normal mata kiri juga akan memberikan respon dnegan
menyempitnya ukuran pupil (consensual). Pemerksaan dapat dilakukan
dengan metode Pupillay light reflexs (Lukiswanto, 2013).
k. Vaso Injeksio
Nama lain dari vasa injection adalah episcleral. Episcleral ini dapat
mengalami vasodilatasi dan vasokonstriksi yang menyebabkan tekanan pada
mata meningkat. Ketika terjadi kelainan, episcleral ini akan bervasodilatasi
dan akan dilihat secara klinis sebagai hyperemic. vasa injectio ditandai dengan
sclera berwarna kemerahan, adanya warna kemerahan disebabkan
vaskularisasi yang meningkat ke bagian mata diakibatkan adanya iritasi atau
benda asing pada mata. Jadi, adanya vasa injectio pada mata itu tidak normal.
(Lee et al., 2018).
l. Ukuran
Pemeriksaan ukuran pada mata dengan menilai ukuran dari masing-masing
sepesies hewan yang diperiksa, contoh pada kasus anisocoria kondisi dimana
pupil mata kanan dan kiri memiliki perbedaan (Colville, 2016).
m. Posisi
Pemeriksaan posisi mata dilakukan dengan menilai posisi kedua mata, contoh
pada kasus strabismus dimana posisi kedua mata tidak sejajar atau melihat ke
titik arah yang berbeda, akibat gangguan koordinasi otot penggerak bola mata
(Sturtz, 2012).

 Hidung dan Sinus


Hidung hewan peliharaan terdiri dari bagian-bagian wajah rostral kemata dan
dorsal ke mulut. External nares atau lubang hidung adalah eksternal saluran
pernapasan. Ukuran dan bentuknya, sangat bervariasi di antara hewan domestic,
ditentukan oleh tulang rawan hidung yang membentuk ujung saluran pernapasan yang
paling umum. Rongga hidung dipisahkan dari mulut oleh palatum keras dan lunak dan
dipisahkan menjadi dua bagian yang terisolasi oleh septum hidung median . Sinus ini
mungkin memberikan perlindungan ke kepala, dan juga memungkinkan untuk wilayah
tengkorak yang besar dan diperluas (untuk perlekatan otot) tanpa menyebabkan
tengkorak terlalu berat. Pada anjing, sebagian besar pipi menonjol ke sinus maksila,
yang mungkin terinfeksi oleh gigi yang sakit. Sinus frontal sangat luas. Pada sapi
bertanduk. Sinus paranasal sapi ditunjukkan dengan memahat tulang. Sinus frontal,
diverticulum cornual, meluas hingga ke inti tulang klakson. Dehorning hewan yang
lebih tua dari 3 atau 4 bulan biasanya memperlihatkan bagian dalam sinus frontal dan
membuatnya rentan terhadap infeksi (Fails et al, 2018).
a. Kesimetrisan cuping hidung
Hidung yang tidak setangkup (asimetri) atau hidung yang bengkok teramati
terjadi pada hewan yang mengalami penyakit atrophic rhinitis (Batan,2018).
b. Aliran Udara
Memeriksa aliran udara dilakukan dengan meletakan jari di depan rongga
hidung hewan, jika terdapat sumbatan pada hidung, maka hewan tidak dapat
bernafas dengan baik (Lukiswanto, 2013).
c. Kelembaban
Kelembaban mengacu pada jumlah uap air di udara, cairan pada membran
nasal berfungsi untuk menjaga hidung tetap lembab, serta untuk melawan
infeksi dan iritasi, namun cairan berlebih dapat diindikasikan sebagai alergi,
trauma, iritasi maupun masalah pada anatomi bagian hidung (Lukiswanto,
2013).
d. Discharge
Adanya leleran hidung yang mukopurulen kerap teramati pada hewan yang
mengalami rhinitis (Batan, 2018)

 Mulut dan Rongga mulut


Mulut adalah rongga tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut
terdiri atas gigi dan lidah, gigi untuk menggigit, menguyah, mencabik (Tanuatmadja,
2019).
a. Rusak/luka bibir
Dilihat adanya lesi atau inflamasi yang terjadi pada bibir.
b. Mukosa
Pemeriksaan mukosa dapat dilakukan dengan mengamati keadaan warna
mukosa gusi apakah normal, jaundice, atau cyanosis atau adanya perdarahan
atau gingivitis. Warna mukosa normal berwarna merah muda dengan
permukaan licin (Batan, 2017).
c. Gigi geligi
Gigi secara mekanis mengurangi ukuran partikel makanan yang tertelan
dengan menggiling, dan pada saat yang sama meningkatkan luas permukaan
makanan untuk degradasi kimia dan mikrobiologis. Gigi juga digunakan untuk
memotong; dengan cara ini makanan dapat disajikan pertama kali ke mulut.
Pada beberapa spesies, gigi berfungsi sebagai pelindung ketika digunakan
untuk menimbulkan luka dan fungsi mengumpulkan makanan ketika
digunakan untuk menangkap dan membunuh hewan lain (Reece et al, 2017).
Untuk memeriksa gigi geligi dihitung jumlah kelengkapan dari gigi.
d. Lidah
Lidah dikenal sebagai indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas
pengecap. Lidah juga membantu membolak balik makanan dalam mulut
(Akers, 2013). Lidah yang normal berwarna rose, bertekstur licin dan basah.

 Telinga
Telinga adalah organ yang mampu mendeteksi/mengenal suara & juga
banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Telinga pada hewan
vertebrata memiliki dasar yang sama dari ikan sampai manusia, dengan beberapa
variasi sesuai dengan fungsi dan spesies (Fails et al, 2018).
a. Posisi
Posisi daun telinga dapat dilakukan dengan metode inspeksi dilihat apakah
adanya ketidak simetrisan, ukuran ataupun paralisa ( Batan, 2018)
b. Bau
Memeriksa bau dari telinga hewan perlu dilakukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya cairan yang mungkin disertai dengan infeksi tungau
(Ford, 2006).
c. Kebersihan
Kebersihan dari telinga sangat perlu dijaga untuk menghindari dari
penyakit, periksa bagian dalam telinga, telinga yang kotor biasanya
ditandai dengan adanya debris telinga (Ford, 2006).
d. Permukaan daun telinga
Permukaan dari daun telinga hendaknya diamati terhadap kemungkinan
adanya luka gigitan, haematomata, dan luka sobek karena kehilangan ear
tag. Sisi luar daun (pinna) telinga hendaknya diperiksa terhadap
kemungkinan adanya infeksi tungau Sarcoptes yang ditandai dengan lesi
keropeng yang gatal yang kerap teramati (Jackson, 2002).
e. Krepitasi
Krepitasi berarti gemeretak. Bunyi ini dapat muncul berupa derik akibat
pergederan sendi, dan timbulnya bunyi gelembung udara pada emfisema.
Pada keadaan normal tidak ada reaksi krepitasi pada hewan sehat
(Sheldon, 2006)
f. Reflek Panggilan
Cara melakukan reflek panggilan pada pendengaran hewan perlu diperiksa
dengan mengamati respons hewan terhadap tepukan tangan di dekat
telinga hewan tersebut
( Batan, 2018)

 Leher
Pemeriksaan leher penting dilakukan untuk melihat adanya kelainan pada regio
colli meliputi trachea, kelenjar tiroid, dan esofagus (Batan,2018).

a. Perototan
Otot berfungsi sebagai alat gerak. Pemeriksaan otot dilakukan dengan
inspeksi maupun palpasi menggunakan telapak tangan atau ujung jari
untuk mengecek kekakuan, massa dan ukuran otot (Batan, 2018)
b. Trachea
Pemeriksaan trachea dapat dilakukan secara inspeksi ditujukan untuk mengamati
pergerakan respirasi dan mendeteksi adanya kelainan dinding thoraks, bisa juga
dilakukan secara palapasi dengan dievaluasi adanya refleks kesakitan, dan
perubahan bentuk, sedangkan jika menggunakan auskultasi dengan mendengarkan
adanya suara berderik yang menandakan adanya darah atau cairan, suara stridor
dapat terdengar apabila lumen trachea atas mengalami penyempitan misalnya
neoplasma, Pada hewan anjing dan kucing muda sering ditemukan kasus
kongenital berupa kolaps trachea (Jackson, 2002).
c. Esofagus
Cara memeriksa esofagus adalah dengan melakukan palpasi area
esofagus, apakah teraba atau tidak, posisi esofagus yaitu menempel
dengan trakea (Jackson, 2002) .
 Kelenjar Pertahan
Kelenjar pertahanan merupakan bagian penting dari  sistem limfatik di dalam
tubuh. Salah satu tugasnya bagi kesehatan adalah memproduksi sel darah putih yang
disebut limfosit-T atau sel T. Sel tersebut merupakan bagian dari sistem kekebalan
tubuh yang berfungsi untuk melawan sel kanker dan mikroorganisme penyebab
infeksi. (Sturtz, 2012).
a. Lymphonodus retrophalingealitis
Cara memeriksa lymphonodus adalah dengan cara inspeksi untuk melihat
adanya pembesaran, dan peradangan pada limfonodus seperti pada kasus
tuberkolosis. Untuk palpasi dilakukan dengan menggunakan 3 jari. Kelenjar ini
umumnya berkelompok dan memiliki ukuran sebesar kacang polong dan memiliki
tekstur yang lebih lentur dan elastis (Sturtz, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Akers, R. Michael dan D. Michael Denbow. 2013. Anatomy and Physiology of


Domestic Animals. Wiley Blackwell: UK.
Aspinall, Victoria dan Melanie Cappello. 2015. Introduction to Veterinary Anatomy
and Physiology Textbook: 3rd Edition. Elsevier: China
Batan,W,I. 2018. Observasi Klinik dan Pemeriksaan Fisik dalam Pemeriksaan Klinik
pada Babi Peliharaan (Buku II). Lab Diagnosis Klinik Veteriner dan
Lab Patologi Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana Denpasar. Bali
Colville, Thomas dan Joanna M. Bassert. 2016. Clinical Anatomy and Physiology for
Veterinary Technicians: 4th Edition. Elsevier: Canada.
Fails, Anna Dee dan Christianne Magee. 2018. Anatomy and Physiology of Farm
Animals. Wiley-Blackwell: USA.
Ford RB, Mazzaferro EM. 2006. Kirk and Bistner’s Handbook of veterinary
procedures and emergency treatment. 8th Edition. St Louis Missouri.
Saunders Elsevier.
Jackson PGG, Cockcroft PD. 2002. Clinical examination of the pigs. Dalam: Clinical
examination of farm animals. Oxford. Blackwell Sci.
Lee, Susan S., James,B. Jie,S. Huajiang,C. 2018. Bimatroprost sustained-release
intracameral implant reduces episcleral venous pressure in dogs.
Veterinary Ophthalmology. 21(4): 376-381.
Lukiswanto,S,B.Yuniarti, M,W.2013. Pemeriksaan Fisik pada Anjing dan
Kucing.Airlangga University Press.
Patel, P, S.Naveen, K. Verma, S. 2018. Therapeutic management ofleptospirosis in a
two dogs: a casereport.  Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci.

Reece, William,O. Eric,W, R. 2017. Functional Anatomy and Physiology of


Domestic Animals. Wiley-Blackwell: USA.
Sari, E,A. 2017. Penanganan Kasus Prolapsus Bulbus Oculi Sinistra Pada Kucing
Persia Di Zoo Klinik Makassar. Program Pendidikan Profesi Dokter
Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin .
Sheldon CC, Sonsthagen T, Topel JA. 2006. Animal restraint for veterinary
professionals. St Louis Missouri. Mosby Elsevier.
Sturtz, Robin dan Lori Asprea. 2012. Anatomy and Physiology for Veterinary
Technicians and Nurses: A Clinical Approach. Wiley-Blackwell: UK.

Anda mungkin juga menyukai