Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI PEUERPURALIS

MAKALAH

oleh:

PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, skami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Infeksi
Peuerpuralis” yang diajukan sebagai persyaratan tugas mata kuliah Keperawatan
Klinik VII.
Dalam proses pembuatan makalah ini kami telah dibantu oleh berbagai
pihak, maka dari itu kami mengucapkan terima kasih. Kami menyadari bahwa
makalah ini belum sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang dapat membangun dari pembaca agar makalah ini menjadi
sempurna.

Jember, 10 Februari 2014 Penulis


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................
PRAKATA ....................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................
1.1 Latar Belakang................................................................................
1.2 Rumusan Masalah............................................................................
1.3 Tujuan...............................................................................................
BAB 2. PEMBAHASAN..............................................................................
2.1 Tinjauan Pustaka............................................................................
2.1.1 Masa Nifas......................................................................................
2.1.2 Tahap Masa Nifas...........................................................................
2.1.3 Tujuan Asuhan Keperawatan Masa Nifas......................................
2.2 Pengertian........................................................................................
2.3 Epidemiologi....................................................................................
2.4 Etiologi..............................................................................................
2.5 Patofisiologi......................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis............................................................................
2.7 Tanda Dan Gejala...........................................................................
2.8 Penatalaksanaan..............................................................................
2.9 Pemeriksaan Penunjang.................................................................
2.10 Komplikasi Dan Prognosis...........................................................
2.10.1 Komplikasi...................................................................................
2.10.2 Prognosis......................................................................................
BAB 3. PATHWAY.......................................................................................
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................
4.1 Pengkajian .......................................................................................
4.2 Diagnosa...........................................................................................
4.3 Intervensi..........................................................................................
4.4 Implementasi....................................................................................
4.5 Evaluasi............................................................................................
BAB 5. PENUTUP........................................................................................
5.1 Kesimpulan......................................................................................
5.2 Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu (AKI) hamil di Indonesia masih tinggi yaitu
307/100.000 kelahiran hidup. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40% kematian masa nifas. Penyebab
utama kematian ibu disebabkan karena perdarahan (24%), infeksi (15%),
aborsi tidak aman (13%), tekanan darah tinggi (12%), dan persalinan lama (8
%). (Puspitaningtyas, 2011)
Infeksi nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu terutama
di negara berkembang seperti Indonesia ini, masalah itu terjadi akibat dari
pelayanan kesehatan yang masih jauh dari sempurna. Faktor penyebab lain
terjadinya infeksi nifas diantaranya, daya tahan tubuh yang kurang, perawatan
nifas yang kurang baik, kurang gizi / mal nutrisi, anemia, hygiene yang kurang
baik, serta kelelahan. Upaya pemantauan yang melekat dan asuhan pada ibu
dan bayi yang baik pada masa nifas diharapkan dapat mencegah kejadian
tersebut. (BKKBN, 2006)
Sepsis puerperalis merupakan infeksi yang berbahaya karena dapat
mengakibatkan kematian ibu nifas. Masalah sepsis puerperalis dapat
ditimbulkan karena dalam menolong persalinan memberi asuhan perawatan
tidak menerapkan prinsip aseptik. Tanda – tanda dari sepsis puerperalis adalah
keadaan penderita sakit keras, suhu tinggi disertai infeksi lokal yang berpusat
disekitar sumber primer dan apabila keadaan ini berlanjut dapat mengakibatkan
kematian. (Motherhood, 2002)
Infeksi puerperalis dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas
pada ibu nifas. Oleh karena itu diharapkan dengan adanya makalah ini dapat
mengupas mengenai konsep dasar teori dan asuhan keperawatan infeksi
puerperalis.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari infeksi peuerperalis?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi pada kasus infeksi peuerperalis?
1.2.3 Bagaiman etiologi dari infeksi peuerperalis?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari infeksi peuerperalis?
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis dari infeksi peuerperalis?
1.2.6 Bagaimana tanda dan gejala infeksi peuerperalis?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari infeksi peuerperalis?
1.2.8 Apa dan bagaimana hasil pemeriksaan penunjang dari infeksi
peuerperalis?
1.2.9 Apa komplikasi dan prognosis infeksi peuerperalis?

1.3 Tujuan
1.3.1 mendefinisikan pengertian dari infeksi peuerperalis
1.3.2 mendeskripsikan epidemiologi pada kasus infeksi peuerperalis.
1.3.3 mendeskripsikan etiologi dari infeksi peuerperalis.
1.3.4 menjelaskan patofisiologi dari infeksi peuerperalis.
1.3.5 mendeskripsikan manifestasi klinis dari infeksi peuerperalis.
1.3.6 mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi peuerperalis.
1.3.7 mendeskripsikan penatalaksanaan dari infeksi peuerperalis.
1.3.8 menggambarkan pemeriksaan penunjang dari infeksi peuerperalis.
1.3.9 mendeskripsikan komplikasi dan prognosis infeksi peuerperalis.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Masa Nifas
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti
sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu. Masa nifas (puerperium),
berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan partus yang artinya
melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan.
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk
selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat
menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada
komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis.
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu
setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir
setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil
sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses
persalinan. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 69% kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama (Sitti, 2009).

2.1.2 Tahap Masa Nifas


Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut.
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri.
Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi
uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini petugas kesehatan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu
cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada periode ini petugas kesehatan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (Sitti, 2009).

2.1.3 Tujuan Asuhan Keperawatan Masa Nifas


Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk meningkatkan
kesejahtaraan fisik dan pisikologis bagi ibu dan bayi, pencegahan diagnosa dini
dan pengobatan komplikasi pada ibu, merujuk ibu keasuhan tenaga ahli bilamana
perlu, mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta meyakinkan ibu mampu
melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus,
imunisasi ibu terhadap tetanus dan mendorong pelaksanaan metode yang sehat
tentang pemberian makan anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang
baik antara ibu dan anak.

2.2 Pengertian
Peuerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas
(Sarwono, 2005).
Puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat
genetalia dalam masa nifas (Mochtar, 1998).
Infeksi peurperalis adalah infeksi yang terjadi di dalam struktur yang
berhubungan dengan persalinan setelah melahirkan (Barbara, 2004).
Infeki peurperalis adalah infeksi luka jalan lahir pasca persalinan, biasanya
dari endometrium bekas insersi plasenta (Sulaima, dkk., 2004).
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian diatas adalah
infeksi peuerperalis merupakan suatu kondisi di mana terjadinya peradangan pada
alat genetalia yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman pada waktu
persalinan dan nifas.

2.3 Epidemiologi
Angka kematian ibu (AKI) hamil di Indonesia masih tinggi yaitu
307/100.000 kelahiran hidup. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40% kematian masa nifas. Penyebab
utama kematian ibu disebabkan karena perdarahan (24%), infeksi (15%), aborsi
tidak aman (13%), tekanan darah tinggi (12%), dan persalinan lama (8 %)
(Puspitaningtyas, 2011).
Menurut Barbara (2004), infeksi peurperalisis merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas ibu. Insiden infeksi ini bervariasi dari 1% hingga 8%
dari seluruh kelahiran, tetapi terdapat insiden yang lebih tinggi pada kelahiran
sesar dibandingkan kelahiran normal.

2.4 Etiologi
Barbara (2004) menyatakan bahwa secara umum infeksi peurperalis dapat
disebabkan oleh teknik steril yang buruk, persalinan dengan manipulasi yang
tidak sesuai, kelahiran sesar, atau pertumbuhan flora lokal yang berlebihan.
Infeksi peurperalisis juga disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:
1. Berdasarkan kuman yang menyebabkan infeksi peurperalisis
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya kuman ini adalah secara eksogen yang akan menyebabkan
terjadinya infeksi berat bagi yang ditularkan dari penderita lain, alat alat
yang tidak steril, tangan penolong, dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuknya kuman ini adalah secara eksogen yang akan menyebabkan
infeksinya sedang dan banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah
sakit.
c. Escherichia coli
Masuknya kuman ini adalah berasal dari kandung kemih dan rektum,
sehingga dapat menyebabkan infeksi.
d. Clostridium welchi
Masuknya kuman ini adalah secara anaerob, biasanya ditemukan pada kasus
abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun.
2. Berdasar masuknya kuman ke dalam alat kandung
a. Bakteri Endogen
Bakteri ini (Streptococcus, Staphylococcus, E. coli) secara normal hidup di
vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya. Bahkan jika teknik steril
sudah digunakan untuk persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri
endogen. Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan
infeksi jika:
1) Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui
instrumen pemeriksaan pelvik.
2) Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/laserasi, atau jaringan
yang mati (setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet).
3) Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang
lama.
b. Bakteri eksogen
Bakteri ini (Streptokokus, Clostridium) masuk ke dalam vagina dari luar.
Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagina dengan cara:
1) Melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril.
2) Melalui substansi atau benda asing yang masuk ke dalam vagina.
3) Melalui aktivitas seksual.
3. Faktor predisposisi
Menurut Sulaima, dkk. (2004), faktor predisposisi diakibatkan oleh:
a. Perdarahan
Perdarahan yang terjadi dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu.
b. Trauma persalinan
Trauma pada persalinan merupakan media yang subur bagi mikroorganisme.
c. Partus lama
Partus lama akan mengakibatkan retensio plasenta sebagian atau seluruhnya
akan memudahkan terjadinya infeksi.
d. Keadaan umum
Keadaan umum ibu merupakan faktor yang ikut menentukan karena akan
mengakibatkan ibu mengalami melemahnya daya tahan tubuh, seperti anemi
dan malnutrisi.

2.5 Patofisiologi
Terjadinya infeksi disebabkan setelah kala III terdapat daerah bekas insersio
plasenta yang merupakan sluka dengan diameter kira-kira 4 cm. Daerah ini
merupakan tempat yang baik untuk bertumbuhnya kuman-kuman dan masuknya
jenis-jenis patogen dalam tubuh. Serviks sering mengalami perlukaan pada
persalinan, demikian juga vulva, vagina, dan perineum yang merupakan tempat
masuknya kuman-kuman patogen. Proses peradangan dapat terjadi pada luka-luka
tersebut atau menyebar di luar luka.
Menurut Sulaima, dkk. (2004). infeksi peurpuralis dapat terjadi karena:
1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau
alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari
kuman-kuman.
2. Sarung tangan atau alat-alat kesehatan yang digunakan terkena kontaminasi
bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya
yang berada di ruangan tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas
yang bertugas harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran nafas
dilarang memasuki kamar bersalin.
3. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini biasa dibawa oleh aliran
udara kemana-mana, antara lain melaui handuk, kain- kain yang tidak steril,
dan alat-alat yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada
waktu nifas.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali
jika menyebabkan pecahnya ketuban.
5. Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu
partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapakali dilakukan
pemeriksaan dalam.

2.6 Manifestasi Klinis


Menurut Barbara (2004), infeksi puerperalis dapat dibagi menjadi golongan,
yaitu:
1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium
a. Infeksi perineum, vulva, vagina dan serviks
1) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan
sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan
ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan
mangeluarkan pus.
2) Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina melalui
perineum. Permukaan mukosa akan membengkak dan kemerahan, terjadi
ulkus, dan adanya nanah yang keluar dari daerah ulkus.
3) Servisitis
Infeksi serviks sering terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan
banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas akan langsung
kedasar ligamentum latum yang dapat menyebabkan infeksi menjalar ke
parametrium.
b. Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman
memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta dan
dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.

2. Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena, jalan limfe dan permukaan, serta
endometrium
a. Septikemia dan piemia
Septikemia dan piemia merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh
kuman-kuman patogen, yaitu Streptococcus haemolyticus golongan A.
Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian
karena infeksi nifas.
Pada septikemia kuman-kuman di uterus, langsung masuk keperedaran
darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septikemia dapat
dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah.
Pada piemia terdapat tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-
sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena
uterine, vena hipogastrika, dan vena ovari (tromboflebitis pelvika), dari
tempat-tempat thrombus tersebut embolus kecil yang mengandung kuman-
kuman dilepaskan. Setiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran
darah dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, di antaranya ke
paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, sehingga mengakibatkan
terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut.
b. Peritonotis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus yang
langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui
jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum sehingga menyebabkan
parametritis (sellulitis pelvika).
c. Selulitis pelvis
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau sellulitis
pelvika. Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yaitu:
1) Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis.
2) Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai kedasar
ligamentum.
3) Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.

2.7 Tanda dan Gejala


Menurut Sulaima, dkk. (2004), gejala-gejala umum yang biasanya muncul
pada penderita infeksi peuerperalis adalah:
1. Kenaikan suhu.
2. Terjadi leukositosis.
3. Takikardi.
4. Denyut jantung janin meningkat.
5. Air ketuban menjadi keruh dan berbau.
6. Terjadi infeksi intra partum yang diakibatkan kuman-kuman memasuki dinding
uterus pada waktu persalinan dan dengan melewati amnion sehingga dapat
menimbulkan infeksi pada janin.
Tanda dan gejala yang muncul jika dilihat dari manifestasi klinisnya adalah:
1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks d an endometrium
a. Infeksi perineum, vulva, vagina dan serviks
Tanda dan gejala:
1) Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria dengan atau tanpa
distensi urine.
2) Jahitan luka mudah lepas, merah, dan bengkak.
3) Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu sekitar
38ᵒ C, dan nadi kurang dari 100x/menit.
4) Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar,
maka demam bisa meningkat hingga 39-40ᵒ C, terkadang disertai
menggigil.
b. Endometritis
Tanda dan gejala:
1) Terkadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan
selaput ketuban yang disebut lokiametra.
2) Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, terkadang berbau, lokhea
berwarna merah atau coklat.
3) Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi
biasanya sesuai dengan kurva suhu tubuh.
4) Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
5) Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan
biasanya sangat mengganggu.
6) Leukositosis dapat berkisar antara 10.000-13.000/mm³.
2. Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena, jalan limfe dan permukaan, serta
endometrium
a. Septikemia dan piemia
Tanda dan gejala:
1) Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah sampai 3
hari postpartum, suhu meningkat dengan cepat yaitu 39-40ᵒC yang
disertai menggigil. Keadaan umum cepat memburuk, nadi sekitar 140-
160x/menit atau lebih. Klien juga dapat meninggal dalam 6-7 hari
postpartum
2) Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigil yang
terjadi berulang-ulang. Suhu meningkat dengan cepat kemudian suhu
turun dan lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia, dan pleuritis.
b. Peritonitis
Tanda dan gejala:
1) Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat, perut kembung dan
nyeri, serta ada defensif muskuler. Wajah klien mula-mula kemerahan,
kemudian menjadi pucat, mata cekung, kulit wajah dingin, serta terdapat
facishipocratica.
2) Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak seberat
peritonis, umumnya klien demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan
umum tetap baik.
c. Selulitis pelvis
Tanda dan gejala:
1) Suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu yang disertai rasa nyeri di
kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai
adanya selulitis pelvik.
2) Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah
uterus.
3) Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu
yang mula mula tinggi menetap akan menjadi naik turun disertai
menggigil.
4) Klien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.

2.8 Penatalaksanaan
Menurut Barbara (2004). penatalaksanaan secara umum yang dapat
dilakukan adalah:
1. Meningkatkan resolusi proses infeksi
a. Inspeksi perineum dua kali sehari apakah ada kemerahann edema, ekimosis,
dan keluaran.
b. Evaluasi nyeri abdomen, demam, malaise, takikardi, dan lokia yang berbau
tidak enak.
c. Periksa spesimen untuk analisi laboratorium dan laporkan hasilnya.
d. Tawarkan diet yang seimbang, sering minum cairan, dan ambulasi dini.
e. Berikan antibiotik atau obat-obatan sesuai resep, catat respons klien.
2. Memberi penyuluhan klien dan keluarga.
Menjelaskan dan mendemonstrasikan perawatan diri, seperti melakukan
personal hygine perineum dan mencuci tangan.
3. Pengobatan dan penanganan
Pengobatan dan penanganan yang dapat dilakukan pada kala nifas adalah:
a. Sebaliknya segera dilakukan pengambilan (kultur) dari secret vagina, luka
operasi, dan darah, serta uji kepakaian untuk mendapatkan antibiotiika yang
tepat dalam pengobatan
b. Kombinasi antibiotik diberikan sampai pasien bebas demam selama 48 jam
dan kombinasi antibiotik beyang dapat diberikan adalah:
1) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam.
2) Gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam.
3) Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
c. Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat
d. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotikan
spectrum luas (broad spectrum) hingga menunggu hasil laboratorium.
e. Pengobatan akan mempertinggi daya tahan tubuh penderita infus atau
tranfusi yang diberikan perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang
ditemukan.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dilakukan akan diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Jumlah sel darah putih (SDP) mengalami peningkatan.
2. Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah( SDM) sangat meningkat
dengan adanya infeksi.
3. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan
anemia.
4. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau
drainase luka atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme
penyebab.
5. Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
6. Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan
melokalisasi abses perineum.
7. Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau
pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan trombosis.

2.10 Komplikasi dan Prognosis


2.10.1 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada puerpuralis antara lain:
a. abses pada paru;
b. abses ginjal;
c. abses otak;
d. abses jantung
e. vulvitis;
f. vaginitis;
g. servisitis;
h. septikemia dan piemia;
i. peritonotis;
j. selulitis pelvis.

1.10.2 Prognosis
Prognosis bergantung pada virulensi kuman dan daya tahan tubuh penderita.
Prognosis baik jika diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya,
septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi diikuti
peritonitis umum (Sulaima, dkk., 2004).
BAB 3. PATHWAYS

Proses Tangan pemeriksa/penolong Alat-alat perawatan


melahirkan terkontaminasi terkontaminasi

Perlukaan pada Pertahanan primer


serviks, vulva, vagina, terganggu
dan perineum

Kuman patogen masuk

Terjadi peradangan

Penyebaran kuman patogen

perineum vulva vagina Serviks endometrium

peritonitis vulvanitis vaginitis servisitis endometritis

Reaksi Peradangan

Perawatan tidak Peningkatan Infeksi pada ujung Perubahan persepsi


adekuat metabolisme tubuh syaraf tentang penyakit

Peradangan menyebar Peningkatan Respon nyeri pada Muncul kecemasan


ke organ lain suhu tubuh tempat infeksi

Menyebar ke saluran Hipertermi Nyeri Akut Ansietas


kemih bawah

Kesulitan untuk Nyeri mengganggu Kekhawatiran ttg


Nyeri kemih saat tidur seksualitas individu
perawatan bayi

Ketidakefektifan
Gg Eliminasi Gg Pola Tidur
Performa Peran Ketidakefektifan
Urinarius Pola Seksualitas
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : Tergantung pada pasien.
b. Umur : Biasanya terjadi pada wanita hamil.
c. Jenis kelamin : Wanita.
d. Pendidikan : Mempengaruhi personal hygine setiap individu.
e. Pekerjaan : Mengetahui taraf hidup sosial ekonomi yang
berhubungan dengan nutrisi dan penyebab terjadinya
infeksi peuerperalis.
f. Diagnosa medis: Infeksi peuritonitis.
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan suhu tubuh meningkat yang disertai menggigil, nyeri,
disuria, sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kehamilan sebelumnya dan riwayat penyakit yang berhubungan
dengan sistem kekebalan tubuh.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Munculnya tanda-tanda dan keluhan infeksi puerpuralis.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga berhubungan dengan penyakit-penyakit yang
dapat memicu terjadinyan infeksi puerpuralis.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nyeri
Pada umumnya pasien merasakan nyeri abdomen bawahatau uteri, nyeri
lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen, dan sakit kepala.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Tejadi perubahan pola nutrisi yang diakibatkan nafsu makan menurun dan
muntah.
c. Aktivitas
Pasien mengeluh malaise, letargi, kelelahan/keletihan yang terus menerus,
letih, dan aktivitas berat mengakibatkan nyeri abdomen.
d. Eliminasi
Pasien mengalami penurunan berkemih dan mengalami disuria dengan atau
tanpa distensi urine.
e. Pola tidur dan istirahat
Pasien mengalami kesulitan tidur.
f. Pola sensori dan kognitif
Pasien mengalami masalah masalah kognitif akibat kecemasan terhadap
penyakit yang dialaminya.
g. Pola persepsi diri
pasien menganggap dirinya sakit dan tidak dapat beraktivita seperti biasanya
h. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan yang mempengaruhi hubungan interpersonal dan
peran akibat menjalankan perannya selama sakit.
i.Seksualitas
Pasien mengalami nyeri pada daerah genitalia, sehinga pola seksualitas
terganggu.
j. Pola penanggulangan stress
Pasien membutuhkan dukungan emosional dan spiritual oleh keluarga atau
pun orang-orang terdekat.
k. Pola hygiene
Kebersihan kurang akibat akibat kelemahan dalam melakukan aktivitas.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: Pasien tampak sangat kesakitan hingga mengalami syok.
b. Kesadaran: Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik hingga koma
tergantung tingkat kesakitan.
c. Tanda-tanda vital: Tekanan darah tinggi, nadi teraba cepat, berat badan
mengalami penurunan, suhu tubuh akan meningkat.
d. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Simetris dan pertumbuhan rambut normal.
2) Muka atau wajah
Keadaan bervariasi dari keadaan normal hingga terlihat pucat tergantung
tingkat kesakitan.
3) Mata
Konjungtiva normal, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, dan mata
terlihat cekung (kemungkinan dehidrasi).
4) Mulut
Bibir kering (kemungkinan dehidrasi).
5) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan kelenjar tiroid.
6) Dada
Pernafasan cepat, bentuk dada simetris, takikardi, dan tidak ada suara
ronchi.
7) Abdomen
Perut terlihat lebih besar dari normal, adanya bekas jahitan yang tidak jadi
atau mengalami kebocoran, nyeri tekan lepas, dinding perut tegang dan
kaku, serta bising usus tidak terdengar
8) Genetalia
Teraba tahanan yang kenyal yang berfluktuasi dalam kavum douglasi dan
mengalami nyeri tekan
9) Ekstremitas
Teraba hangat sampai panas karena biasanya pasien demam, kulit teraba
kering dan lecet.

4.2 Diagnosa Keperawatan


a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi sekunder trauma jalan
lahir akibat proses persalinan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan persepsi terhadap penyakit
d. Gangguan elimimasi urinarius berhubungan dengan nyeri saat berkemih
(disuria)
e. Ketidakefektifan performa peran berhubungan dengan hambatan untuk
perawatan bayi karena sakit
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman karena nyeri
saat tidur
g. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan kekhawatiran tentang
seksualitas individu

4.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa 1 : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi sekunder trauma
jalan lahir akibat proses persalinan
Tujuan : suhu tubuh pasien normal
Kriteria hasil: pasien menunjukkan suhu normal
Intervensi :
No. Intervensi Rasional
1. Monitoring TTV Memantau suhu setip saat apakah normal,
atau terjadi peningkatan.
2. Beri kompres air hangat Menurunkan suhu tubuh sampai batas
normal.
3. Jaga lingkungan sekitar pasien Pasien tetap nyaman dengan mengatur
suhu ruangan.
4. Anjurkan keluarga memakaikan baju Metabolisme dalam tubuh tidak
tipis meningkat.
5. Anjurkan keluarga untuk membatasi Untuk mempercepat proses penyembuhan
aktivitas klien
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam Akan meredakan hipotalamus sebagai
pemberian obat penurun panas,contoh pusat mengatur panas sehinggapanas
paracetamol tubuh berangsur-angsur turun.

Diagnosa 2 :Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan : Nyeri berkurang sampai tidak ada nyeri
Kriteria hasil: pasien menunjukkan rileks dan mengatakan nyeri berkurang
Intervensi :
No. Intervensi Rasional
1. Bina hubungan saling percaya Mengenal klien dan mempermudah untuk
memberikan intervensi selanjutnya.
2. Kaji lokasi, lamanya, intensitas dan Mengetahui skala dan kualitas nyeri
tingkat skala nyeri
3. Atur posisi yang nyaman bagi klien Posisi yang nyaman akan membantu
memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin
4. Ajarkan pasien teknik relaksasi Teknik relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien.
5. Berikan health education tentang pemahaman pasien tentang penyebab nyeri
penyebab nyeri yg dialami pasien yang terjadi akan mengurangi ketegangan
pasien dan memudahkan pasien untuk
diajak bekerjasama dalam melakukan
tindakan.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk Obat –obat analgesik dapat membantu
pemberian analgesik. mengurangi nyeri pasien

Diagnosa 3 : Ansietas berhubungan dengan perubahan persepsi terhadap


penyakit
Tujuan : a. Pasien dapat menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir
dan tegang dari sumber yang tidak dapat diidentifikasi
b. Pasien dapat mengetahui perjalanan penyakit yang dialaminya

Kriteria hasil: Klien menyatakan bahwa kecemasan berkurang dan tampak tenang
Intervensi :
No. Intervensi Rasional
1. Sediakan informasi aktual menyangkut Dengan mengetahuinya pasien akan
dianosis, perawatan, dan prognosis. merasa lebih tenang dan mengurangi rasa
curiga pada petugas kesehatan
2. Intruksikan pasien tentang penggunaan Penggunaan relaksasi dapat membuat
teknik relaksasi tubuh menjadi lebih rileks dan nyaman
3. Kolabirasikan dengan tim kesehatan Pemberian obat dapat dilakukan ketika
lain dalam pemberian pengobatan terapi yang lain tidak efektif
untuk mengurangi ansietas, sesuai
dengan kubutuhan
4. Dampingi pasien (misalnya selama Pasien akan merasa lebih nyaman dan
prosedur) untuk meningkatkan aman
keamanan dan mengurangi takut

5. Sarankan terapi alternatif untuk Terapi alternatif dapat digunakan sebagai


mengurangi ansietas yang dialami pilihan lain dari terapi-terapi yang telah
pasien. dilakukan

Diagnosa 4 : Gangguan elimimasi urinarius berhubungan dengan nyeri saat


berkemih (disuria)
Tujuan : a. Nyeri saat berkemih hilang atau berkurang
b. Pola eliminasi urine kembali seperti keadaan
Kriteria hasil: Klien mengungkapkan pola urin kembali normal dan tidak ada
nyeri saat berkemih
Intervensi :
No. Intervensi Rasional
1. Monitoring TTV Memantau kondisi umum pasien terhadap
adanya tanda-tanda penyebaran infeksi.
2. Kaji status nyeri yang dialami Mengetahui tingkat skala nyeri yang
dialami klien
3. Pertahankan kebijakan mencuci tangan Membantu mencegah kontaminasi silang.
dengan ketat untuk staf, klien dan
pengunjung
4. Demonstrasikan/anjurkan pembersihan Pembersihan melepaskan kontaminan
perineum yang benar setelah berkemih urinarius/fekal. Penggantian pembalut
dan defekasi, dan sering mengganti menghilangkan media lembab yang
pembalut. menguntungkan pertumbuhan bakteri.

5. Anjurkan kepada klien untuk tetap Mencegah terjadinya distensi urin


melakukan BAK
6. Kolaborasi Analgetik: mengurangi rasa nyeri yang
Berikan obat-obatan sesuai indikasi dialami
(analgetik, antibiotik, oksitosik, Antibiotik: menyerang organisme patogen,
antikoagulan). membantu mencegah penyebaran infeksi
dari jaringan sekitar dan aliran darah
Oksitosik: meningkatkan kontraktilitas
miometrium untuk memundurkan
penyebaran bakteri
Antikoagulan: pada adanya tromboflebitis
pelvis, antikoagulan mencegah atau
menurunkan pembentukan trombus
tambahan dan membatasi emboli septik.

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan
yang telah dibuat. Implementasi keperawatan dapat berubah sewaktu-waktu
sesuai kebutuhan dan keluhan utama pasien yang muncul. Pelaksanaan
implementasi keperawatan harus sesuai dengan standar operasional tindakan
untuk mengurangi efeksamping dari tindakan dan mencegah timbulnya dampak
yang tidak diinginkan dari tindakan.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan dilakukan ketika tindakan keperawatan telah dilakukan.
Evaluasi keperawatan bertujuan untuk mengetahui keefektifan tindakan dan
pencapaian tujuan tindakan. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah dubuat di intervensi keperawatan. Evaluasi keperawatan
dinyatakan berhasil ketika tujuan dan kriteria hasil dari intervensi keperawatan
telah dicapai.
BAB 5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Infeksi peuerperalis merupakan suatu kondisi di mana terjadinya
peradangan pada alat genetalia yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman
pada waktu persalinan dan nifas. Insiden infeksi ini bervariasi dari 1% hingga 8%
dari seluruh kelahiran, tetapi terdapat insiden yang lebih tinggi pada kelahiran
sesar dibandingkan kelahiran normal.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah kepada tenaga kesehatan agar
memberikan informasi-informasi kepada para ibu nifas tentang cara perawatan
luka perineum, sehingga para ibu akan mengetahui cara perawatan luka perineum
yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, Stright. 2004. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir Edisi 3.


Jakarta: EGC

BKKBN. 2006. Hati–hati dengan infeksi nifas.


(http://www.pikas.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid diunduh 8
Februari 2014)

Mochtar, Rustam.1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: EGC

Motherhood, Safe. 2002. Modul sepsis puerperalis. EGC. Jakarta.

Puspitaningtyas. 2011. Hubungan Pengetahuan Teknik Perawatan


dengan Kesembuhan Luka Perineum pada Ibu Nifas di BPS
Kota Semarang. Jurnal 2011

Sarwono, Prawirohardjo. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakart : YBP-SP

Sastrawinata Sulaima, Martadisoebrata Dhamhoer, Wirakusanah


Firman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi
Edisi 2. Jakarta: EGC

Sitti, Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta:


Selemba Medika

Anda mungkin juga menyukai